dimana n adalah indeks bias media kurang padat dan N adalah indeks bias media lebih
padat.
Refraktor adalah alat yang tepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Prosedur ini
hanya digunakan intik mengukur indeks bias pada suhu 20
o
C sehingga indeks bias pada
suhu tertentu harus dikurangi atau ditambah faktor koreksi.
(Guenther, 1987)
2.15 Reaksi Penyabunan
Reaksi penyabunan adalah reaksi antara suatu gliserida dengan molekul basa
alkali. Reaksi penyabunan disebut juga reaksi pembuatan sabun. Suatu lelehan lemak
dipanaskan dengan NaOH dan karenanya hidrolisis menjadi gliserol dan garam natrium
dari asam lemah.
(Fessenden, 1986)
2.16 Spektroskopi UV-VIS
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spectrum ultraviolet dan terlihat
bergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spectra ultraviolet terlihat senyawa-
senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi didaerah tingkatan-tingkatan
tenaga elektronik, disebabkan karena hal ini maka serapan radiasi ultraviolet terlihat
sering dikenal dengan spektroskopi. Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital
ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti
ikatan. Panjang gelombang serapan adalah ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan
dari orbital-orbital yang bersangkutan. Pemisahan tenaga yang paling tinggi diperoleh
bila elektron-elektron dalam ikatan tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah
dari 120-200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak
banyak memberikan keterangan diatas 200 nm. Eksitasi elektron dan orbital p, orbital d
dan orbital segera dapat diukur dan spektra yang diperoleh memberikan banyak
keterangan. Dalam praktek, spektroskopi ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-
sistem terkonjugasi.
(Sastrohamidjojo, 2001)
2.17 Spektroskopi Inframerah
Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik maka
sejumlah frekuensi diserap,sedangkan frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan
tanpa diserap. Jika kita menggambar antara persen absorbansi atau persen transmisikan
dengan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum inframerah. Transisi yang terjadi
didalam absorbansi inframerah berkaitan dengan perubahan-perubahan variabel didalam
molekul itulah inframerah merupakan spektroskopi vibrasi.
(Sastrohamidjojo, 2001)
2.18 Analisa Bahan
2.18.1 Minyak Cengkeh
Sifat fisik :
- berat jenis 1,043-1,068
- indeks bias 1,529-1,531
- kadar eugenol 78-95%
Sifat kimia :
- memiliki bau dan flavor tipikal rempah-rempah
- larut dalam alcohol 75%
(Guenther,1987)
2.18.2 Na
2
SO
4
Sifat fisik :
- berat molekul a42,06 g/mol
- titik lebur 800
0
C
- densitas 2,8
- kandungan natrium 32,38%, oksigen 45,05 %, sulfur 22,84%
Sifat kimia :
- padatan berwarna putih
- netral dalam larutan
- bersifat inert dan higroskopis
- dikenal sebagai glauber
(Basri, 1996)
2.18.3 Akuades
Sifat fisik :
- tidak berbau,tidak berasa,
- tidak berwarna,
- titik didih 100
0
C
- titik beku 0
0
C
- densitas 1
- erat jenis 1 g/cm
3
- berat molekul 18 g/mol
Sifat kimia :
- sebagai pelarut universal
- pelarut yang baik untuk senyawa yang lemah
- dalam ionisasi membentuk H
+
dan OH
-
(Basri, 1996)
2.18.4 NaOH
Sifat fisik :
- padatan putih
- berat molekul 40,01 g/mol
- titik leleh 218
0
C
- titik didih 1390
0
C
Sifat kimia :
- dibuat dari elektrolisis asam dengan sel diagfragma
- sangat korosif terhadap jaringan tubuh
- larut dalam air dan etanol
(Basri, 1996)
2.18.5 Heksana
Sifat fisik :
- cairan tidak berwarna
- titik didih 68,8
0
C
- berat jenis 0,660 g/ml
Sifat kimia :
- tidak larut dalam air
- bersifat non polar
(Daintith, 1994)
2.18.6 Asam Klorida
Sifat fisik :
- gas berasap tidak berwarna,
- titik leleh -144
0
C
- titik didih -85
0
C
Sifat kimia :
- dibuat dengan memanaskan NaCl dengan asam sulfat pekat
- berdisosiasi sempurna dengan larutan(asam hidroklorat)
(Daintith 1994)
2.18.7 Eter
Sifat fisik :
- larutan berbau dan mudah menguap
- berat molekul 74,72 g/mol
- densitas 0,7089 g/cm
3
- titik leleh -116,3
0
C dan titik didih 34,6
0
C
Sifat kimia :
mempunyai kelarutan dalam 100 bagian : air 75 pada 20
0
C alkohol.
