Anda di halaman 1dari 7

Sindrom pernapasan akut parah

(severe acute respiratory syndrome/SARS) :


suatu epidemi baru yang sangat virulen
Julius E Surjawidjaja
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRACT
The emergence of a new human infectious disease caused by a virus has been reported in patients in Asia
and North America. The disease was described as a rapidly progressive, sometimes fatal pneumonia that appeared
to have arisen from Guangdong province in Southern China. The majority of patients were adults aged 25-70
years, but few suspected cases have been reported among children aged under 15 years. In the beginning of
March 2003, the World Health Organization (WHO) issued a worldwide notice about the disease called the
severe acute respiratory syndrome (SARS) was later found caused by coronavirus. At the time of WHO notice,
there were known SARS cases in China, Hongkong, Vietnam, Singapore and Canada. Since then SARS has
spread throughout the world and on May 3, 2003 there were 6,234 cases and 435 deaths in thirty countries.
Key words: SARS, epidemic, coronavirus, fatal
ABSTRACT
Munculnya suatu penyakit infeksi baru yang disebabkan oleh virus dilaporkan menyerang penderita-penderita
di Asia dan Amerika Utara. Penyakit ini dilaporkan sebagai suatu radang paru (pneumonia) yang
perkembangannya sangat cepat dan progresif serta sering bersifat fatal. Mayoritas penderita adalah orang-orang
dewasa berumur antara 25-70 tahun, namun pada beberapa kasus tersangka, juga anak-anak berumur di bawah
15 tahun. Pada awal bulan Maret 2003, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan suatu pengumuman
tentang penyakit tersebut yang disebutnya sebagai severe acute respiratory syndrome (SARS) yang beberapa
waktu kemudian ditemukan disebabkan oleh coronavirus. Pada saat pengumuman WHO tersebut, kasus-kasus
SARS dilaporkan dijumpai di Cina, Hongkong, Vietnam, Singapura dan Kanada. Sejak itu SARS telah berkembang
menyebar ke seluruh dunia dan pada awal Mei 2003 didapatkan 6.234 kasus dan 435 kematian di tigapuluh
negara.
Kata kunci: SARS, epidemi, coronavirus, fatal
PENDAHULUAN
Dalam beberapa dekade terakhir beberapa jenis
virus yang menyebabkan infeksi pada manusia
muncul sebagai penyebab penyakit yang sangat
mengkhawatirkan dan menimbulkan keprihatian
yang besar di kalangan kedokteran dan umat
manusia. Beberapa di antaranya seperti virus HIV,
hepatitis F, Ebola, Hanta, dan Nipah, telah terbukti
menjadi sumber malapetaka baru semenjak penyakit
pes dikenal sebagai penyebab kematian yang besar
dan menyebarkan ketakutan yang luar biasa di
antara penduduk dunia.
Pada tanggal 12 Maret 2003, Badan Kesehatan
Dunia (World Health Organization/WHO)
mengeluarkan suatu peringatan ke seluruh dunia
tentang adanya suatu penyakit yang disebutnya
sebagai sindrom penapasan akut parah (severe acute
respiratory syndrome/SARS).
(1)
Penyakit ini
digambarkan sebagai radang paru (pneumonia)
yang berkembang secara sangat cepat, progresif dan
seringkali bersifat fatal, dan diduga berawal dari
J Kedokter Trisakti Mei-Agustus 2003, Vol.22 No.2
76
suatu propinsi di Cina Utara yaitu propinsi
Guangdong. Pada saat pengumuman WHO ini
dikeluarkan, kasus-kasus SARS diketahui telah
menyerang beberapa negara seperti Cina,
Hongkong, Vietnam, Singapura dan Kanada.
(2,3)
Sampai dengan tanggal 3 Mei 2003 telah ditemukan
sebanyak 6.234 kasus (probable cases) dan 435
(6,97%) kematian di tigapuluh negara.
(4)
Sulit sekali
untuk menentukan dengan pasti, berapa jumlah
kasus, berapa negara yang terkena wabah SARS
dan berapa angka kematian, oleh karena gambaran
penyakit ini setiap saat berubah dengan cepat.
