Anda di halaman 1dari 23

i

MAKALAH
TATA KELOLA PERUSAHAAN




TINJAUAN PRINSIP-PRINSIP CORPORATE
GOVERNANCE




NAMA KELOMPOK :
Daisya Luthfiany 1306484210
Karunia Utami 1306484684
Tjew Chintiya Felisia 1306485421
Yudha Tama Bayurindra 1306485541
ii


STATEMENT OF AUTHORSHIP
Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas
terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang
lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum
pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata
ajaran lain kecuali Kami menyatakan dengan jelas bahwa Kami menyatakan
menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang Kami kumpulkan ini dapat
diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya
plagiarisme.

1. Nama : Daisya Luthfiany 2. Nama : Karunia Utami
NPM : 1306484210 NPM : 1306484684
TTD : TTD :


3. Nama : Tjew Chintiya Felisia 4. Nama : Yudha Tama Bayurindra
NPM : 1306485421 NPM : 1306485541
TTD : TTD :








Mata Ajaran: Tata Kelola Perusahaan
Judul Makalah/Tugas: Tinjauan Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Tanggal: Kamis, 11 September 2014
Dosen: Desi Adhariani S.E., Ak., M.Si
1
I. Pendahuluan
Tata kelola perusahaan saat ini menjadi salah satu isu penting di berbagai
negara. Pentingnya tata kelola perusahaan disebabkan karena meningkatnya
resiko dan tantangan yang dihadapi oleh suatu perusahaan semakin kuat yang
disebabkan oleh persaingan global yang semakin ketat. Resiko dan tantangan
perusahan berpengaruh langsung pada pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Dapat disimpulkan, bahwa tata kelola perusahaan memiliki peran yang sangat
penting dalam mengembangkan dan meningkatkan perekonomian suatu negara.
Oleh karena itu, dibutuhkan tata kelola perusahaan yang baik agar dapat bersaing
secara global dan memajukan perekonomian suatu negara.
Sebelumnya Indonesia kurang menaruh perhatian dengan tata kelola
perusahaan yang baik, hingga pada akhirnya krisis keuangan tahun 1997-1998
melanda banyak negara di Asia, termasuk Indonesia salah satunya. Krisis
keuangan tersebut merupakan pukulan terberat bagi bangsa dan negara Indonesia
hingga saat ini. Demi tidak terulangnya kejadian serupa, munculah berbagai
inisiatif dan reformasi untuk memperkuat ekonomi nasional dan kerjasama
regional. Kerjasama yang terjalin diantaranya meliputi kerjasama di bidang tata
kelola perusahaan hingga kerjasama dalam rangka membangun komunitas
ASEAN tahun 2015. Dikarenakan Indonesia akan menjadi bagian dari Masyarakat
Ekonomi ASEAN pada tahun 2015, perusahan-perusahaan di Indonesia
diharapkan mampu meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan praktik tata
kelola perusahaan yang dianggap sebagai salah satu cara untuk memacu kinerja
finansial dan operasional, serta meningkatkan kepercayaan investor, disamping
menyediakan akses bagi modal yang masuk. Pada tahun 2014, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) meluncurkan peta arah tata kelola perusahaan Indonesia atau
GCG dalam kurun dua tahun mendatang. Keberadaan peta arah tata kelola
perusahaan ini diharapkan dapat memperbaiki praktik dan regulasi tata kelola
yang baik bagi perusahaan di Indonesia secara komprehensif, terutama untuk
emiten dan perusahaan publik, agar bisa sejajar dengan tata kelola perusahaan di
kawasan ASEAN, sehingga emiten-emiten di Indonesia siap menghadapi MEA di
tahun 2015.

