Anda di halaman 1dari 12

T

R
O
B
O
S
A
N

A
D
V
E
R
T
I
S
I
N
G

Edisi Reguler 364, 04 oktober 2014

Ada Apa di Balik Kesuksesan
Yalla Indonesia (?)
T

R
O
B
O
S
A
N

-

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4

-

O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4



Sekapur Sirih, Militan
Halaman 2
Sikap, Mengendalikan Media Masisir (?)
Halaman 3
Laporan Utama, Ada Apa di Balik Kesuksesan
Yalla Indonesia (?)
Halaman 4,5
Komentar Peristiwa, Perpustakaan dan Minat
Baca Masisir dalam Sorotan
Halaman 6, 7
Sketsa, Kebebasan Berfikir
Halaman 8
Seputar Kita, SBY Resmikan Asrama Mahasiswa
Indonesia-Mesir | PPMI Selenggarakan Wisuda
Akbar Tepat di Hari Sarjana Indonesia
Halaman 9
Sastra, Nila (I)
Halaman 10
Kolom, Lulus Kuliah; Lalu Apa (?)
Halaman 11

Terbit perdana pada
21 Oktober 1990.
Pendiri: Syarifuddin
Abdullah, Tabrani
Sabirin. Pemimpin
Umum: Iis Istianah
Pemimpin Redaksi:
Fachry Ganiardi. Pem-
impin Perusahaan:
Difla Nabila. Dewan
Redaksi: M. Hadi Bakri. Heni Septianing. Ab-
dul Malik, Abdul Latif Harahap, Ahmad
Ramdani, Rijal W. Rizkillah, Zammil Hidayat,
Reportase: Aulia Khairunnisa, Ikmal Al
Hudawi, Muhammad AL-Khudori, Furna Hub-
batalillah, Muhammad Rifai, DIni Mukhlishati
Editor: Fahmi Hasan Nugroho, Ainun Mardi-
yah Lay Outer: Abdul Malik Pembantu
Umum: Keluarga TROBOSAN. Alamat
Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08
el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cai-
ro-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: tero-
bosanmasisir@yahoo.com. Facebook : Tero-
bosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pen-
gaduan atau berlangganan silakan menghub-
ungi nomor telepon : 01206308454
(Malik), 01140957150 (Iis), 01156796475
(Difla)


Jika anda melihat seorang mahasiswa
hidup di lingkungan yang berbeda, sementa-
ra ia tak peka dengannya. Ketahuilah bahwa
tingkat apatisnya sangat tinggi.
Sosok diatas identik mahasiswa yang
hanya memikirkan dirinya sendiri. Saat
orang lain di sekitarnya mengalami sebuah
masalah yang kentara, masa bodoh ia pikir-
kan. Ketika lingkungannya dihadapkan
dengan musibah banjir misalnya, masa bo-
doh ia urusi. Adalah seorang yang berlebi-
han mengurusi diri sendiri. Jika anda
mendapati seseorang dengan satu paket
prilaku seperti diatas. Ketahuilah kesadaran
hati dalam dirinya telah sirna dimakan nafsu
dan ego. Padahal, salah satu perkara yang
dianjurkan oleh Rasulullah untuk saling
tolong menolong urusan orang lain merupa-
kan amal baik, lantaran mendapat ganjaran
baik pula.
Namun, sejatinya mahasiswa merupakan
agen perubahan. Saat ia hidup di suatu ling-
kungan yang berbeda, akal sehat pun akan
berbicara. Akal itu akan terus mencari solusi
dengan melakukan berbagai percobaan yang
empiris. Mahasiswa seperti ini tingkat per-
hatian terhadap lingkungannya telah men-
jelma. Sifat keberanian dan kritis telah ia
adopsi atas keberhasilannya menangani
sebuah kasus.
Oleh karena itu, rasanya kedua sifat diat-
as; berani dan kritis mesti dimiliki setiap
mahasiswa. Karenanya, akal dan pikiran
seseorang akan berjalan dan ten-
tunya tidak mati berpikir.
Sejalan dengan nasehat yang
disampaikan oleh Bapak Murry
Darmoko, saat keluarga
TROBOSAN berkunjung silatu-
rahim kepada beliau, yaitu sifat
militansi yang harus tetap diper-
tahankan oleh TROBOSAN.
Artinya saat kita dihadapkan
dengan diskursus problema yang
absurd, analisa dan penelusuran
merupakan alat untuk mencari
kebenarannya.
Beranjak dari itu semua,
TROBOSAN di edisinya yang ke
364 mencoba menguak proses
persiapan terselenggaranya even
ajang promosi budaya dan pen-
didikan, yang kita kenal sekarang
Yalla Indonesia.
Even yang mampu mengundang soro-
tan negeri Pyramida ini. Sehingga kerjasa-
ma pun terbentuk dari ketertarikan mere-
ka.
Lalu, kami juga menyajikan sejumlah
statement terkait ditiadakannya shalat ied
bersama (KBRI-Masisir) dan kaitannya
dengan even Yalla Indonesia. Akankah ru-
mor tersebut benar adanya?
Di edisi ini juga, kami hadirkan sirkulasi
minat baca Masisir. Pasalnya, minimnya
pengunjung ke setiap perpustakaan yang
ada di Masisir. Terlebih tugas mahasiswa
adalah wajib membaca, karena dengan
membaca akan menambah dan memperkaya
wawasan dan pengetahuan. Masihkah anda
tetap malas untuk membaca?
Oleh sebab itu, kritik dan saran dari
pembaca sangatlah kami nantikan. Karena
dengan kritik dan saran andalah kami akan
bangkit dan berdiri untuk mendongkrak
semangat penulis dan khususnya para kru
TROBOSAN. Terima kasih kami ucapkan
dari lubuk hati kami yang paling dalam, atas
saran dan kritik yang telah anda sampaikan
pada kami selama ini.

Selamat membaca! []
Militan
Express Copy

Menerima segala jenis
fotokopi


Mahatthah Mutsallas,
Hay `Asyir


Building 102 Sweesry.
Hp: 01001726484
T

R
O
B
O
S
A
N

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4


O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4



Rubrik Sikap adalah editorial buletin TROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TROBOSAN terhadap
suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.

