Anda di halaman 1dari 38

1

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL, PEMERIKSAAN PENUNJANG, DAN


LABORATORIUM FORENSIK
Yurike Octovia Maani, S.Ked
A. Definisi Pemeriksaan Laboratorium Sederhana
Tidak ada literatur yang secara jelas membatasi kata sederhana pada
pemeriksaan laboratorium sederhana forensik ini, untuk itu kami membatasinya sendiri,
yaitu pemeriksaan laboratorium yang dalam pengerjaannya mudah, dengan alat dan
reagen yang murah dan mudah didapat namun memberi nilai manfaat yang besar.
B. Macam-macam Pemeriksaan Laboratorium Sederhana dan Pelaksanaannya
1. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling
sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer
pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah
ini sangat berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil.
(1)

Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu
identifikasi pemilik darah tersebut.
Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita
harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu
perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
Bercak tersebut benar darah
Darah dari manusia atau hewan
Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan diatas, harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut :
a. Persiapan
Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam
dalam larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam fisiologis
bila menempel pada pakaian.
b. Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test)
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya positif
saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
2

Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H
2
O
2
> H
2
O + O
n

Reagen -> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi
benzidine dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan
jenuh Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin
digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan
dipanaskan dengan biji biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang tidak
berwarna.
(1)

Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada kedua
reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah.
(2)

1) Reaksi Benzidine (Test Adler)
(1), (2)

Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers (1904).
Tes Benzidine atau Test Adler lebih sering digunakan dibandingkan dengan tes
tunggal pada identifikasi darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang
paling baik yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat
sensitif dan cukup bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap
tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan 1 tetes H
2
0
2
20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil: Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap
pada kertas saring.
2) Reaksi Phenolphtalein (Kastle Meyer Test)
(1)

Prosedur test identifikasi yang sekarang ini, mulai banyak menggunakan
Phenolphtalein. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901,1906), zat
ini menghasilkan warna merah jambu terang saat digunakan pada test
identifikasi darah.
Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung
diteteskan reagen fenolftalein.
Hasil:
3

Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah muda
pada kertas saring.
c. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi Pada Darah
(1), (2)

Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah
maka dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan
darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin) dan
hemokhromogen.
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan
bercak darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :
1) Cara kimiawi
Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa
yang diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal
hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan
mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes Takayama.
a) Test Teichman (Tes kristal haemin)
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan chloride
untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk kemudian
diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk belah-
belah ketupat dan berwarna coklat.
(1)

Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1 butir
kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan
dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.
(1)

Kesulitan :
Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas atau
terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.
b) Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan
menggunakan pyridine dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit gula
4

seperti glukosa, Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau hemokromogen
akan terbentuk.
(2)

Cara kerja:
Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak pada gelas
objek dan biarkan reagen takayama mengalir dan bercampur dengan
sampel. Setelah fase dipanaskan, lihat di bawah mikroskop.
Hasil :
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus berwarna
merah jambu yang terlihat dengan mikroskopik.
Kelebihan:
Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak
yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang menempel
pada baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif pada sampel
yang mempunyai hasil negative pada test Teichmann.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk
memastikan bercak tersebut berasal dari darah, yaitu :
c) Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan
juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca
obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Kemudian
pada satu sisi diteteskan aseton dan pada sisi lain di tetes kan HCL encer,
kemudian dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang
berwarna coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut
bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap
bercak darah yang struktur kimiawinya telah rusak, misalnya bercak darah
yang sudah lama sekali, terbakar dan sebagainya.
2) Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan
darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti human
globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap golongan
darah tertentu.
5

Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah)
dengan antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau
reaksi aglutinasi.
a) Test Presipitin Cincin
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana
antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan
ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak
bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum.
Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara
antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan
kedua cairan.
(1)

Hasil:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian
antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia
maka tidak akan muncul reaksi apapun.
b) Reaksi presipitasi dalam agar.
Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak,
dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat
lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi
oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke
lubang di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di
lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam.
Hasil :
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang
tengah dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest;
100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk
agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan
6

dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih.
Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang
dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet.

Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk
mengkonfirmasi bercak darah tersebut, yaitu :
3) Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca
penutup, lihat dibawah mikroskop.
Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau
Giemsa.
Hasil :
Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat
menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut.
Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak
berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti
Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat
dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Kelebihan:
Dapat terlihatnya sel sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat adanya
drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.

Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak merah benar
bercak darah dan benar bercak darah manusia, meliputi :
1) Penentuan Golongan Darah
American Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah
sebagai kumpulan antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun, golongan
darah secara genetic dikontrol dan merupakan karakteristik yang seumur hidup
dapat diperiksa karena berbeda pada tiap individual.
Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran.
7

Bercak dengan sel darah merah masih utuh.
Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen
yang masih dapat di deteksi;
Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi
namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.
Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga sudah
tidak dapat dideteksi.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh :
Penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada
penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum
ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada
suatu antiserum merupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh bila
terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut
adalah A.