(Daintith, 1994)
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
1. Gelas Bekker
2. Pipet tetes
3. Plat pemanas dengan pengaduk
magnetik
4. Batang pengaduk kaca
5. Set destilasi fraksinansi
6. Plat tetes
7. Corong pisah
8. Gelas ukur
9. Corong gelas
3.1.2 Bahan
1. Minyak cengkeh
2. NaOH 2 N dan NaOH 4 N
3. HCl
4. Akuades
5. Pentana
6. Petroleum eter
7. Na
2
SO
4
anhidrat
8. pH Universal
3.1.3 Gambar Alat
Gelas beker Corong pisah gelas ukur Corong kaca
Pipet tetes Magnetik stirrer Batang pengaduk Plat tetes
Destilasi fraksinasi
3.2 Skema Kerja
Pencampuran
Pengekstraksian n-heksan 12,5 mL
Pengadukan dengan magnetic stirrer
Pendinginan
50 ml minyak cengkeh + 75 ml NaOH 4N
campuran
gelas beaker 500 ml
corong pisah
Pengekstraksian dengan 25 mL NaOH 2 N
lapisan atas kariofilena
larutan eugenol
lapisan bawah Na-eugenolat
kariofilena
larutan
larutan Na-eugenolat larutan kariofilena
Pencampuran
Penyimpanan pada botol vial
larutan kariofilena
Larutan Na-eugenolat
Pendestilasian dengan destilasi
fraksinasi
Hasil
Pengujian indeks bias
Penguapan dengan evaporator
Pencampuran
Pencucian dengan aquadest sebanyak 3 kali
Penambahan Na
2
SO
4
anhidrat
Penyaringan
Pengasaman dengan HCl 25 % 20-30 mL
Pengukuran pH 3
Pemisahan
lapisan air
lapisan eugenol
larutan eugenol
larutan
residu filtrat
Fraksi
Ekstraksi dengan 25 mL
petroleum eter
IV. DATA PENGAMATAN
No Perlakuan Hasil
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
100 ml minyak cengkeh + 150 ml NaOH
pemisahan
Pengekstrasian lapisan atas dengan 20 ml
NaOH 2N
Pengekstrasian lapisan bawah dengan
heksana
Lapisan eugenol + HCl PH3
Pengekstrasian dengan eter
Pencucian dengan akuades
Penambahan Na2SO4 anhidrat
Penyaringan
Evaporasi
Destilasi fraksinasi
Larutan berwarna cokelat tua
Terdapat dua lapisan, lapisan
atas berwarna kuning emas,
lapisan bawah cokelat
Menguapkan eter
Pada fraksi pertama : lapisan
berwarna cokelat dengan indeks
bias 1,5205
Pada fraksi kedua : lapisan
berwarna kekuningan dengan
indeks bias 1,5215
V. HIPOTESA
Percobaan isolasi eugenol dari minyak cengkeh ini bertujuan untuk mengisolasi
eugenol dari minyak daun cengkeh, menentukan tetapan fisik yaitu indeks bias. Prinsip dari
percobaan ini adalah pemisahan eugenol dari kariofillena dan senyawa kevil lain dalam
minyak cengkeh melalui reaksi penyabunan, lalu lapisan yang mengandung eugenol
dimurnikan kembali dengan destilasi fraksinasi. Metode yang digunakan adalah ekstraksi
dan destilasi fraksinasi vakum. Hasil yang diperoleh berupa larutan eugenol berwarna
cokelat.
VI. Pembahasan
Percobaan isolasi eugenol dari daun cengkeh ini bertujuan untuk mengisolasi eugenol
minyak daun cengkeh, menentukan tetapan fisik yaitu indeks bias. Prinsip dari percobaan ini
adalah pemisahan eugenol dari komponen minyak daun cengkeh yang lain, misalnya
kariofilena. Metode yang digunakan adalah ekstraksi pelarut dan destilasi fraksinasi.