Senin, 15 Februari 2012 Kairo menjadi
saksi atas lahirnya satu organisasi pers di
kalangan Masisir. Organisasi ini dibentuk da-
lam kesepakatan yang digagas saat pelatihan
jurnalistik yang diadakan oleh KBRI. Atas
kesepatakan peserta yang hadir dari 7 media
dan 17 kekeluargaan, muncul satu nama
Ikatan Jurnalis Masisir yang disingkat IJMA.
Menilik definisi jurnalis, padanan kata
wartawan ini menurut KBBI berarti orang yg
pekerjaannya mencari dan menyusun berita
untuk dimuat dalam surat kabar, majalah,
radio, dan televisi. Untuk lingkup Masisir, su-
dah pasti ikatan ini diperuntukkan bagi se-
luruh awak media khususnya media cetak-
yang berkecimpung dalam dunia jurnalistik di
setiap elemen dan organisasi dalam lingkup
Masisir.
Meluruskan pandangan yang terkadang
melenceng, perlu diketahui bahwa IJMA tid-
aklah didirikan untuk menaungi media-media
yang ada di lingkungan Masisir. Akan tetapi
sebagai wadah berkumpulnya para jurnalis
mahasiswa Indonesia di Mesir untuk
mengasah dan membantu mengembangkan
potensi jurnalistik Masisir. Adapun mengenai
hak jurnalis untuk mengikuti organisasi pers,
ketentuan ini dapat dirujuk pada UU Pers No.
40 Tahun 1999 Bab III Pasal 7 yang menya-
takan,Wartawan bebas memilih organisasi
wartawan.
Dalam usia yang cukup muda, hanya be-
berapa bulan pasca dibentuknya, IJMA ber-
hasil melaksanakan beberapa agenda
kegiatan. Tercatat beberapa kali diadakan
kunjungan ke kantor-kantor media nasional
Mesir seperti Youm7 dan Ahram. Sejumlah
even yang ditujukan untuk menarik minat
menulis Masisir juga beberapa kali diadakan.
Salah satu even yang cukup besar misalnya
Semesta Menulis, yang mengundang
sejumlah narasumber dari tanah air.
Bila dicermati, sebenarnya ada yang ganjil
dari terbentuknya IJMA itu sendiri. IJMA, mes-
kipun organisasi yang independen boleh
dibilang- terbentuk bukan murni atas inisiatif
para jurnalis. Pembentukannya tidak terlepas
dari campur tangan Pensosbud yang merupa-
kan tangan panjang KBRI. Sekilas nampak
wajar saja, Pensosbud sebagai mitra kerja
IJMA. Adalah hal yang lumrah KBRI mengam-
bil peran dalam menaungi mahasiswa di
negeri Kinanah ini. Akan tetapi perlu juga
diingat bahwa para jurnalis inilah yang me-
megang kendali media di Masisir. Sedangkan
media -ideal- tidak boleh kehilangan salah
satu fungsinya, yaitu sebagai alat kontrol so-
sial.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa untuk
menjadi alat kontrol sosial, media harus be-
rada di posisi netral serta memiliki jarak dan
berada di luar kendali pihak manapun. Sejarah
mengajarkan, sejak lama media banyak di-
manfaatkan kelompok, penguasa dan banyak
pihak sebagai corong untuk menyukseskan
kepentingan tertentu. Teknik propa-
ganda modern Argen-
tum ad nausem
atau Big Lie
(kebohongan
besar) yang
digagas Jo-
seph Goeb-
bels (Mentri
Propaganda
Nazi), memberi
pelajaran betapa
pemanfaatan media
sebagai alat rekayasa
sosial dan corong untuk menyebarkan berita
dari pihak tertentu sangatlah efektif.
Dalam konteks Masisir, tentu disayangkan
bila IJMA yang merupakan wadah para jurnalis
pengampu media, berada dalam pengawasan
dan kontrol pihak tertentu. Oleh karena itu,
posisi ketua IJMA saat ini yang merangkap
jabatan sebagai Menko I di PPMI, juga patut
disayangkan. Karena PPMI merupakan organ-
isasi induk Masisir yang sering mendapat so-
rotan seluruh media dan mahasiswa.
Tidak dipungkiri, kedekatan hubungan
IJMA dan PPMI yang sedemikian rupa dapat
mempermudah hal-hal yang mendukung tere-
alisasinya program-program IJMA. Akan tetapi
-lagi-lagi- tidak boleh dilupakan bahwa hal
tersebut juga berarti menjadikan IJMA berada
di posisi yang tidak netral.
Antara penilaian dan realitas yang ada
Akan tetapi, penilaian di atas nampaknya
terlampau jauh dengan melihat realitas yang
terjadi dalam dunia jurnalistik Masisir. Dan
jawaban dari dua pertanyaan ini akan me-
maparkan realitas yang dimaksud. Apakah
kinerja IJMA sudah maksimal? Dan mengapa
hal itu terjadi?
Seperti yang sempat di singgung sebe-
lumnya, di masa awal berdirinya IJMA menun-
jukkan kinerja yang cukup terlihat. Hal itu
terlihat dari program-progam yang berhasil
dilaksanakan, hal ini tentunya tidak terlepas
dari dukungan dan kerjasama dengan Pensos-
bud. Akan tetapi setelah beberapa kali men-
galami pergantian kepengurusan, berita sepu-
tar kegiatan IJMA tidak lagi terdengar. Kalau-
pun ada, terkadang pegiat jurnalis yang masih
baru pun bertanya-tanya, apa itu IJMA?
Sejumlah permasalahan, saran dan rek-
omendasi untuk IJMA, pada akhirnya hanya
menjadi PR yang kurang diperhatikan dan
atau dicari solusinya. Misalnya saja masalah
keanggotaan yang kurang jelas. Pun bantuan
mesin fotocopy dari pihak KBRI untuk
menghemat biaya percetakan yang sudah lama
diwacanakan tak kunjung terealisasi. Hal
tersebut menjadikan penilaian negatif
yang ditujukan pada organisasi jurnal-
is ini merupakan suatu kewajaran.
Meskipun demikian, kurang tepat
rasanya jika hanya mengkamb-
inghitamkan IJMA atas kurang
maksimalnya kinerja yang nampak.
Lebih patut lagi untuk menanyakan
pada Masisir, ada berapa jurnalis yang aktif
di Masisir?
Minimnya kuantitas dan kualitas jurnalis
di Masisir menunjukkan lesunya dunia jurnal-
istik kita. Ini bukan hal yang baru, sudah lama
semua tahu bahwa dunia jurnalistik semakin
lesu bergeliat. Minim kualitas pegiat dan
miskin pembaca. Hal ini pula yang membuat
sulitnya menolak pernyataan bahwa Masisir
kita semakin kehilangan minat baca. Tidak
semata minimnya minat baca terhadap buku-
buku atau literatur lainnya. Tetapi juga
lunturnya minat baca terhadap keadaan di
sekitarnya. Padahal jurnalis sangat tertuntut
untuk selalu awas membaca keadaan dan ling-
kungan, karena di situlah lahan untuk
pemetaan dan analisa berbagai permasalahan
yang terjadi. Membaca keadaan, bukan berarti
hanya mengamati lalu menuliskannya dalam
bentuk berita. Tetapi mengamati, menganalisa
berbagai peristiwa, serta memperkirakan
dampak dan akibat yang akan terjadi nantinya.
Membaca realitas di atas, mengatakan
bahwa ada pihak yang ingin mengawasi dan
mengontrol gerak media Masisir melalui or-
ganisasi jurnalis, menjadi hal yang kurang
tepat. Apa lah yang perlu diawasi dan
dikontrol dari media-media yang sedang keku-
rangan SDM dan peminat?

[]
Mengendalikan Media Masisir (?)
?
Doc: Album Photo IJMA
T

R
O
B
O
S
A
N

-

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4

-

O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4




Ajang promosi budaya Indonesia di Mesir
kembali digelar.Jika tahun-tahun sebelumnya
ajang promosi budaya Indonesia terhadap
masyarakat Mesir hanya melibatkan Masisir
secara internal, pun anggaran dana yang
dikeluarkan tidak seberapa. Sementara, per-
helatan pada tahun ini digelar lebih meriah
dan melibatkan banyak pihak. Pasalnya selain
kebudayaan, bidang pendidikan pun turut
andil dalam even ini untuk diperkenalkan
kepada masyarakat Mesir.Meski proses
jalannya Yalla Indonesiaterlihat lancar, tern-
yata terdapat beberapa kendala dan kejangga-
lan yang menantang jalannya acara besar ini.
Berikut laporan kami.
Pra dan Pasca Terselenggaranya Even
Yalla
Yalla Indonesia, merupakan even besar
ajang promosi budaya dan pendidikan Indo-
nesia terhadap masyarakat Mesir. KBRI Kairo
sebagai penyelenggara ber-
hasilmelobi berbagai institusi
dan perusahaan Mesir maupun
Indonesia, sehingga terjalin
sebuah kerjasama dan
dukungan dalammensukses-
kan even ini. Beberapa pihak
yang dilibatkan di antaranya:
Kementrian Budaya, Luar
Negeri dan Pendidikan Tinggi
Mesir, Perusahaan Qatar Air-
ways serta pemerintah Indo-
nesia yang diwakili oleh
Provinsi DKI Jakarta dan Su-
matera Selatan.
Kegiatan inimerupakan program kerja
yang disepakati oleh sejumlah pejabat KBRI,
terutama hal ini melibatkan Fungsi Pensos-
bud, Atdag (Atase Perdagangan)dan Atdikbud
KBRI Kairo.Pengukuhan kepanitian sendiri
sudah dilakukan sejak bulan Februari,
denganBapak Meri Binsar Simorangkir se-
bagai ketuanya.
Bulan Februari saya resmi ditunjuk oleh
Bapak Duta Besar sebagai ketua pelaksana
acara Yalla ini. tutur Meri.
Dalam wawancaranya bersama Trobo-
san, ia mengaku bahwa pada tahun ini KBRI
difokuskan dengan even tersebut. Baikdari
segi biaya, pikiran maupun tenaga.Semua
kegiatan kecil tentang kesenian, kami alihkan
dengan berfokus pada even terbesar ini dari
segala aspek. Dan sebenarnya acara (Yalla
Indonesia red) ini merupakan bentuk ajang
promosi budaya dan pendidikan Indonesia
terhadap warga Mesir. Adapun usulan terse-
lenggaranya acara tersebut, sudah jauh-jauh
hari direncanakan tapi belum menemukan
nama yang pas, pun acara tersebut sudah ada
dalam anggaran. Sementara baru di bulan
September kami selenggarakan.Ungkapnya
panjang lebar.
Ditanya mengenai latar belakang acara,
Meri menyatakan bahwatujuan dari even ini
adalah Indonesia harus Ayo. Maksudnya,
even ini merupakan upaya KBRI untuk selalu
pro-aktif dalam memperkenalkan Indonesia
ke masyarakat Mesir, sehingga dapat mening-
katkan hubungan kerjasama Indonesia
dengan Mesir,
Harapan kami; Pertama, produk-produk
kita (Indonesia red) dikenal baik. Kedua,
(supaya-red) image Indonesia di mata
masyarakat Mesir sudah banyak berubah dan
berkembang pesat dan maju. Ketiga, agar
sektor pendidikan Indonesia semakin jauh
lebih maju dan berkembang. Mungkin kalau
dulu Mesir sering membantu banyak Indone-
sia dengan memberikan semacam beasiswa,
sekarang kita coba bagaimana Indonesia
sendiri memberi bantuan beasiswa terhadap
masyarakat Mesir untuk kuliah di Indonesia.
Keempat, bahwa Yalla ini milik semua,
makanya disebut Yalla Indonesia karena
milik semua, bukan Yalla KBRI. Yakni
semuanya ikut berperan dan berpartisipasi
dalam acara Yalla ini, mereka dari kalangan
activator pengusaha, tim kesenian, kuliner,
importir, ada juga pemerintahnya. Juga ada
dari mahasiswa yang turut berperan aktif
dalam acara Yalla ini.ujarnya menambahkan.
Ia bertekad agar even ini menjadi agenda
tahunan KBRI. Sebab menurut Meri even
Yalla Indonesia merupakan salah satu ben-
tuk sarana efektif untuk berdiplomasi antar
kedua Negara di bidang perdagangan, pen-
didikan, kebudayaan bahkan politik.
Rentetan acara berlangsung dari tanggal
(17/09) hingga (21/09). Perhelatan tersebut
dibuka secara resmi oleh Duta Besar Nurfaizi
Suwandi di Aida Balroom Hotel JW Marriot
Kairo. Dalam sambutannya beliau menga-
takan,Selain ajang promosi, even ini
diselenggarakan dalam rangka peringatan
kemerdekaan RI ke-69 dan sekaligus
peringatan 67 tahun kerjasama Indonesia-
Mesir.
Pada pembukaan Yalla Indonesia, KBRI
mengundang seluruh Rektor dan pejabat ting-
gi Universitas di Indonesia. Namun hanya 17
perguruan tinggi Indonesia dan satu rom-
bongan DIKTI dan Kemenag yang memenuhi
undangan diantaranya; Institut Tekhnologi
Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Padjad-
jaran (UNPAD), Universitas Negeri Jakarta
(UNJ), Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY), Uni-
versitas Syah Kuala
(UNSYIAH), Universitas
Tadulako (UNTAD), Uni-
versitas Pendidikan Indo-
nesia (UPI), Politeknik
Negeri Jakarta (PNJ),
Politeknik Negeri Pontia-
nak (POLNEP), Universi-
tas Islam Negeri (UIN)
Malang, Universitas
Negeri Malang (UM),
Universitas Negeri Pa-
dang (UNP), Universitas
Bhayangkara (UBHARA), Universitas Muham-
madiyah Palembang (UMP), Universitas Mu-
hammadiyah Surakarta (UMS), Universitas
Telkom dan Universitas Komputer Indonesia
(UNIKOM).
Sejumlah pejabat tinggi dan rektor Uni-
versitas hadir untuk memperkenalkan pen-
didikan Indonesia.Ada juga empat provinsi
yang diundang oleh KBRI untuk mempro-
mosikan kebudayaan daerahnya.Mereka dari
provinsi DKI Jakarta dan Sumatera Selatan,
Jawa Barat dan Bali.Meri menyayangkan per-
wakilan provinsi Jawa Barat dan Bali yang-
batal hadir, tapi baru mengkonfirmasi men-
dekati hari diselenggarakannya acara.Meski
demikian, ia menyatakan bahwa masalah
promosi kebudayaan sudah sangat terwakili
oleh provinsi DKI dan Sumsel serta mengam-
bil sebagian potensi kesenian Masisir, antara
lain; Himpunan Mahasiswa Medan (HMM)
Ada Apa di Balik Kesuksesan Yalla Indonesia (?)
Doc: www.facebook.photo.EmbassyCairo
Jajaran seluruh Staff KBRI, usai pembukaan Yalla Indonesia, Marriot Hotel, Kairo
T

