Anda di halaman 1dari 6

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di klaiks, infundibulum, pelvis ginjal

dan bahkan bisa mengisi pelvis serta saluran kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih
dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut staghorn.
Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
ureteropelvik) mempermuda timbulnya batu saluran kemih (62) (Purnomo, Basuki p. 2008.
Dasar-dasar urologi. Jakarta : Infomedika)

Daftar pustaka :
Muttaqin, Arif., dan Sari, Kumala.(2012).Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ginjal. Batu
ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan
bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari
dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusak (staghorn). Kelainan atau
obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infudibulum dan stenosis ureteropelvik)
mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, uresepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun
pielonefrik (Muttaqin dan Sari 2012 : 108).
Etiologi
Ada beberapa faktor memungkinkan terbentuknya batu pada saluran kemih, yaitu sebagai berikut
:
1. Hiperkalsiuria adalah kelainan metabolik yang paling umum. Beberapa kasus
hiperkalsiuria berhubungan dengan gangguan usus meningkatkan penyerapan kalsium
(dikaitkan dengan kelebihan diet kalsium dan mekanisme penyerapan kalsium terlalu
aktif ), beberapa kelebihan terkait dengan resorpsi kalsium dari tulang ( yaitu
hiperparatiroidisme) dan beberapa yang berhubungan dengan ketidakmampuan dari
tubulus ginjal untuk merebut kembali kalsium dalam filtrate glomerulus ( ginjal
kebocoran hiperkalsiuria).
2. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan, dan pH urine.
3. Lamanya Kristal terbentuk di dalam urine, di pengaruhi mobilisasi rutin.
4. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urine.
5. Infeksi Saluran Kemih.
6. Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasil batu.
7. Idiopatik (Muttaqin dan Sari 2012 : 108).


Patofisiologi
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa (staghorn). Kelainan atau obstruksi pada sistem
pelvikalises ginjal ( penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik)
mempermudah timbulnya batu ginjal (Muttaqin dan Sari 2012 : 110).
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-otot sistem pelvikalises dan
turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk
mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (< 5 mm)
pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada
di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksi kronis
berupa hidronefrosis (Muttaqin dan Sari 2012 : 110).
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.
Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat
menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis
pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan
pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun
pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal dan jika mengenai
kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen (Muttaqin dan Sari 2012 : 110).
Kondisi adanya batu pada ginjal memberikan masalah keperawatan pada [asien dengan
adanya berbagai respons obstruksi, infeksi dan peradangan (Muttaqin dan Sari 2012 :
110).

Pemerikasaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik.
Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah.
Inspeksi : pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuria, retensi
urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan
muntah.
Palpasi : palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifkasi massa. Pada beberapa kasus
dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
Perkusi : perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebra dan didapatkan respon nyeri. (Muttaqin dan Sari 2012 : 113)





Pengkajian nyeri batu ginjal dengan pendekatan PQRST
Pengkajian Teknik pengkajian, prediksi hasil, dan implikasi klinis
1. Provoking incident
Pada perubahan posisi secaa tiba-tiba dari berdiri atau
berbaring berubah posisi duduk atau melakukan fleksi
pada badan biasanya menyebabkan keluhan nyeri.
2. quality of pain
Nyeri kolik terjadi






Pengkajian diagnostik
a. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya : leukosituria, hematuria dan
dijumpai Kristal-kristal pembentuk batu.
b. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman
pemecah urea.
c. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi.
d. Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah.
e. Pemeriksaan foto polos abdomen, PIV, urogram, dan USG untuk menilai posisi,
besar, serta bentuk batu pada saluran kemih. (Muttaqin dan Sari 2012 : 113).
Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan dari penatalaksanaan adalah menurunkan komplikasi pada ginjal dan menghilangkan
keluhan. Penatalaksanaan yang di berikan adalah sebagai berikut.
a. Medikamentosa.
b. Dipecahkan dengan ESWL.
c. Tindakan endourologi atau bedah laporoskopi.
d. Pembedahan terbuka. (Muttaqin dan Sari 2012 : 113).

Diagnosis keperawatan

a. Nyeri kolik b/d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal
saraf sekunder dari adanya batu ginjal
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang atau teradaptasi
kriteria evaluasi :
1) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat beradptasi. Skala nyeri 0-1
(0-4)
2) Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
3) Ekspresi pasien relaks.
Intervensi Rasional
a) Jelaskan dan bantu pasien dengan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
dan nonfarmakologi lainnya setelah
dan noninvasive. menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
b) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
Istirahatkan pasien

Istirahatkan akan menurunkan kebutuhan
Oksigen jaringan perifer sehingga akan
meningkatkan suplai darah ke jaringan.
c) Manajemen lingkunga tenang dan batasi
pengunjung.
Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan menganjurkan
pasien untuk beristirahat dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi oksigen ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan dan menjaga privasi
pasien.
d) Berikan kompres hangat pada pinggang Vasodilatasi dapat menurunkan sapsme otot
dan kontraksi otot pinggang sehingga
menurunkan stimulus nyeri.
e) Lakukan masase sekitar nyeri Meningkatkan kelancaran suplai darah
untuk menurunkan iskemia.
f) Ajarkan teknik relaksasi pernapasan
dalam
Meningkatkan asupan oksigen sehingga
akan menurunkan stimulus.
g) Ajarkan teknik pada saat nyeri Distraksi ( pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulasi internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorphin
dan enkefalin denngan mekanisme
peningkatan produksi endofrin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
h) Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.
b. Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, Hemturia sekunder dari iritasi
saluran kemih akibat adanya batu ginjal
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam pola eleminasi optimal sesuai kondisi pasien.
Kriteria Evaluasi :
1) Frekuensi miksi dalam batas 5-8 x/ 24 jam
2) Pasien mampu minum 2.000 cc/24 jam dan kooperatif untuk menghindari cairan yang
mengiritasi kandung kemih.
Intervensi Rasional
a) Kaji pola berkemih dan catat produksi
urine tiap 6 jam
Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih
dengan miksi
b) Anjurkan pasien untuk minum 2.000
cc/hari
Membantu mempertahankan fungsi ginjal,
pemberian air secara oral adalah pilihan
terbaik untuk mendukung aliran darah renal
dan untuk membilas bakteri dari tarktus
urinarius.
c) Hindari minum kopi, teh, kola, dan
alkohol
Menurunkan iritasi dengan menghindari
minuman yang bersifat mengiritasi saluran
kemih.
d) Kolaborasi :
Pemberian medikamentosa








Tindakan Extracorporeal Shockwave
lithotripsy ( ESWL)

Terapi medikamentosa ditujukan untuk
batu yang ukurannya kurang dari 5 mm
karena diharapkan batu dapat keluar
spontan. Terapi yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urine dengan pemberian
diuretikum dan minuman banyak supaya
dapat mendorong batu keluar dari
saluran kemih.
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal, atau batu kandung
kemih tanpa melalui tindakan invasif dan
tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi
fragmen-fragmen kecil hingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih.
c. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual, muntah efek
sekunder dari nyeri kolik
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah di berikan asupan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
1) Klien dapat mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat.
2) Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Intervensi Rasional
a) Kaji status nutrisi klien, turgor kulit,
berat badan, dan derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral,
kemampuan menelan, riwayat mual/
muntah, dan diare.
Memvalidasi dan menetapkan derajat
masalah untuk menetapkan pilihan
intervensi yang tepat.
b) Fasilitas klien memperoleh diet biasa
yang disukai klien ( sesuai indikasi)
Memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki asupan nutrisi.
c) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan, serta
sebelum dan sesudah intervensi/
pemeriksaan peroral.
Menurunkan rasa tak enak karena sisa
makanan atau bau obat yang dapat
merangsang muntah.
d) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menetapkan komposisi dan jenis diet
yang tepat.
Merencanakan diet dengan kandungan
nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan energi dan kalori
sehubungan dengan satus hipermetabolik
klien.
Kolaborasi untuk pemberian anti muntah Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal
dan meningkatkan kemauan asupan nutrisi
dan cairan peroral.

Evaluasi
a. Penurunan keluhan dan respon nyeri.
b. Terjadi perubahan pola miksi.
c. Peningkatan asupan nutrisi kurang.
d. Penurunan tingkat kecemasan.
e. Terpemenuhinya informasi tentang rencana pembedahan, tindakan diagnostik invasive
(ESWL) dan perencanaan pasien pulang (Muttaqin dan Sari 2012 : 121)








Woc
Kelainan metabolik,
pemecahan purin
meningkat
Pelepasan
ADH
Faktor
Mobilitas Rutin
Konsentrasi,
kelarutan dan pH
urine
Peningkatan absorpsi
di usus dan mobilisasi
dari tulang
Hiperkalsemia
Hiperuresemia
Konsentrasi zat
pembentuk batu
meningkat
Peningkatan filtrasi
dan ekskresi zat
penghasil batu
Pemekatan urine
meningkat ,
perubahan pH
Pengendapan batu
Larutan
metastabil
1.Paratiroid
2. Hormon
meningkat
3. Kalsitrol
meningkat
Proses kristalisasi
Lamanya Kristal
terbentuk di dalam
urine.
Infeksi
Saluran kemih
Pembentukan batu
ginjal
Stagnasi Urine
Respon obstruksi
1. Nyeri kolik
2. Hematuria, piuria
3. Sering miksi
1. Nyeri akut
2. Perubahan pola miksi
Respon infeksi
Infeksi akibat iritasi
batu
1. Nyeri kolik
2. Hematuria, piuria
3. sering miksi
4. respon sistemik akibat nyeri kolik
( mual, muntah, anoreksia)
Respon edema :
peningkatan tekanan
hidrostatik dan
distensi pial ginjal,
serta ureter.
1. Nyeri akut
2. Perubahan pola
miksi
3. Pemenuhan nutrisi

Anda mungkin juga menyukai