Anda di halaman 1dari 6

Spinal vs anestesi epidural pada PEB

Telah diketahui secara umum bahwa anestesi epidural lebih aman daripada anestesi spinal
dalam penatalaksanaan preeklamsia berat karena anestesi epidural memberikan efek samping
hipotensi yang lebih rendah secara klinis, 6 penelitian mendapatkan efek hipotensi yang lebih
berat pada anestesi spinal dibandingkan anestesi epidural, namun penelitian mempertanyakan hal
ini, oleh visalyaputra et al, 16 kesimpulan ttg pasien preeklamsia berat mengalami hipotensi
berat setelah dilakukan anestesi spinal dibandingkan anestesi epidural, perbedaan ini tidak
signifikan secara klinis
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa pemberian vasopressor pada preeklamsia berat
mirip dengan perbandingan spinal dan anastesi epidural . 11, 17, 18(tabel 2) dan saat
dibandingkan CSW dengan anestesi epidural (tabel 3), 9 keterbatasan dalam penelitian ini adalah
sampel yang sedikit, 17 desain retrosoektif 11,18 dan populasi heterogen, mencapai cairan 11.
17, 18 dan vasopressor 11, 18, sebaliknya, visalyaputra et al, 16 yang lebih besar, multicenter
acak sampel dikontrol yg melibatkan 100 orang preeklamsi berat (tabel 2). Anestesi spinal diikuti
oleh kejadian tinggi (53% vs 23%, p<0.001) hipotensi (ditandai oleh T. darah systole
<100mmhg) selama 20 menit setelah dilakukan anestesi, namun perbedaan dosis pemberian
ephedrine sangat kecil ( grup epidural 6 mg vs grup spinal 12 mg; p = 0.025). dalam kedua grup
beberapa org dalam grup mungkin mendapat perlakuan yg beda dalam pemberian dosis
ephedrine. 19 penelitian tidak melaporkan perbedaan klinis yang signifikan dalam marker
neonatal wellbeing seperti skor apgar atau Ph arteri umbilical
Seperti yang ditekankan oleh the American Society of Anesthesiologists (ASA)20 and the
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), teknik anestesi neuroaxial
(kecuali efek samping anestesi) dalam kejadian cecar dalam keadaan darurat dibutuhkan,
manfaat tambahan dari labor epidural adalah mnurunkan penggunaan oksigen dan ventilasi
permenit selama stadium pertama dan kedua labor, dan dalam preeklamsi, meningkatkan aliran
darah (mencegah hipotensi) dan menurunkan katekolamin plasma maternal, konsekwensinya,
untuk kasus yang rumit seperti ibu melahirkan dengan preeklamsi, asa merekomendasikan
anestesi epidural atau spinal yang mungkin menghasilkan onset labor untuk membutuhkan
anestesi.






















