Anda di halaman 1dari 18

Askep TBC pada ibu hamil

1. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis dapat pula ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang,
dan nodus limfe.( Menurut Smeltzer (2001)
Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis) sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003)
Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat pula menyebar ke bagian
tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe. (Irman Somantri. 2007 : 59)

2. ETIOLOGI
Penyebab dari TB paru adalah mycrobacrerium tuberculosis dan mycrobacterium bovis.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi mycrobacterium tuberculosis :
a) Herediter : resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik
b) Jenis kelamin : pada akhir masa kanak-kanak dan remaja angka kematian dan kesakitan
lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
c) Usia pada masa bayi kemungkinan terinfeksi yang sangat tinggi.
d) Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan
infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat
e) Keadaan stres : situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress
emosional, kelelahan yang kronik.
f) Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan inflamasi dan memudahkan untuk
penyebar luasan infeksi.
g) Akan yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah
h) Nutrisi : status nutrisi kurang
i) Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis,
j) Tidak mematuhi aturan pengobatan.

IBU
Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan.
Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.
Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap
tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

JANIN
Tuberkulosis dapat ditularkan baik melalui plasenta di dalam rahim, menghirup atau
menelan cairan yang terinfeksi saat kelahiran, atau menghirup udara yang mengandung kuman
TBC setelah lahir.

3. MANIFESTASI
IBU
a. Demam ringan, berkeringat waktu malam.
b.Sakit kepala
c. Takikardi
d.Anoreksia
e. Penurunan berat badan
f. Malaise
g.Keletihan
h.Nyeri otot
i. atuk: pada awal non produktif
j. Sputum bercampur darah
k.Sputum mukopurulen
l. Krekels/rales di atas apeks paru
m. Nyeri dada

BAYI
Abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari
ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital
biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan
napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat
ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

ORGAN
Organ yang biasa terifeksi
Paru-paru (paling banyak)
otak
tulang
liver
ginjal

4. PATOFISIOLOGI
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima tahun pertama setelah
terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya (infeksi primer) (STYBLO,1978 dikutip oleh
Danusantoso,2000:102).
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1- 2
jam. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan menempel pada jalan napas atau
paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer dan dapat terjadi di semua bagian
jaringan paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional)
yang menyebabkan terjadinya kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (kerusakan jaringan paru).
c. Berkomplikasi dan menyebar secara :
1. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
2. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat
juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
3. Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.
4. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Bahar, 1999:716)
2. Tuberkulosis Post-Primer (Sekunder)\
Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer). Hal
ini dipengaruhi penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca
primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini di regio atas paru-paru. Sarang
dini ini awalnya juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Tergantung dari jenis kuman,
virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :
1) Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat
2) Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sembuhan jaringan
fibrosis
3) Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek
membentuk jaringan keju
4) Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat berkembang biak dan
merusak jaringan paru lain atau menyebar ke organ tubuh lain (Bahar, 1999:716)

a. Pengaruh tuberculosis terhadap kehamilan
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu
hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas
diagnosa dan pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan
medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan
factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB. Jika
pengobatan tuberkulosis diberikan awal kehamilan, dijumpai hasil yang sama dengan pasien
yang tidak hamil, sedangkan diagnosa dan perewatan terlambat dikaitkan dengan meningkatnya
resiko morbiditas obstetric sebanyak 4x lipat dan meningkatnya resiko preterm labor sebanyak
9x lipat. Status sosio-ekonomi yang jelek, hypo-proteinaemia, anemia dihubungkan ke
morbiditas ibu.
Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat
kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut
pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil
dengan TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput
otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan
akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan
kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap
TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah
menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil
karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di
kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan
kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali,
kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita
pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil
maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

b. Pengaruh tuberkulosis terhadap janin
Menurut Oster, 2007. jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit
risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang
aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB
juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan
perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami
masalah setelah lahir.
Risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin,
kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion
(disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3
kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa
membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat
masih di perut atau setelah lahir.


5. PERAN PERAWAT DALAM KEHAMILAN DENGAN TB
Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan pendidikan pada
pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya, tentang pengobatan yang
diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi jika penyakit TB tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus tahu system pelayanan
pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama pengobatan dimana keluarga
berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien. Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus
selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.
Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk
mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin.


