Data Publikasi: 1. Matulessy, Andik. 2010. Menggalang Toleransi Guna Mereduksi Konflik Antar Umat Beragama. http://psikologi-politik.blogspot.com/2010/11/menggalang-toleransi-guna- mereduksi.html 2. Wiana, I Ketut. 2012. Mencari Solusi Idial dalam Menyikapi Konflik Agama dan Etnis di Indonesia. http://pandejuliana.wordpress.com/2012/03/04/menyikapi-konflik- agama-dan-etnis-di-indonesia/
Permasalahan-permasalahan konflik antar umat beragama seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih serius dari semua pihak, karena penyelesaian persoalan ini harus lebih komprehensif. Beberapa solusi tersebut antara lain: 1. Lebih cepat dan tanggap dalam memperhatikan berbagai ketidakpuasan yang terjadi di masyarakat. Sebagaimana diketahui ketidakpuasan (subjective dissatisfaction) menjadi faktor utama munculnya gerakan sosial (Matulessy, 1997). Selama masih banyak persoalan tentang ketidakadilan, pengangguran dan tekanan ekonomi dikaitkan atau dijadikan dasar munculnya konflik antar umat beragama. 2. Perlu tindakan hukum yang lebih tegas dan transparan pada pemicu kerusuhan. Selama ini ada kesan pelaku kerusuhan tidak pernah mendapatkan law enforcement yang sepadan, karena adanya kendala bukti dan saksi dalam kegiatan massa sulit didapatkan serta dukungan dari tokoh agama dan anggota kelompok agamanya membuat polisi sulit untuk memberikan punishment kepada mereka. 3. Meningkatkan komunikasi di antara umat beragama untuk mengurangi prasangka serta mempererat kerukunan. Komunikasi ini dalam bentuk dialog interaktif secara kontinu dengan tujuan untuk membangun kesadaran sebagai bagian dari masyarakat plural; kegiatan bersama untuk membangun rasa percaya di antara umat beragama, serta refleksi & renungan keagamaan untuk mensikapi perbedaan visi keagamaan. 4. Kesadaran dari para pemuka agama untuk tidak menjadikan agama sebagai alat politik Hal ini memang tidak mudah, karena politik berarti kekuasaan, dan agama merupakan kendaraan politik yang paling ampuh untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal sebagian besar pemeluk agama tergolong pada masyarakat level bawah, yang mengedepankan emosi pada para pemimpin agamanya (politik), ditambah dengan kekurangmampuan mengulas konflik dengan lebih bijaksana dalam tataran wacana, sehingga mudah sekali digiring pada aksi brutal untuk mempertahankan agamanya (pemimpin). Oleh karena itu pemimpin keagamaan diharapkan mengurangi perannya dalam politik atau tidak memunculkan pendapat yang sudah dirasuki oleh kepentingan politik. Selain itu menumbuhkan suasana yang sejuk serta tidak menguatkan klaim kebenaran yang mengarah pada fanatisme yang keliru. 5. Merubah Sistem Pemahaman Agama Cara umat memahami ajaran agamanyalah yang menyebabkan mereka menjadi termotivasi untuk melakukan konflik. Keluhuran ajaran agama masing-masing hendaknya tidak di retorikakan secara berlebihan. Retorika yang berlebihan dalam mengajarkan agama kepada umat masing-masing menyebabkan umat akan merasa dirinya lebih superior dari pemeluk agama lain. Arahkanlah pembinaan kehidupan beragma untuk menampilkan nilai-nilai universal dari ajaran agama yang dianut. Misalnya, semua agama mengajarkan umatnya untuk hidup sabar menghadapi proses kehidupan ini. Menjadi lebih tabah menghadapi berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan dalam menghadapi hidup ini. 6. Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama Kegiatan beragama seperti perayaan hari raya agama, umat hendaknya mengurangi bentuk perayaan dengan penampilan yang berhura-hura. Seperti menunjukan existensi diri secara berlebihan, bahwa saya adalah umat yang hebat dan besar banyak pengikut dll. Hal ini sangat mudah juga memancing konflik. Karena umat lain juga dapat terpancing untuk menunjukan existensi dirinya bahwa ia juga menganut agama yang sangat hebat dan luhur. 7. Jangan Menyalah Gunakan Jabatan Demi Agama Banyak oknum Pejabat kadang-kadang menjadikan jabatanya itu sebagai kesempatan untuk berbuat tidak adil demi membantu pengembangan agama yang dianut oleh pejabat bersangkutan. Dan menjadikan jabatanya itu sebagai media melakukan hal-hal yang hanya menguntungkan umat agama yang dianutnya.