DEPARTEMEN ILMU BEDAH UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP HAM MEDAN 2014 i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Mechanical Bowel Obstruction. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter pembimbing, dr. Ronald Sitohang, Sp.B yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan makalah presentasi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, September 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii BAB 1 Pendahuluan ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Tujuan ....................................................................................... 2 BAB 2 Tinjauan Pustaka ......................................................................... 3 2.1. Rectal Cancer ............................................................................ 3 2.1.1. Definisi ............................................................................ 3 2.1.2. Faktor Risiko ................................................................. 3 2.1.3. Jenis dan Stadium ........................................................... 4 2.1.4. Patofisiologi ..................................................................... 6 2.1.5. Manifestasi Klinis ........................................................... 7 2.1.6. Diagnosis ......................................................................... 7 2.1.7. Penatalaksanaan ............................................................ 8 2.2. Mechanical Bowel Obstruction ............................................... 9 2.2.1. Definisi ............................................................................ 9 2.2.2. Etiologi ............................................................................ 9 2.2.3. Klasifikasi ........................................................................ 11 2.2.4. Patogenesis ...................................................................... 13 2.2.5. Manifestasi Klinis ........................................................... 15 2.2.6. Diagnosis ......................................................................... 17 2.2.7. Diagnosis Banding ......................................................... 22 2.2.8. Penatalaksanaan ............................................................ 22 2.2.9. Komplikasi ..................................................................... 23 2.2.10. Prognosis ...................................................................... 24 BAB 3 Laporan Kasus ............................................................................. 25 BAB 4 Diskusi............................................................................................. 46 BAB 5 Kesimpulan..................................................................................... 28
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Patofisiologi Mechanical Bowel Obstruction ........................ 14 Gambar 2.2.Distensi Abdomen ................................................................. 18 Gambar 2.3.Ileus Obstruktif . .................................................................... 20 Gambar 2.4.Ileus Paralitik ......................................................................... 20 Gambar 2.5.Gambaran Air Fluid Level ..................................................... 21 Gambar 2.6.Volvulus ................................................................................. 21 Gambar 2.7.Ascariasis ............................................................................... 21 Gambar 2.8.Ileus Obstruktif ...................................................................... 21 Gambar 2.9.Bagan Penatalaksanaan ......................................................... 23
4
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker rektal merupakan keganasan yang terdapat di bagian rektum. Jenis adenokarsinoma merupakan bentuk keganasan yang paling banyak terjadi pada kanker rektal (98%), yang kemudian diikuti limfoma (1,3%), carsinoid (0,4%) dan sarkoma (0,3%). 1,2
American Cancer Society memperkirakan bahwa pada tahun 2011 terdapat 141.210 orang yang didiagnosis dengan kanker kolorektal dan sekitar 49.380 orang akan meninggal akibat penyakit ini di Amerika. Mayoritas kanker dan kematian ini dapat dicegah dengan mengaplikasikan pengetahuan mengenai pencegahan kanker dan peningkatan penggunaan screening test. 3
Pada negara maju, insidensi kanker kolorektal meningkat drastis setelah usia 50 tahun. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mendapatkan bahwa insidensi kanker kolorectal pada usia kurang dari 45 tahun di 4 kota besar di Indonesia adalah 47,85% di Jakarta, 54,5% di Bandung, 44,3% di Makasar, dan 48,2% di Padang. 4
Gejala dari kanker rektal adalah perubahan kebiasaan buang air besar, penurunan berat badan, buang air besar berdarah, dan nyeri perut. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah colonoscopy, CEA, dan CT scan. 5,6 Penatalaksanaan kanker rektal sesuai dengan stadiumnya. Secara umum, penatalaksanaannya terdiri dari 3 macam, yaitu pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. 7,8
Obstruksi usus mekanik merupakan penyumbatan yang terjadi pada usus baik sebagian ataupun total/komplit. Penyumbatan dapat terjadi di berbagai titik pada usus halus dan usus besar, tetapi yang paling sering dijumpai pada usus halus. Ketika terjadi penyumbatan pada usus maka makanan dan cairan tidak dapat lewat, sehingga akan terjadi penumpukan makanan, cairan dan gas diatas daerah yang tersumbat. Hal inilah yang menyebabkan nyeri dan distensi abdomen. 9 Secara umum, obstruksi usus dapat dibedakan melalui dua mekanisme yaitu obstruksi mekanik (ileus obstruction) dan paralisis otot instestinal (instestinale pseudoobstruction/ileus paralitic). Obstruksi mekanik merupakan oklusi dari lumen usus. Sedangkan paralitik usus (ileus non mekanik) adalah 5
terhentinya peristaltik usus karena adanya lesi saraf (terjepit, meradang) sehingga terjadi kelumpuhan saraf. 10 Dari salah satu penelitian, didapatkan bahwa dari total pasien yang diteliti penyebab obstruksi usus baik usus halus dan usus besar yaitu adhesi/perlengketan, hernia incercerata, dan kanker usus besar dengan prevalensi masing-masing 64.8%, 14.8%, dan 13.4%. 11
Adhesi, hernia, dan kanker usus besar merupakan penyebab tersering obstruksi usus. Beberapa studi menyatakan bahwa adhesi menyebabkan 32%-74% obstruksi usus dan menjadi penyebab utama obstruksi usus halus dengan persentase 45%-80%. Penyebab utama (65%-90%) pasien dengan obstruksi adhesi adalah pasien yang menjalani operasi abdomen sebelumnya. Kanker usus besar, khususnya kanker sigmoid adalah etiologi tersering obstruksi pada pasien dengan obstruksi usus besar yang prevalensinya 40%-90%. Penyebab lain obstruksi yang dikutip dari literature adalah Crohns disease dan batu empedu dengan jumlah 3%-7% dan 2% untuk kasus obstruksi usus halus. Untuk volvulus usus dan intusepsi yang masing-masing 4%-15% dan 4%-8% total kasus obstruksi. 11
Berdasarkan data salah satu rumah sakit umum di Australia pada tahun 2001-2002, sekitar 6,5 per 10.000 penduduk di Australia diopname di rumah sakit karena ileus paralitik dan ileus obstruktif. Hasil penelitian Markogiannakis, dkk (2001-2002), insiden rate penderita penyakit ileus obstruktif yang dirawat inap sebesar 60% di Rumah Sakit Hippokratian, Athena di Yunani dengan rata-rata pasien berumur antara sekitar 16 - 98 tahun dengan rasio perbandingan laki-laki lebih sedikit daripada perempuan (2:3). 11 Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan 7.024 kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap pada tahun 2004. 12
1.2. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca lebih memahami tentang Mechanical Bowel Obstruction. Selain itu, makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rectal Cancer 2.1.1. Definisi Kanker rektal merupakan suatu keganasan yang terdapat di bagian rektum. Jenis adenokarsinoma merupakan bentuk keganasan yang paling banyak terjadi pada kanker rektal (98%), yang kemudian diikuti limfoma (1,3%), carsinoid (0,4%) dan sarkoma (0,3%). 1,2
2.1.2. Faktor Risiko a. Usia Kemungkinan untuk terjadi kanker retum meningkat pada usia diatas 50 tahun. Sekitar 9 dari 10 orang yang terdiagnosis kanker rektum berusia minimal 50 tahun. b. Riwayat polip kolorektal atau kanker kolorektal. Riwayat adanya polip adenomatous akan meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal. Resiko relaps pada kanker rektum lebih besar jika penyakit pertama kali muncul pada usia muda. c. Riwayat Inflammatory Bowel Disease (IBD) Populasi yang mempunyai riwayat IBD selama beberapa tahun seringkali mengalami displasia. Displasia merupakan istilah untuk menggambarkan sel yang berada di kolon atau rektum yang tampak abnormal, yang nantinya sel ini akan berubah menjadi kanker. d. Riwayat penyakit keluarga 1 dari 5 penderita kanker rektum mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. e. Pola makan Diet dengan timggi daging (contoh: daging sapi, kambing, atau hati) dan makanan olahan (contoh: sosis dan kornet), dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker rektum. 7
f. Merokok Merokok dalam jangka panjang akan meningkatkan resiko terjadinya kanker rektum. 13
2.1.3. Jenis dan Stadium 2.1.3.1. Jenis a. Adenokarsinoma Lebih dari 95% penderita kanker rektum mempunyai tipe adenokarsinoma. Jenis kanker ini berasal dari sel yang membentuk kelenjar penghasil mukus dalam rektum. b. Tumor karsinoid Tumor ini berasal dari sel penghasil hormon di dalam usus. c. Limfoma Kanker ini berasal dari kelenjar getah bening, tetapi dapat juga berasal dari rektum atau organ lainnya. d. Sarkoma Kanker rektum dapat berasal pembuluh darah atau jaringan pada dinding rektum, tetapi jenis ini jarang didapat. 2
2.1.3.2. Stadium Tabel 1. Definisi tingkatan kanker menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 14 . AJCC TNM definitions (seventh edition) TNM Definitions Primary tumor (T) TX Primary tumor cannot be assessed T0 No evidence of primary tumor Tis Carcinoma in situ T1 Tumor invades the submucosa T2 Tumor invades the muscularis propria T3 Tumor invades the subserosa or into nonperitonealized perirectal tissues 8
T4a Tumor penetrates to the surface of the visceral peritoneum T4b Tumor directly invades or is adherent to other organs or structures
Regional lymph nodes (N) NX Regional lymph nodes cannot be assessed N0 No regional nodal metastasis N1 Metastasis in one to three regional lymph nodes N1a Metastasis in one regional lymph node N1b Metastasis in 23 regional lymph nodes N1c Tumor deposit(s) in the subserosa, mesentery, or nonperitonealized perirectal tissues without regional nodal metastasis N2 Metastasis in 4 or more regional lymph nodes N2a Metastasis in 46 regional lymph nodes N2b Metastasis in 7 or more regional lymph nodes
Distant metastasis (M) M0 No distant metastasis M1 Distant metastasis M1a Metastasis confined to 1 organ or site M1b Metastasis in more than one organ/site or the peritoneum
Stage IVA Any T Any N M1a Stage IVB Any T Any N M1b
2.1.4. Patofisiologi Mukosa pada usus besar beregenerasi rata-rata setiap 6 hari. Sel kripta bermigrasi dari dasar kripta ke permukaan, dimana sel kripta akan mengalami diferensiasi dan maturasi, serta kehilangan kemampuan untuk bereplikasi. Proses terjadinya suatu keganasan adenokarsinoma berlangsung sekitar 10 tahun. 2 Ada 3 jalur untuk menggambarkan patofisiologi kanker rektum: a. Jalur adenoma-karsinoma gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) b. Jalur hereditar nonpolyposis colorectal cancer (NHPCC) c. Displasia colitis ulseratif. Jalur adenima karsinoma APC terkait dengan beberapa mutasi genetic, dimulai dari inaktivasi gen APC, yang menjadikan replikasi seluler di permukaan kripta menjadi tidak terkendali. Dengan peningkatan jumlah sel, terjadilah mutasi yang mengakibatkan aktivasi dri K-ras onkogen pada tahap awal dan p53 mutasi pada tahap lanjut. Hasil dari pengurangan fungsi gen tumor supresor mencegah apoptosis dan pemanjangan siklus hidup sel. Jika mutasi APC diturunkan, maka akan menghasilkan sindrom poliposis adenomatous familial. 2 Secara histologis, adenoma diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: tubular, tubulovillous, dan villous adenomas. Ada beberapa kesalahan mutasi DNA yang telah menjadi jalur karsinogenik. Ada beberapa kesalahan mutasi gen yang telah diidentifikasi, meliputi hMLH1, hMSH2, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6. Kesalahan mutasi ini akan mempengaruhi perbaikan DNA. Kesalahan replikasi ditemukan pada hampir 90% HNPCC dan 15% menyebar pada kanker rektum dan kolon. Inflamasi kronis seperti kolitis ulseratif dapat menyebabkan displasia dan pembentukan karsinoma. 2
2.1.5. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rectum antara lain ialah : 10
- Perubahan pada kebiasaan buang air besar atau adanya darah atau feses, baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam. - Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar-benar kosong saat buang air besar. - Feses yang lebih sedikit dari biasanya. - Keluhan tidak nyaman pada perut seperti flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau nyeri . - Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya. - Mual dan muntah. - Rasa letih dan lesu. - Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah gluteus. 5,6
2.1.6. Diagnosis 1. Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening Adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker rektal dan untuk mendeteksi dini metastase ke hepar. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan kanker grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan. 15
2. Digital Rectal Examination Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrinning awal. Kurang lebih 75% kanker rektum dapat dipalpasi, pada pemeriksaan rektal pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras 15 . 3. Barium Enema Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam 11
mendeteksi polip yang berukuran lebih dari 1 cm. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02%. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi merupakan alternatif pengganti colonoscopy untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi 15
4. Colonoscopy Colonoscopy dapat digunakan untuk menunjukkan gambaran seluruh mukosa kolon dan rektum. Colonoscopy merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflamamatory bowel disease, non akut diverkulitis, sigmoid valvulus, gatrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon, dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada colonoscopy terapi daripada colonoscopy diagnostik. Perdarahan merupakan komplikasi dari colonoscopy terapi, sedangkan perforasi merupakan komplikasi dari colonoscopy diagnostik 7
2.1.7. Penatalaksanaan 1. Pembedahan Pembedahan adalah satu-satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai penanganan kuratif untuk kanker rektum. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regio lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi di atas rektum, reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm bebas tumor. 15
2. Terapi Radiasi Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan X-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. 8
12
Eksternal radiasi merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. 8
Internal radiasi menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan secara oral, parenteral atau implan langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi. 8
3. Adjuvant Kemoterapi Kemoterapi yang diikuti dengan ekstipasi dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. 15
2.2. Mechanical Bowel Obstruction 2.2.1. Definisi Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut. 16
2.2.2. Etiologi Pada 75% pasien, obstruksi usus akut hasil dari operasi abdomen sebelumnya yang menyebabkan perlengketan sekunder atau hernia internal maupun eksternal. Insidensi obstruksi usus akut yang membutuhkan perawatan rumah sakit pada beberapa minggu pertama postoperasi adalah 5-25% dan 10- 50% dari pasien ini membutuhkan pembedahan. 17
Obstruksi usus diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu : 13
- Dinamik, dimana peristaltik bekerja melawan obstruksi mekanik, dapat dalam bentuk akut maupun kronik - Adinamik, dimana tidak dijumpai peristaltik (misalnya ileus paralitik) ataupun peristaltik masih dijumpai dalam bentuk non-propulsif (oklusi pembuluh darah mesenterika atau pseudoobstruksi) 17
Penyebab terbanyak obstruksi usus halus adalah perlengketan postoperasi. Perlengketan postoperasi dan menyebabkan obstruksi akut dalam 4 minggu setelah operasi ataupun obstruksi kronik dalam dekade berikutnya. Insidensi obstruksi usus halus sejalan dengan meningkatnya jumlah laparotomi yang terjadi di negara berkembang. 18
Penyebab lainnya yang sering menimbulkan obstruksi usus halus adalah hernia incarcerata. Etiologi lain termasuk tumor malignan (20%), hernia 10%), 14
inflammatory bowel disease (5%), volvulus (3%), penyebab lainnya (2%). Penyebab obstruksi usus halus pada anak adalah atresia kongenital, stenosis pilorus, dan intusepsi. 18
2.2.3. Klasifikasi 2.2.3.1.Klasifikasi Obstruksi Usus Obstruksi usus dibagi menjadi dua yaitu obstruksi usus mekanis dan obstruksi usus non mekanis (neurogik). 1. Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses. 19
2. Neurogonik/fungsional (Ileus Paralitik) Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson. 19
2.2.3.2.Klasifikasi Ileus Obstruktif 1. Menurut sifat sumbatannya Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 bagian, yaitu : 1. Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan neoplasma 2. Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus. 19
2. Menurut letak sumbatannya 15
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi dua yaitu : 1. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus Obstruksi usus halus disebabkan oleh sejumlah proses patologi. Penyebab utamanya adalah adhesi postoperatif (60%), malignansi, Crohn disease dan hernia. Jenis operasi yang dapat menimbulkan obstruksi usus halus adalah appendektomi, operasi kolorektal, ginekologi dan operasi gastrointestinal bagian atas. 18
Obstruksi usus halus dapat berupa parsial, komplit, simple (nonstrangulasi) dan strangulasi. Obstruksi strangulasi membutuhkan operasi emergensi. Jika tidak didiagnosa dan diterapi dengan tepat, akan terjadi gangguan vascular yang akhirnya menyebabkan iskemik usus dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Prevalensi obstruksi usus halus adalah 20% dari seluruh pembedahan akut. 18
2. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar Obstruksi usus besar merupakan kondisi emergensi yang membutuhkan identifikasi dan intervensi yang cepat. Penting membedakan obstruksi mekanik dan pseudoobstruksi, karena penanganannya berbeda. Etiologi pada kondisi ini tergantung pada usia, obstruksi kolon biasanya terjadi pada usia tua dikarenakan tingginya insidensi neoplasma dan berbagai penyakit tambahan pada populasi ini. Pada neonatus, penyebab obstruksi disebabkan oleh anus imperforate atau kelainan anatomi lainnya. Pada anak-anak, penyebab obstruksi adalah penyakit Hirschprung. 20
Sebagian besar obstruksi mekanik usus besar 60% disebabkan oleh keganasan, 20% disebabkan oleh penyakit diverticular, dan 5% disebabkan oleh volvulus colon. Penyebab utama obstruksi usus besar pada dewasa adalah keganasan (jinak ataupun ganas), striktur (diverticular atau iskemik), volvulus (kon, sigmoid dan cecum), intusepsi dan impaksi atau obstipasi. 20 3. Menurut etiologinya Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi tiga, yaitu : 16
1. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses intraabdominal. 2. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chrons disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi. 3. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu. 19
2.2.4. Patogenesis Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi. Dilatasi dan dilatasi usus oleh karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan sehingga potensial untuk terjadi translokasi kuman.Gangguan vaskularisasi menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit dapat lolos dari tubuh karena muntah. Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus yang mengalami strangulasi. 17,20 17
Gambar 2.1.Patofisiologi Mechanical Bowel Obstruction 18
Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis, sehingga mudah distensi. Hal tersebut terjadi akibat faktor gas dan cairan yang terdapat di dinding usus. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis, karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi usus halus atau usus besar tergantung kompetensi valvula Bauhini. Bila terjadi insufisiensi katup, timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum turut membesar. 17,20
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus halus karena pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hampir tidak pernah 18
terjadi strangulasi. Kolon merupakan alat penyimpanan feses sehingga secara relatif fungsi kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal. 17,20
2.2.5. Manifestasi Klinis 1. Obstruksi sederhana Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. 17,20
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal. 17,20
2. Obstruksi disertai proses strangulasi Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus. 17
3. Obstruksi mekanis di kolon Timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan 19
adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi. 17
Macam ileus Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan abdomen Obstruksi simple tinggi ++ (kolik) + +++ Meningkat - Obstruksi simple rendah +++ (Kolik) +++ + Lambat, fekal Meningkat - Obstruksi strangulasi ++++ (terus- menerus, terlokalisir) ++ +++ Tak tentu biasanya meningkat + Paralitik + ++++ + Menurun - Oklusi vaskuler +++++ +++ +++ Menurun +
20
Tabel 2.3 Gejala pada Bowel Obstruction 21
2.2.6. Diagnosis Penegakan diagnosis obstruksi usus mekanik berdasarkan pada classic quartet, yaitu nyeri, distensi abdomen, muntah, dan konstipasi absolut. 1. Anamnesis Nyeri abdomen merupakan gejala awal pada obstruksi usus mekanik. Nyeri obstruksi usus berupa nyeri kolik yang dirasakan disekitar umbilicus, sedangkan obstruksi kolon berupa nyeri kolik yang dirasakan disekitar suprapubik. Muntah, perut kembung (distensi), konstipasi, tidak ada defekasi, tidak ada flatus, adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah. 17,20