2
II. Prinsip Corporate Governance menurut OECD
Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance, pada dasarnya memiliki
tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Dalam
OECD terdapat 6 prinsip yang mengatur tentang corporate governance,
diantaranya :
1. Menjamin Kerangka Dasar Corporate Governance Berjalan Efektif
Pada prinsip 1 ini menyatakan bahwa corporate governance harus mendorong
terciptanya pasar yang transparan dan efisien, sesuai dengan perundang-undangan
dan peraturan yang berlaku, dan dapat dengan jelas memisahkan fungsi dan
tanggung jawab otoritas-otoritas yang memiliki pengaturan, pengawasan, dan
penegakan hukum. Prinsip 1 OECD ini secara lebih jelas membahas 4 subprinsip:
a) Kerangka corporate governance harus dikembangkan dengan
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap perkembangan perekonomian
secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif yang tercipta bagi pelaku
pasar serta meningkatkan transparansi dan efisiensi pasar.
b) Ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan
pelaksanaan corporate governance harus sejalan dengan peraturan
perundangan yang berlaku, transparan dan dapat di tegakkan.
c) Pembagian tanggung jawab antar otoritas dalam suatu yurisdiksi harus
diungkapkan secara jelas dan dipastikan bahwa kepentingan masyarakat telah
terpenuhi.
d) Otoritas dalam pengawasan, pengaturan dan penegakan hukum harus memiliki
kewenangan, integritas dan sumber daya dalam pemenuhan tugasnya secara
profesional dan objektif. Selanjutnya, keputusan-keputusannya harus tepat
waktu, transparan, dan jelas.
2. Hak-hak Pemegang Saham dan Fungsi-fungsi Penting Kepemilikan
Saham
Prinsip OECD ini pada dasarnya menjelaskan bahwa kerangka corporate
governance harus melindungi dan menunjang pelaksanaan hak-hak pemegang
saham. Prinsip ini dibagi atas 7 sub prinsip:
a) Hak-hak dasar pemegang saham harus mencakup hak untuk: memperoleh cara
pendaftaran yang aman atas kepemilikan, menyerahkan atau mengalihkan
3
saham, memperoleh informasi yang relevan atau material tentang perusahaan
secara teratur dan tepat waktu, berpartisipasi dan memberikan hak suara dalam
rapat umum pemegang saham, memilih dan mengganti anggota pengurus, dan
memperoleh hak atas bagian keuntungan perusahaan.
b) Pemegang saham harus memiliki hak untuk berpartisipasi dalam, dan diberikan
informasi yang cukup atas keputusan-keputusan tentang perubahan-perubahan
penting perusahaan seperti: perubahan anggaran dasar, akte pendirian, otorisasi
saham tambahan, dan transaksi luar biasa.
c) Pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara
efektif dan memberikan hak suara dalam RUPS dan harus diberikan informasi
tentang aturan-aturannya, termasuk tata cara pemungutan suara, yang mengatur
penyelenggaraan RUPS.
d) Struktur dan komposisi permodalan yang memungkinkan pemegang saham
tertentu untuk memperoleh tingkat pengendalian yang tidak proporsional
dengan kepemilikan sahamnya harus diungkapkan.
e) Pengalihan pengendalian perusahaan harus diperbolehkan agar berfungsi
secara efisien dan transparan.
f) Pelaksanaan hak-hak atas kepemilikan oleh seluruh pemegang saham,
termasuk investor kelembagaan, harus difasilitasi.
g) Pemegang saham, termasuk pemegang saham institusi, harus diperbolehkan
untuk saling berkonsultasi tentang masalah-masalah berkenaan dengan hak-hak
dasar pemegang saham.
3. Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham
Prinsip ke 3 ini menekankan bahwa perlu adanya perlakuan yang sama kepada
seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang
saham asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk
menuntut atas pelanggaran hak-hak mereka. Prinsip ini dibagi atas 3 sub prinsip.
Pertama, perlakuan yang sama antara pemegang saham dalam kelas saham yang
sama. Kedua, larangan transaksi orang dalam dan perdagangan tutup sendiri yang
merugikan pihak lain. Ketiga, kewajiban dari komisaris, direksi dan manajemen
kunci untuk mengungkapkan kepentingannya kepada dewan komisaris jika baik
langsung maupun tidak langsung atau atas nama pihak ketiga mempunyai
4
kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau suatu hal yang
mempengaruhi perusahaan.
4. Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance
Kerangka corporate governance harus mengakui hak stakeholders yang dicakup
oleh perundang-undangan atau perjanjian dan mendukung secara aktif kerjasama
antara perusahaan dan stakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan
pekerjaan, dan pertumbuhan yang bekesinambungan dari kondisi keuangan
perusahaan yang dapat diandalkan. Pertama-tama, hak-hak pemangku
kepentingan yang dicakup dalam perundang-undangan atau perjanjian harus
dihormati. Jika kepentingan stakeholder dilindungi oleh undang-undang, maka
stakeholders seharusnya memiliki kesempatan untuk menuntut secara efektif atas
hak-hak yang dilanggar. Mekanisme peningkatan kinerja bagi partisipasi
karyawan harus diperkenankan untuk berkembang. Jika stakeholders
