Anda di halaman 1dari 36

Dr. RETNA APSARI, M.

Si


OPTIKA FISIS
D.POLARISASI C. DIFRAKSI B. INTERFERENSI
A. DISFERSI
Peristiwa
peruraian cahaya
polikromatik
(putih) menjadi
spektrum cahaya
monokromatik
Perpaduan dua
gelombang yang
memiliki beda
fase konstan
(koheren)
Gejala pelenturan
gelombang pada
celah sempit
Gejala
pengkutuban
gelombang
hingga hanya
memiliki satu
arah getar saja
1. Sudut deviasi
2. Sudut dispersi
3. Warna benda
1. Interferensi
celah ganda
2. Interferensi
pada selaput
tipis
3. Cincin
Newton
1. Difraksi pada
celah tunggal
2. Difraksi pada
celah
majemuk
3. Difraksi dan
alat optik
1. Polarisasi
akibat
penyerapan
2. Polarisasi
akibat
pemantulan
3. Polarisasi
akibat bias
kembar
A. DISFERSI
Cahaya polikromatik
Spekrum cahaya-cahaya
monokromatik
(MEJIKUHIBINIU)
Sudut deviasi (D)
D
i
1
r
2
|
Besar sudut penyimpangan arah sinar
datang dan kelaur dari prisma,
| + =
2 1
r i D
Jika
2 1
r i =
terjadi deviasi minimum ) (o
( )
|
.
|

\
|
=
+
2
sin
2
sin
| | o
n
Jika sudut pembiasa prisma
( ) | <15
o
berlaku : ( )| o 1 = n
Dari merah ke ungu
Sudut deviasi
Indeks bias
frekuensi
Semakin
besar
n=indeks bias prisma
n
udara
=1
n
prisma
=n
Kesimpulan :
Sudut deviasi dipengaruhi oleh : 1. Indeks bias prisma (n)
2. Sudut pembias prisma
) (|
Indeks bias prisma tergantung pada :
1. Jenis bahan prisma
2. Jenis sinar yang datang pada prisma
Pada peristiwa dispersi :
1. Sinar ungu terdeviasi paling besar karena indeks biasnya terbesar
2. Sinar merah terdeviasi paling kecil karena indeks biasnya terkecil
Selisih sudut deviasi antara dua warna cahaya disebut sudut dispersi
D
m
D
u
( ) |
m u
D D = |
m u
o o | =


Untuk sinar yang mengalami deviasi minimum :
Interferensi Cahaya
Adalah perpaduan dari 2 gelombang cahaya.
Agar hasil interferensinya mempunyai pola yang
teratur, kedua gelombang cahaya harus koheren,
yaitu memiliki frekuensi dan amplitudo yg sama
serta selisih fase tetap.
Pola hasil interferensi ini dapat ditangkap pada
layar, yaitu
Garis terang, merupakan hasil interferensi
maksimum (saling memperkuat atau konstruktif)
Garis gelap, merupakan hasil interferensi
minimum (saling memperlemah atau destruktif)


Syarat interferensi maksimum
Interferensi maksimum terjadi jika kedua gel memiliki fase
yg sama (sefase), yaitu jika selisih lintasannya sama dgn
nol atau bilangan bulat kali panjang gelombang .


Bilangan m disebut orde terang. Untuk m=0 disebut terang
pusat, m=1 disebut terang ke-1, dst. Karena jarak celah
ke layar l jauh lebih besar dari jarak kedua celah d (l >>
d), maka sudut sangat kecil, sehingga sin = tan =
p/l, dgn demikian




Dengan p adalah jarak terang ke-m ke pusat terang.
,... 2 , 1 , 0 ; sin = = m m d u
m
l
pd
=
Syarat interferensi minimum
Interferensi minimum terjadi jika beda fase kedua gel 180
o
, yaitu
jika selisih lintasannya sama dgn bilangan ganjil kali setengah .