Kekuatiran lainnya adalah masih belum
diketahui secara pasti cara peneyebaran virus
tersebut. Memang penularannya dari orang ke orang
melalui udara (droplets, sneeze atau cough), feses,
dan toilet yang terinfeksi. Masih menjadi pertanyaan
berapa lama virus mampu bertahan hidup di
lingkungan (door handles, countertops). Hasil
penelitian terakhir menunjukkan bahwa coronavirus
mampu bertahan hidup di luar tubuh manusia
sampai satu minggu. Kerja sama yang dikoordinasi
oleh WHO yang mengikut sertakan sejumlah
laboratorium di berbagai negara telah memberikan
hasil yang relatif sangat cepat dalam
mengidentifikasi penyebab dari SARS. Pada saat
yang hampir bersamaan, laboratorium di Kanada
dan Pusat Pemberantasan dan Pencegahan Penyakit
di Amerika Serikat (Center for Disease Control /
CDC) menyatakan bahwa suatu jenis coronavirus
adalah penyebab dari SARS.
Meskipun dalam beberapa dekade terakhir dari
abad yang lalu terdapat beberapa penyakit baru
yang timbul, SARS harus ditanggapi sebagai suatu
ancaman yang serius terhadap kesehatan
internasional. Jika virus SARS bertahan pada
keadaannya seperti sekarang yaitu patogenitasnya
yang tinggi serta penyebarannya yang sangat cepat,
maka SARS dapat menjadi penyakit baru yang
pertama pada abad 21 ini dengan keganasan yang
tinggi dan potensi epidemik global.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar bulan Nopember 2002, dilaporkan dari
propinsi Guangdong, Cina, adanya penderita-
penderita yang mengalami radang paru yang atipikal
dan sangat gawat serta tingkat penularannya
tinggi.
(2)
Kausa penyakit ini tidak diketahui.
Pada tanggal 26 Pebruari 2003, seorang
penderita (kasus indeks) dirawat di sebuah rumah
sakit di Hanoi, Vietnam, dengan demam tinggi,
batuk-batuk kering, mialgia, dan sakit tenggorok
ringan. Empat hari kemudian, penderita ini mulai
mengalami kesulitan bernapas, menunjukan
trombositopenia berat, dan tanda-tanda sindrom
gangguan pernapasan (respiratory distress
syndrome) sehingga memerlukan alat bantu
pernapasan (ventilator). Meskipun telah diberikan
terapi yang intensif, penderita meninggal pada
tanggal 13 Maret 2003 setelah dipindahkan ke
rumah sakit di Hongkong. Penderita ini datang ke
Hanoi setelah berkunjung ke Shanghai dan
Hongkong. Pada tanggal 5 Maret 2003, tujuh
petugas kesehatan yang pernah merawat kasus
indeks tersebut menderita penyakit yang sama.
Penyakit tersebut timbul 4-7 hari setelah kasus
indeks tersebut masuk ke rumah sakit untuk dirawat.
Sekitar dua minggu kemudian, telah tercatat 43
kasus, 5 di antaranya membutuhkan ventilator dan
dua meninggal.
Pada tanggal 12 Maret 2003, Departemen
Kesehatan Hongkong melaporkan adanya suatu
wabah penyakit pernapasan di satu rumah sakit
umum. Duapuluh petugas kesehatan mengalami
gejala penyakit yang sangat menyerupai flu. Hingga
awal April 2003, di Hongkong dijumpai 1.108 kasus
dengan 35 kematian. Hongkong merupakan daerah
yang paling berat diserang oleh penyakit SARS.
Yang paling membingungkan adalah ditemukannya
268 kasus SARS yang mengelompok pada suatu
gedung apartemen, yaitu Amoy Garden yang
semuanya berasal dari satu blok (blok E). Pola
transmisi ini menunjukkan bahwa penyakit SARS
telah merambat keluar dari lingkungan petugas
kesehatan ke lingkungan masyarakat. Penyelidikan
untuk menemukan sumber transmisi tidak
memberikan hasil, virus SARS tidak ditemukan
pada binatang-binatang seperti kecoa dan tikus.
Tujuh kasus SARS dilaporkan dari Kanada
pada tanggal 15 Maret 2003, dua di antara kasus
tersebut meninggal. Kasus-kasus ini dijumpai pada
dua kelompok keluarga besar. Pada dua kelompok
ini, sedikitnya satu anggota keluarga tersebut pernah
berkunjung ke Hongkong dalam waktu satu minggu
sebelum terjadi gejala-gejala penyakit. Sampai
J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2
77
pertengahan April 2003, telah dilaporkan ada 101
kasus dengan 10 kematian. Kasus-kasus SARS
yang dilaporkan dari Singapura hingga minggu ke
tiga bulan April 2003 adalah 186 kasus dengan 16
kematian.
(5)
Ketika tim dari WHO pada awal bulan April
2003 melakukan penyelidikan di Cina, propinsi
Guangdong, mereka menemukan adanya apa yang
disebut sebagai super-spreaders, suatu istilah yang
digunakan untuk mendeskripsikan individu dengan
pneumonia atipikal (SARS) yang dianggap
menyebarkan penyakit kepada sejumlah individu
lain. Tidak diketahui apakah individu yang tergolong
dalam super-spreader tersebut mensekresi bahan
infektif dalam jumlah sangat besar atau apakah ada
faktor-faktor tertentu lain, mungkin dari lingkungan,
yang berperan dalam suatu fase perkembangan virus
sehingga mampu memperbesar tingkat transmisi
virus tersebut.
Meskipun ada tanda-tanda positif bahwa
kasus-kasus imported tidak menyebar lebih jauh,
wabah yang terjadi di Cina, Hongkong, Kanada,
Vietnam dan Singapura, telah menimbulkan banyak
keprihatinan dan kekuatiran di mana-mana.
DEFINISI KASUS
Untuk memberikan gambaran epidemiologi
SAR dan memantau penyebarannya perlu
ditetapkan definisi dari kasus SARS. Survailens
definisi kasus dilakukan berdasarkan data
epidemiologi dan klinik yang tersedia. Definisi kasus
merupakan pelengkap hasil pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan diagnosa yang
tepat. WHO
(6)
menetapkan seseorang merupakan
suspect case bila: i) setelah tanggal 1 November
2002 mengalami panas >38 C dan batuk-batuk
(cough) atau kesulitan bernafas (breathing
difficulty) dan 10 hari sebelum timbulnya gejala-
gejala mengalami satu atau lebih pemajanan
(exposure) berikut yaitu close contact dengan
seseorang yang merupakan suspect atau probable
case dari SARS, riwayat pernah berkunjung ke
daerah yang terjangkit SARS, tinggal di daerah yang
terjangkit SARS, ii) seseorang yang menderita
gangguan pernapasan akut yang tidak jelas
(unexplained acute respiratory illness) dan
meninggal setelah tanggal 1 November 2002, tetapi
tidak dilakukan pemeriksaan autopsi dan 10 hari
sebelum timbulnya gejala-gejala mengalami satu
atau lebih pemajanan (exposure) berikut yaitu close
contact dengan seseorang yang merupakan suspect
atau probable case dari SARS, riwayat pernah
berkunjung ke daerah yang terjangkit SARS, tinggal
di daerah yang terjangkit SARS. Seseorang
merupakan probable case bila: i) suspect case
dengan gambaran radiologi paru-paru (chest X-ray)
menunjukkan infiltrat di kedua paru yang konsisten
dengan pneumonia atau respiratory distress
syndrome (RDS), ii) suspect case yang positif
ditemukan coronavirus SARS, dan iii) suspect case
dengan hasil pemeriksaan autopsi konsisten dengan
kelainan patologi dari RDS tanpa causa yang jelas.
Penderita dikeluarkan dari survailens SARS bila
diagnosis alternatif sudah terbukti.
Alasan untuk tetap menetapkan definisi kasus
berdasarkan hasil pemeriksaan klinik dan
epidemiologi karena pada saat ini belum tersedia
uji laboratorium yang sahih dan konsisten untuk
mendeteksi infeksi dengan coronavirus SARS. Tes
antibodi masih belum positif setelah tiga minggu
atau lebih dan masih belum diketahui secara pasti
apakah setiap penderita memberikan respon
antibodi. Pemeriksaan spesimen dan reagensi yang
optimal untuk mendeteksi SARS masih belum
diketahui secara pasti. Mudah-mudahan dalam
waktu yang tidak terlalu lama sudah tersedia uji
diagnostik yang sahih untuk menetapkan diagnosis
SARS.
CORONAVIRUS
Pada awal-awalnya, pemeriksaan yang
dilakukan oleh laboratorium yang tergabung dalam
jaringan kerja WHO terhadap berbagai virus yang
menyebabkan infeksi saluran napas mengarah pada
2 jenis famili virus yaitu paramyxovirus dan
coronavirus. Karena itu, mereka kemudian
mempersempit pemeriksaan laboratorium kepada
kedua jenis virus tersebut dan sebagai hasilnya,
dinyatakan bahwa secara konsisten coronavirus
ditemukan pada hampir setiap spesimen dari
penderita SARS yang diperiksa dari berbagai negara
dan dapat diisolasi dari biakan-sel.
(7-9)
WHO dengan
jejaring laboratorium-laboratorium di seluruh dunia,
mengusulkan nama Urbani Strain untuk
Surjawidjaja SARS epidemi baru
78
coronavirus penyebab SARS ini, sebagai
penghormatan terhadap Dr. Carlo Urbani, peneliti
WHO yang untuk pertama kalinya memberi
peringatan kepada dunia akan adanya SARS di
Hanoi, Vietnam. Dr. Urbani meninggal karena
penyakit SARS pada tanggal 29 Maret 2003 di
Bangkok
Coronavirus adalah anggota dari famili
Coronaviridae, suatu virus yang besar, dan
mempunyai selubung (envelope). Selubung virus
ini dipenuhi dengan tonjolan-tonjolan yang panjang
berbentuk daun bunga (petal). Genom RNA
coronavirus ini mempunyai ukuran 27-32 kb dan
merupakan genom yang terbesar di antara semua
virus yang ada. Genom virus ini beruntai tunggal
(single-stranded) dan membentuk suatu
nukleokapsid helikal yang fleksibel dan panjang.
Nukleokapsid ini terletak di dalam suatu selubung
lipoprotein yang terbentuk dari penggembungan
membran intraseluler.
Ada 3 kelompok serologis coronavirus yang
telah dikenali dan untuk setiap serogrup, virus
diidentifikasi sesuai dengan pejamu alamiahnya,
dengan cara urutan (sekuens) nukleotidanya dan
hubungannya masing-masing secara serologis.
Secara alamiah, kebanyakan coronavirus
menginfeksi satu jenis spesies saja atau beberapa
spesies yang terkait erat. Replikasi virus in vivo
dapat terjadi secara tersebar (disseminated)
sehingga menyebabkan infeksi sistemik atau dapat
terbatas pada beberapa tipe sel (seringkali sel epitel
saluran pernapasan atau saluran cerna dan
makrofag) dan menyebabkan infeksi lokal. Seperti
halnya dengan kebanyakan virus-virus RNA,
coronavirus memiliki frekuensi mutasi yang sangat
besar. Dengan melihat panjangnya genom dan
frekuensi kesalahan polymerase RNA dari virus-
virus lain, genom RNA coronavirus agaknya
memiliki kumpulan titik mutasi pada setiap replikasi
RNA-nya. Analisis urutan (sekuens) nukleotida dari
berbagai isolate coronavirus menunjukkan suatu
variabilitas sekuens yang dapat mempengaruhi
replikasi virus dan patogenesisnya. Contoh yang
paling mencolok dalam hal mutasi dan secara
biologis mempunyai arti penting adalah munculnya
porcine respiratory coronavirus (PRCV) dari
porcine transmissible gastroenteritis virus
(TGEV).
TGEV menyebabkan infeksi enterik zoonotik
pada babi. Pada awal tahun 1980-an, PRCV muncul
di Eropa sebagai virus baru yang menyebar secara
luas pada hewan babi, dengan menyebabkan
penyakit saluran pernapasan epizootik yang
berat.
(10)
Ada anggapan bahwa penyakit SARS yang
disebabkan oleh coronavirus dan menyerang
manusia merupakan keadaan di mana coronavirus
yang infektif terhadap beberapa hewan mengalami
mutasi dan berevolusi untuk kemudian menjadi
patogen terhadap beberapa kelompok hewan lainnya
dan juga pada manusia.
(3)
J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2
79
ASPEK KLINIS
Sekitar 80 klinisi dari 13 negara berpartisipasi
di dalam suatu diskusi elektronik yang
diselenggarakan oleh WHO, untuk membahas
mengenai berbagai aspek klinis dan terapi dari
SARS. Diskusi ini terfokus pada presentasi klinis
dari penyakit, perkembangan penyakit, indikator
prognosis, kriteria pemulangan penderita dan
pengobatan penderita. Para klinisi itu sepakat
bahwa sekitar 10% penderita SARS mengalami
kemunduran dan memerlukan bantuan pernapasan
secara mekanis. Penderita-penderita dalam
kelompok ini acapkali telah mempunyai penyakit

Gambar 1. Model struktur coronavirus
N = protein nukleokapsid
M = glikoprotein membran
S = glikoprotein tonjolan
HE = glikoprotein (hanya pada beberapa
coronavirus grup II)
lain yang mempersulit penanganannya dan
mortalitas pada kelompok ini tinggi. Berdasarkan
pengalaman para klinisi dengan penderita-penderita
SARS, di ambil kesimpulan sebagai berikut:
Masa inkubasi
Masa inkubasi SARS secara tipikal adalah 2-
7 hari, meskipun demikian, beberapa laporan
menunjukkan bahwa masa inkubasi ini bisa lebih
panjang sampai 10 hari. Setelah periode ini
timbullah gejala-gejala.
Gejala klinis
Tampilan klinis penyakit ini secara relatif
konsisten untuk semua penderita di semua negara
yang terkena. Gejala prodromal berupa demam
tinggi mendadak, yang pada umumnya diikuti oleh
sakit otot (mialgia), menggigil, tidak ada nafsu
makan, diare dan batuk kering (batuk non-
produktif). Gejala lain seperti sakit kepala tidak
jarang dijumpai. Pada masa prodromal ini, beberapa
penderita menunjukkan gejala pernapasan yang
ringan. Setelah 3-7 hari, suatu fase gangguan
saluran pernapasan bagian bawah mulai tampak
dengan adanya batuk kering, non-produktif, dan
sesak napas (dyspnea), yang dapat diikuti dengan
keadaan hipoksemia.
Gambaran darah
Pada waktu permulaan penyakit, jumlah
absolut limfosit seringkali menurun. Secara
keseluruhan, jumlah leukosit normal atau sedikit
menurun. Pada puncak kelainan yang mengenai
paru, sekitar 50% dari penderita-penderita
menunjukkan adanya leukopenia dan
trombositopenia (50.000-150.000/mL).
Fase respiratorik juga diikuti dengan
peningkatan kadar kreatin fosfokinase (sampai
setinggi 3.000 IU/L) dan hepatik transaminase (2-
6 kali lebih tinggi dari normal). Umumnya fungsi
ginjal tetap normal.
Gambaran radiologis
Gambaran radiologis paru pada fase prodromal
dan masa perjalanan penyakit mungkin tidak
menunjukkan kelainan (normal). Namun, pada
sejumlah besar penderita, dijumpai kelainan
gambaran radiologis paru yang karakteristik,
seringkali terjadi pada 3-4 hari setelah timbulnya
gejala penyakit. Fase respiratorik ini disifati oleh
adanya infiltrat interstisial lokal yang kemudian
berkembang menjadi infiltrat interstisial umum.
Secara radiologis tampak daerah-daerah paru yang
berawan. Beberapa gambar radiologis dari penderita
SARS stadium lanjut juga memperlihatkan daerah-
daerah paru yang mengalami konsolidasi.
Prognosis
Setelah terjadinya perubahan di paru, maka
perkembangan penderita SARS dapat dibagi dalam
2 kelompok, yaitu: (i) mayoritas penderita (80-90%)
menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada hari ke-
6 atau 7, (ii) pada sebagian kecil penderita,
penyakitnya berkembang menjadi lebih gawat dan
penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom
gangguan paru akut yang berat sehingga
membutuhkan bantuan pernapasan mekanis.
Walaupun angka kematian pada kelompok kedua
ini tinggi, tetapi ada sejumlah penderita yang dapat
bertahan dengan ventilator mekanis untuk beberapa
waktu yang lama. Kematian pada kelompok ini
seringkali berhubungan dengan adanya penyakit-
penyakit lain yang diderita penderita tersebut (faktor
ko-morbid).
Umumnya, pada penderita-penderita yang
berusia di atas 40 tahun dengan penyakit lain, SARS
lebih sering berkembang menjadi penyakit yang
berat.
LABORATORIUM
Pada pertengahan bulan Maret 2003, WHO
menetapkan suatu jejaring (network) global yang
meliputi 11 laboratorium terkemuka di seluruh dunia
sebagai upaya untuk meneliti tentang identifikasi
dari kausa SARS. Laboratorium tersebut dipilih
berdasarkan 3 kriteria, yaitu: mempunyai
kemampuan ilmiahnya yang menonjol, memiliki
fasilitas biosafety level III, dan dapat
menyumbangkan perangkat uji (battery of tests) dan
eksperimen yang diperlukan untuk dapat memenuhi
postulat Koch dalam mengidentifikasi suatu
penyakit. Jejaring ini dibentuk dengan menggunakan
model dari network untuk influenza dengan suatu
penekanan penting, yaitu model dan sistem yang
ditetapkan untuk sebuah keadaan darurat kesehatan
Surjawidjaja SARS epidemi baru
80
dapat dengan cepat disesuaikan untuk kepentingan
keadaan lainnya. Kerjasama antar laboratorium dari
berbagai pusat ini sangat luar biasa dan belum
pernah terjadi sebelumnya. Teknik-teknik
laboratorium yang selama ini umumnya sangat
dirahasiakan oleh masing-masing laboratorium serta
sifat kompetitif di antara mereka, tidak lagi berlaku.
Anggota jejaring ini saling berbagi informasi dan
materi, seperti misalnya gambar- gambar mikroskop
elektron dari virus, sekuens materi genetik untuk
identifikasi dan karakteristik virus, deskripsi
eksperimen serta hasil-hasilnya. Pertukaran
berbagai bahan pemeriksaan (sampel) dari penderita
atau bahan post-mortem untuk analisis laboratorium
acapkali terjadi. Kolaborasi ini telah memberikan
hasil dalam identifikasi mikroorganisme yang
disangka menjadi penyebab penyakit SARS dan
menyumbangkan 3 jenis tes diagnostik laboratorium
dalam waktu yang sangat singkat. Kecuali dari
sputum, para peneliti dalam grup jejaring itu juga
menemukan bahwa virus penyebab SARS dapat
pula di isolasi dari plasma dan faeces.
(7)
Di dalam
plasma, virus ditemukan pada masa akut dalam
konsentrasi yang amat rendah, sedangkan di feses
dijumpai pada fase konvalesen.
(7)
TES DIAGNOSTIK
Kemampuan untuk mendeteksi seseorang yang
terinfeksi virus SARS pada stadium dini merupakan
ukuran penting dari suatu alat uji. Deteksi dini dan
keterandalan dalam deteksi virus SARS dari suatu
bahan pemeriksaan akan sangat membantu petugas-
petugas kesehatan dalam menentukan penderita
mana yang menampilkan gejala-gejala demam, dan
lain-lain yang mengarah ke SARS adalah benar-
benar penderita SARS. Dengan demikian dengan
cepat penderita tersebut dapat diambil tindakan-
tindakan yang sesuai seperti misalnya isolasi
penderita dan upaya-upaya lain yang sejalan dengan
prosedur pengendalian penyakit infeksi.
Perkembangan tes-tes diagnostik untuk SARS
ternyata merupakan masalah yang lebih besar
dibandingkan dengan apa yang diharapkan. Para
peneliti yang tergabung dalam jejaring kerja sama
laboratorium WHO berusaha keras untuk
mengembangkan tes-tes yang dapat digunakan
untuk diagnosis SARS. Pada saat ini, ada 3 tes yang
umumnya digunakan di laboratorium untuk
mendeteksi SARS, yaitu: (i) tes antibodi dengan
enzyme liked immunosorbent assay (ELISA), (ii)
tes antibodi dengan immunofluorescence assay
(IFA), dan (iii) metode polymerase chain reaction
(PCR) untuk deteksi virus.
Tes ELISA adalah tes yang menguji adanya
antibodi terhadap SARS. Tes ini dilaporkan baru
pada hari ke-20 setelah timbulnya gejala klinis
memberi hasil positif, oleh karena itu tidak dapat
digunakan untuk mendeteksi kasus-kasus pada
stadium dini sebelum mereka mempunyai
kesempatan untuk menyebarkan penyakit ke orang
lain. Tes IFA juga merupakan tes yang mendeteksi
adanya antibodi. Tes ini juga relatif lambat.
PCR yang merupakan suatu tes molekuler
untuk mendeteksi materi genetik dari virus SARS
sangat bermanfaat dalam mendeteksi infeksi
stadium dini, namun tes ini masih banyak
memberikan hasil negatif palsu sehingga dapat
memberikan perasaan aman yang keliru karena
dengan hasil negatif itu. Ada anggapan bahwa
individu atau penderita yang bersangkutan tidak
menderita SARS sehingga terjadi penyebaran
penyakit tanpa dapat dikendalikan. Tetapi akhir-
akhir ini, para peneliti di laboratorium yang bekerja
sama dengan WHO merasa optimis dapat
mengembangkan tes PCR menjadi tes yang lebih
dapat diandalkan dan dipercaya. Di antaranya
adalah laboratorium dari Bernhard-Nocht for
Tropical Medicine di Hamburg yang membuat suatu
perangkat tes (kit) dengan sistem uji mutu (quality
control) yang terkandung di dalam perangkat
tersebut.
(11)
PENATALAKSANAAN SARS
Status penderita sangat berperan terhadap
penatalaksaan yang akan diberikan. Pada suspect
dan probable cases tindakan yang dilakukan
adalah:
(12)
i) isolasi penderita di Rumah Sakit, ii)
pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin)
dan foto toraks untuk menyingkirkan pneumonia
yang atipikal, iii) pemeriksaan hitung lekosit,
trombosit, kreatinin fosfokinase, tes fungsi hati,
ureum dan elektrolit, C reaktif protein dan serum
pasangan (paired sera), iii) saat dirawat berikan
antibiotika untuk pengobatan pneumonia akibat
J Kedokter Trisakti Vol.22 No.2
81
lingkungan (community-aquired pneumonia)
termasuk penumonia atipikal, iv) pada SARS
berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun
sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, dapat
diberikan ribavirin dengan atau tanpa streoid, dan
v) perhatian khusus harus diberikan pada tindakan
yang dapat menyebabkan terjadinya aerolization
seperti nebuliser dengan bronkodilator,
bronkoskopi, gastroskopi yang dapat mengganggu
sistem pernapasan. Berbagai upaya pengobatan
dengan antibiotika telah di coba pada penderita-
penderita SARS. Oseltamivir secara oral bersama-
sama dengan antibiotika berspektrum luas dan
ribavirin intravena dalam dosis yang di
rekomendasikan, juga memberikan hasil yang
kurang meyakinkan.
(7)
Pada saat ini, penanganan
penderita SARS yang dianggap paling penting
adalah terapi suportif, yaitu mengupayakan agar
penderita tidak mengalami dehidrasi dan infeksi
ikutan.
KESIMPULAN
Jumlah kasus dan kematian SARS semakin hari
semakin meningkat, walaupun di beberapa negara
seperti Kanada, Vietnam, dan Singapura sudah
mencapai puncaknya. Pembuatan vaksin yang
efektif masih memerlukan waktu yang tidak sedikit
sekitar 2-3 tahun lagi. Strategi yang diperlukan saat
ini disamping pengobatan adalah upaya
pencegahan. Untuk mencegah penyebaran SARS
ke negara-negara maju para pekerja asing di negara-
negara yang terkena SARS dianjurkan untuk tidak
kembali ke tanah airnya. Semoga dengan upaya
pencegahan yang semakin baik epidemi SARS tidak
akan berkembang menjadi suatu pandemi.
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. WHO issues global
alert about cases of atypical pneumonia: cases of
severity respiratory ilness may spread to hospital
staff. Geneva: World Health Organization; 2003.
Available from URL: http://www.who.int/
mediacentre/release/2003/pr22/en/print.html.
Accessed April 11, 2003.
2. World Health Organization. Severe acute
respiratory syndrome (SARS). Wkly Epidemiol
Rec 2003; 78: 81-3.
3. Poutanen SM, Low DE, Henry B, Finkelkstein S,
Rose D, Green K, et al. 2003. Identification of
severe acute respiratory syndrome in Canada. N
Engl J Med 348. Available from URL: http://
www.nejm.org. Accessed April 10, 2003.
4. World Health Organization. Cumulative number
of reported probable cases of severe acute
respiratory syndrome (SARS). Geneva: World
Health Organization; 2003. Available from URL:
http://www.who.int/csr/sarscountry/2003_5_03/
en/print.html. Accessed May 4, 2003.
5. World Health Organization. Coronavirus never
before seen in humans is the cause of SARS.
Geneva: World Health Organization;.2003.
Avaiable from URL: http://www.who.int/
mediacentre/release/2003/pr31/print. html.
Accessed April 30, 2003.
6. World Health Organization. Case definitions for
surveillance of severe acute respiratory syndrome
(SARS). Geneva: World Health Organization.
Available from URL: http://www.who.int/csr/sars/
casedefinition/en/print.html. Accessed April 29,
2003.
7. Ksiazek TG, Erdman D, Goldsmith C, Zaki SR,
Peret T, Emergy S, et al. A novel coronavirus
associated with severe acute respiratory syndrome.
N Engl J Med 2003; 348. Available from URL:
http://www.nejm.org. Accessed April 30, 2003.
8. Drosten C, Gunther S, Preiser W, van der Werf S,
Brodt H-R, Becker S, et al. Identification of a novel
coronavirus in patients with severe acute
respiratory syndrome. N Engl J Med 2003; 348.
Available from URL: http://www.nejm.org.
Accessed April 30, 2003.
9. Peiris JSM, Lai ST, Poon LLM, Guan Y, Yam
LYC, Lim W et al. Coronavirus as a possible cause
of severe acute respiratory syndrome. Lancet
2003;361:13139-25.
10. Laude H, van Reeth K, Pensaert M. Porcine
respiratory coronavirus: molecular features and
virus-host interaction. Vet Res 1993;24: 125-50.
11. World Health Organization. 2003. Status of
diagnostic test, significance of super-spreaders,
situation in China. Communicable Disease
Surveillance and Response. Available from URL:
http://www. who. int/csr/sars/en/print. html.
Accessed April 17, 2003
12. World Health Organization. Management of
severe acute respiratory syndrome (SARS).
Geneva: World Health Organization; 2003.
Available from URL: http://www.who.int/csr/sars/
management/en/print.html. Accessed May 1,
2003.
Surjawidjaja SARS epidemi baru
82

Anda mungkin juga menyukai