Dalam preeklamsia anstesi spinal secara umum digunakan untuk Caesar saat tidak terdapat
kateter epidural atau terdapat kontra indikasi untuk anastesi neuraxial (seperti koagulopati
eklamsia dengan deficit neurologis presisten). Anastesi spinal memberikan efek yang lebih
cepatdibandingkan anstesi epidural atau CSE, yang dapat membrikan manfaat dalam keadaaan
gawat darurat. Dalam penatalaksanaan ketidakstabilan hemodinamik yang berat atau jika
dibutuhkan antisipasi saat operasi lama sebuah tehnik neuroaxial alternative seperti epidural ,
CSE atau anstesi spinal berkelanjutan harus dilakukan.
Spinal vs anestesi umum
Pada kebnyakan populasi kasus PEB, anastesi spinal lebih diutamakan dari pada anstesi
umum. Factor penting yang harus dipertimbangkan yaitu klinis dari hemodinamik ibu hamil,
keesulitan airway, stroke, spinal atau epidural hematom dan efek samping pada bayi yang
dilahirkan. Seperti dijelaskan sebelumnya pada pasien pasien PEB anastesi spinal mencetusan
hipotensi yang dapat ditatalaksana, resiko dari spinal/epidural hematom sangat rendah, dan tidak
ada bukti bahwa dapat membahayakan bayi yang dilahirkan. Sebaliknya komp[likasi dari
anastesi umum seperti krisis hipertensi stroke gangguan jalan nafas dapat mengakibatkan
pningkatan morbilitas dan mortalitas pasien kasus PEB. Olehkarna itu dalam kebanyakan kasus
preeklamsi berat yang tidak tedapat koagulopati atau trombositopeni resiko kegagalan atau
kesulitan dalam tatalaksana airway dan penundaan tatalaksana stroke pada ibu hamil selama
anastesi umum merupakan efek samping dari anstesi spinal yang dicetuskan oleh hipotensi atau
anastesi spinal/epidural hematom.
Edema faringeal post partum dan epiglottis mungkin terjadi pada ibu yang melahirkan
dengan preeklamsi, dan resiko kegagalan atau kesulitan melakukan laringoskop dan intubasi
dibandingkan ibu melahirkan tanpa preeklamsi. Luka karna dilakukanya laringoskop mungkin
dapat menyebabkan pendarahan yang dapat mengganggu tatalaksana airway meskipun resiko
anastesi umum pada ibu yang melahirkan dengan preeklamsi, resiko kegagalan tatalaksan airway
merupakan alas an untuk penggunaan anastesi neuraxial. Analisa dari inggris dari tahun 2006-
2008 menyimpulkan bahwa tatalaksana yang buruk dari preeklamsia merupakan penyebab utama
yang dapat mengakibatkan kematian bayi
Preeklamisa berat juga dapat menyebabkan stroke hemoragik post partum. Selama
laringoskopi direct dan intubasi, ibu melahrikan dengan preeklamsi berat mengalami penigkatan
aliran darah arteri dan viskositas arteri serebral medial dibandingkan dengan ibu melahirkan
yang sehat. Hipertemsi serebral mungkin mengakibatkan stroke hemoragik. Stroke hemoragik
merupakan penyebab utama pasien dengan preeklamsi berat berdasarkan kesimpulan dari pusat
ibu hamil dan bayi dari Negara inggris jika anstesi umum dibutuhkan peralatan harus selalu
tersedia untuk tatalaksana airway yang sulit dan setiap pencegahan harus dilakukan untuk
mengatasi efek hemodinamik dari laringoskopi (via bolus obat anti hipertensi atau remifentanyl)
Sebuah penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan efek terhadap ibu hamil atau
neunatus dengan anstesi umum pada preeklmasi berat Dyer at al. berdasarkan penurunan arteri
umbilical dan tanda lain dari ibu hamil dan neunatus pda 70 pasien preeklamsi yang dilakukan
Caesar dilakukan untuk mengamati letak jantung bayi, yang mendapatkan anastesi spinal
maupun anstesi umum. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui perbedaan deefisit arteri
umbilical lebih dari 8 meq/liter yang artinya penurunan arteri umbilical yang normal unutk
kelahiran melalui vagina (<10) meskipun grup spinal memiliki rata rata deficit arteri umbilical
yang lebih tinggi (7,1 vs 4,7 mEq/liter), p= 0,02 dan ph arteri umbilical yang lebih rendah (7,20
vs 7,23 , p=0,046). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam neunatus yaitu resusitasi
neunatus, afgar score <7 ph arteri umbilcal < 7,2 dan kebutuhan neunatus terhadap ventilas detak
jantung dan tekanan darah arteri juga tidak terlalu berbeda diantara kedua grup.
Meskipun begitu dalam penelitian dyer at al dosis efedrin (14 vs 3 mg , p= 0,002 yaitu lebih
tinggi dalam grup anastesi spinal). Penulis menyimpulkan bahwa tidak terdapat hu7bungan
diantara penggunaan efedrin dan penurunan deficit neunatus dikedua grup. Catatan khusus
setelah analisis didapatkan bahwa meskipun TD diastole mencapai 110 mmhg tidak terdapat
deficit neunatus, namun tidak diketahui observasi klinis yang dilakukan terutama sejak penelitian
tidak dilakukan untuk mengamati pasien ini. PH arteri umblikal yang lebih rendah dalam grup
spinal dengan dosis efedrin yang lebih tinggi dianjurkan oleh penulis. Obat yang
direkomendasikan adalah phenilephrin sebagai vasopressor lini pertama dalam preeklamsi berat.
Rekomendasi ini didapatkn setelah ditemukan bahwa dalam beberapa penelitian efedrin
mengakibatkan fetal asidimia yang lebih besar dibandingkan phenilephrin pada ibu yang
melakukan dengan Caesar.

Anda mungkin juga menyukai