Bilangan m disebut orde gelap. Tidak ada gelap ke nol. Untuk m=1
disebut gelap ke-1, dst. Mengingat sin = tan = p/l, maka



Dengan p adalah jarak terang ke-m ke pusat terang.
Jarak antara dua garis terang yg berurutan sama dgn
jarak dua garis gelap berurutan. Jika jarak itu
disebut p, maka
,... 3 , 2 , 1 ; ) ( sin
2
1
= = m m d u
) (
2
1
= m
l
pd
=
A
l
pd
Contoh :
Pada suatu percobaan YOUNG, jarak antara 2 celah d =
0,25 mm sedangkan jarak celah ke layar l = 1 m.
Jarak garis gelap kedua ke pusat pola interferensi
pada layar adalah p = 3 mm. Tentukan :
a. Panjang gelombang cahaya yg digunakan
b. Jarak garis terang ketiga dari pusat
c. Jarak garis terang ketiga dari pusat jika percobaan
Young dicelupkan dalam air yg indeks biasnya 4/3.

Difraksi
Jika muka gel bidang tiba pada suatu celah sempit (lebarnya lebih
kecil dari panjang gelombang), maka gel ini akan mengalami
lenturan sehingga terjadi gel2 setengah lingkaran yg melebar
di belakang celah tsb. Gejala ini dikenal dgn peristiwa difraksi.

Difraksi Celah Tunggal
Syarat terjadinya garis gelap ke-m adalah


Untuk sudut yg kecil, berlaku


Syarat terjadinya garis terang ke-m adalah


Untuk sudut yg kecil, berlaku

,... 3 , 2 , 1 ; sin = = m m d u
m
l
pd
=
,... 2 , 1 , 0 ; ) ( sin
2
1
= + = m m d u
) (
2
1
+ = m
l
pd
Difraksi Celah Majemuk
Pola difraksi maksimum



Pola difraksi minimum


Contoh :
Celah tunggal selebar 0,12 mm disinari cahaya
monokromatik sehingga menghasilkan jarak
antara gelap kedua dan terang pusat 15 mm.
Jika jarak layar dengan celah adalah 2 m,
berapa panjang gelombang cahaya yg digunakan?


,... 2 , 1 , 0 ; sin = = m m d u
,... 3 , 2 , 1 ; ) ( sin
2
1
= = m m d u
Pola yang terbentuk di layar : 1. Pita terang : - Fase kedua gelombang sama
- Amplitudo resultan maksimum
2. Pita gelap :
- Fase kedua gelombang berlawanan
- Amplitudo resultan minimum
Terang ke m
Gelap ke m
Terang pusat
S
1
S
2
d
R
P
p
O
l
layar
Pola interferensi

u sin d
u

u
Perc. Young
Celah ganda
(Beda fase = 180
o
)

Perc. Young
Perhatikan gambar !.
Gelap ke m
Terang ke m
Terang pusat
S
1
S
2
d
O
l
layar
Pola interferensi

u sin d
u

u
Celah ganda
A
p
Selisih jarak yang ditempuh sinar dari S
1
dan S
2
(beda lintasan) :
A S A S S
1 2
= A B S
2
=
u sin d =
l
p
~ ~ u u tan sin
l
p
d d S = = A u sin
l
dp
S= A





Jarak terang pusat (O)
terhadap
Pita terang Pita gelap
Beda lintasan sama dengan nol
atau kelipatan bilangan cacah
dari panjang gelombang
Beda lintasan sama dengan keli-
patan bilangan ganjil dari sete-
ngah panjang gelombang

m
l
dp
=
( )
2
1
1 2 = m
l
dp

m = 0, 1, 2, 3, m = 1, 2, 3,
celah antar jarak d . . =
gelap terang garis thdp O erferensi pusat titik jarak p / . . ). ( int . . . =
layar ke celah jarak l . . . =
cahaya gelombang panjang . . =
erferensi orde m int . =



i
i
r
Lapisan tipis
d
n
Sinar datang
Sinar pantul S
1
S
2
A
D
B
C
air
Pemantulan sinar matahari
oleh lapisan minyak di atas
permukaan air.
Selisih lintasan sinar datang hingga menjadi sinar pantul S
1
dan S
2
:

1 2
S S S = A
( ) AD BC AB n + = ( ) AD AB n = 2

r
d
AB
cos
=
i AC AD sin = r d AC tan 2 =


Karena :
Maka : ( ) i r d
r
d
n S sin tan 2
cos
2
|
.
|

\
|
= A
r
i r d
r
nd
cos
sin sin 2
cos
2
=
i r n sin sin =
r
r nd
r
nd
S
cos
sin 2
cos
2
2
= A ( ) r
r
nd
2
sin 1
cos
2
=
( ) r
r
nd
2
cos
cos
2
=
r ndcos 2 =





Menurut Hkm Snellius :
dan sedangkan
sehingga
Selisih lintasan sinar datang hingga menjadi sinar pantul S
1
dan S
2
:

r nd S cos 2 = A
Karena sinar pantul di B mengalami perubahan fase , maka :
Interferensi
Maksimum
(TERANG)
Interferensi
Minimum
(GELAP)
S A

kelipatan dari
S A
kelipatan dari
2
1

|
.
|

\
|
=
2
1
cos 2 m r nd



Sehingga :
m S= A
m r d = cos 2

( )
2
1
1 2 = A m S
tipis selaput bias indeks n . . . =
selaput tebal d . =
bias sudut r . =
ar ge panjang sin . / . =



m = 1, 2, 3, m = 0,1, 2, 3,
Gejala pelenturan gelombang pada celah sempit
Jika muka gelombang tiba pada celah sempit (lebarnya lebih kecil dari panjang gelombang)
Maka gelombang tsb akan mengalami lenturan,
Sehingga terjadi gelombang-gelombang setengah lingkaran yang melebar di
belakang celah tersebut.
Difraksi Fraunhofer
5
4
3
2
1
Celah
tunggal
Pola
difraksi
d/2
d/2
u sin . 2 / d
u

Celah dibagi 2 bagian sama lebar : d/2
Sehingga :
Gel. 1 dan 3 atau 2 dan 4 berbeda lintasan :
Pola difraksi
maksimum
Pola difraksi
minimum
l
dp
d S = = A u sin
2
1
m
l
dp
=

m = garis terang ke 1, 2, 3 atau garis gelap ke 0, 1, 2, 3,
( )
2
1
= m
l
dp
Celah majemuk
Terdiri dari ribuan celah berupa goresan percentimeter.
Pola difraksi (garis terang/garis gelap) pada layar akan lebih tajam
Misal :
Jika dalam kisi terdapat 5000 goresan/cm, Maka :
N
d
1
=
cm
5000
1
=


Keterangan : N = jumlah goresan
d = tetapan kisi
Terserapnya sebagian arah getar gelombang
sehingga hanya memiliki satu arah getar saja
Hanya dialami oleh gelombang transversal
Terpolarisasinya cahaya/gelombang elektromagnetik
dapat disebabkan oleh :
1. Peristiwa pemantulan
2. Peristiwa pembiasan dan pemantulan
3. Peristiwa bias kembar
4. Peristiwa absorbsi selektif
5. Peristiwa hamburan
Terserapnya sebagian arah getar gelombang
sehingga hanya memiliki satu arah getar saja
Hanya dialami oleh gelombang transversal
Sinar alami
Sinar terpolarisasi
polarisator
atau
akibat pembiasan dan pemantulan
n
1
n
2
i
r
p
r
b
90
o
Cahaya pantul terpolarisasi sempurna jika sudut datang i mengakibatkan sudut
bias r
b
dgn sudut pantul r
p
saling tegak lurus
p
r i =
o
b p
r r 90 = +
p
o
b
r r =90
1
2
sin
sin
n
n
r
i
b
=
( )
1
2
90 sin
sin
n
n
r
r
p
o
p
=