Figure1. Penentuan golongan darah ABO cara makroskopik
Bila sel darah merah sudah rusak :
Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis
aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil
dibandingkan dengan aglutinin. Di antara system-sistem golongan darah, yang
paling lama bertahan adalah antigen dari system golongan darah ABO.
Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi,
absorpsi elusi atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara
absorpsi elusi dengan prosedur sebagai berikut:
(2)

Cara pemeriksaan :
8

2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan
metil alcohol selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering.
Selanjutnya dilakukan penguraian benang tersebut menjadi serat-serat halus
dengan menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga terhadap benang yang
tidak mengandung bercak darah sebagai control negative.
Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung
pertama diteteskan serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B
hingga serabut benang tersebut teredam seluruhnya. Kemudian tabung-
tabung tersebut disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat
Celcius selama satu malam.
Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4
derajat Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel
indicator (sel daram merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B
pada tabung kedua), pusing dengan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit.
Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan kemudian tambahkan 1-2
tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada suhu 56 derajat Celcius
selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung lain. Tambahkan 1
tetes suspense sel indicator ke dalam masing-masing tabung, biarkan selama
5 menit, lalu pusing selama 1 menit pada kecepatan 1000 RPM.
Hasil :
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi
berarti darah mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.
Pemeriksaan golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus
paternitas. Hal ini berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa
antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat
pada salah satu atau kedua orang tuanya. Orang tua yang homozigotik pasti
meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada anaknya. (Anak dengan
golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang tua yang bergolongan
darah AB).
Perlu diingat bahwa Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan
(probabilitas), sehingga penentuan ke-ayah-an dari seorang anak tidak dapat
dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan
ayah seorang anak (singkir ayah/paternity exclusion).

9

Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan
pemeriksaan darah sebagai berikut :
a) Pemeriksaan CO (karbon monoksida)
(2)

Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes
darah korban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol.
Encerkan masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air sehingga
warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.
Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%,
lalu dikocok. Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau
kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang
mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu,
tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb lebih bersifat resisten
terhadap pengaruh alkali. COHb dengan kadar saturasi 20% memberi
warna merah muda (pink) yang bertahan selama beberapa detik, dan
setelah 1 menit baru berubah warna menjadi coklat kehijauan.
Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol
dalam uji dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan
gunakan darah foetus karena dikatakan bahwa darah foetus juga bersifat
resisten terhadap alkali.
Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).
Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama
banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan
terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung
reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya.
Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna coklat.
Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)
Prinsipnya sebagai berikut :
Darah + Kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl
2
+ H
2
O Pd + CO
2
+ HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan
berwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut
10

dengan warna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap darah dengan
kadar COHb yang diketahui, maka dapat ditentukan konsentrasi COHb
secara semi kuantitatif
b) Pemeriksaan Alkohol
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti
hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah.
Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua.
Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol
dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan
serebrospinalis.
Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar
alkohol dalam darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum
alkohol. Pada mayat, alkohol dapat didifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya
termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksikologik, diambil
darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau femoralis).
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah yang
cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai
berikut :
Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie
dibuat dengan melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml
air. Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk.
Encerkan dengan 500 ml akuades. Sebarkan 1 ml darah yang akan
diperiksa dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 ml kalium
karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah
bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi
selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati
perubahan warna pada reagen Antie.
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan warna hijau
kekuningan sekitar 300mg %.
Kadar alkohol darah yang diperoleh dari pemeriksaan belum
menunjukkan kadar alkohol darah pada saat kejadian. Hasil ini akibat dari
11

pengambilan darah dilakukan beberapa saat setelah kejadian, sehingga yang
dilakukan adalah perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian. Meskipun
kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%, namun pada perhitungan harus juga
dipertimbangkan kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalah perkiraan
kecepatan eliminasi. Gruner (1975) menganjurkan angka 10 mg% per jam
digunakan dalam perhitungan. Sebagai contoh, bila ditemukan kadar alkohol
darah 50mg% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan memberikan angka
80 mg% pada saat kejadian.

c) Pemeriksaan Insektisida
(2)

Untuk pemeriksaan toksikologik insektisida perlu diambil darah, jaringan
hati, limpa, paru-paru dan lemak badan.
Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan
cara tintimeter (Edson) dan cara paper-strip (Acholest).

Cara Edson : berdasarkan perubahan pH darah
AChE
Ach > kolin + asam asetat
Ambil darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-biru,
diamkan beberapa saat maka akan terjadi perubahan warna. Bandingkan
warna yang timbul dengan warna standar pada comparator disc (cakram
pembanding), maka dapat ditentukan AchE dalam darah.
Table. Interpretasi Hasil pada Tes Edson.
% aktifitas AchE darah Interpretasi
75% 100% dari normal Tidak ada keracunan
50% 75% dari normal Keracunan ringan
25% 50% dari normal Keracunan
0% 25% dari normal Keracunan berat