6. PENCEGAHAN PENULARAN TBC
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
Menutup mulut bila batuk.
Membuang dahak tidak di sembarang tempat. Buang dahak pada wadah tertutup yang
diberi lysol 5% atau kaleng yang berisi pasir 1/3 dan diberi lysol.
Makan makanan bergizi.
Memisahkan alat makan dan minum bekas penderita.
Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik.
Untuk bayi diberikan imunisasi BCG (Depkes RI,1998).
Bagi para ibu yang sudah terkena TBC dan akan Memiliki buah hati, lebih baiknya
mengobati terlebih dahulu TB nya sehingga mengurangi adanya faktor resiko untuk janin.
Namun jika sudah terlanjur, harus lebih tanggap dan rajin kontrol ke pihak medis. Serta teratur
minum obatyang sesuai resep dokter.

Pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk
menghindari penyebaran penyakit lebih luas
7. PENANGANAN
1) Dalam kehamilan :
Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil
lainnya pada pemeriksaan antenatal.
Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru-paru.
Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya di rawat di
rumah sakit; dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk
menjamin istirahat dan makan yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur.
Obat-obatan : INH, PAS, rifadin, dan streptomisin.
TBC paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.
2) Dalam persalinan :
Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa dan tidak perlu tindakan
apa-apa.
Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada kala I, ibu hamil di
beri obat-obatan penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan
ekstraksi vakum/forseps.
Bila ada indikasi obstetrik untuk seksio caesaria, hal ini dilakukan bekerjasama
dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
3) Dalam masa nifas :
Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak; diberi uterus tonika dan
koagulansia.
Usahakan mencegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika
yang cukup.
Bila ada anemia sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya tahan ibu lebih kuat
terhadap infeksi sekunder.
Ibu dianjurkan supaya segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah
cukup, segera dilakukan tubektomi.
4) Perawatan bayi
Biasanya bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC bawaan (konenital) sangat
jarang.
Bila ibu dalam proses TBC aktif secepatnya, bayi diberikan BCG.
Bayi segera dipisahkan dari ibunya selama 6-8 minggu.
Bila uji Mantoux sudah positif pada bayi, barulah bayi dapat ditemukan lagi dengan
ibunya.
Menyusukan bayi, pada proses aktif, dilarang karena kontak langsung dari mulut ibu
dan bayi.
Dapat diberikan anti TBC profilaksis pada bayi yaitu INH 25 mg/kg berat badan/hari.
5) TBC paru dan alat reproduksi :
TBC paru dapat bersamaan dengan TBC alat genitalia.
Wiknjosastro (1995) menemukan pada 15 wanita penderita TBC-genitalis; 40%
sarang primernya terdapat di paru-paru.
TBC-genitalis dapat menyebabkan :
Infertilitas (kemandulan)
Bila terjadi kehamilan, hasil konsepsi sering berakhir dengan abortus, Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET), dan partus prematurus.
TBC-genitalis yang sudah tenang dan pulih, dapat kambuh lagi setelah abortus dan
persalinan.


8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia
gambaran radiologis adalah berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas.
Bila telah berlanjut, bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih jelas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan
nema tuberkuloma.
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik + klasifikasi + kavitas
(sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, sehingga
dikatakan tuberkulosis is the greatest imitator(Bahar, 1996:719)
Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan gambarang yang bermacam-macam dan tidak dapat
dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari tuberkulosis

9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan limfosit yang meningkat pada
saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada pemeriksaan Laju Endap Darah mengalami peningkatan,
tapi Laju Endap Daanh yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya proses tuberkulosis.
Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal dan jumlah limfosit masih tetap
tinggi dan Laju Endap Darah mulai turun ke arah normal lagi (Bahar,1996:719).
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis
tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus, bilasan
lambung cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa TBC paru.
Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak
sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu pisitif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang
kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik
BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk
memastikan jenis kuman yang menginfeksi perlu diakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman
atau biakan yang diambil (Depkes RI,1998).
3. Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified
Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberkulin.
Hasil tes mentoux dibagi dalam :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
3) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positive
4) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantoux positif kuat
Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%)
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu
(Bahar,1996:721).
J. TERAPI YANG AMAN DIBERIKAN
Rifampisin (Kanamycin)
INH
Etambutol (cycloserine)
vitamin B6 (piridoksin),100mg perhari