1
2
cos
sin
n
n
r
r
p
p
=
1
2
tan
n
n
r
p
=






dan
Hukum Snellius :
Sudut datang ini disebut sudut polarisai atau sudut Brewster
Hukum Bwester
Akibat absorpsi (cara lebih umum)
Menyerap semua gelombang yang tak diinginkan dan meloloskan gelombang yang
arah getar medan listriknya tertentu
u
I
o o
I I
2
1
1
= u
2
1 2
cos I I =
u
2
0 2
cos
2
1
I I =


Vektor medan E membentuk sudut
u
E
y
E
x
E
u
dengan sumbu transisi sehingga E terdiri
dari komponen E
x
dan E
y
Komponen E
x
diserap oleh polaroid dan
E
y
diteruskan
u cos E E
y
=
2
y y
E I ~ u
2
cos
o y
E I ~


karena
Polarisator
Analisator
Jika sumbu transisi
polarisator dan analisator
sejajar
Sinar
terang
tegak lurus
Sinar
redup
Rumus Malus
Perputaran arah polarisator dapat dilakukan dengan melewatkan sinar
terpolarisasi melalui suatu zat (larutan gula, kristal kwarsa) yang disebut zat
optik aktif
u
Polarisator
Cahaya terpolarisasi
Analisator
L
Berisi zat optik aktif
Besarnya sudut perubahan arah polarisasi cahaya ( ) tergantung kepada : u
1. Panjang larutan (L)
2. Konsentrasi larutan (C)
3. Sudut putar jenis larutan ( )
o
o u CL =

INTERFEROMETRI HOLOGRAFI dengan
ANALISIS IMAGE
(Penentuan Koefisien Difusi Larutan)





Kualitas Citra Morfologi Gigi Hasil Rekonstruksi Hologram
Sesudah Difilter dengan Filter Median (Interferometri
Holografi untuk deteksi gigi tiruan)
Gambar 2. Kualitas citra morfologi
gigi premolar pertama atas setelah
difilter median (gigi asli, 10.0 MP,
sudut 60

)
Gambar 1. Kualitas citra morfologi
gigi insisivus kedua atas setelah
difilter median (akrilik, sebelum
pemanasan, 10.0 MP, sudut 80)
Gambar Semakin Terang
Profil Citra Morfologi Gigi Hasil Rekonstruksi Hologram
Sesudah Difilter dengan Filter Median (Aplikasi Image
Processing)
Gambar 4.15. Profil citra morfologi
gigi premolar pertama atas setelah
difilter median (gigi asli, 10.0 MP,
sudut 60

)
Gambar 4.14. Profil citra morfologi
gigi insisivus kedua atas setelah
difilter median (akrilik, sebelum
pemanasan, 10.0 MP, sudut 80)
Kurva berimpit
informasi intensitas citra hampir tidak berubah
Rekonstruksi Digital dengan menggunakan Persamaan
Numerik Rekonstruksi Holografi
Rekonstruksi Sampel Tristan dkk (2007)
Sampel awal
H1 = fft(I*AP)
H2 = filter(H1) H3 = ifft(H2) H4 = NL * H3
H5 = fft(H4) H6 = H5 * F H7 = ifft (H6) H8 = NL * A * H7
Rekonstruksi
Tristan dkk (2007)
Filter spasial domain frekuensi
Menghasilkan citra yang lebih cerah
Secara visual hasil rekonstruksi dari penelitian ini tidak sesuai dengan citra
rekonstruksi yang dilakukan oleh Tristan dkk (2007)
Aplikasi Paparan Laser terhadap Kulit :
Ke arah diagnosis dan terapi medis
Karakterisasi berkas laser Nd:YAG
Penyinaran
Matrox Inspector 2.1
HASIL INTERAKSINYA (IMAGE
PROCESSING)
Hasil Interaksi
Fenomena munculnya plasma yang lepas dari bidang kulit
Hasil Uji Mikroskopis Kulit
Jaringan kulit sehat dari sediaan
histologis yang dilakukan oleh
Siswanto Pribadi (2011)
Kulit rusak
Thank you very much

Anda mungkin juga menyukai