Cara Acholest :
Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest
bersamaan dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest
12

sudah terdapat Ach dan indikator. Waktu perubahan warna pada kertas
tersebut dicatat. Perubahan warna harus sama dengan perubahan warna
pembanding (serum normal) yaitu warna kuning telur.
Interpretasi :
Kurang dari 18 menit tidak ada keracunan
20-35 menit keracunan ringan
35-150 menit keracunan berat
Kromatografi lapisan tipis (TLC)
Kaca berukuran 20 x 20 cm, dilapisi dengan absorben gel silikat
atau dengan aluminium oksida, lalu dipanaskan dalam oven 110 derajat
celcius selama 1 jam.
Filtrat yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan
korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca. Disertai dengan tetesan
lain yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai
pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-
Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan
daya kapilaritas maka pelarut akan ditarik ke atas sambil melarutkan
filtrat-filtrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan
reagensia Paladium klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan
Difenilamin 0,5% dalam alkohol.
Hasilnya :
Warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi.
Warna hijau dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat. Untuk
menentukan jenis dalam golongannya dapat dilakukan dengan
menentukan Rf masing-masing bercak.
Rf = jarak yang ditempuh bercak
Jarak yang ditempuh pelarut
Angka yang didapat dicocokan dengan standar, maka jenisnya dapat
ditentukan. Dengan membandingkan besar bercak dan intensitas warnanya
dengan pembanding, dapat diketahui konsentrasi secara semikuantitatif.
d) Pemeriksaan Sianida
Uji kertas saring.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, biarkan
hingga menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah korban,
13

diamkan sampai agak mengering, kemudian teteskan Na
2
CO
3
10 % 1 tetes. Uji
positif bila terbentuk warna ungu.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HNO
3
1%, kemudian ke dalam
larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah itu kertas saring dipotong-potong
seperti kertas lakmus. Kertas ini dipakai untuk pemeriksaan masal pada pekerja
yang diduga kontak dengan CN. Caranya dengan membasahkan kertas dengan
ludah di bawah lidah. Uji positif bila warna berubah menjadi biru. Hasil uji
berwarna biru muda meragukan sedangkan bila warna tidak berubah (merah
muda) berarti tidak dapat keracunan.
Kertas saring dicelup ke dalam larutan KCL, dan dipotong kecil-kecil.
Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah korban, bila positif maka warna akan
berubah menjadi merah terang karena terbentuk sianmethemoglobin.

2. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Mani & Spermatozoa
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas.
Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair
dalam waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan
mani 3 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion
dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang
khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai
120 juta per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4
5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36
jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari.
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :
Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor
atau vagina yang diambil dari forniks posterior
Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan
adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan
cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina
menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan
14

diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau
bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum
saja.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
a. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma
- Bahan pemeriksaan : cairan vagina
- Metode pemeriksaan :
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna
untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup.
Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan
spermatozoa
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang
waktu ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan
bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang kadang sampai 6 hari
pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga
2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Dengan Pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus
tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :
Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara, dan
fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api, warnai
dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air,
warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 % dalam air, tunggu selama 1 menit,
cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
15

Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
berwarna hijau
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini
terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.

b. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari
ditemukan cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang
banyak terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium :
1) Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah
bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu
dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan
pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan
tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil
fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin
menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan
yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
Asam asetat glasial 10 ml (3)
Askuades 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
16

Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam
botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat
bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu
reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih
dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan
waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena
intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna
serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim
tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani.
Bila 30 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis.
Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat
cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi
spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan
waktu reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan
jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.
2) Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan
spermatozoa atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Dasar :
Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan :
17

Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah
mikroskop.
Hasil :
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk
jarum dengan ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari
tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil
postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan
hasil negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani.
3) Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :
Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen :
Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada
kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan
dengan pipet dibawah kaca penutup.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan
berbentuk jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi
yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
c. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani
Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi),
substansi golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur,
sekret vagina, cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan
mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2 100 kali). Hanya golongan sekretor
saja yang golongan darahnya dapat ditentukan dalam semen yaitu dilakukan
dengan cara absorpsi inhibisi.
Table. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari
forniks posterior vagina.
18

Golongan Darah Wanita
O A B AB
Substansi
sendiri
dalam
sekret
vagina
H
A
A + H
B
B + H
A + B
Substansi
asing
berasal dari
semen
A
B
A + B
B
H*
A
H*
H*
A + H
Hasil :
Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut
terdapat cairan mani.

d. Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian
1) Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada
sekitarnya. Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.
Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap
daripada sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan
mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1
bulan akan berwarna kuning sampai coklat.
Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi
kelabu yang berangsur-angsur menguning sampai coklat dalam waktu 1
bulan.
Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih.
Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi.
Flouresensi terlihat jelas pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari
serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen
yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.

19

2) Secara taktil (perabaan)
Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar.
3) Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)
Cara pemeriksaan :
Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada
bercak yang dicurigai selama 5 10 menit. Keringkan lalu semprotkan /
teteskan dengan reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan
kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui letak
bercak pada kain.
4) Uji pewarnaan Baecchi
Reagen dapat dibuat dari :
Asam fukhsin 1 % 1 ml
Biru metilen 1 % 1 ml
Asam klorida 1 % 40 ml
Cara Pemeriksaan :
Gunting bercak yang dicurigai sebesar 5 mm x 5 mm pada bagian pusat
bercak. Bahan dipulas dengan reagen Baecchi selama 2 5 menit, dicuci dalam
HCL 1 % dan dilakukan dehidrasi berturut-turut dalam alkohol 70 %, 80 % dan
95 100 % (absolut). Lalu dijernihkan dalam xylol (2x)dan keringkan di antara
kertas saring.
Ambillah 1 2 helai benang dengan jarum.Letakkan pada gelas objek dan
uraikan sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan kaca penutup dan
balsem Kanada. Periksa dengan mikroskop pembesaran 400 x.
Hasil :
Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala berwarna
merah dan ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel pada serabut
benang.