Keefektifannnya tergantung dari:
Tipe infeksinya
Kecukupan dosis
Jangka lama pengobatannya (Terapi jangka panjang, mungkin bisa 24 bulan)
Ketepatan memilih kombinasi obat

A. Diagnosa Keperawatan
1). Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999).
2). Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan,
anorerksia atau dispnea (Marilyn. E. Doenges, 1999).
3). Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko potongan (Marilyn E. Doenges, 1999).
4). Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5). Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan
dan upaya untuk batuk (Marilyn. E. Doenges, 1999).
6). Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan
efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler (Marilyn. E. Doenges, 1999).
7). Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada
(Lynda, J. Carpenito, 1998).

D. Intervensi
1) Ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen
dan kurangnya upaya batuk.
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria hasil :
o Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
o Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
o Dispneu berkurang
Rencana tindakan dan rasional
a). Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan:
catat setiap perubahan
R: Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret
b). Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
R: Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan
selanjutnya
c). Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
R: Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d). Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
R: Membantu mengembangkan secara maksimal
e). Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam
sampai 4 jam
R: Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
f). Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
R: Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan
memperbesar ukuran lumen trakeobroncial

2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan
anoreksia, keletihan atau dispnea.
Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda
malnutrisi
Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal
Rencana tindakan dan rasional
a). Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
riwayat mual/muntah atau diare
R: Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi
yang tepat
b). Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan khusus.
c). Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet
R: Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik
d). Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
R: Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan
respirasi yang merangsang pusat muntah
e). Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
R: Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet
R: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik dan diet

3) Potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko patogen.
Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
Rencana tindakan dan rasional
a). Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
R: Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran
infeksi
b). Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari
meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat
R: Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
c). Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
R: Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma
sosial sehubungan dengan penyakit menular
d). Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis
R: Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup
dan menghindari insiden eksaserbasi
e). Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
R: Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada
adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan
f). Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal
R: Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan
penyebaran infeksi

4) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kuranganya impormasi
tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
Kriteria hasil : klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai
perawatan diri.
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,
lingkungan, media yang terbaik bagi klien
R: Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahapan individu
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas
R: Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat
yang memerlukan evaluasi lanjut
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain
R: Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
R: Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan
meningkatkan kerjasama dalam program
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab
pertanyaan secara nyata
R: Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan
ansietas
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh
jadwal obat
R: Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar
informasi. Pengulangan penguatkan belajar
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir
R: Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis,
yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan

5) Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan
dan upaya untuk batuk.
Tujuan : jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
- Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- Klien dapat mempertahankan jalan nafas
- Pernafasan klien normal (16 20 kali per menit)
Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori
R: Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi
menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan
nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan
peningkatan kerja penafasan
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
R: Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan
oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan
untuk nafas dalam
R: Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan
napas bebas untuk dilakukan
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
R: Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak
mampu mengeluaran sekret
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
R: Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya
mudah dilakukan
f) Lembabkan udara respirasi
R: Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid
R: Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen
percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia

6) Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
Kreteria hasil :
o Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
o Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
o Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal
Rencana tindakan dan rasional
a. Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan
terbatasnya ekspansi dinding dada
R: TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernapasan
b. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit,
termasuk membran mukosa
R: Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ
vital dan jarigan
c. Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi
R: Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu
menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas
pendek
d. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan
R: Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat
menurunkan beratnya gejala
e. Awasi segi GDA / nadi oksimetri
R: Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan
PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f. Berikan oksigen tambahan yang sesuai
R: Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru

7) Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan
nyeri dada.
Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
o memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
o Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
o Tanda-tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
R: Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Observasi efek abot-obatan yang dapat di derita klien
R: Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk
perubahan mood dan uisomnia
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
R: Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur
R: Memudahkan klien untuk bisa tidur
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
R: Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk
tidur
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Cuningham, F.Gary.2005.Obtetri William. Jakarta. EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran 1. Jakarta. Media Aesculapsus.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta, EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jkarta. PT.Bina Pustaka
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta. Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai