Menurut Rahardjo (2011), rekam medis ortodontik diperoleh dari pengumpulan data secara langsung dan tidak langsung. Pengumpulan data secara langsung didapat melalui anamnesa dengan pasien, sedangkan pengumpulan data secara tidak langsung diperoleh dari dari evaluasi rekam diagnostik seperti model studi dan foto rontgen. Selain itu, analisis data guna menentukan diagnosis didapat dari analisis model, analisis umum, analisis lokal, analisis fungsional, dan analisis sefalometri. A. Identitas Pasien Identitas pasien dari nama lengkap, jenis kelamin, usia hingga orangtua pasien dibutuhkan sebagai tanda pengenal pasien agar pasien dapat dengan mudah dikenali atau dihubungi. Selain itu jenis kelamin dapat digunakan untuk menganalisa tumbuh kembang pasien. Usia juga berpengaruh untuk melihat tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi geliginya sehingga membantu dalam proses rencana perawatan. Pertanyaan tentang suku atau ras pada tahap ini bukanlah ras dalam artian budaya, namun ras dalam artian fisik guna melihat ciri-ciri profil wajah tiap-tiap rasnya. B. Anamnesa Anamnesa terdiri dari: 1. Keluhan utama yang menerangkan alasan pasien datang ke dokter gigi. Hal ini penting untuk membuat diagnosis dini yang terarah meskipun masih dibutuhkan pemeriksaan penunjang lainnya. 2. Berat badan dan tinggi badan diperoleh dengan maksud untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan dari pasien sesuai umur dan jenis kelaminnya. Selain itu untuk melihat bentuk skeletalnya tergolong ektomorfik (orang yang langsing dengan dengan sedikit jaringan otot atau lemak), atau mesomorfik (seseorang yang berotot sedang), atau dapat juga endomorfik (seseorang dengan lapisan lemak atau otot yang tebal melebihi batas normal). 2
3. Kelahiran normal akan menunjukkan bentuk kranium yang normal, sedangkan kelahiran tidak normal seperti prematur akan mempengaruhi tumbuh kembang bayi. Kelahiran dengan menggunakan vaccum juga akan mempengaruhi bentuk kranium dari bayi. 4. Kelainan endokrin seperti hipotiroidisme dan hipertiroidisme mempengaruhi tumbuh kembang dari pasien. 5. Pernah atau tidaknya operasi yang akan mempengaruhi dari segi estetika (apabila operasi dilakukan pada daerah wajah). 6. Penyakit yang pernah diderita seperti nasorespiratori, tonsilitis, dan alergi dapat mempengaruhi bentuk lengkung rahang, contohnya pada tonsil yang membesar akan menyebabkan lengkung rahang berbentuk V karena lidah akan cenderung bergerak ke posisi yang tidak semestinya dan mendorong dengan kekuatan yang cukup intens. Sedangkan pada kasus alergi dapat digunakan acuan karena bahan dan peranti kedokteran gigi dapat menyebabkan alergi, misalnya adanya kandungan nikel, dan logam lainnya. 7. Kebiasaan buruk dapat mengakibatkan maloklusi dilihat dari lamanya kebiasaan berlangsung, intensitas melakukan kebiasaan tersebut, dan besarnya kekuatan dalam kebiasaan buruk tersebut. Kebiasaan buruk seperti bruxism, bernafas melalui mulut yang dapat dicek menggunakan kaca mulut, kebiasaan menggigit bibir bawah, dan menjulurkan lidah dapat mempengaruhi letak gigi sehingga terjadi maloklusi. Kebiasaan buruk menghisap ibu jari akan mengakibatkan gigi insisiv rahang atas protusif dan gigi insisivus rahang bawah linguoversi; openbite anterior; penyempitan lengkung rahang atas. Kebiasaan buruk bernafas melalui mulut dapat menyebabkan penyempitan lengkung rahang atas sehingga gigi anterior akan protusif dan atau berjejal. 3
Kebiasaan buruk menggigit bibir bagian bawah akan menyebabkan insisivus rahang atas labioversi. 8. Riwayat keluarga yang berkaitan dengan maloklusi dan apakah pernah dirawat ortodonsi menunjukkan adanya keturunan yang berhubungan dengan maloklusi sehingga didapatkan riwayat maloklusi pada silsilah keluarganya. 9. Kesehatan saat ini menunjukkan apakah pasien berada dalam perawatan suatu penyakit atau sedang mongkonsumsi obat tertentu yang dapat mempengaruhi perawatan orto.
C. Analisis Lokal Analisis lokal terdiri dari diagnosis ekstra oral dan diagnosis intra oral. Diagnosis ekstra oral diperoleh dari: 1. Bentuk kepala yang dihitung menggunakan rumus pembagian dari lebar kepala dengan panjang kepala dan dikali seratus. Indeks sefalik yang dolikosefalik adalah 0,75; brakisefalik adalah 0,80; dan mesosefalik adalah 0,76 0,79. 2. Tipe wajah yang didapat dengan perhitungan pembagian lebar wajah per panjang wajah dikali seratus. Tipe wajah dolikosefalik adalah sempit/leptoprosop; mesosefalik adalah sedang/mesoprosop; dan brakisefalik adalah lebar/euriprosop.
Gambar 1. Tipe Wajah Leptoprosop (A), Mesoprosop (B), Euriprosop (C) (Enlow & Hans, 1996). 4
3. Tipe profil muka yang digunakan untuk memeriksa tipe skeletal jurusan anteroposterior maupun vertikal. Adapun 3 tujuan utama pemeriksaan profil, yaitu untuk menentukan posisi rahang jurusan sagital, evaluasi bibir dan letak insisiv, dan evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula. Tipe profil didapat dengan cara mendudukan pasien dengan posisi natural head position (NHP) baik pada saat duduk tegak maupun pada saat berdiri tegak dan pandangan mata ditujukan pada objek terjauh. Setelah itu ditarik 2 garis: dari pangkal hidung ke ke dasar bibir atas, dan dari dasar bibir atas ditarik ke dagu. Apabila garis ini membentuk garis lurus maka memiliki tipe profil wajah lurus; apabila garis pertama lurus dan garis kedua membentuk sudut karena dagu terletak lebih posterior maka profil wajahnya cembung/konveks; dan pada profil wajah cekung, dagu terletak lebih ke anterior. Untuk menentukan tipe profil pada bagian maksila dan mandibula tergolong dalam kelas protusi, retrusi, atau normal adalah proporsi muka bagian atas (GSn) dan bawah (SnMe) = (45%) : (55%).
Gambar 2. Proporsi Muka Bagian Atas 45% dan Bawah 55% (Enlow & Hans, 1996).
5
4. Bibir merupakan jaringan lunak yang berpengaruh terhadap bentuk lengkung geligi. Bila bibir cukup untuk menutup hingga berkontak antara bibir atas dan bawah tanpa adanya kontraksi otot pada mandibula saat istirahat disebut dengan bibir kompeten. Sedangkan apabila terjadi kontraksi otot pada kondisi mandibula istirahat atau juga apabila bibir terlalu kuat mengatup dinamakan bibir tidak kompeten. Bibir tidak kompeten terbagi menjadi dua, yaitu hipertonus (terlihat kontraksi otot saat mandibula dalam posisi istirahat) dan hipotonus (tampak kontraksi otot berlebih saat mandibula istirahat dan tampakan bibir melebar). 5. Fungsi bicara seseorang dapat dipengaruhi karena adanya maloklusi yang parah meskipun orang dengan maloklusi yang parah masih dapat berbicara tanpa gangguan. Namun bentuk kelainan fungsi bicara dapat menunjukkan adanya kelainan dental maupun struktur jaringan lunaknya contohnya lidah yang membantu proses berbicara.
Sedangkan diagnosis intra oral terdiri dari: 1. Mukosa mulut yang normal atau tidak normal. Mukosa yang tidak normal contohnya adanya cheek biting, adanya fordis spot yang tampak pada mukosa oral pasien. 2. Gingival yang normal atau abnormal. Struktur anatomi gingiva perlu diperhatikan, apakah terdapat abses, fistula, atau pembengkakan dengan konsistensi tertentu yang dapat dievaluasi secara visual dan palpasi. 3. Frenulum labial yang dapat diukur dengan cara menarik seacra ringan bagian labial (frenulum labialnya) hingga tampak interdental papila antar insisiv rahang atas yang berubah warna menjadi pucat kemudian dievaluasi. Frenulum posisi normal dengan skor 0 adalah tidak ada jarak berarti. Frenulum dengan jarak 1mm dikategorikan berskor 1, sedangkan frenulum dengan jarak spacing lebih dari 6
1mm diberi skor 2. Skor 1 dan 2 biasanya akan menampakkan penampakan diastema sentral anterior. 4. Lidah merupakan jaringan lunak rongga mulut sehingga perlu evaluasi. Keadaan lidah yang makroglosi dengan aktivitas yang tidak kompeten, posisi yang tidak normal, dan evaluasi posisi lidah saat bicara dapat mengindikasikan adanya maloklusi pada pasien tersebut.
Gambar 3. Besaran dan Lamanya Kekuatan Gigi pada Saat Berfungsi (Proffit dkk, 2007).
5. Palatum biasanya identik dengan bentuk kepala. Kepala dolikosefalik cenderung memiliki palatum yang panjang, sempit, dan dalam, serta lengkung gigi atas juga sempit. Kepala brakisefalik cenderung memiliki palatum yang lebar, dangkal, dan pendek. Terkadang juga ditemukan adanya tonus palatinus yang dapat mengganggu kenyamanan pasien saat menggunakan peranti ortodontik. 6. Karies mempengaruhi terjadinya maloklusi lokal sehingga perlu diperhatikan. Indeks karies terbagi menjadi normal, sedang, dan tinggi. 7
7. Kebersihan rongga mulut pasien dapat dihitung menggunakan beberapa metode untuk mengukur tingkat kebersihan rongga mulut pasien, seperti metode OHI (Oral Hygiene Indeks), OHI-S (Oral Hygiene Indeks Simplified). OHI-S yang normal adalah 0-1,2; sedang adalah 1,3-3,0; dan buruk adalah 3,1-6,0. 8. Fase gigi geligi yang penting untukk diketahui untuk melihat tumbuh kembang gigi pasien dan dalam membantu menentukan diagnosis maupun rencana perawatan. 9. Pengisian odontogram yang penting untuk merangkum secara tertulis dari pemeriksaan intra oral yang dilakukan. Pengisian ini memiliki ketentuan dalam penulisannya. 10. Keterangan foto periapikal atau panoramik yang menunjukkan posisi dari benih gigi, agenesis, gigi berlebih, adanya impaksi horisontal maupun vertikal, dan lain-lain.
D. Analisis Fungsional Analisis ini mencakup: 1. Pengukuran freeway space, yaitu jarak interoklusal pada saat mandibula pada posisi istirahat. Nilai ideal dari freeway spcae adalah 2-3mm yang didapat dengan cara pasien diminta untuk duduk tegak dan mandibula dalam posisi istirahat kemudian kita mengukur jarak antara titik pada ujung hidung dan ujung dagu (anterior). Setelah itu pasien diminta untuk oklusi sentrik dan diukur pula dari bagian ujung hidung hingga ujung dagu. Selisih dari jarak pada saat mandibula istirhat dikurangi jarak saat pasien oklusi sentrik merupakan nilai freeway space.
2. Path of closure, yaitu arah gerakan mandibula saat posisi istirahat ke oklusi sentrik. Hal ini dilakukan dengan cara pasien diminta untuk duduk tegak dengan posisi mandibula istirahat kemudian pasien diminta untuk oklusi sentrik. Setelah itu pasien dievaluasi 8
posisi garis median apakah terdapat pergeseran saat pasien oklusi sentrik. 3. Sendi temporomandibular dilihat dari ada atau tidaknya kelainan yang terjadi dan mempengaruhi fungsinya. Indikator dari pemeriksaan ini adalah lebar pembukaan maksimal dengan nilai normal 35-40mm, 7mm gerakan ke lateral, dan 6mm gerakan ke anterior. Palpasi pada bagian otot pengunyahan dan sendi temporomandibular seperti adanya adanya rasa sakit pada sendi, clicking, dan keterbatasan pembukaan. 4. Displacement mandibula yang terjadi dalam jurusan sagital dan transversal. Displacement dalam jurusan transversal sering berhubungan dengan gigitan silang posterior dan adanya dugaan pergeseran midline. Sedangkan displacement dalam jurusan sagital sering terjadi karena adanya kontak prematur dari gigi geligi pada daerah insisivus.
E. Analisis Model Studi Analisis ini mencakup: 1. Bentuk lengkung geligi rahang atas dan rahang bawah didapat dari membuat lengkung imajiner menggunakan wire dan dilihat bentuknya. Umumnya lengkung rahang dipengaruhi oleh tipe kepala. Brakisefalik cenderung memiliki tipe lengkung rahang yang lebar. 2. Jumlah lebar mesiodistal 4 insisiv rahang atas dan rahang bawah yang diukur menggunakan jangka sorong. Nilai normal dari 4 insisiv rahang bawah adalah 10,42mm- 13,45mm. Sedngkan untuk rahang atas adalah 28mm- 36mm. 3. Diskrepansi model maksila dan mandibula digunakan untuk menghitung space avaiable dan space required. Space avaiable bisa didapat dengan salah satu cara, yaitu membuat lengkung imajiner dari brass wire. Perhitungan 9
rahang atas menggunakan brass wire yang dilekukan dari mesial gigi molar pertama permanen kiri melewati fisura, melewati insisal, hingga ke mesial molar pertama permanen sisi kanan. Sedangkan untuk rahang bawah tidak melewati fisura, namun melewati tonjol bukal gigi posterior rahang bawah. Cara lain bisa juga dengan membagi lengkung rahang menjadi beberapa segmen kemudian dijumlahkan tiap segmennya Space required dapat diperoleh dengan banyak macam metode dengan pengukuran lebar mesio-distal gigi geligi tertentu dan dilihat analisisnya. 4. Kurva spee merupakan lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal molar terakhir pada rahang bawah. Normalnya, kedalaman tidak melibihi 1,5mm. Kurva spee yang positif biasanya didapatkan pada gigi insisiv yang supraposisi atau gigi posterior yang infraposisi atau kombinasi dari keduanya. 5. Diastema adalah ruang yang terdapat antara gigi yang berdekatan sehingga gingiva interdental tampak jelas. 6. Simetri dan Ukuran Mesio-distal gigi geligi yang didapat dengan mengukur menggunakan jangka sorong lebar mesio-distal tiap-tiap gigi rahang atas dan rahang bawah, dan dibandingkan apakah sudah simetris atau tidak. Hasil ini dicatat dalam tabel untuk memudahkan analisis. 7. Malposisi gigi geligi seperti versi, infra oklusi, supra oklusi, rotasi, transposisi, ektostema yang tampak harus dicatat dalam rekam medis orto untuk mendiagnosis dan melakukan rencana perawatan. 8. Midline lengkung gigi rahang atas ditentukan dari rafe dan ruge. Ditarik garis dari papila insisivus hingga ke rafe palatina. Sedangkan rahang bawah ditarik dari frenulum labial dan frenulum lingual. Garis median yang normal 10
adalah yang melalui titik kontak insisivus sentral pada masing-masing rahang. 9. Relasi geligi posterior rahang atas dan rahang bawah dari jurusan sagital dan transversal, serta vertikal juga harus diperhatikan. Relasi jurusan sagital didapat dengan melihat relasi kaninus dan molar apakah neutroklusi, distroklusi, mesioklusi, gigitan tonjol, gigitan silang, atau tidak terdapat relasi. Sedangkan jurusan transversal didapat dari evaluasi adanya gigitan fisura luar RA, gigitan tonjol, gigitan fisura dalam, gigitan silang total luar, dan gigitan silang total dalam. Sedangkan analisis jurusan vertikal dievaluasi dari adanya gigitan terbuka.
Gambar 4. A. Gigitan fisura luar RA, B. Gigitan silang total luar RA, C. Gigitan fisura dalam RA, D. Gigitan silang total dalam RA (Rahardjo, 2011).
10. Relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah yang terdiri dari jurusan sagital (jarak gigit, gigitan tonjol, gigitan terbalik) dan jurusan vertikal (tumpang gigit, gigitan tonjol, gigitan dalam, gigitan terbuka).
11
F. Analisis Sefalomteri Analisis sefalometri terdiri dari beberapa analisis, yaitu 1. Analisis skeletal dengan memeriksa sudut-sudut berikut: Sudut SNA yang menentukan letak maksila terhadap kranium. Jika sudut ini lebih kecil dari reratanya (82 0 atau 84 0 ), maka letak maksila lebih ke posterior, dan sebaliknya. Sudut SNB menyatakan letak mandibula terhadap kranium. Apabila sudut ini lebih kecil dari rerata (80 0 atau 81 0 ) maka mandibula lebih ke posterior, dan sebaliknya. Sudut ANB menyatakan hubungan maksila terhadap mandibula yang didapat dari selisih sudut SNA dan sudut SNB. Normalnya, sudut ANB adalah 2 0 (kelas satu). Sedangkan 4 0 untuk maloklusi kelas 2, dan sudut ANB negatif untuk maloklusi kelas 3.
Gambar 5. Sudut SNA dan Sudut SNB (Rahardjo, 2011).
12
2. Analisis dental, yang dilihat dari: Jarak insisiv atas (NA) 4mm Jarak insisiv bawah (NB) 4mm Sudut insisivus atas (NA) 22 0
Sudut insisivus bawah (NB) 25 0
Sudut insisivus atas dan insisivus bawah 135 0
G. Analisis Etiologi Maloklusi Analisis etiologi pada rekam medis dimaksudkan untuk melihat sebab dan proses terjadinya maloklusi sehingga dapat mendiagnosis dengan tepat dan melakukan rencana perawatan dengan baik. Etiologi dari maloklusi dapat dilihat dari: Faktor keturunan Kebiasaan buruk pasien DDM (Disharmoni Dento Maksiler) Tanggak prematur (premature loss) Kelainan jumlah gigi Letak salah benih Kelainan otot mulut Kelainan patologik Defek kongenital Idiopatik dan lain-lain.
H. Diagnosis Maloklusi Diagnosis maloklusi dilihat berdasarkan maloklusi Angle.
I. Ringkasan Ringkasan dibuat secara menyeluruh dan lengkap namun dibuat sesingkat mungkin menyerupai resume. Ringkasan ini dimaksudkan untuk mempermudah seseorang dalam melihat kasus pasien mulai dari awal hingga keseluruhan secara ringkas. J. Prognosis Perawatan Prognosis perawatan ditentukan melalui multifaktorial setelah diagnosis ditegakkan. Prognosis diambil oleh tenaga medis yang bersangkutan dengan pasien dan harus dikomunikasikan kepada pasien secara menyeluruh. K. Macam-Maram Perawatan Macam perawatan yang dilakukan tergantung dari kasus yang ada. Perawatan tersebut antara lain: Pencabutan satu atau lebih gigi yang dipertimbangkan dari hasil diskrepansi rahang pasien. Menurut Proffit dkk (2007), jika kekurangan ruang hingga 4mm tidak diperlukan ekstraksi gigi permanen. Jika kekurangan tempat antara 5-9mm kadang diperlukan ekstraksi namun lebih sering dilakukan slicing. Jika kekurangan tempat lebih dari 10mm maka hampir selalu dibutuhkan ekstraksi. Pencabutan seri merupakan pencabutan secara berkala untuk menunjang perawatan ortodontik, dan lain-lain. L. Rencana Perawatan Rencana perawatan diprioritaskan dari yang paling perlu terlebih dahulu. Rencana perawatan ini dibagi menjadi rencana perawatan rahang atas dan rahang bawah yang harus dilakukan dengan teliti. M. Peranti yang Digunakan Peranti yang digunakan dalam perawatan ortodontik dibedakan menjadi peranti lepasa, cekat, dan lain-lain. Peranti ini bisa digunakan hanya pada rahang atas atau hanya pada rahang bawah atau bisa keduanya tergantung pada kasus dan kebutuhan. 14
N. Catatan Catatan pada rekam medis berisi catatan tambahan mengenai pasien yang biasanya berkaitan dengan habitual pasien yang sering menghilangkan kebiasaan buruk, atau bisa juga berisi catatan tentang perkembangan pasien. O. Foto Profil Foto profil digunakan untuk melihat, mengevaluasi, dan membandingkan tampak visual pasien sebelum dan setelah perawatan. Foto profil terdiri dari: Profil tampak depan. Profil senyum. Profil tampak lateral kanan. Profil tampak lateral kiri. Bidang oklusal rahang atas dan rahang bawah. Intraoral tampak samping kanan dan samping kiri. Intraoral tampak depan. P. Desain Peranti Desain peranti dimaksudkan untuk membuat desain awal pada model sebelum membuat peranti ortodontik yang akan digunakan oleh pasien. Desain peranti dibuat sebanyak jumlah peranti ortodontik yang akan dibuat untuk pasien.
Gambar 7. Desain Peranti Ortodontik (Rekam Medik Ortodontik RSGMP UNSOED)
15
Q. Prosedur perawatan Prosedur perawatan merupakan keterangan dari proses awal perawatan pasien hingga akhir evaluasi perawatan pasien yang disusun secara rinci dan sistematis yang disertai tanggal perawatan. Selain itu terdapat kolom biaya yang harus ditanggung oleh pasien.
16
DAFTAR PUSTAKA
Enlow, D.H., Hans, M.G., 1996, Essentials of Facial Growth, WB Saunders Company, Philadelphia. Proffit, W.R., Fields, H.W., Sarver, D.M., 2007, Contemporary Orthodontics, 5 th ed., Mosby Elsevier, St. Louis. Rahardjo, P., 2011, Diagnosis Ortodontik, Airlangga University Press, Surabaya.