Pemeriksaan Pria Tersangka
Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan
persetubuhan dengan seseorang wanita.
Cara lugol
20

Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada
bagian kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen
menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan agar
uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan sel-sel
epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung banyak
glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran
besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-
cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter
kira-kira 1 yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu
dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah
berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka
pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita
dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan
terhadap korban
Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual
terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.

3. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Lainnya
a. Air Liur
(2), (9)

Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur
(saliva) terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid, ion-ion
anorganik seperti tiosianat, klorida dan lain lain.
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk
kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah pengigitnya.
Golongan darah penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat
ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi.
Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh dari
laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti H dapat
dibuat dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam mortir. Tiap 1 g biji-
bijian ditambahkan 10 ml salin. Kemudian campuran tadi dikocok dengan mesin
21

pengocok selam 1 jam dan dipusing selama 5 menit dengan kecepatan 3000
RPM. Cairan supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan.
Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah
diketahui golongan sekretor atau non sekretor.
Cara absorpsi inhibisi :
Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan tempatkan
air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam tabung reaksi, lalu panaskan
dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan ambil supernatant, bila mau
dimpan maka simpan pada suhu 20 C.
Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran
tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses absopsi.
Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan.
Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B
dan anti H dengan cara yang sama.
SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari 24
jam. Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum +
air liur.
Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.
b. Urine
1) Pemeriksaan untuk Timbal
(2)

Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 mikro gr/ 100 ml. Bila
lebih dari 70 mikro gr/100 ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih dari
100 mikro gr/100 ml berarti telah terjadi keracunan.
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin dapat
dengan cara sebagai berikut :
Ke dalam urin ditambahkan H
2
SO
4
encer sehingga terbentuk endapan
PbSO
4
berwarna putih, lalu disaring. Endapan ini tak larut dalam HNO3 tapi
larut dalam HCl atau NH4-asetat. Untuk pemeriksaan Pb dalam urin sebaiknya
digunakan urin 24 jam.
Dalam urin kadar Pb normal 0,5 mikro gr/ 100 ml. Pemaparan abnormal
bila sama atau lebih besar dari 8 mikro gr/ 100 ml, sedangkan keracunan bila
sama atau lebih besar dari 20 mikro gr/ 100 ml. Pada keracunan didapatkan
22

pula kadar koproporfirin 80 mikro gr/ 100 ml kreatin, dan d-ALA 2 mg/ 100
mg kreatin.
Uji Koproporfirin
Untuk mengetahui adanya koproporfirin dalam urin, dilakukan uji
sebagai berikut :
5 cc urin diasamkan dengan asam asetat glasial sehingga pH kurang
dari 4, kemudian ditambahkan 5 tetes H
2
O
2
3% dan 5 cc eter, lalu dikocok.
Lapisan air dibuang dan lapisan eter diambil, ditambahkan ke dalam 1 cc HCl
1,5 N, kocok, lapisan asam diambil, lihat dengan sinar UV. Bila berwarna
merah berarti terdapat koproporfirin, jika biru atau biru muda berarti negatif.
Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan
untuk skrining masal.

2) Pemeriksaan untuk Alkohol
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bau alkohol bukan
merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol dari udara
ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua. Untuk korban
meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak,
hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan serebrospinalis.
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam urin yang
cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai
berikut :
Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat
dengan melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian
tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml
akuades. Sebarkan 1 ml urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan
masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi
berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya urin
bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1
jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan
warna pada reagen Antie.
23

Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna
kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan
warna hijau kekuningan sekitar 300mg %.

4. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Rambut
(2), (6), (7), (8)

Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik
(kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.
Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya terletak
korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan pigmen. Di tempat yang
paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung pigmen dalam jumlah
terbanyak.
Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk
kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25
mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar atau menonjol.
Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada hewan
padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut hewan dengan diameter
rambut manusia, indeks medula rambut manusia adalah 1:3, sedangkan indeks medula
rambut hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medula merupakan
pemeriksaan terpenting untuk membedakan rambut manusia dari rambut hewan.
Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas rambut kepala;
alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot; rambut badan; rambut ketiak dan
rambut kemaluan. Umumnya tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis
rambut tersebut di atas.
Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan panjang dengan
penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval atau elips
(pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata dan bulu hidung umumnya relatif kasar,
kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar
sedangkan rambut badan halus dan pendek.
Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar, bagian tengah
dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut, rambut akan terlihat utuh disertai
dengan jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas sendiri mempunyai akar yang
mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda tajam, dengan
mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat
terputus tidak rata.
24

Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk jenis kelamin.
Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus dilakukan pemeriksaan
terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan orcein. Pada rambut wanita dapat
ditemukan adanya kromatin seks pada inti sel-sel tersebut.
Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen pada rambut sukar
sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa bila usia bertambah maka rambut
akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade kedua atau
ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan
pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse. Rambut ketiak dan rambut
kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.
Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian tubuh manusia
yang dapat memberikan banyak informasi bagi kepentingan peradilan, antara lain
tentang :
saat korban meninggal dunia
sebab kematian
jenis kejahatan
identitas korban
identitas pelaku
benda/ senjata yang digunakan
Informasi tersebut di atas diperoleh dengan meneliti sifat-sifat gambaran
mikroskopik serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat trauma atau racun
tertentu.
a. Saat meninggal dunia
Sifat- sifat dari rambut dapat dipakai untuk menentukan saat kematian korban
antara lain :
Tingkat pertumbuhannya, yaitu sekitar 0,4 mm per hari
Pertumbuhan tersebut akan berhenti jika orang meninggal dunia.
Atas sifat tersebut maka saat kematian dapat diperhitungkan asalkan
diketahui kapan korban terakhir kali mencukur rambutnya.
Memang ada pendapat yang menyatakan bahwa rambut orang yang
baru saja meninggal dunia masih dapat tumbuh menjadi lebih panjang, tetapi
sebetulnya bertambah panjangnya rambut tersebut disebabkan oleh
menuyusutnya kulit.
Lepasnya rambut akibat pembusukan.
25

Jika kematian sudah berlangsung 48 72 jam maka rambut kepala
akan mudah lepas.
Perubahan warna
Perubahan warna rambut juga dapat dipakai untuk memperkirakan
saat kematian. Pada penguburan yang dangkal perubahan warna terjadi
sesudah 1 3 bulan, sedang pada penguburan yang dalam sesudah 6 12
bulan.
b. Sebab kematian
Informasi tentang sebab kematian juga dapat diperoleh melalui rambut
mengingat beberapa racun tertentu, terutama racun metalik, disimpan di bagian
tubuh tersebut.
c. Jenis kejahatan
Mengenai jenis kejahatan yang terjadi dapat diperkirakan dengan melihat
macam rambut yang ditemukan. Adanya rambut pubes pada tubuh korban
memberikan dugaan adanya tindak pidana perkosaan atau tndak pidana seksual
lainnya dan adanya rambut binatang pada tubuh manusia atau sebaliknya juga dapat
memberikan perkiraan adanya bestialiti.
d. Identitas korban
Rambut mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia
sehingga dapat dijadikan sarana identifikasi bagi mayat-mayat tidak dikenal yang
sudah membusuk. Meskipun tak dapat memberikan identitas personal tetapi dari
rambut paling tidak dapat ditemukan umur, jenis kelamin, ras, dan sebagainya.
e. Identitas pelaku
Rambut juga dapat dipakai sebagai sarana identifikasi guna mengetahui
identitas pelakunya. Sebagaimana diketahui bahwa pada tindak pidana perkosaan
dan pembunuhan, sering ditemukan rambut pelaku tertinggal atau berhasil dijambak
oleh korban sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi.
f. Benda/ senjata yang digunakan
Kerusakan pada rambut kadang-kadang menunjukkan ciri-ciri tertentu.
Pukulan di kepala dapat meninggalkan kerusakan kortikal pada rambut, sedangkan
tembakan senjata api dapat menyebabkan kebakaran pada rambut. Rambut yang
terbakar tersebut akan terlihat, hitam, rapuh, terpilin atau menjadi keriting dan
menimbulkan bau yang khas.
26

Keadaan pangkal rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk bagaimana
rambut itu lepas. Pada pangkal rambut yang lepas secara alami akan terlihat atrofi,
sedang pada rambut yang dicabut secara paksa akan mengalami robekan pada
sarung rambut dan pada bulbus akan terlihat tak teratur.
Ditemukannya rambut pada senjata juga dapat memberi petunjuk tentang
adanya kaitan antara senjata itu dengan kasus pembunuhan dan ditemukannya
rambut pada kendaraan bermotor juga dapat meberi petunjuk tentang keterlibatan
kendaraan tersebut dalam peristiwa tabrakan.
Jika ditemukan rambut yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan maka
hendaknya rambut tersebut diperiksa dengan teliti untuk mengetahui :
1. Keaslian rambut
Pemeriksaan keaslian rambut perlu dilakukan mengingat adanya berbagai
serat yang bentuk dan warnanya mirip rambut.
Rambut yang utuh biasanya terdiri atas akar, batang dan ujung. Akar ranbut
terdiri atas jaringan ikat longgar sedangkan batang rambut terdiri atas kutikula,
korteks dan medula. Serat yang bukan berasal dari rambut tidak mempunyai
susunan seperti itu. Serat sintetis misalnya, gambaran mikroskopiknya terlihat
homogen.
2. Penentuan rambut manusia atau bukan
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa serat itu rambut maka langkah
selanjutnya adalah menentukan apakah rambut tersebut berasal dari manusia atau
hewan.
Ciri rambut manusia yaitu halus dan tipis, kutikula mempunyai sisik kecil
dan bergerigi, medula sempit atau kadang-kadang tak ada, kortek tebal, index
medulla kurang dari 0,3 dan pigmennya lebih ke arah perifer. Sedangkan, ciri
rambut binatang ialah kasar dan tebal, kutikula mempunyai sisik lebar dan
polihidral, medula lebar, kortek tipis, index medulla lebih dari 0,5 dan pigmennya
di perifer maupun di sentral. Dengan tes presipitasi akan dapat dibedakan dengan
tepat antara rambut manusia dan rambut binatang.
3. Identifikasi
Jika sudah dapat dipastikan rambut manusia maka pemeriksaan lanjutan
perlu dilakukan untuk menentukan siapa pemiliknya. Perlu diketahui bahwa
rambut mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia
sehingga dapat dijadikan salah satu sarana identifikasi bagi mayat-mayat yang
27

sudah membusuk. Meskipun tak dapat memberikan identitas personal seperti
halnya sidik jari, tetapi dapat memberikan identitas umum, antara lain :
a. Umur
Umur dari pemilik rambut dapat ditentukan dengan memeriksa
rambut tersebut berdasarkan tempat tumbuh dan warnanya.
Tumbuhnya rambut di berbagai bagian tubuh berbeda-beda
waktunya. Rambut pubis dan rambut ketiak misalnya, tumbuh pada masa
adolesen. Selain itu warna rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk umur
dari pemiliknya. Pada orang-orang tua warna rambut akan berubah menjadi
putih. Rambut lanugo pada bayi baru lahir mempunyai sifat halus, tidak
berpigmen, tak bermedula dengan pola sisik yang lebih seragam.
b. Jenis kelamin
Melalui berbagai pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan jenis
kelamin dari pemilik rambut. Rambut laki-laki pada umumnya lebih kaku,
lebih kasar dan lebih gelap. Sedang rambut wanita umumnya halus, panjang
dan meruncing ke arah ujung.
Dari distribusinya juga dapat ditentukan jenis kelaminnya. Rambut
jenggot, rambut dada dan kumis adalah khas rambut laki-laki. Penyebaran
rambut pubis antara laki-laki dan wanita juga menunjukkan gambaran yang
berbeda.
c. Ras
Untuk menentukan jenis rasnya dapat dilihat dari warna, panjang,
bentuk dan susunan rambut. Rambut orang Eropa misalnya, berwarna
pirang, kecoklatan atau kemerahan.

5. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Lain

a. Isi Lambung
Pemeriksaan sianida
(2)

1) Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).
Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer. Kertas
saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan guajacol
10% dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan 0,1% CuSO4
28

dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol. Bila isi
lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar KCL mudah
terurai. Botol tersebut dihangatkan. Bila hasil reaksi positif, akan terbentuk
warna biru-hijau pada kertas saring.
Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi lambung
mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini hanya untuk
skrining.
2) Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).
Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator.
5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO
4
10% rp + 3 tetes FeCl
3
5%,
Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat
tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)
3
, teruskan sampai endapan
larut kembali dan terbentuk biru berlin.

3) Cara Gettler Goldbaum.
Dengan menggunakan 2 buah flange (piringan), dan diantara kedua
flange dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting sebesar flange.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO
4
10% rp selama 5 menit,
keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa detik.
Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara kedua flange. Panaskan bahan dan
salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring ber-reagensia antara
kedua flange. Hasil positif bila terjadi perubahan warna pada kertas saring,
menjadi biru.

4) Kristalografi
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi
lambung di masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air
sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai
kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal
seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorinasi.
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal
veronal murni mencair pada suhu 191 C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa
obat yang ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat mempunyai
29

kristal yang khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi (reaksi warna
kobalt) dengan modifikasinya.

5) Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam sebuah
corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan HCl
sampai bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa menit.
Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang, barbiturat
terdapat dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan uapkan
sampai kering di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform untuk
melarutkan sisa barbiturat yang mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot plate.
Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan 2 tetes
isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan memberi
warna merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi gas cair (GLC), spektrofotometri
ultra-violet dan spektrofotofluorimetri.

b. Organ
(2)

1) Mata
Uji Nalorfin
Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau bukan, dapat
diketahui melalui Uji Nalorfin. Pemberian Nalorfin pada pecandu morfin akan
memperlihatkan midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi bila midriasis
tidak terjadi, maka belum tentu ia bukan pecandu.
Caranya :
Ukur diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaan ini di
dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemeriksaan dilakukan lagi
30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.

2) Paru paru
a) Pemeriksaan makroskopik paru.
30

Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung
atau telah mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus,
ternyata paru-paru sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir
hidup maupun lahir mati. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti
hati, konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar
(slack pleura). Berat paru kira-kira 1/70x berat badan.
Uji apung paru.
Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya
artefak pada sediaan histopotologi jaringan paru akibat manipulasi
berlebihan. Setelah organ leaher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan kedalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Kemudian paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kedalam air lagi,
dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu setiap lobus
dipisahkan dan di masukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. 5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke
dalam air, dan diperhatikan apakah mengapung ataukah tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat
mengapung oleh karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila
potongan kecil itu mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan
(dengan arah tekanan tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas
pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan
kembali ke dalam air dan di amati apakah masih mengapung atau tenggelam.
Bila masih mengapung berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak
akan keluar. Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada bayi
yang telah membusuk akan pecah dan udara residu keluar dan
memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil-
kecil, mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat
bersifat buatan (pernafasan buatan) ataupun alamiah, yaitu bayi yang sudah
bernafas walaupun kepala masih dalam vagina.
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati, karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresopsi.
31

Pada hasil negatif ini, pemeriksaan histopatologi harus dilakukan untuk
memastikan bayi lahir mati atau hidup. Hasil uji apung paru positif berarti
pasti lahir hidup.
Penyebab kematian. Penyebab kematian tersering pada pembunuhan
anak sendiri adalah mati lemas (asfiksia). Cara tersering dilakukan adalah
dengan cara pembekapan, penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan
dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari,
kopor dan sebagainya.
(2)