berpartisipasi dalam proses corporate governance, maka stakeholder harus
memiliki akses atas informasi yang relevan, memadai dan dapat diandalkan secara
tepat waktu dan berkala. Stakeholders termasuk didalamnya individu karyawan
dan serikat karyawan, seharusnya dapat secara bebas mengkomunikasikan
kepedulian mereka terhadap praktik ilegal atau tidak etis kepada dewan, dan
tindakan tersebut seharusnya tidak merpengaruhi hak-hak mereka. Terakhir,
kerangka corporate governance harus dilengkapi dengan kerangka insolvency
yang efisien dan efektif serta penegakan hukum yang efektif atas hak-hak
kreditur.
5. Keterbukaan dan Transparansi
Kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa keterbukaan
informasi yang tepat waktu dan akurat dilakukan atas semua hal yang material
berkaitan dengan perusahaan, termasuk di dalamnya keadaan keuangan, kinerja,
kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Keterbukaan yang dimaksud harus
meliputi, namun tidak terbatas pada informasi material atas: keuangan dan hasil
operasi perusahaan, tujuan perusahaan, kepemilikan saham mayoritas dan hak
suara, transaksi dengan pihak terkait, faktor-faktor risiko yang dapat diperkirakan,
hal-hal penting berkaitan dengan karyawan dan para stakeholder lainnya, dan
struktur dan kebijakan tata kelola khususnya berkaitan dengan isi dari pedoman
5
atau kebijakan tata kelola perusahaan dan penerapannya. Selain itu informasi
harus disajikan dan diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi yang berkualitas
tinggi dan keterbukaan keuangan dan non-keuangan. Audit tahunan harus
dilakukan oleh auditor yang independen, kompeten dan memenuhi kualifikasi,
dalam rangka menyediakan jaminan/kepastian eksternal dan objektif kepada
pengurus dan pemegang saham bahwa laporan keuangan perusahaan menyajikan
secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan kinerja
perusahaan. Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham
dan melaksanakan tugasnya terhadap perusahaan dengan menjaga/secara
profesional selama melakukan audit. Sementara itu media penyebaran informasi
harus memberikan akses informasi yang relevan bagi pengguna secara sama, tepat
waktu dan biaya yang efisien. Selanjutnya kerangka corporate governance harus
mengarah dan mendorong terciptanya ketentuan mengenai analisa atau saran dari
analis, pedagang perantara efek, pemeringkat dan pihak lainnya yang relevan
dengan keputusan investor, tidak mengandung benturan kepentingan yang
material yang mungkin mempengaruhi integritas analisa atau saran yang
diberikan.
6. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Kerangka kerja corporate governance harus memastikan pedoman strategis
perusahaan, monitoring yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta
akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham.
a) Anggota dewan harus bertindak berdasarkan informasi yang jelas, dengan
itikad yang baik, berdasarkan due diligence dan kehati-hatian, serta demi
kepentingan perusahaan dan pemegang saham.
b) Apabila keputusan dewan dapat mempengaruhi suatu kelompok pemegang
saham secara berbeda dengan kelompok pemegang saham lain, maka dewan
harus memperlakukan seluruh pemegang saham secara adil.
c) Dewan harus menerapkan standar etika yang tinggi dan memperhatikan
kepentingan para pemangku kepentingan
d) Fungsi-fungsi utama harus dimiliki oleh suatu dewan.
e) Dewan harus dapat melaksanakan penilaian yang obyektif dan independen
dalam melakukan pengurusan perusahaan.
6
f) Dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya, anggota dewan komisaris harus
memiliki akses terhadap infomasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.
III. Prinsip-Prinsip CG yang dikeluarkan KNKG
Menurut KNKG dalam pedomannya, Setiap perusahaan harus memastikan bahwa
asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.
Prinsip-prinsip GCG menurut pedoman KNKG dijelaskan secara detail sebagai
berikut:
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai,
jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh
pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
b) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada,
visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan,
susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali,
kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya,
sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal,
sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
c) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.
7
d) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-
masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras
dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi
perusahaan.
b) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua
karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab,
dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
c) Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang
efektif dalam pengelolaan perusahaan.
d) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan
yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem
penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
e) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ
perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan
pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.
8
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
b) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain
peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi(Independence)
Prinsip Dasar
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi
oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari
benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau
tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b) Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya
sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak
saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan
yang lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
a) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
9
b) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang
diberikan kepada perusahaan.
c) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
IV. Isu-isu terkait penerapan prinsip GCG
Dalam penerapan GCG terdapat beberapa isu mengenai pelanggaran dalam
penerapannya, diantaranya :
1. Isu terkait PT. Jamsostek
Dikutip dalam makalah Barullah Akbar, anggota VII Badan pemeriksaan
keuangan dalam diskusi Indonesia Menuju Era Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial. Barullah mengatakan bahwa ada 4 temuan BPK atas laporan
keuangan 2011 yang tidak sesuai dengan aturan.
Jamsostek membentuk dana pengembangan Program Jaminan Hari Tua
(JHT) sebesar Rp.7,24 triliun yang tidak sesuai dengan peraturan
pemerintah No.22 tahun 2004 mengenai Komisi Yudisial.
Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program
yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi
penerimaan jamsostek yang hilang mencapai Rp.36,5 miliar karena tidak
menerapkan tarif jaminan kecelakaan kerja sesuai ketentuan.
BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi
bermasalah, yakni jaminan medium term notes (MTN). Adapun aset yang
belum diselesaikan adalah tanah eks jaminan MTN PT Sapta Prana Jaya
senilai Rp.72,25 miliar dan aset eks jaminan MTB PT Volgren Indonesia.
Terdapat beberapa kelemahan dalam pemantauan piutang hasil investasi.
Pengendalian dan monitoring PT Jamsostek atas piutang jatuh tempo dan
bunga deposito yang belum sepenuhnya memadai .
Sedangkan terkait kinerja permasalahan CGC yang terjadi di Jamsostek yang
dinilai oleh BPK adalah sebagai berikut :
Belum efektif mengevaluasi kebutuhan pegawai dan beban kerja untuk
mendukung penyelenggaraan program JHT
10
Belum efektif dalam mengelola data peserta JHT
Masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi yang
mendukung keandalan data.
Belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepesertaan. Hal
tersebut terlihat bahwa Jamsostek belum menjangkau seluruh potensi
kepesertaan dan masih terdapatnya peserta perusahaan yang tidak patuh.
Jamsostek tidak efektif memberikan perlindungan dengan membayarkan
JHT kepada 1,02 juta peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo
Rp.1,86 triliun.
2. Isu terkait Bank Mega dan PT Elnusa
Diketahui bahwa periode tahun 2009-2010 terjadi pembobolan rekening
deposito senilai Rp.111 miliar milik PT. Elnusa. Dugaan sementara ada oknum
dalam Elnusa yaitu direktur keuangan yang mencairkan dana melalui bantuan
orang dalam Bank Mega. Karena memang pada saat pencairan, dokumen
pencairan tersebut dibubuhi tanda tangan Direktur utama dan Direktur
keuangan Elnusa. Namun direktur tersebut sudah tidak lagi menjabat di Elnusa.
Setelah melalui persidangan Mahkamah Agung memutuskan bersalah 6 orang
dalam kasus ini di antara nya Kepala cabang Bank Mega, Direktur keuangan
PT Elnusa, dan pejabat sejumlah perusahaan yang terlibat dalam hal tersebut.
Pada akhirnya, Elnusa memenangkan gugatan perdatanya melalui putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 22 Maret 2012 Nomor:
284/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL, serta langsung mencairkan dana sebesar
Rp.111 miliar beserta bunga-nya.
V. Peran regulator dalam penerapan prinsip Corporate Governance
Good Corporate Governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar
yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan.
Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu
negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan
masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Peranan regulator
dalam penerapan prinsip GCG antara lain :
1. Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam
penyusunan peraturan undang-undang berdasarkan sistem hukum nasional
11
dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dunia
usaha sehingga regulator harus paham perkembangan bisnis yang terjadi.
2. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (rule-making rules)
3. Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang
memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi.
4. Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara
konsisten (consistent law enforcement).
5. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
6. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi dan mata
rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim
usaha yang sehat, efisien dan transparan.
7. Memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi
dan pelapor (whistleblower) yang memberikan informasi mengenai suatu
kasus yang terjadi pada perusahaan. Pemberi informasi dapat berasal dari
manajemen, karyawan perusahaan atau pihak lain.
8. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam
bentuk ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien
dan transparan.
9. Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham
lainnya dalam hal Negara juga sebagai pemegang saham perusahaan.
VI. The Power of Monitoring (1352-1360)
Adanya teori keagenan dimana pemilik dan manajemen memiliki kepentingan
yang berbeda membuat pengawasan atau monitoring itu perlu. Pengawasan dibagi
menjadi dua, yaitu pengawasan internal (Internal Monitoring) dan pengawasan
eksternal (External Monitoring).
Mekanisme dalam internal monitoring adalah Dewan Pengawas (Supervisory
Boards) dan komite-komitenya. Kontrol manajemen internal telah menjadi
sorotan dari Corporate Governance sejak kemunculannya. Dewan atau badan
dilihat sebagai institusi ekonomi yang dapat menyelesaikan problem keagenan.
Internal monitoring dibedakan menjadi dua sistem utama :
12
Two Tier Boards
Dalam two tier boards, pengarahan dan kontrol terpisah. Tanggung jawab dan
fungsi dewan secara teori cukup jelas dimana secara praktiknya tidak benar
karena sistem bertumpu pada sebagian asumsi yang salah. Dewan dalam two tier
boards terbagi menjadi dua, yaitu Supervisory Board dan Management Board.
Supervisory board memilih dewan manajemen, menghasilkan kontrak dengan tiap
anggota dari dewan manajemen dan mengawasinya. Dewan manajemen memiliki
hak untuk mengusulkan anggota supervisory board dimana hal ini menjadi
kritikan dan bisa menjadi kolusi diantara keduanya.
Dalam two tier boards, bank menjadi masalah dalam supervisory board karena
bank memiliki signifikansi kepemilikan yang cukup besar dan punya pengaruh
yang besar dalam rapat umum. Selain itu, jabatan rangkap (interlocking
directorships) juga menjadi masalah. Hal ini terjadi jika seorang anggota dari
supervisory board juga merupakan anggota dari satu atau lebih supervisory atau
management board dari perusahaan lain.
Sejak dipublikasikan pedoman Corporate Governance ini, fokus dari
kerja supervisory board dalam two tier boards mulai bergeser menjadi penasihat
dan konseling bagi dewan manajemen untuk menjadikan dirinya sebagai
representatif bagi pemegang saham dalam rapat.
One Tier Boards
One tier board menyatakan manajemen dan kontrol menjadi satu bagian,
dewan direksi yang diberi kekuatan universal. Perbedaan penting harus dibuat
antara direktur eksektuif yang dipekerjakan sebagai manajer dengan direktur non-
eksekutif yang tidak ikut campur tangan dalam bisnis perusahaan. Free-riding
dapat terjadi dalam one tier board yaitu ketika pemegang saham hanya memegang
sebagian kecil saham sehingga tidak memiliki dorongan yang cukup dalam rangka
mencari anggota independen terbaik.
Menurut Combined Code, contoh yang tidak independen adalah adanya
kontrak pekerja dengan perusahaan dalam 5 tahun terakhir, hubungan bisnis yang
material dalam 3 tahun terakhir, tambahan remunerisasi selain upah direktur,
ikatan keluarga dekat, cross directorships, perwakilan dari pemegang saham
13
signifikan, atau jabatan direktur lebih dari 9 tahun. Berdasarkan Combined Code
minimal setengah dari dewan harus terdiri dari direktur non-eksekutif independen.
Pemisahan posisi ketua dewan dengan CEO dan rekomendasi untuk
membentuk setidaknya setengah dari anggota dewan dengan direktur non-
eksekutif yang independen dapat dilihat sebagai perbedaan fungsi antara
manajemen dan kontrol.
Dari kedua sistem tersebut terdapat kekurangan dan kelebihan diantaranya :
SWOT masing-masing sistem :
Two tier boards
Kekuatan :
Pemisahan antara pengarahan dan
pengawasan
Supervisory board dapat melepaskan
pemegang saham dalam rapat umum
Kelemahan :
Hampir tidak terlibat dalam aktivitas bisnis
Supervisory board bergantung pada informasi
dari dewan manajemen
Peluang :
Supervisory board dapat menjadi perwakilan
yang kuat dari pemegang saham
Ancaman :
Dorongan untuk mewakili kepentingan
pemegang saham masih dipertanyakan
Pengarahan dan kontrol bisa jadi spa
One tier boards
Kekuatan :
Badan Pengelola yang jelas
Pengambilan keputusan yang cepat
Direktur memiliki akses langsung ke
informasi
Kelemahan :
Bergantung pada CEO
CEO captures the board (CEO memegang
erat dewan karena dewan bergantung pada
CEO)
Peluang :
Anggota dewan mengetahui aktivitas bisnis
sehari-hari perusahaan
Ancaman :
Perwakilan kepentingan pemegang saham
tidak dijamin