Ekstraksi pelarut yaitu suatu metode pemisahan senyawa dari senyawa lain berdasarkan
perbedaan kelarutan dan distribusi kelarutan pada suatu regen atau pelarut tertentu
berdasarkan tingkat kepolarannya, dan destilasi fraksinasi, yaitu suatu proses pemisahan dua
atau lebih komponen zat cair berdasarkan pada titik didih (Underwood, 1986).
Minyak daun cengkeh mengandung senyawa utama lain selain eugenol dan
kariofilena. Eugenol yang merupakan senyawa paling banyak terkandung dalam minyak
daun cengkeh. Dapat dipisahkan/diisolasi dari komponen minyak daun cengkeh yang lain.
Penambahan NaOH dalam minyak daun cengkeh mengubah eugenol menjadi garam Na-
eugenolat. Dengan bentuk garam yang memiliki sifat polar, maka eugenol dalam bentuk Na-
eugenolat dapat dengan mudah terpisah dari komponen minyak daun cengkeh lain yang
bersifat non polar.
Perlakuan awal adalah penambahan NaOH ke dalam minyak daun cengkeh. Eugenol
merupakan suatu alkohol siklis monohidroksi atau fenol sehingga dapat bereaksi dengan
basa kuat. Eugenol dari minyak daun cengkeh dapat diisolasi dengan penambahan larutan
encer dari basa kuat seperti NaOH, KOH atau Ca(OH)
2
. Pada reaksi antara NaOH dengan
minyak daun cengkeh ini timbul panas yang berarti reaksi berjalan eksotermis yaitu
melepaskan panas. Reaksi yang terjadi merupakan pembentukan garam Na-eugenolat. Reaksi
penggantian gugus H
+
dengan Na
+
yang berasal dari NaOH melepaskan energi yang muncul
berupa panas.
Reaksi:
Gambar 6.1. Mekanisme reaksi penggaraman
(Fessenden, 1986)
Ketika penambahan NaOH tersebut kariofilena tidak ikut bereaksi dengan NaOH
karena kariofilena tidak mengandung gugus hidroksil (-OH) seperti pada eugenol. Sehingga
pada kariofilena tidak ada gugus yang dapat diganti untuk membentuk garam.
Struktur Kariofilena:
Gambar 6.2. Struktur Kariofilena
(Kadarohman, dkk, 2012)
Dengan pengubahan struktur eugenol menjadi garam Na-eugenolat maka Na-
eugenolat dapat dipisahkan dari kariofilena maupun komponen penyusun minyak daun
cengkeh lainnya yang bersifat non polar. Lapisan atas berupa kariofilena yang berwarna
kuning muda sedangkan lapisan bawah berupa garam Na-eugenol yang berwarna coklat
muda. Kariofilena berada di lapisan atas karena massa jenis kariofilena lebih kecil daripada
massa jenis eugenol dalam bentuk garamnya. Massa jenis kariofilena adalah 0,9658 g/ml,
sedangkan massa jenis eugenol adalah 1,06 g/ml. Pemisahan kedua lapisan dapat terjadi
karena perbedaan tingkat kepolaran. Kariofilena bersifat nonpolar sedangkan garam Na-
eugenolat bersifat polar dan dapat larut dalam air. Penambahan NaOH 4 N terlebih dulu
dengan tujuan agar pembentukan garam Na-eugenolat lebih optimal mengikat komponen
eugenol yang ingin diubah ke bentuk garamnya dalam minyak daun cengkeh mencapai 70-
80%, sehingga konsentrasi yang dibutuhkan lebih besar untuk mensubstitusi gugus H
+
dari
eugenol dengan Na
+
dari NaOH.
Pengadukan bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Dengan pengadukan
akan meningkatkan energi kinetik dari molekul yang bereaksi sehingga peluang dari
molekul-molekul untuk bertumbukan semakin besar dan reaksi akan lebih mudah terjadi
karena adanya kemungkinan tumbukan efektif yang terjadi (Khopkar,1990). Pendiaman
dengan temperatur campuran turun bertujuan untuk memastikan reaksi pembentukan garam
Na-eugenolat telah berlangsung optimal. Hal itu dapat dilihat dari terbentuknya 2 lapisan
dan penurunan suhu campuran. Dengan penurunan suhu dapat memberikan tanda bahwa
reaksi telah berhenti dan tidak adanya energi dari hasil reaksi yang dilepaskan lagi dalam
bentuk panas.
Pengekstraksian selanjutnya, lapisan atas (kariofilena) dengan NaOH 2N bertujuan
untuk mereaksikan kembali NaOH dengan eugenol yang mungkin masih tersisa dan terbawa
di lapisan kariofilena. Hal itu dilakukan agar eugenol yang terambil dari minyak daun
cengkeh lebih banyak. Konsentrasi NaOH yang digunakan lebih kecil daripada konsentrasi
NaOH yang digunakan pada ekstraksi pertama karena kadar eugenol yang ingin direaksikan
lebih sedikit daripada yang pertama. Dari hasil ekstraksi kedua ini sudah tidak didapatkan
lagi garam Na-eugenolat. Hal ini dibuktikan dengan hanya ada warna kuning muda dalam
larutan yang merupakan kariofilena.
Langkah berikutnya adalah ekstraksi lapisan garam eugenolat yang dicampur dengan
heksana 25 mL. Tujuan ekstraksi dengan heksana tersebut adalah untuk melarutkan senyawa
nonpolar yakni kariofilena yang dimungkinkan masih tersisa pada lapisan garam eugenolat.
Hasilnya adalah lapisan bawah berwarna coklat muda yaitu lapisan garam eugenolat dan
lapisan atas berwarna kuning muda yaitu sisa senyawa non polar. Ekstraksi dengan heksana
ini dilakukan sebanyak 2 kali untuk memperoleh senyawa non polar yang terpisah. Namun
dalam percobaan hanya dilakukan sekali saja karena pada ekstraksi pertama sudah tidak
terdapat kariofilena sehingga ekstraksi dilakukan sekali dengan menggunakan NaOH 4 N.
Setelah itu dilakukan penambahan HCl pada lapisan garam eugenolat yang bertujuan
untuk mengubah garam eugenolat menjadi eugenol kembali yaitu dengan mensubstitusi
gugus H
+
pada garam eugenolat sehingga eugenol dapat diperoleh kembali. Hasilnya dalah
lapisan atas berwarna coklat muda (eugenol) dan lapisan bawah adalah garam NaCl berwarna
putih.
Reaksi :
Na
+
O
O
-
sodium eugenolate
+ HCl
O
OH
eugenol
+ NaCl
Gambar 6.3. Mekanisme reaksi pembentukan eugenol kembali
Penambahan HCl dilakukan sampai pH 3 dimaksudkan untuk memberikan kondisi
asam bagi reaksi tersebut. Dalam suasana asam, eugenol akan dengan mudah menarik gugus
H
+
sehingga garam eugenolat dapat berekasi dengan HCl membentuk eugenol kembali. pH 3
merupakan titik pH optimal pada eugenol untuk dapat menarik atau melepas gugus H
+
pada
gugus hidroksilnya. Jika suasana lebih asam maka merusak struktur eugenol. Lapisan NaCl
berada di bawah karena massa jenisnya lebih besar yaitu 1,256 g/ml dibanding massa jenis
eugenol (lapisan eugenol berada di atas) yaitu 1,06 g/ml (Basri, 1994).
Kemudian pengekstraksian lapisan NaCl dengan eter. Hal ini bertujuan untuk
mengikat eugenol yang masih berada pada lapisan NaCl mengikuti kaidah like dissolve
like senyawa polar akan larut dalam pelarut nonpolar, begitu juga senyawa polar akan larut
dalam polar. Eugenol merupakan senyawa nonpolar sehingga akan larut dalam pelarut eter
yang juga bersifat nonpolar. Dari hasil ekstraksi ini akan diperoleh eugenol di lapisan atas.
Eugenol yang diperoleh digabung dengan eugenol yang sudah diperoleh sebelumnya.
Selanjutnya dilakukan pencucian dengan akuades pada eugenol dengan tujuan untuk
menghilangkan pengotor polar seperti sisa-sisa NaCl yang mungkin masih ada.
Selanjutnya dilakukan penambahan Na
2
SO
4
anhidrat pada larutan eugenol yang
bertutjuan untuk mengikat molekul air. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk memisahkan
Na
2
SO
4
dengan eugenol. Lalu dilakukan penguapan atau evaporasi dari hasil yang diperoleh
(eugenol) dengan tujuan menghilangkan eter pada lapisan eugenol. Penguapan ini dilakukan
dengan alat rotaryevaporator pada suhu 35
o
C. Penguapan dilakukan pada suhu 35
o
C karena
pelarut eter mudah menguap pada suhu 34,6
o
C. Untuk memperoleh eugenol yan lebih murni,
maka dilakukan destilasi fraksinasi (destilasi bertingkat) dimana dalam pemisahannya
berdasarkan berbedaan titik didih. Fraksi yang pertama titik didihnya sekitar 60-65
o
C dan
fraksi kedua titik didihnya 70-75
o
C. Dan untuk meyakinkan bahwa hasil yang diperoleh
adalah eugenol maka dilakukan analisis sifat-sifat eugenol yaitu analisis indeks bias eugenol.
Dimana diperoleh sifat fisik dari eugenol fraksi pertama yaitu berwarna coklat, dengan
indeks bias 1,5205 dan eugenol pada fraksi kedua berwarna kekuningan dengan indeks bias
1,5215. Menurut Badan Standar Nasional (1996), indeks bias eugenol berkisar antara 1,529
1,537, sehingga pada percobaan ini eugenol yang diperoleh belum murni karena indeks
biasnya tidak berada pada rentang tersebut dan pada saat destilasi fraksinasi suhu fraksinasi
belum tercapai (dibawah 100
0
C). Seharusnya suhu yang digunakan saat fraksi pertama 94-
96
0
C dan pada fraksi kedua 97-107
0
C.
VII. PENUTUP
7.1. Kesimpulan
1. Eugenol yang diisolasi dari minyak daun cengkeh dengan destilasi fraksinasi
dengan hasil fraksi pertama berwarna coklat dan fraksi kedua berwarna kekuningan.
2. Eugenol pada fraksi pertama memiliki indeks bias 1,5205 dan pada fraksi kedua
memiliki indeks bias 1,5215. Menurut Badan Standar Nasional (1996), indeks bias
eugenol berkisar antara 1,529 1,537, sehingga pada percobaan ini eugenol yang
diperoleh belum murni.
7.2.Saran
1. Usahakan pada saat destilasi fraksinasi, suhu yang digunakan mencapai lebih dari
100
o
C.
2. Untuk meyakinkan bahwa yang diperoleh adalah eugenol murni, perlu dilakukan uji
lanjutan seperti, uji spectra UV-Vis dan spectra IR.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Wolf-Rainer, Ernst, L., dan Stumpf, B., 1990, Biotransformation of Caryophyllene by
Diplodia Gossypina, Phytochemistry, 29:1, 115-120.
Alimuddin, Andi Hairil., Mardjan, Muhammad Idham Darussalam., Matsjeh, Sabirin., Anwar,
Chairil., Mustofa, Sholikhah, Eti Nurwening., 2011, Synthesis 7-Hydroxy-3,4
Dimethoxyisoflavon From Eugenol, Indo. J. Chem., 2011, 11 (2), 163 168.
Brunke, E.J. dan Rojahn, W., 1989, Perfumed Containing Tetrahidro-caryphyllenon, Chem. Abstr.,
110, 179-895.
Basri, S, 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.
Collado, I.G., Hamson, J.R., Hitchcock, dan Macias-Sanchez, A.J., 1997, Stereochemistry of
Epoxidation of Some Caryophyllene, J. Org. Chem., 62, 1965-1969
Daintith, J, 1994, Kamus lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Fessenden, 1986, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Flint, H.M., Merkle, J.R., dan Sledge, M., 1981, Attraction of Male Collops Vittatus in the Field by
Caryophyllene Alcohol, Chemical Abstracts, 86, 129873c
Guenther, E, 1987, Minyak Atsiri, UI Press, Jakarta.
Kadarohman, Asep., dkk., 2012, Sintesis Klovanadiol Dari Kariofilena, Pend. Kimia FPMIPA UPI,
Bandung.
Khopkar, 1990, Konsep Dasar Ilmu Analitik, UI Press, Jakarta.