Lahir hidup dapat diketahui dari perangi paru-paru secara
makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis paru-paru anak
ayang dilahirkan hidup akan tampak mengembang dan menutupi kandung
jantung, tepintnya tumpul, warnaya merah ungu dengan gambaran mozaik,
lebih berat (1/35 berat badan, pada yang lahir mati atau belum bernafas berat
paru-paru sekitar1/70 berat badan), pada perabaan teraba derik udara atau
krepitasi, bila dimasukkan ke dalam air akan mengapung, bila diiris dan
dipijat akan banyak mengeluarkan darah dan busa. Sedangkan secara
mikroskopik akan tamak jelas adanya pengembangan dari kantung-kantung
hawa (alveoli).
(7)


b) Mikroskopik paru-paru.
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan
fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan
melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke
dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologi. Biasanya dibuat pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk
digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya
tonjolan (projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak
seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak
kapiler yang berisi banyak darah.
Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah
membusuk, dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-
serabut retikuler pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti
32

rambut keriting, sedangkan pada projection berjalan dibawah kapiler sejajar
dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open
loops). Pada paru bayi baru lahir mati mungkin juga ditemukan tanda inhalasi
cairan amnion yang luas karena asfiksi intrauterin.
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang
lengkap, yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda
kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali
pusat dipotong dan uri dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma
sudah turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
Pemeriksaan paru lainnya adalah :
(2)

1) Pemeriksaan diatom :
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat
(SiO2) yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai
dalam air tawar, air laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama
diatom akan masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan,
kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan
dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tersebar ke seluruh
jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila
mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan
ginjal, otot skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada
hati dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal
dari saluran pencernaan terhadap air minum atau makanan.

2) Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru
Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru
terendam, diamkan kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur.
Kemudian dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat
pekat samapi terbentuk dan cairan dipusing dalam centrifuge.
Sediment yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali
dan hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila
33

pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20
per satu sediaan; atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.

3) Pemeriksaan Getah Paru
Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer,
ambil sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca
objek, tutup dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop. Selain
diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya.

4) Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam
darah sehingga dapat diketahui apakah korban meninggal di air tawar
atau air asin. Darah yang diambil adalah darah dari jantung jenazah.
Pada peristiwa tenggelam di air tawar ditemukan tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih
serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut
tenggelam tipe II A. Sedangkan pada peristiwa tenggelam di air asin
terjadi gangguan elektrolit dan ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dari pada jantung kanan dan
ditemukan buih serta benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis
ini disebut tenggelam tipe II B
(6)

3) Lain-Lain
(2)

a) Pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku
meningkat.
Nilai batas normal kadar As adalah sebagai berikut :
Rambut kepala normal : 0,5 mg/ kg BB
Curiga keracunan : 0,75 mg/ kg BB
Keracunan akut : 30 mg/ kg BB
Kuku normal : sampai 1 mg/ kg BB
Curiga keracunan : 1 mg/ kg BB
Keracunan akut : 80 mikrog/ kg BB
Dalam urin, Arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah
diminum, dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari. Pada keracunan
34

kronik, Arsen tidak diekskresikan terus menerus (intermitten) tergantung
pada intake. Titik-titik basofil pada eritrosit dan lekosit muda mungkin
ditemukan pada darah tepi, menunjukkan beban sum-sum tulang yang
meningkat. Uji Kopro-porfirin urin akan memberikan hasil positif. Kematian
dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi dan infeksi.

Uji Reinsch
Berdasarkan Hukum Deret Volta (sebagian deret Volta adalah : K Na
Ca Mg Al Zn Fe Pb H Cu As Ag Hg Au), unsur yang letaknya di sebelah
kanan akan mengendap bila ada unsur yang letaknya lebih kiri dalam larutan
tersebut. Letak As dalam deret adalah lebih kanan daripada Cu.
Cara pemeriksaan :
10 cc darah + 10 cc HCl pekat dipanaskan hingga
terbentuk AsCl3. Celupkan batang tembaga ke dalam
larutan, akan terbentuk endapan kelabu sampai hitam
dari As pada permukaan batang tembaga tersebut. Untuk
membedakan dari Ba, digunakan sifat sublimasi As.

b) Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narkotika
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin (tidak dapat diambil ginjal),
cairan empedu dan jaringan sekitar suntikan.
Isi lambung diambil jika ia menggunakan narkotika per-oral, demikian pula
hapusan mukosa hidung pada cara sniffling. Semprit bekas pakai dan sisa obat
yang ditemukan harus pula dikirim ke laboratorium.
Pada pemakain cara oral, morfin akan cepat dikonjugasi oleh asam
glukoronat dalam sel mukosa usus halus dan hati sehingga bahan sebaiknya
dihidrolisis terlebih dahulu.
Terhadap barang-barang bukti seperti bubuk yang diduga mengandung
morfin, heroin atau narkotika lainnya, dapat dilakukan berbagai pengujian.
Pengujian tersebut hanya dapat dilakukan terhadap benda bukti yang masih berupa
preparat murni atau pada tempat suntikan bila ternyata di tempat tersebut masih
terkumpul narkotika yang belum diserap dan tidak dapat dilakukan terhadap bahan
biologis seperti urin, darah, cairan empedu dan lain-lain.
- Uji Marquis :
35

Kepekaan uji ini adalah sebesar 1 0,025 mikro gram. Reagen dapat
dibuat dari 3 ml asam sulfat pekat ditambah 2 tetes formaldehid 40 %. Pada
umumnya semua narkotika akan memberikan reaksi warna ungu. (Morfin,
heroin dan codei + Marquis ungu; Pethidine + Marquis jingga).
Untuk heroin, dapat dilakukan pengujian yang lebih khas :
10 tetes campuran asam nitrit pekat dan 85% asam fosfor yang memiliki
perbandingan 12:38 diletakkan dalam tabung centrifuge ukuran 5 ml, kemudian
ditambahkan 3,25 ml kloroform dan diputar selama 30 detik.
Perhatikan lapisan warna di dasar tabung yang timbul setelah 10 menit:
Hijau muda = negatif.
Kuning muda = 10 mikro gram.
Kuning coklat = 1 mg.
Merah coklat gelap = 10 mg.
- Uji mikrokristal :
Uji ini lebih sensitif dan lebih khas jika dibandingkan dengan reaksi warna
Amrquis.
Caranya :
1 tetes larutan narkotika ditambahkan reagen dan dengan mikroskop, dilihat
kristal apa yang terbentuk.
Hanging microdrop technique merupakan modifikasi untuk narkotika
dengan pembentukan kristal agak lama.
Contoh :
Morfin + reagen kalium kadmium yodida (1 gr kadmium yodida + 2 gr
kalium yodida) kristal berbentuk jarum.
Kepekaan uji : 0,01 mikrogram
Morfin + kalium triodida kristal berbentuk pirirng.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
Heroin + merkuri klorida kristal berbentuk dendrit.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
Heroin + platinum klorida kristal berbentuk roset.
Kepekaan uji : 0,25 mikrogram
Pethidin + asam pikrat pekat kristal berbentuk roset berbulu.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram

36

c) Untuk menentukan barbiturat dalam organ tubuh
(2)

Untuk pemeriksaan toksikologik, bahan yang harus dikirim ialah isi
lambung, darah hati atau perifer, urin, ginjal, hati, sebagian otak dan lemak pada
kasus keracunan barbiturat golongan kerja sangat singkat.
Ada 5 macam metode ekstraksi (Moghrabi & Curry), dan yang memberikan
hasil terbaik ialah ekstraksi langsung dengan kloroform. Bila kadar dalam darah
sangat rendah maka metode yang diapakai adalah metode asam tungstat.
Konsentrasi barbiturat dalam otak, hati dan ginjal menunjukkan jumlah yang
besar sedangkan dalam otot dan tulang-tulang sedikit. Konsentrasi barbiturat yang
terbesar terdapat dalam otak dan hati yang bervariasi antara 2,5-8 mg/100 gr
jaringan.
Dalam keadaan mayat yang membusuk lanjut, barbiturat masih tetap dapat
ditentukan (lebih kurang 25 % dari konsentrasi semula) sehingga dalam
melakukan penarikan kesimpulan, hal ini perlu diperhitungkan.

d) Pemeriksaan pada senjata api
a. Uji difenhidramin
(2)

Uji difenhidramin, terhadap adanya nitrat dan pemeriksaan
spektrofotometri terhadap Sb pada tangan tersangka pelepas tembakan,
terutama pada senjata jenis revover merupakan salah satu cara pembuktian
terhadap pelaku penembakan.
b. Uji Parafin
(6)

Uji tradisional yang amata terkenal adalah tes Paraffin (tes Gonzalez,
yang menggunakan parafin), yang menggunakan parafin cair untuk
mengambil residu dari tangan dan kemudian menambahkannya dengan
diphenylamine.
Tes parafin tersebut sebetulnya tes yang tidak spesifik, sebab hanya
mendeteksi adanya nitrate dan nitrite saja sehingga tes ini juga dapat
memberikan hasil positif jika tangan tercemar tembakau, kacang-kacangan,
pupuk, atau obat-obatan.

c. Tes Harrison & Gilroy
(6)

Menggunakan kasa yang telah dibasahi dengan asam chlorida. Bedanya
dengan tes parafin adalah bahwa tes yang terakhir ini untuk mendeteksi
37

adanya unsur logam mercury, antimony, barium atau timah hitam. Tentu
harus diperhitungkan apakah pekerjaannya berkaitan dengan logam-logam
tersebut.

38

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Munim A Sidhi, Hertian S, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. 1
st
ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-
26: 136-37: 144-46: 16796
2. Sheperd R. Simpsons Forensic Medicine. 12
th
ed. New York: Oxford University Press,
Inc.; 2003. p. 58
3. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. 2
nd
ed. New York: Appleton-
Century-Croft, Inc.; 1954. p624-36: 389
4. Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta. 3
rd
ed. Jakarta : Media Aesculapius; 2003. p.233-36
5. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76
6. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174
7. Kubic TA, Petraco N. Microanalysis and Examination of Trace Evidence. In: James SH,
Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative
Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 264-66
8. Greenfield, Andrew and Monica M Sloan. Identification of Biological Fluids and Stains.
In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and
Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 203-20

Anda mungkin juga menyukai