VII. KASUS
Hasil Kajian Bapepam-LK Tahun 2006 Tentang Penerapan Prinsip-Prinsip
OECD dalam Peraturan Bapepam dan Tahun 2010 tentang Pedoman GCG
di Negara-Negara Anggota ACMF
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang diterbitkan oleh OECD
menjadi acuan yang dipakai secara internasional. Indonesia pun ikut menerapkan
prinsip tersebut sebagai acuan dalam GCG. Bapepam-LK ingin melihat sejauh
mana prinsip tersebut diterapkan dalam pasar modal, maka Bapepam melakukan
14
pengkajian dimana pengkajian tersebut ingin menelaah peraturan perundangan di
bidang pasar modal dibandingkan dengan prinsip GCG. Hasil kajian
menunjukkan bahwa sebagian besar prinsip OECD telah diterapkan di Indonesia
melalui peraturan Bapepam. Namun, ada beberapa prinsip yang signifikan bagi
terlaksananya GCG yang belum diatur dalam ketentuan. Prinsip yang belum
diterapkan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Prinsip IV : Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance
Dalam prinsip IV sub-prinsip C menjelaskan perlunya mekanisme
peningkatan kinerja bagi partisipasi karyawan seharusnya didukung untuk
berkembang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian remunerasi,
contohnya dengan karyawan dalam kepemilikan saham perusahaan
melalui Employee Stock Option Program (ESOP). Akan tetapi, belum ada
peraturan dari Bapepam yang mengatur mengenai masalah ESOP tersebut.
Prinsip IV : Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance
Dalam prinsip IV sub-prinsip D menjelaskan bahwa jika stakeholders
berpartisipasi dalam proses corporate governance, seharusnya mereka
memiliki akses atas informasi yang relevan, cukup dan dapat diandalkan
secara tepat waktu dan teratur. Stakeholders tidak hanya memerlukan
informasi mengenai perekonomian tetapi juga dari sisi sosial. Oleh karena
itu dibutuhkan laporan tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam hal ini
Belum ada peraturan Bapepam yang mensyaratkan disusunnya
Sustainability Report yang terpisah dari Laporan Tahunan.
Prinsip IV : Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance
Dalam prinsip IV sub-prinsip E menyatakan bahwa Stakeholders termasuk
didalamnya individu karyawan dan badan yang mewakili mereka
seharusnya dapat secara bebas mengkomunikasikan concern mereka
terhadap praktik ilegal atau tidak etis kepada Dewan Komisaris dan
tindakan tersebut seharusnya tidak mempengaruhi hak-hak mereka. Dalam
hal ini belum ada peraturan Bapepam yang mengatur kewajiban dan tata
cara perusahaan terkait whistle blower, tetapi karyawan dijamin hak-
haknya sesuai UU No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
15
Prinsip V : Keterbukaan dan transparansi
Dalam prinsip V sub-prinsip A4 mengenai kebijakan remunerasi untuk
dewan komisaris dan direksi, dan informasi tentang anggota dewan
komisaris, termasuk kualifikasi, proses seleksi, perangkapan jabatan dan
independensinya. Terkait informasi remunerasi, belum terdapat peraturan
Bapepam yang mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan kewajiban
dan hak individual dari para direksi dan komisaris. Bapepam hanya
mewajibkan emiten dan perusahaan publik mengungkapkan informasi
mengenai remunerasi secara global dalam laporan keuangan.
Prinsip VI: Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Dalam prinsip VI sub-prinsip D6 mengenai fungsi utama dewan komisaris
yang memonitor dan mengelola potensi benturan kepentingan dari
manajemen, anggota Dewan serta pemegang saham, termasuk
penyalahgunaan aset perusahaan dan penyelewengan dalam transaksi
dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam peraturan
Bapepam belum ada yang mengatur mengenai masalah ini, tetapi
berdasarkan UUPT perusahaan diwajibkan mengelola daftar pemegang
saham khusus yang memuat kepemilikan saham anggota direksi, komisaris
dan keluarganya.
Terkait dengan hasil kajian dari Bapepam tersebut, Bapepam mengajukan
beberapa rekomendasi untuk penerapan GCG yang lebih baik di Indonesia,
diantaranya :
1. Perlunya sosialisasi tentang prinsip-prinsip corporate governance yang
diterbitkan oleh OECD tahun 2004 (OECD principles of Corporate
Governance 2004) kepada pelaku pasar modal dan masyarakat.
2. Perlu adanya ketentuan tentang program Employee Stock Option Plan
(ESOP).
3. Perlu adanya ketentuan mengenai CSR agar perusahaan terdorong untuk
memiliki program CSR terencana dan perlunya aturan mengenai penyajian
laporan CSR tersendiri.
4. Perlu adanya ketentuan yang mewajibkan anggota dewan komisaris dan
Direksi untuk memberitahukan kepada dewan Komisaris jika mempunyai
16
kepentingan material dalam suatu transaksi yang mempengaruhi
perusahaan.
5. Perlu adanya ketentuan untuk memiliki komite nominasi dan remunerasi
untuk menjamin transparansi proses nominasi dan remunerasi Dewan
Komisaris dan Direksi.
6. Perlu adanya ketentauan yang mewajibkan perusahaan untuk membuat
ketentuan internal tentang whistleblower.
Prinsip-prinsip Good corporate governance yang dikeluarkan oleh OECD
menjadi acuan bagi setiap negara yang termasuk di dalam ACMF. Berdasarkan
prinsip-prinsip tersebut selanjutnya masing-masing negara mengadopsi prinsip
tersebut secara berbeda-beda. Bapepam LK kemudian melakukan penelitian
terkait dengan perbedaan apa saja yang terjadi di masing-masing negara anggota
tersebut dan ditemukan beberapa perbedaan dan kesamaan di masing-masing
negara terkait, yaitu :
Indonesia
Metode penerapan : Bersifat voluntarily (tidak ada sanksi hukum bila tidak
menerapkan pedoman)
Sanksi atas ketidakpatuhan : Tidak ada
Komisaris independen : Emiten / perusahaan publik wajib memiliki komisaris
independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah anggota dewan komisaris
Direksi : Two board system
Komite yang dibentuk komisaris : Anggota komite (minim 3), Ketua komite
audit (komisaris independen), pendidikan (akuntansi/keuangan) sekurang-
kurangnya 1 orang
Etika bisnis dan pedoman perilaku : Mengatur prinsip keberadaanya
Remunerasi Direksi dan Dewan komisaris : Dianjurkan
Malaysia
Metode penerapan : Bersifat comply and explain (diharapkan menerapkan
seluruh aspek CGC)
Sanksi atas ketidakpatuhan : Tidak ada
Komisaris independen : Sekurang-kurangnya 30% dari jumlah anggota
dewan komisaris
17
Direksi : One board system
Komite yang dibentuk komisaris : Anggota komite (minim 3), Ketua komite
audit, pendidikan (akuntansi/keuangan)
Etika bisnis dan pedoman perilaku : Tidak mengatur prinsip keberadaanya
Remunerasi Direksi dan Dewan komisaris : Dianjurkan
Singapore
Metode penerapan : Bersifat comply and explain (diharapkan menerapkan
seluruh aspek CGC)
Sanksi atas ketidakpatuhan : Tidak ada
Komisaris independen : Sekurang-kurangnya 30% dari jumlah anggota
dewan komisaris
Direksi : One board system
Komite yang dibentuk komisaris : Anggota komite (minim 3), Ketua komite
audit (komisaris independen), pendidikan (akuntansi/keuangan) sekurang-
kurangnya 2 orang
Etika bisnis dan pedoman perilaku : Tidak mengatur prinsip keberadaanya
Remunerasi Direksi dan Dewan komisaris : Dianjurkan
Thailand
Metode penerapan : Bersifat comply and explain (diharapkan menerapkan
seluruh aspek CGC)
Sanksi atas ketidakpatuhan : Tidak ada
Komisaris independen : Sekurang-kurangnya 30% dari jumlah anggota
dewan komisaris
Direksi : One board system
Komite yang dibentuk komisaris : Anggota komite, Ketua komite audit
(komisaris independen), pendidikan tidak ada syarat
Etika bisnis dan pedoman perilaku : Mengatur prinsip keberadaanya
Remunerasi Direksi dan Dewan komisaris : Dianjurkan
Philipina
Metode penerapan : Bersifat comply and explain (diharapkan menerapkan
seluruh aspek CGC)
Sanksi atas ketidakpatuhan : Sanksi penalty P100.000
18
Komisaris independen : Sekurang-kurangnya 2 orang atau 20% dari jumlah
seluruh dewan komisaris
Direksi : One board system
Komite yang dibentuk komisaris : Anggota komite (minim 3), Ketua komite
audit (komisaris independen), pendidikan (akuntansi/keuangan) tidak ada
jumlah minimal
Etika bisnis dan pedoman perilaku : Tidak mengatur prinsip keberadaanya
Remunerasi Direksi dan Dewan komisaris : Dianjurkan
Dapat disimpulkan bahwa dari perbedaan penerapan prinsip CGC dimasing-
masing negara anggota ACMF tersebut menghasilkan penerapan peraturan yang
berbada. Dimana masing-masing negara mewujudkan menerapkan masing-
masing peraturan yang mengatur pengungkapan pelaksanaan pedoman penerapan
CGC dan pengawasan pelaksaan nya pada masing-masing lembaga terkait di
negara nya. Berikut merupakan nama lembaga yang berada di masing-masing
negara ACMF (www.theacmf.org) :
Indonesia : Indonesia Financial Service authority (Otoritas Jasa
Keuangan/OJK) (http://www.ojk.go.id)
Malaysia : Securities Comission Malaysia (http://www.sc.com.my)
Singapore : Monetary authority of singapore (http://www.mas.gov.sg)
Thailand : Securities and Exchange Commision (http://www.sec.or.th)
Philipines : Securities and Exchange Commision (http://www.sec.gov.ph)
Dalam penerapan peraturan yang mengungkapkan pelaksanaan CG di
Indonesia, OJK selaku lembaga di Indonesia yang menjadi pengawas dalam
penerapan nya dan memberikan sanksi bagi yang melanggar. Sebagai respon
terkait penerapan Bapepam-LK atas penerapan CG di Indonesia, OJK kemudian
mewujudkan penetapan peraturan tersebut yang dituangkan dalam Roadmap Good
Corporate Governance khusus untuk emiten dan perusahaan publik. Perwujudan
penerapan roadmap ini diharapkan agar perusahaan publik di Indonesia
setidaknya sejajar dengan perusahaan di kawasan ASEAN. Dalam rekomendasi
nya OJK dalam roadmap nya juga menyarankan penguunaan metode comply and
explain (yang mewajibkan kepatuhan perusahaan nya pada prinsip CG dan bila
tidak sanggup mematuhinya harus dapat menjelaskan alasanya), yang telah lama
19
menjadi best practice di tingkat Internasional menggantikan metode voluntary.
Dalam data terakhir terkait pemeringkatan penerapan CG dengan standar terbaik
yang dirilis ACMF membawa Indonesia menduduki peringkat ke 2 di negara
ASEAN setelah Thailand. Penerapan CG dengan standar terbaik menjadi salah
satu faktor penentu bagi emiten dan perusahaan publik dalam menghadapi era
masyarakat ekonomi ASEAN 2015.





