R
O
B
O
S
A
N

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4


O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4




dan Keluarga Masyarakat Aceh (KMA).
Kendala lainyang dihadapi adalah lokasip-
ertunjukan kreasi budaya. Awalnya panitia
telah menyewa Hanagir (komplek Opera),
kemudian beralih ke Opera
House.Pemindahan itu terjadi lantaran di
Hanagir tidak mengijinkan untuk ditempati
pameran produk, importir dan bazar
kuliner.Pihak panitia pun berinsiatif untuk
membagi even di dua lokasi; Pertama, di
Opera House untuk pertunjukan seni bu-
daya.Kedua, di laman KBRI untuk pameran
produk dan pendidikan.
Minimnya Pengunjung Pameran
Setelah resmi dibuka, rentetan kegiatan
even Yalla pun diawali dengan agenda Join
Working Group (JWG), yaitu pertemuan
sejumlah pejabat tinggi dan Rektor antar dua
Negara yang bertempat di Hotel Four Season
(18/09).
Pertemuan tersebut digelar guna ter-
jalinnya komunikasi dan kerjasama antar
perguruan tinggi Indonesia-Mesir. Panji Tiyas
salah satu pejabat tinggi Dikti yang hadir
dalam agenda JWG mengungkapkan bahwa
pembahasan pada pertemuan tersebut terlalu
luas.Seharusnya membahas topik sasaran dan
bidang mana yang menjadi bentuk kerjasama
antar dua Negara.
Saya melihatnya seperti bukan Join
Working Group, tapi lebih kematch making
antar PT (Perguruan Tinggi) Indonesia-Mesir.
Hal seperti ini cakupannya masih terlalu glob-
al. Jadi lebih tepat sasarannya sektor atau
bidang apa aja yang akan diangkat dan bisa
dikerjasamakan. Tutur Panji.
Pada saat yang bersamaan, digelar pula
Pameran Pendidikan(Education Expodan
Pameran Produk(Trade Expo)bertempat di
laman KBRI. Pameran tersebut berlangsung
selama tiga hari. Meski demikian, publikasi
yang kurang digencarkan oleh pihak panitia
mengakibatkan minimnya pengunjung
masyarakat Mesir terutama pada Pameran
Pendidikan.
Panji Tiyas yang juga ketua pimpinan
rombongan Dikti menyayangkan hal tersebut.
Ia pun menyarankan, Jika terjadi lagi even
serupa, saran saya, publikasi harus lebih di-
gencarkan khususnya ke SMA di Mesir. Lebih
baiknya lagi, dibuat jadwal harian.
(Seumpama, -red) hari pertama SMA A dan B
diundang datang mengunjungi pameran pen-
didikan khususnya, SMA C dan D datang di
hari berikutnya, dst.
Hal senada yang diungkapkan oleh salah
seorang Masisir, Dziaul Haq saat berkunjung
ke Pameran Pendidikan, ia melihat minimnya
pengunjung, terutama di hari terakhir. Solusi
konkret bila ke depannya diadakan (even
semacam ini)kembali, publikasi harus digen-
carkan lebih marak. Begitu jelasnya.
Kerjasama Meringankan Dana KBRI
Adapun mengenai nominal pengeluaran
dana, Meri menyatakan belum ada kepastian
soal danadan masih taraf pencatatan. Tetapi
dengan menjalin kerjasama ke sejumlah
pihak, sangat menolong anggaran dana kepa-
nitian. Dana itu memang paling penting da-
lam pelaksanaan sebuah kegiatan dan acara,
namun tidak menutup kemungkinan dengan
kerjasama pun dapat pula terselenggaranya
sebuah acara.ujarnya.
Meri menuturkan bahwa Yalla Indonesia
banyak sekalimendapatbantuan dari pihak
eksternal yang berkontribusi aktif dalam me-
nyelenggarakan even ini. Misalnya, Kemenbud
Mesir yang menanggung akomodasi para tim
penari Indone-
sia dan
melakukan lobi
dengan Hotel
Pyramisa, se-
hingga dapat
membayar ho-
tel dengan dis-
kon atas jalinan
kerjasama. Ke-
mendikti Mesir
mendukung
dalam program Join Working Group (JWG)
bertempat di hotel Fourseason. Kemudian
kerjasama juga dengan pihak Opera
House.Penyewaan panggung opera yang free,
publikasi pun turut dibantu mereka.Artinya
kami tertolong oleh Opera dengan tidak
mengeluarkan biaya sepeser pun dalam sewa
Opera.ungkapnya.
Lain lagi Perusahaan Qatar Airways yang
turut mendukung, melalui sumbangsihnya
sebesar tiga buah tiket PP Indonesia.Adapun
dari pihak internalnya, Pemerintah Indonesia
mendukung penuh melalui dua provinsi per-
wakilan seni dan budaya dan 17 perguruan
tinggi perwakilan pendidikan.Semua delegasi
Indonesia menanggung semua biaya mere-
ka.Sementara KBRI sendiri hanya menye-
diakan tempat arena pameran produk dan
pendidikan serta bazar kuliner selama tiga
hari. Ujar Meri.
Meri menambahkan Kerjasama diatas
tidak semata-mata dalam bentuk uang, na-
mun motifnya juga untuk mempermudah
birokrasi Indonesia dan menggunakan fasili-
tas yang ada.
Selain itu terdapat sejumlah Masisir yang
turut membantu jalannya even ini. Liaison
Officer (LO) kebudayaan dan pendidikan
misalnya, yang resmi dibentuk oleh Atdikbud
dan Pensosbud. Tugas mereka adalah mem-
bantu dan mendampingi para tamu un-
dangan; sejumlah Rektor dan Pejabat Tinggi
Indonesia, dan tim penari seni dan budaya.
Meri menuturkan bahwa seluruh tenaga
kerja yang melibatkan Masisir berhak
mendapatkan selipan amplop atas sumbang-
sih mereka dalam penyelenggaraan Yalla In-
donesia.Istilahnya uang lelah bagi teman-
teman yang sudah ikut berpartisipasi
mensukseskan acara Yalla Indonesia, dengan
menyumbangkan tenaga dan keahliannya
baik sebagai penari, MC, maupun LO pendidi-
kan dan kebudayaan.jelasnya.
Namun, pernyataan di atas tak sepe-
nuhnya sesuai dengan yang terjadi di lapan-
gan. Sebuah badan fungsi Atdikbud mengama-
nahkan tenaga kerja LO pendidi-
kan yang melibatkan Masisir,
sementara hingga hari ini pun
mereka tidak mendapat selipan
honor.
Menurut kesaksian salah satu LO
pendidikan yang menolak disebut
identitasnya, dari awal pihak
Atdikbud sudah mengatakan
bahwa mereka tidak dibayar
secara professional, karena status
mereka sebagai relawan. Namun
hal ini berbeda bila dibandingkan dengan
badan fungsi Pensosbud. Selipan honor mam-
pu ia berikan terhadap LO Kebudayaan dan
beberapa tim penari.
Meri menambahkan bahwa dana yang
dibagi terhadap para tenaga kerja yang meli-
batkan Masisir, bersumber dari masing-
masing bagian, namun masih dalam satu
payung yaitu KBRI. (honor itu red) dibagi
dengan Atdikbud untuk LO pendidikan, dan
Atdag untuk pameran perdagangan, dan Pen-
sosbud untuk LO kebudayaan dan sejumlah
tim penari. Jadi sifatnya dibagi bersama dalam
satu payung yaitu KBRI begitu jelasnya.
Ditiadakannya Silaturahim Bersama
(KBRI-Masisir) dan Kaitannya dengan
Yalla Indonesia
Perihal rumor ditiadakannya silaturahim
bersama KBRI-Masisir (baca: silaturahim Idul
Fitri [30/07] dan Idul Adha [4/10])menjadi
bahan lintas obrolan Masisir.Tidak dipungkiri
terdengar kasak-kusuk di antara Masisir yang
berasumsi bahwa even Yalla Indonesia ini
menjadi salah satu alasan utama penyebab
tidak digelarnya silaturahim tersebut.
Salah seorang Masisir, Mabda Dzikara
Lanjut ke hal 9.
D
o
c
:

w
w
w
.
f
a
c
e
b
o
o
k
.
p
h
o
t
o
.
E
m
b
a
s
s
y
C
a
i
r
o

T

R
O
B
O
S
A
N

-

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4

-

O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4




Perpustakaan dan Minat Baca Masisir dalam Sorotan
Kehidupan mahasiswa yang
notabenenya pelaku akademis tentu tidak
bisa dipisahkan dengan hal semacam buku
dan perpustakaan. Karena perpustakaaan
adalah gudang buku yang merupakan
sumber ilmu dan sumber pengetahuan
terpenting dalam proses pembelajaran.
Karenanya, sudah sangat patut, di manapun
sebuah komunitas pelajar, terutama
mahasiswa berada, akan terdapat sebuah
perpustakaan sebagai pusat pengembangan
intelektual komunitas tersebut.
Bahkan idealnya, sebuah
perpustakaan yang disediakan bagi
komunitas mahasiswa, merupakan
tempat yang ramai dikunjungi.
Karena sesuai dengan kepribadian
intelektual mereka yang berciri khas
pelajar mandiri dan gemar
meneliti.Tak terkecuali dengan
Masisir yang juga merupakan
komunitas mahasiswa, sudah sangat
layak jika mereka memiliki sebuah
perpustakaan yang mampu diakses
dengan mudah, kapan saja.
Tim Trobosan kali ini ingin
menilik lebih jauh mengenai keadaan
perpustakaan yang dimiliki Masisir dan
hubunganya dengan komunitas ini. Karena
secara kasat mata, Masisir sudah memenuhi
salah satu syarat komunitas mahasiswa yang
ideal, yaitu memiliki perpustakaan. Baik
yang dikelola secara otonom ataupun di
bawah pengelolaan organisasi afiliatif dan
kekeluargaan.
Namun, seberapa besar keberadaan
perpustakaan-perpustakaan tersebut
memberi kemanfaatan bagi Masisir? Adakah
yang salah jika perpustakaan yang mereka
miliki, mereka kelola sendiri, namun setiap
hari selalu sepi? Apakah hal itu disebabkan
keadaan perpustakaan yang tak layak
dikunjungi, atau pribadi-pribadi komunitas
tersebut yang tidak memiliki kesadaran
tinggi terhadap pentingnya membaca buku,
menelaah literatur dan referensi? Berikut
liputan kami.
Saat ini, Masisir paling tidak memiliki
dua perpustakaan yang bisa dikunjungi atau
diakses secara umum; PMIK (Perpustakaan
Mahasiswa Indonesia Kairo) yang dikelola
secara otonom dan pepustakaan
Abdushamad al Palimbangi (milik
kekeluargaan KEMASS). Kedua perpustakaan
tersebut adalah perpustakaan umum bagi
kalangan Masisir yang bisa dikunjungi siapa
saja sesuai jadwal yang berlaku.
Sebetulnya, hampir semua organisasi
kekeluargaan bahkan almamater memiliki
perpustakaan yang menyediakan koleksi
buku yang cukup, seperti kekeluargaan
Jambi yang bahkan memiliki ruangan khusus
untuk koleksi buku (red: perpustakaan).
Namun diantara semua perpustakaan milik
kekeluargaan ataupun almamater, yang
memiliki konsep, koleksi dan sistem paling
rapi adalah perpustakaan Abdushamad,
milik kekeluargaan Kemass. Di samping
perpustakaan tersebut juga dengan resmi
membuka diri untuk dikunjungi secara
umum dengan menyediakan tenaga staff
yang bertugas melayani setiap harinya.
Meskipun demikian, terdapat beberapa
perbedaan dalam hal pengelolaan, jika
dibandingkan dengan PMIK; perpustakaan
yang memang khusus dihadirkan untuk
seluruh kalangan Masisir.
PMIK memiliki jumlah staff sebanyak 20
orang dalam struktur kerja yang disusunnya.
Terdiri dari kepala, sekretaris, bendahara,
Binadata, Biohara dan PR (public relation).
Terdapat juga badan Litbang yang berada di
atas dewan pengurus dan bertanggung
jawab terhadap penelitian dan
pengembangan perpustakaan. Seluruh staff -
kecuali litbang- mendapatkan tugas piket
harian dengan tanggungjawab mengontrol
sirkulasi buku di hari tersebut, baik
peminjaman ataupun pengembalian.
Adapun perpustakaan Abdushamad,
mereka memiliki staff yang cukup sedikit, itu
dikarenakan pengelola yang terbatas dalam
lingkup kekeluargaan. Berbeda dengan PMIK
yang mengadakan sistem rekrutmen yang
cukup ketat dan tes wawancara untuk
menjadi staff.
Selain tugas piket, tugas per bidang yang
dipegang para staff tersebut bisa dibilang
tidak mudah. Mereka bertanggung jawab
atas pengadaan dana (khusus PMIK),
pembelian buku, pendataan, pemeliharaan
dan pengontrolan buku sepanjang tahun.
Dalam proses pendataanya, PMIK telah
menggunakan sistem pengelolaan yang
berlaku dalam skala internasional, yaitu
sistem Klasifikasi Persepuluhan Dewey
(Dewey Demical Classification), sistem ini
serupa dengan yang diterapkan di
Perpustakaan Mubarak yang telah
berganti nama menjadi
Perpustakaan Mishriyyah Aamah
yang berlokasi di tepi sungai Nil.
Dengan status staff perpustakaan
sebagai mahasiswa-yang memiliki
kesibukan dan tugas di luar per-
pustakaan-ditambah jumlah koleksi
buku yang mencapai 10.000
eksemplar, para staff tersebut
melakukan tugas yang tidak mudah
untuk dijalankan. Hal ini juga diakui
oleh salah satu mantan staf
perpustakaan Abdushamad, Nur
Laily, Pengelolaan perpustakaan
itu tidak mudah, hingga kini kami belum bisa
melakukan pendataan buku dengan rapi
seperti yang dilakukan oleh PMIK. Dan
karena itu juga kami tidak bisa
meminjamkan koleksi kepada pengunjung
untuk dibawa pulang, karena khawatir buku-
buku tersebut hilang, sedangkan kami belum
memiliki database yang baik.
Perpustakaan mahasiswa kerap sepi,
ada apa?
Dua perpustakaan yang sengaja
dihadirkan untuk Masisir tersebut, ternyata
keberadaannya seolah tak dibutuhkan.
Terbukti dari pengunjung rata-rata PMIK
setiap hari, yang memiliki koleksi buku lebih
banyak dari perpustakaan Abdushamad,
ternyata hanya dikunjungi oleh belasan
orang. Jika dirata-rata, pengunjung PMIK
setiap harinya kisaran belasan orang lah.
Kecuali jika sedang terdapat acara yang ber-
langsung di Wisma Nusantara, pengunjung
biasanya bahkan mencapai tiga puluhan
orang, ujar Andi Arifin, Kepala PMIK. Angka
yang sangat minim jika dikalkulasi dengan
jumlah Masisir yang mencapai kisaran 4000
mahasiswa.
Trobosan sempat menyebarkan 50
angket dengan beberapa pertanyaan, di
antaranya tentang alokasi waktu Masisir
l
a
y
a
n
a
n
-
b
k
.
b
l
o
g
s
p
o
t
.
c
o
m


T

R
O
B
O
S
A
N

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4


O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4




untuk membaca setiap hari. Hasilnya; 6%
mengaku membaca di atas 4 jam per hari,
28% memiliki
intensitas 2-3 jam,
20% membaca 1-2 jam,
12% selama 30 menit,
sisanya 22%
menjawab tidak tentu
dan 12% lainya tidak
menjawab petanyaan
tersebut. Jika
dikalkulasi, maka 54%
Masisir terbiasa
membaca di atas satu
jam per hari. Hal ini
cukup mengejutkan,
dengan alokasi waktu
satu jam per hari,
menunjukan minat
baca Masisir yang cukup
baik, namun seharusnya tidak berbanding
terbalik dengan keadaan perpustakaan yang
selalu diisi hanya dengan belasan orang
setiap harinya.
Karenanya, -dalam angket tersebut-
kami juga menanyakan tentang sumber buku
yang mereka baca, juga kesan mereka
terhadap perpustakaan yang ada. 70%
memberi kesan baik terhadap keberadaan
perpustakaan yang ada di Masisir. Di antara
alasan yang mereka tulis adalah staff yang
ramah, tempat yang nyaman dan bersih, juga
tersedia free wifi yang diperuntukkan untuk
pengunjung. Selain itu juga terdapat jasa
scan dan print out (khusus di PMIK).
Akan tetapi, terkait sumber buku yang
mereka dapatkan untuk dibaca, ternyata
hanya 32% yang mengaku meminjamnya
dari perpustakaan, 68% lainya menjawab
lebih suka membeli dan meminjam teman.
Koleksi yang ada di perpustakaan masih
kurang untuk memenuhi kebutuhan
referensi yang diperlukan Masisir, ungkap
seorang mahasiswa yang enggan disebut
namanya.
Masih minimnya koleksi yang dimiliki
perpustakaan, ternyata menjadi salah satu
alasan mengapa Masisir kurang antusias
untuk mengunjungi perpustakaan. Hal
tersebut diakui kepala PMIK, Andi Arifin,
Koleksi bahan pustaka yang kami miliki
memang masih kurang untuk mencukupi
kebutuhan referensi Masisir. Andi mengaku
bahwa pengadaan bahan pustaka di PMIK
80% adalah membeli, sisanya bisa hadiah
ataupun wakaf.
Sedangkan perhatian pemerintah terkait
bantuan dana untuk pengadaan bahan
pustaka tersebut bisa dikatakan sangat
kurang. Selama ini, PMIK hanya
mengandalkan 2 sumber dana untuk
pengayaan bahan pustaka; uang denda
keterlambatan pengembalian dari peminjam
dan pembayaran pembuatan kartu anggota.
Lain dengan perpustakaan Abdushamad
yang diberikan kucuran dana penuh oleh
pemerintah provinsi Sumatra Selatan untuk
hal pengayaan bahan pustaka.
Andi mengatakan bahwa ia telah
mencoba melayangkan proposal pada KBRI
untuk mendukung pengayaan bahan pustaka
tersebut tahun lalu, namun tidak ada dana
yang cair. Dan tahun ini ia kembali mencoba
melayangkan proposal serupa. Ia berharap
bahwa KBRI bisa memberikan perhatian
lebih terhadap perpustakaan yang ia kelola,
Untuk KBRI, kami minta perhatian lebih
mengenai dana untuk pengadaan buku, atau
siapapun selain instansi KBRI, demi
menunjang kelayakan koleksi buku yang ada
di pmik.
Tempat yang kurang strategis menjadi
kendala lain yang mendukung minimnya
antusias Masisir mengunjungi perpustakaan,
khusunya PMIK yang terletak di kawasan
Rabah, lantai 5 dari gedung Wisma
Nusantara. Letaknya yang jauh dari domisili
kebanyakan Masisir di Hayy Asyir ataupun
kawasan Darrasah-Husein membuatnya
hanya ramai dikunjungi jika ada agenda atau
acara yang diadakan di Wisma Nusantara.
Karenanya, gagasan pemindahan PMIK ke
tempat lain adalah sesuatu yang patut untuk
diperhatikan oleh berbagai pihak untuk
menunjang kemajuan minat baca Masisir.
Terkait peran Wisma Nusantara
terhadap PMIK, Andi, mahasiswa
asal Lampung ini mengaku sangat
terkesan. Selain KBRI, pihak
Wisma selama ini
bertanggungjawab memberikan
dana operasional setiap bulannya.
Wisma bahkan bertanggungjawab
atas perbaikan-perbaikan jika ada
masalah atau kerusakan pada
gedung PMIK. Ia selanjutnya
mengucapkan rasa terima
kasihnya secara khusus, Untuk
Wisma kami mengucapkan terima
kasih atas segala sumbangsihnya
untuk PMIK, dan semoga ke
depannya bisa lebih baik lagi
terutama dalam pelayanan.
Pada akhirnya, untuk menciptakan
suasana ideal antara perpustakaan dan
Masisir, tentu dibutuhkan kerja sama yang
seimbang dari semua pihak. Pemerintah
berkewajiban memberi dukungan penuh
untuk menunjang kelayakan bahan pustaka
yang ada. Pengurus perpustakaan juga
bertanggung jawab dalam mengelola,
menjaga dan mensosialisasikan bahan
pustaka yang ada, agar Masisir lebih
merasakan kehadirannya. Seperti yang di-
usulkan salah satu pengisi angket Trobo-
san, Kuantitas buku dalam perpustakaan
tersebut sudah memadai. Akan tetapi,
minimnya informasi dan promosi buku-buku
tersebut membuat hanya segelintir Masisir
yang berminat mengunjunginya, semoga
kedepannya para staff bisa lebih kreatif
untuk memperkenalkan koleksi mereka baik
melalui media cetak ataupun online.
Dari setiap pribadi Masisir sendiri perlu
ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya
membaca dan memiliki seluk beluk
pengetahuan terkait buku-buku yang ada.
Dalam angket yang disebar oleh Terobosan,
kami mendapatkan beberapa kalangan yang
mengaku tidak tahu bahwa Masisir memiliki
perpustakaan, atau tahu, tetapi belum
pernah mengunjunginya. Ada juga yang
mengaku hanya pernah mengunjungi
perpustakaan satu kali dalam kurun empat
tahun. Jika memiliki kesadaran bahwa buku
adalah sebuah kebutuhan, maka kendala
kecil -seperti jarak- seharusnya tidak akan
mengganggu keinginan untuk mengunjungi
perpustakaan. (Iis, Difla).

Doc.; Photo PMIK
Perpustakaan PMIK, lokasi kawasan Rabea al-Adawea
T

R
O
B
O
S
A
N

-

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4

-

O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4



Aku tidak takut dengan orang yang
senantiasa berpikir meskipun ia tersesat,
sebab kelak, dengan berpikir yang terus mene-
rus itu ia akan kembali kepada jalan yang
benar. Namun, aku takut dengan orang yang
malas berpikir sekalipun berada dalam petun-
juk, karena orang semacam ini tak ubahnya
seperti bulu yang diterpa angin (M. al-
Ghazali)
Adagium diatas, secara eksplisit mene-
gaskan pentingnya berpikir. Berpikir apapun
itu konteksnya. Tak semestinya seseorang
harus mengikuti pandangan orang lain lanta-
ran tanpa mengetahui landasan apa yang ia
ikuti, mengekor tapi tak paham substansi
yang ia anut. Justru, kita sebagai manusia
yang memiliki keterbatasan ilmu di segala
lini perlu meragu terhadap sesuatu yang
belum kita ketahui kebenarannya; misalnya
terkait bagaimana terciptanya langit yang
membentang luas tanpa tiang, bagaimana
gunung-gunung ditegakkan, dan bagaimana
bumi dihamparkan?!
Filosof Yunani terdahulu, jauh sebelum
datangnya Islam layaknya Aristoteles, sem-
pat mengadopsi teori pendekatan rasional
bahwa kehidupan manusia harus terbuka
untuk objek pemikiran dan analisa. Terlepas
yang menciptakan segalanya adalah Allah
sang Maha Kuasa, yang terpenting bagi Aris-
toteles adalah berupaya keras guna mencari
jawaban tepat dan logis. Yang pada akhirnya
ia tuangkan hasil buah pemikirannya dengan
kongklusi bahwa alam semesta tidaklah
dikendalikan dengan serba kebetulan;
dengan magis, atau dengan kehendak dewa.
Namun, tingkah laku alam semesta ini terjadi
karena tunduk dengan hukum-hukum ra-
sional. Kepercayaan semacam ini, menurut-
nya diperlukan bagi manusia untuk memper-
tanyakan dirinya terhadap aspek dunia ala-
miah melalui pengamatan empirisme.
Sejalan dengan perintah Tuhan melalui
ayat suci al-Quran, Ia selalu mendorong
manusia untuk berpikir dan memerhatikan.
Sekiranya seseorang sudah terpancing dalam
perhatian dan keraguan mendalam terhadap
objek yang kentara dalam hal ini alam se-
mesta secara gradual ia mampu menganali-
sa berbagai problematika, dengan
memerankan akalnya sembari mencari
setumpuk data yang menurutnya logis dan
akurat.
Perkara selanjutnya setelah menganalisa
dan berpikir panjang, kita akan dihadapkan
menangani sebuah kasus. Ketika pemikiran
mulai beragam, saat itulah kita ditantang
keakuratan data dan sumber dari mana saja
kita dapat. Namun, di era globalisai ini, tak
jarang kita saksikan bahwa apabila muncul
pemikiran baru yang berbeda dengan main-
stream seringkali dianggap sebagai penye-
satan dan penyimpangan dari agama. Semen-
tara para ulama terdahulu me-
nyikapi diskursus keaga-
maan dengan toler-
an tanpa
menghardik satu
sama lain, ter-
lebih lahirnya
aliran dan corak
pemikiran yang
berbeda-beda.
Dari sini kita bisa
melihat korelasi hub-
ungan antara perintah
Tuhan kepada umatnya
untuk selalu berpikir
dan diskredibilitas
manusia ter-
hadap suatu pemikiran baru yang
berbeda khususnya yang terjadi di zaman
sekarang. Setidaknya ada dua hal yang perlu
kita ingat;
Pertama, sedari kita tahu bahwa berpikir
adalah seruan Tuhan terhadap umat-Nya,
yang secara gamblang disebutkan berkali-
kali dalam kitab suci al-Quran, tentu sebagai
hamba-Nya kita harus mematuhi-Nya. Na-
mun akan bertolak belakang jika saja ada
orang yang menghalangi cara berpikir kita.
Menghalangi orang yang berpikir sama saja
menentang seruan Tuhan.
Rene Descartes, seorang filosof modern
Perancis turut menyeru bahwa berpikir
merupakan sarana pergerakan akal yang
absolut. Yaitu melalui gagasannya yang ser-
ing terhegemoni di kalangan dunia, I think
therefore I am yang artinya aku berpikir
maka aku ada, menurutnya juga berpikir
merupakan suatu kemestian, jikalau tidak,
perlu dipertanyakan keberadaan dirinya di
tengah kerumunan manusia, laksana nasi
busuk yang tak ada nilai daya tarik dalam
pandangan manusia.
Maka sudah terlihat jelas bahwa berpikir
itu seruan positif yang akan menguntungkan
kita; baik wawasan maupun pengetahuan
yang semakin bertambah, tentu semuanya
tidak akan terjadi tanpa melibatkan akal
yang rasio.
Kedua, Akal dan pikiran merupakan
karunia paling mulia yang diberikan Tuhan
kepada manusia. Orang-orang yang tidak
berpikir dan menolak untuk menghamba
kepada Tuhan, dipandang sebagai mahkluk
yang lebih buruk daripada binatang. Akal
dalam pandangan al-Quran dan sebagian
riwayat, bukanlah semata-mata akal kalku-
latif dan logika Aristotelian. Keduanya mes-
ki dapat menjadi media bagi akal namun
tidak mencakup semuanya.
Karena itu, berulang kali al-Quran me-
nyebutkan bahwa kebanyakan
orang tidak berpikir, atau tidak
menggunakan akalnya; sementara
kita tahu bahwa kebanyakan
manusia melakukan pekerjaann-
ya dengan berhitung dan kalku-
latif pada seluruh urusannya. Memandang
sama akal dan berpikir kalkulatif merupa-
kan sebuah kesalahan epistemologis.
Bahkan melakukan komparasi dan memiliki
kemampuan berhitung semata-mata meru-
pakan salah satu media permukaan akal
yang lebih banyak berurusan pada masa-
lah angka-angka dan kuantitas.
Namun untuk mencerap realitas-realitas
segala sesuatu, baik dan buruk, petunjuk dan
kesesatan, kesempurnaan dan kebahagiaan,
dan lain sebagainya diperlukan cahaya yang
disebut sebagai sebuah anasir Ilahi yang
terpendam dalam diri manusia. Anasir ini
adalah akal dan fitrah manusia dalam artian
sebenarnya. Sebagaimana sesuai dengan
sabda Sayyidina Ali Ra bahwa nabi-nabi diu-
tus adalah untuk menyemai khazanah akal
manusia.
Maka, jika Tuhan saja menyeru, dan
Rasul pun memupuk umatnya melalui
risalahnya, serta sekian ulama jagat raya
menganjurkan akan pentingnya berpikir.
Lantas, pantaskah kita menghalangi seorang
manusia yang sedang berpikir lantaran
pemikirannya berbeda? Bukankah dengan
terus berpikirkah kita akan kembali kepada
hakikat maha benar meski berada dalam
kesesatan? Daripada kita tetap berdiam diri
tanpa mau berpikir, padahal kita berada
dalam petunjuk?! Wallahu alam.
Semoga bermanfaat.
*Penulis adalah Redaktur Buletin
TROBOSAN

Kebebasan Berfikir
Oleh: Abdul Malik*
Doc: 1stmuse .com
T

R
O
B
O
S
A
N

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4


O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4




Jakarta Jumat siang (03/10) waktu
setempat, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) meresmikan asrama
mahasiswa Indonesia yang dibangun dalam
komplek Universitas al-Azhar Kairo, ber-
tempat di Istana Merdeka tepatnya depan
Masjid Baiturrahim.
Dalam peresmian tersebut, SBY menan-
datangani sebuah prasasti sebagai simbol
diresmikannya penggunaan gedung asrama.
Hadir dalam pertemuan tersebut Wakil
Presiden Boediono beserta jajaran Men-
terinya, turut hadir pula Duta Besar RI
Nurfaizi Suwandi beserta delegasi Badan
Fungsi Atdikbud KBRI Kairo.
Pada awal sambutannya, SBY berharap
asrama yang ia resmikan dapat mendukung
putra-putri terbaik Indonesia untuk belajar
di al-Azhar yang mengajarkan toleransi
beragama bagi para pemimpin Islam dunia.
Sementara di Kairo, peresmian tersebut
disiarkan secara langsung di KBRI melalui
teleconference Dialog Presiden RI dengan
Mahasiswa Indonesia di Mesir. Yang
dihadiri sejumlah Pejabat KBRI dan Masisir;
utamanya delegasi PPMI dan WIHDAH.
Asrama Indonesia dengan kapasitas
1.200 mahasiswa, rencananya tidak hanya
diisi oleh mahasiswa Indonesia saja. 50 %
untuk mahasiswa Indonesia, 25 % untuk
mahasiswa Mesir, dan 25 % sebagian
lainnya untuk mahasiswa Negara sahabat
ujar SBY.
Beliau beralasan dengan pencampuran
ini, dengan tujuan meningkatkan daya
kualitas bahasa Arab dan membiasakan
interaksi sosial sesama mahasiswa asing.
(Malik)

SBY Resmikan Asrama Mahasiswa Indonesia-Mesir
Doc: www.facebookSBY.com
PPMI Selenggarakan Wisuda Akbar Tepat di Hari Sarjana Indonesia
Rabu (29/9) tepat di peringatan hari
sarjana Indonesia, PPMI menggelar wisuda
akbar bagi lulusan al- Azhar dari Indonesia
dan beberapa Negara tetangga seperti Ma-
laysia,Filipina dan Thailand. Juga beberapa
Negara seperti Afghanistan, Pakistan bahkan
Nigeria.
Acara yang dilangsungkan di ACC (Al-
Azhar Conference Center) tersebut dihadiri
langsung oleh rektor universitas al-Azhar,
doktor Muhammad Abdusyafi dan semua
dekan dari berbagai fakultas; ushuluddin,
syariah wal qonun dan dirasat islamiyah.
Turut hadir juga perwakilan dari Ikatan
Alumni al-Azhar Interntional. Sedangkan
dari pihak KBRI, hadir sebagai perwakilan,
Bapak Nugroho Suyono Aribimo, selaku
protokoler KBRI.
Widsuda akbar yang telah diadakan oleh
PPMI sejak tahun 2010 tersebut, kali ini
diikuti sebanyak 406 mahasiswa/i baik dari
program sarjana (licence), pasca sarjana
(magister) dan doktoral. 101 diantara mere-
ka mendapatkan nilai mumtaz dan jayyid
jiddan.
Agenda yang dimulai dari pukul 10.00
CLT tersebut dibuka secara resmi oleh pim-
pinan sidang terbuka, Bapak Fahmi Lukman
M.Hum selaku atase pendidikan. Prosesi
wisuda sebanyak 406 mahasiswa sempat
diselingi oleh hiburan angklung LSGP dari
KPMJB, untuk selanjutnya acara diakhiri
dengan penganugerahan PPMI Awards. (Iis)


Doc: www.facebookPanitiaWisuda.com
mengherankan peristiwa di atas, Saya ga tahu
persis, apa ada hubungannya antara tidak
digelarnya shalat Ied bersama dengan dige-
larnya Yalla Indonesia. Hal semacam ini KBRI
lebih punya kapasitas untuk menjawab. Peri-
hal rumor kan tidak bisa dijadikan rujukan
kevalidan sebuah realitas. ujarnya.
Mahasiswa asal Banten itu juga menya-
yangkan seandainya ihwal rumor itu ada
benarnya, Namun, memang KBRI seharusnya
mempunyai misi prioritas di Mesir. KBRI itu
fungsinya kan perwakilan pemerintah pusat
untuk mengurusi masyarakat Indonesia di
Mesir. Jadi tugas menjaga dan memenuhi hak
Masisir adalah yang primer. Sedang, mem-
perkenalkan budaya atau peradaban Indone-
sia ke masyarakat Mesir adalah sekunder. Jadi,
menurut saya kurang etis jika KBRI menda-
hulukan yang sekunder ketimbang primer. Itu
pun kalo benar ya! tandasnya.
KBRI pun berkelit dengan adanya rumor
tersebut. Meri mengatakan tidak ada sangkut-
paut antara rumor tersebut dengan digelarnya
Yalla Indonesia, Saya tekankan, bukan karena
acara Yalla, semua anggaran untuk mahasiswa
tidak ada. Setelah kami pantau melalui Atdik-
bud, mereka tetap membiayai penulisan
tesisnya mahasiswa, untuk dana simposium
PPI Dunia pun mereka bantu. Jelas Meri.
Perihal tidak digelarnya silaturahim bersa-
ma di hari raya Idul Fitri, Meri menjawab di-
plomatis,Karena (KBRI red) memberi kes-
empatan kepada Masisir untuk berbaur
dengan masyarakat Mesir. Di sisi lain memang
ketika itu (Idul Fitri 1435 H) Bapak Dubes
berada di tanah suci. Namun, silaturahim tetap
kami adakan, dengan mengundang perwakilan
setiap kekeluargaan yang bertempat di KBRI.
Dan tentu, tidak ada unsur kaitannya dengan
digelarnya Yalla Indonesia. ujarnya.
Meri berpesan kepada Masisir,Filosofi
Yalla adalah team work (kerjasama) dengan
semua pihak baik dari internal KBRI maupun
eksternal sistem seperti ini harus diterapkan
di Masisir dalam kegiatan apapun. Supaya
dengan banyaknya kerjasama, makin banyak-
lah kemudahan dan dukungan yang kita
peroleh, asalkan kita aktif.Tanpa team work,
atau hanya mengandalkan satu sumber saja
bantuan KBRI dalam hal ini acara pun tidak
akan terselenggara dengan baik.
Dengan demikian, apakah even Yalla Indo-
nesia sudah maksimal sebagai ajang promosi
kebudayaan, pendidikan dan perdagangan,
serta sesuai harapankah Yalla Indonesia
dengan tujuan diselenggarakannya? Anda bisa
menilainya sendiri. (Malik,Khudlori)



T

R
O
B
O
S
A
N

-

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4

-

O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4




Beberapa tahun setelah revolusi Mesir,
aku memutuskan menemui Nila di penjara.
Kami berpisah hampir sepuluh tahun. Nila
dipenjara karena terbukti bergabung dengan
gerakan bawah tanah. Ketika itu Gamal Ab-
dul Nasser sedang gencar-gencarnya me-
nangkap semua kelompok yang dianggap
kontra revolusioner. Nila memilih bergabung
dengan para aktifis karena jengah dengan
kehidupan di rumahnya.
Kami pertama kali bertemu di Is-
kandaria. Sekitar tahun1945.
Nila suka mengajakku ke pantai.
Sambil membawa novel dan beberapa
kumpulan cerpen. Dia juga punya ban-
yak kenalan pemain teater. Biasanya
sore hari kita menikmati kopi sampai
matahari tenggelam. Kita memilih
duduk di kafe paling ujung yang
menghadap langsung ke permukaan
laut. Awalnya aku canggung, karena
duduk di kafe sambil menghisap syisa
menurutku itu tidak pantas dilakukan oleh
anak seorang Jendral pensiunan. Tapi Nila
berhasil meyakinkaku, dengan kejenakaan
yang ada dalam pikirannya dia begitu mudah
mendobrak dogma yang selama ini kuamini
turun temurun.
Nila sering sekali mengeluh soal rutinitas
hidup. Kedua orang tuanya nyaris ribut se-
tiap hari. Dia juga dipaksa kuliah kedokteran
tanpa mau tahu apa yang sebenarnya ia
inginkan. Akhirnya kuliah dia berantakan
dan orang tuanya semakin murka, dia se-
makin jarang pulang ke rumah.
Belum lagi persoalan cintanya yang
remuk.
Kamu tahu? Imajinasi bisa me-
nyelamatkan kita dari cinta yang remuk.
Aku diam saja mendengar kalimat itu. Dia
memang pandai menyusun kalimat menjadi
begitu enak didengar.
Saat kita lelah dengan kenyataan, hanya
imajinasi yang jadi penawar. Aku pun masih
terdiam. Aku lebih suka menyimak semua
yang dia bicarakan.
Berkat Nila aku semakin rajin bohong
pada orang tua. Berkat Nila aku mulai tidak
percaya dengan pria. Sulit sekali rasanya
percaya pada pria, mereka bagai mahluk
buas yang siap menerkam mangsa dan
setelah kenyang mereka tinggalkan begitu
saja.
Nila membuka lembaran baru dari se-
buah perjalanan kusam yang begitu berdebu.
***
Aku tiba di Ramsis pukul enam pagi.
Kereta baru operasi satu jam lagi. Aku me-
nyulut sebatang rokok guna membakar
dingin. Terngiang wajah Nila saat pertama
kali mengajariku merokok. Waktu itu aku
terbatuk-batuk dan dia tertawa girang. Kini
aku sudah nyaman dengan rokok, bahkan
tak segan menghisapnya di tempat umum.
Apa yang salah dari anak pensiunan Jendral
menghisap rokok di stasiun? Tidak ada kan.
Dengung mesin kereta menggema. Aku
menjumput tas gendong yang kuletakan di
bawah bangku panjang. Aku memang tidak
seperti orang yang akan menjenguk sa-
habatnya di penjara, aku tidak membawa
makananan dan pakaian penghangat. Aku
hanya membawa dua buah novel dan tiga
bungkus rokok Roshmen Bin Nana, salah
satu rokok kesukaannya. Biarlah nanti di
stasiun sana aku beli dua botol air mineral.
Di dalam kereta, orang-orang yang baru
datang sibuk mencari tempat duduk. Orang-
orang yang sudah duduk sibuk berbenah
diri, membaca koran, membuka kotak makan
atau meneguk minuman yang mereka bawa
sebagai bekal. Aku menempelkan kepala ke
jendela kaca. Dari ventisalinya angin pagi
masuk membekukan telinga. Sejenak
teringat perjalanan bersama Nila dan
kekasihnya, mungkin bukan kereta yang
sama mungkin juga kereta ini. Yang jelas
waktu itu kita sama-sama kabur, lebih tepat-
nya aku diajak kabur. Aku melihat mereka
berciuman dan darahku langsung berdesir
kencang. Aku panik. Mereka berdua terba-
hak-bahak. Betapa bodohnya aku.
Tapi perjalanan itu bertujuan sama, Is-
kandaria. Setiba di sana, kita langsung me-
nyusuri down town, dan malamnya menepi
di kafe Teatro Eskandaria, sambil menikmati
pertunjukan teater. Walau itu kadang mem-
bosankan tapi kata Nila, teater adalah per-
tunjukan paling idealis yang pernah ada.
Bayangkan dari naskah yang dipentaskannya
saja bukan sembarang naskah, ia penuh
dengan nila-nilai kehidupan yang mulai
tergeser arus modernitas. Saat menonton
teater kita akan melihat langsung bagaimana
sebuah adegan, jika ada yang salah akan
tampak jika benar kita tak berhenti men-
gagum decak. Beda dengan film, semuanya
sudah editan. Begitu kata Nila panjang lebar
seusai pertunjukan.
Nila sejujurnya agak tomboy. Ia per-
empuan pemberani. Pernah menampar supir
angkot yang mencolek pantatnya. Semen-
tara Nasser bisa dibilang pria pendiam,
mungkin di beberapa kejadian disebut
penakut. Tapi cintanya pada Nila se-
tahuku sangat besar ia rela menghabiskan
tabungannya untuk mengajak kami jalan-
jalan. Bahkan ia berani mencuri uang
orang tuanya, demi membelikan sepatu
kett di hari ulang tahun pacarnya. Tapi
pernah suatu malam ia mengadu, kalau
bergabungnya Nila dengan para aktifis
membuatnya khawatir. Sejujurnya Nasser
sangat tidak setuju, tapi begitulah, Nila me-
mang keras kepala.
Dalam hidupnya ia ingin jadi bagian dari
nasib masa depan negerinya. Mungkin kare-
na ia banyak membaca buku-buku perge-
rakan, naskah-naskah teater yang berbau
perlawanan, mungkin juga karena problem
keluarga yang menyeretnya hidup di jalanan,
menjadi sangat idealis dan skeptis.
Kamu jangan pernah meninggalkan
Nila. Dia sudah terlalu banyak menderita.
Suatu kali aku pernah bicara begitu pada
Nasser. Aku tidak mau pengalaman cintanya
yang remuk terulang.
Aku dibangunkan dari lamunan oleh
penjual kopi keliling. Aku memesan nescafe
tanpa gula. Menghirup aromanya yang khas
sedikit meringankan beban pikiran.
Tapi seperti ada candu untuk terus
mengingat semua yang pernah kita lewati
bersama.
Kereta berhenti di sebuah stasiun. Be-
berapa orang masuk beberapa orang keluar.
Di antara yang masuk ada seorang pemuda
dengan jaket levis dan celana jeans yang
bolong di bagian lututnya. Dia sempat me-
lirikku sekilas kemudian memohon diri
duduk di bangku depan. Aku mempersi-
lahkannya seolah keretea ini punyaku.
Bersambung..

*Penulis adalah Mantan Pemimpin
Redaksi Buletin Prestasi KSW

Nila (I)
Oleh: Wahid Satunggal*
Doc: bacacontent.com
T

R
O
B
O
S
A
N

E
d
i
s
i

R
e
g
u
l
e
r

3
6
4


O
k
t
o
b
e
r

2
0
1
4




Pernahkah anda membaca buku
MHMMD (Mengelola Hidup dan Merencana-
kan Masa Depan)? Ini adalah sebuah buku
fenomenal dan best seller karya salah satu
cendekiawati Indonesia bernama Marwah
Daud Ibrahim. Di dalam buku ini Marwah
Daud Ibrahim memberikan kisah menarik
seputar perjalanan intelektualnya, kemudian
dilanjutkan dengan trik dan cara-cara yang
sangat aplikatif untuk mengelola hidup dan
merencanakan masa depan kita sendiri. Bagi
anda yang penasaran dan ingin mengetahui
dahsyatnya buku ini bisa membacanya di
Perpustakaan Mahasiswa Indonesia Kairo
(PMIK).
Salah satu slogan yang masih saya ingat
dari buku itu adalah: gagal merencanakan
sama dengan merencanakan kegagalan. Me-
mang, memiliki rencana untuk masa depan
adalah jauh lebih baik dari pada tidak mem-
iliki rencana sama sekali.
Di dalam buku tersebut kita bisa
mendapatkan sebuah trik sederhana, yang
bisa anda praktekkan langsung, yaitu dengan
membuat kotak-kotak sebanyak umur anda,
(berapa tahun anda berencana untuk hidup,
sebanyak itu kotak anda buat), di dalam setiap
kotak itu tulislah rencana apa yang ingin anda
kerjakan pada tahun tersebut. Pertama kali
saya membaca buku menarik ini ketika kelas
tiga intensif di pondok Gontor Ponorogo. Kala
itu saya membuat kotak rencana dengan tar-
get umur 80 tahun. Di dalamnya saya tulis
target-target saya. Sayangnya saya kehilangan
kertas tersebut bersamaan dengan ber-
jalannya waktu.Masih ada beberapa rencana
yang teringat di kepala saya, namun tentu saja
tidak semuanya. Saya ingat kala itu saya ber-
encana untuk melanjutkan pendidikan saya
dengan kuliah di Al-Azhar, dan Alhamdulillah
target yang satu ini kesampaian.
Sekarang mari kita berbicara tentang
anda. Anda mungkin adalah salah satu maha-
siswa Indonesia di Kairo. Anda telah menge-
luarkan segenap kemampuan anda untuk bisa
duduk di bangku kuliah, merasakan bagaima-
na rasanya menimba ilmu di Universitas yang
menjadi dambaan hampir seluruh santri di
Indonesia. Menjadi mahasiswa di Universitas
Al-Azhar adalah prestasi tersendiri yang mem-
buat anda dan keluarga berbangga dan baha-
gia. Anda juga telah berusaha untuk beradap-
tasi dengan lingkungan asing. Menjadi pelajar
asing di negeri yang asing adalah juga sebuah
pengorbanan yang besar; pergi meninggalkan
keluarga dan tanah kelahiran, bertemu orang-
orang baru, mempelajari bahasa asli Mesir
langsung dari penduduknya. Anda juga ten-
tunya telah mengalami clash of civilization,
atau gesekan peradaban dan budaya yang
terkadang membuat anda mengelus dada.
Gambaran di atas sekedar menunjuk-
kan bahwa kita sudah memiliki pencapaian
dan berhasil menempuh berbagai kesulitan
yang tidak dilewati oleh kebanyakan orang. Ini
meru- pakan sesuatu yang
harus disyukuri.
Setelah men-
jalani
berbagai
rintangan ketika
pertama kali tiba
di Mesir, kita juga
kembali menemui
rintangan
ketika kita
kuliah. Sistem
kuliah yang be-
gitu bebas,
dit- ambah
dengan
diktat kuliah
yang tebal
dan terkadang kurang jelas, ditambah sistem
kenaikan yang membuat begitu banyak kawan
mahasiswa mengulang tahun akademik yang
sama. Kesulitan-kesulitan ini adalah sesuatu
yang berat bila kita mau untuk sesaat
memikirkannya.
Di tahap selanjutnya, kita akan me-
masuki masa pasca kuliah. Masa ini lah yang
sedang saya rasakan. Hal terdekat yang saya
lihat adalah rencana untuk melanjutkan S2.
Tempat terdekat yang memungkinkan kita
untuk melanjutkan S2 adalah di Universitas Al
-Azhar. Bagi lulusan S1 Al-Azhar yang mem-
iliki nilai rata-rata minimal Jayyid tentu sangat
tertarik untuk melanjutkan pendidikannya di
Universitas Al-Azhar. Pertanyaan selanjutnya
adalah, apakah anda akan melanjutkan S2 di Al
-Azhar? Setiap tahunnya selalu ada mahasiswa
-mahasiswa Indonesia yang telah menyiapkan
fisik, mental, jiwa, dan raganya untuk
menempuh pendidikan S2 di Al-Azhar.
Merekalah orang-orang yang terpilih dengan
kesabaran yang tinggi..
Pada hari Ahad, 14 September lalu,
saya mendapatkan kesempatan bertemu
dengan Mantan Atase Pendidikan KBRI Cairo,
Bapak Prof. Sangidu Ash-Shofa, M.Hum. Saat
saya menemani beliau belanja buku, saya ber-
tanya pendapat beliau mengenai jenjang
kuliah pasca sarjana. Dibandingkan lulusan S2
al Azhar yang rata-rata menghabiskan waktu 5
tahun, maka di Indonesia dapat ditempuh
lebih singkat, 18 bulan saja. Adapun isu yang
mengatakan bahwa S2 di Indonesia akan di-
perpanjang menjadi 4 tahun, beliau men-
erangkan bahwa yang ditambah adalah
SKSnya, sedangkan waktunya tetap.
Beliau juga berpesan,Kita harus bisa me-
manfaatkan peluang. Maksudnya agar kita
membuka mata melihat peluang yang kita
miliki, terutama di Indonesia. Saat ini
Pemerintah Indonesia telah menyediakan
dana beasiswa yang sangat besar yang dit-
ampung oleh LPDP (Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan). Dengan dana dari LPDP, kita bisa
sekolah S2 dan S3 gratis dan bahkan kita
diberi tunjangan biaya hidup yang cukup se-
tiap bulannya. Beliau juga menambahkan,
bahwa kalau kita sudah bisa terdaftar menjadi
dosen tetap di salah satu Perguruan Tinggi,
kita juga akan bisa mendapatkan beasiswa
Dikti yang dikhususkan untuk dosen. Selain
dua peluang di atas, tentunya masih banyak
informasi-informasi menarik tentang peluang
untuk melanjutkan studi dengan beasiswa.
Sebelum kita menentukan mau apa
kita setelah kuliah, saya ingin mengajak anda
untuk sesaat melihat apa yang dilakukan
Rasulullah SAW. Kita bisa melihat bahwa
Rasulullah SAW memang tidak belajar di Uni-
versitas, namun Beliau telah mendapat gelar
yang lebih beken dari Doktor. Beliau diberi
gelar, al-Amin, yang bisa dipercaya. Sejak kecil
beliau telah bekerja mengembala ternak dan
berdagang, ketika berumur 25 beliau menikah
dengan Siti Khodijah. Setelah menikah dan
mapan secara ekonomi, barulah beliau
berkhalwat.
Hal yang ingin saya garis bawahi ada-
lah bahwa Rasulullah SAW baru berkhalwat
setelah menikah dan mapan secara ekonomi,
dan bukan sebaliknya. Menurut saya inilah
pola hidup yang ideal bagi seorang muslim.
Kita menikah dan mapan terlebih dahulu, ba-
rulah kita berkhalwat dan kemudian
berdakwah. Maka setelah kita lulus kuliah, ada
baiknya kita memikirkan bagaimana caranya
agar bisa menikah dan mapan secara ekonomi.
Antara menikah, bekerja, atau melanjutkan
pendidikan, apa pun pilihan kita, mudah-
mudahan kita bisa menjalaninya dengan yakin
dan sepenuh hati, dan diberi kemudahan oleh
Allah SWT. Allah-lah Maha pemberi hidayah
dan taufiq, dan kepadaNyalah dikembalikan
segala urusan.

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi
Jurnal Himmah 2013-2014
Lulus Kuliah; Lalu Apa?
Oleh: Muhammad Izdiyan Muttaqin*
Doc: www.bbrmarketing.com
Email/YM: transferindo.mesir@yahoo.com
FB: Tranferindo Mesir

Anda mungkin juga menyukai