Kubo, I, Muroi, H., dan Kubo, A., 1994, Naturally Occurring Antiacne Agents, J. of Natural
Products, 57:1, 9-17
Muchalal, M. dan Crouzet, J., 1985, Volatile Components of Clove Essential Oil (Eugenia
caryophyllus Spreng): Neutral Fraction, Agric. Bio. Chem., 49:6, 1583-1589.
Muroi, H., Kubo, A. dan Kubo, I., 1993, Antimicrobial Activity of Cashew Apple Flavor Compounds,
J. Agric. Food Chem., 41:1106-1109.
Mussinan, C.J., Mookherjee, B.D., Vock, M.H., Vinals, J.F., Kiwala, J. dan Schmitt, F.L., 1980,
Preparation of a Caryophyllene Alcohol Mixture, United States Patent, 4, 229, 599
N. Hahn, Caitlin and R. Burkett, Jeremy., 2013, Optimizing eugenol extraction conditions from fresh
and dried samples of holy basil (Ocimum sanctum), Pelagia Research Library Asian Journal
of Plant Science and Research, 2013, 3(5):28-31.
Opdyke, D.L.J., 1977, Monographs on Fragrance Raw Materials Caryophyllene Acetate, Chem.
Abstract, 86, 364.
Petrucci, RH, 1987, General Chemistry, Erlangga, Jakarta.
Pudjaatmaka, 2002, Kamus Kimia Pangan, Depdikbud, Jakarta.
Sastrohamidjojo, H., 1981, A Study of Some Indonesian Essential Oils, Disertasi, FPMIPA UGM,
Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, 2001, Kimia Organik, Liberty, Yogyakarta.
Sighn, Amit, et al., 2013, Regulation of Wound Strength by Ocimum Sanctum : in Silico and in Vivo
Evidences, Varanasi, India.
Tahid dan Connolly, J.D., 1994, Computer-Assisted Structure Elucidation of Humelene Epoxide and
Caryophyllene Epoxide Mixture of Turraea Brownii, Jurnal Kimia Terapan Indonesia, 4:1,
45-47
Underwood, 1986, Analisis Kimia Kualitatif, Erlangga, Jakarta.
Woranuch, S., dan Yoksan R., 2012, Eugenol Ioaded Chitosan Nanoparticles : II. Application in Bio
Based Plastics for Active Packeging, Carbohydrate Polymers 96 (2013) 586-592.
Zheng, G.Q., Kenney, P.M. dan Lam, L.K.T., 1992, Sesqueterpenes from Clove (Eugenia
Caryophyllata) as Potential Anticarcinogenic Agents, Journal of Natural Products, 55:7,
999-1003.
LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 4 Juni 2014
Praktikan,
Irma Eviana
24030112120006
Lulu Shoffatun N.
24030112140031
Agnidian Setyorini
24030112120015
Mita Manawiyah
24030112120007
Syarifah Fadhilah N.
24030112130058
Apriyandika
24030112130126
Zenima Patris M.
24030112130042
Zul Fiqriyani Safitri
24030112120024
Mengetahui,
Asisten,
Irma Yunitasari
24030110120021
ABSTRAK
Percobaan isolasi eugenol dari minyak daun cengkeh ini bertujuan untuk mengisolasi
eugenol dari minyak daun cengkeh, menentukan tetapan fisik yaitu indeks bias. Prinsip dasar
percobaan ini adalah pemisahan eugenol dari komponen minyak daun cengkeh yang lain,
misalnya kariofilena. Metode yang digunakan adalah ekstraksi pelarut dan destilasi fraksinasi.
Ekstraksi pelarut yaitu suatu metode pemisahan senyawa dari senyawa lain berdasarkan
perbedaan kelarutan dan distribusi kelarutan pada suatu regen atau pelarut tertentu berdasarkan
tingkat kepolarannya, dan destilasi fraksinasi, yaitu suatu proses pemisahan dua atau lebih
komponen zat cair berdasarkan pada titik didih. Sampel yang digunakan adalah minyak daun
cengkeh. Hasil yang didapat pada fraksi 1 adalah lapisan yang berwarna coklat dengan indeks
bias 1,5205 dan pada fraksi 2 diperoleh lapisan berwarna kekuningan dengan indeks bias 1,5215.
LAMPIRAN