20
DAFTAR PUSTAKA


Adlin, Sutan Eries.(2012, 27 September). KINERJA JAMSOSTEK: BPK
Temukan Potensi Penyimpangan Di atas Rp7 Triliun.
http://www.bisnis.com/articles/kinerja-jamsostek-bpk-temukan-potensi-
penyimpangan-di-atas-rp7-triliun (diakses pada 9 September 2014)

Brndle, Udo C. and Jrgen Noll. 2004. The Power of Monitoring. German
Law Journal. 5(11) 1352-1360.

Cahyo. (2014, 24 Juni) ACMF RILIS LAPORAN PENILAIAN CGC SE
ASEAN. http://wartaekonomi.co.id/read/2014/06/24/31263/acmf-rilis-
laporan-penilaian-cgc-seasean.html (diakses pada 9 September 2014)

Elnusa Minta ICW Pantau Proses Hukum Kasus Bank Mega. (2013, 10 Juni).
http://www.elnusa.co.id/elnusa-minta-icw-pantau-proses-hukum-kasus-
bank-mega/ (diakses pada 9 September 2014)

GCG Road Map, Agar Emiten Lebih Terkelola Baik. .(2014, 30Juni).
http://economy.okezone.com/read/2014/06/30/226/1005847/gcg-road-map-
agar-emiten-lebih-terkelola-baik (diakses pada 9 September 2014)

Hasniawati, Amailia Putri. (2011, 6 Mei). Marak kasus, komite audit akan
diperkuat. http://investasi.kontan.co.id/news/marak-kasus-komite-audit-
akan-diperkuat-1 (diakses pada 9 September 2014)

Komisi Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia. Jakarta : KNKG.
Organisation For Economic Co-operation and Development. 2004. OECD
Principles of Corporate Governance. France : OECD.
Prayogi, Whery Enggo.(2011, 24 April). Kronologi Pembobolan Deposito
21
Elnusa Rp 111 Miliar di Bank Mega.
http://finance.detik.com/read/2011/04/24/181014/1624186/6/kronologi-
pembobolan-deposito-elnusa-rp-111-miliar-di-bank-mega (diakses pada 9
September 2014)

Visi dan Misi KNKG. http://knkg-indonesia.com/home/tentang-kami/visi-a-
misi.html (diakses pada 9 September 2014)

Wijaya, Angga Sukma.(2014, 17 Februari). Elnusa Minta Bank Mega Cairkan
Dana Deposito.
http://www.tempo.co/read/news/2014/02/17/087554840/Elnusa-Minta-
Bank-Mega-Cairkan-Dana-Deposito (diakses pada 9 September 2014)

Anda mungkin juga menyukai