2. Pemeriksaan Fisik Pada inspeksi didapat perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. 17,20
21
Pada palpasi dapat dijumpai tanda-tanda rangsang peritoneal seperti nyeri lepas dandefans muskuler.Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. 17,20
Gambar 2.2. Distensi abdomen
Pada auskultasi dijumpai hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. Pada perkusi dijumpai hipertimpani. Pemeriksaan colok dubur (Rectal toucher)juga harus dilakukan untuk menilai total atau tidaknya suatu obstruksi dengan menilai kolaps tidaknya ampulla rekti. Bila pasien telah mengalami peritonitis maka akan ditemukan nyeri tekan pada pemeriksaan ini. Jika isi rektum menyemprot telah mengalami Hirschsprungs disease. Bila feces yang mengeras telah mengalami skibala, sedangkan feces negatif dicurigai obstruksi usus letak tingi. 17,22
3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal (hipokalemia). Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi 22
hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis. 22
b. Radiologi Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. 22
Dapat ditemukan gambaran stepladder dan air fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi. 22
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain : 1. Ileus obstruksi letak tinggi : - Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan. - Coil spring appearance - Herring bone appearance - Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (stepladder sign) 2. Ileus obstruksi letak rendah : - Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi - Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen - Air fluid level yang panjang-panjang di kolon 23
Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari gaster sampai rectum.Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik: 22
Gambar 2.3. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance
Gambar 2.4. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan.
24
Gambar 2.5. Gambaran air fluid level pada ileus obstruktif Gambar 2.6.Ileus Obstruktif karena adanya volvulus
Gambar 2.7. Ascariasis yang bisa menyebabkan ileus obstruktif Gambar 2.8. Ileus obstruktif yang disebabkan oleh massa tumor extraintestinal 25
2.2.7. Diagnosis Banding Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana. 20
2.2.8. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus dirawat di rumah sakit. 20
1. Persiapan Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif. 20,23
2. Operasi Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila : - Strangulasi - Obstruksi lengkap - Hernia inkarserata - Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter). 20
26
3. Pasca Bedah Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik. 20
Gambar 2.9 Bagan Tata Laksana Mechanical Bowel Obstruction 24
2.2.9. Komplikasi Komplikasi obstruksi usus yang dapat terjadi, yaitu : 1. Sepsis 2. Abses Intra abdominal 27
3. Luka bekas operasi 4. Aspirasi 5. Sindrom usus pendek (akibat tindakan bedah yang multipel) 6. Kematian 17
2.2.10. Prognosis Prognosis bergantung pada etiologi dari obstruksi.Mayoritas pasien dengan obstruksi usus adesiva yang mendapat terapi konservatif jarang kembali ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Hanya kurang dari 20% pasien tersebut yang kembali dengan masalah obstruksi usus lainnya. 20
Mortalitas dan morbiditas bergantung pada diagnosis obstruksi usu yang cepat dan tepat ditangani. Jika tidak terobati, obstruksi strangulasi menyebabkan kematian 100%. 17
Angka mortalitas dengan tindakan pembedahan pada kasus obstruksi usus halus tanpa strangulasi berjumlah kurang dari 5% dan dihubungkan dengan usia tua dengan komorbidnya. Angka mortalitas dengan tindakan pembedahan pada obstruksi strangulasi mencapai angka 8 sampai 25%. 20
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempat dan lamanya obstruksi.Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus. 20
28
BAB III LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien Nama : Nimrot Parningotan Sinaga Umur : 43 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Petani Status : Sudah menikah No RM : 00.61.63.00 Alamat : Desa Bandar Selamat KP Harapan Tanggal Masuk: 16 September 2014 Waktu : 15.00 wib
3.2. Anamnesis Keluhan utama : BAB tidak lancar dari stoma Telaah : Hal ini dialami pasien 2 minggu ini. Pasien juga mengeluhkan perut kembung dalam 2 minggu ini yang disertai dengan nyeri. Mual dijumpai 2 minggu ini , muntah tidak dijumpai. Sesak nafas dijumpai sejak 2 minggu yang lalu. Batuk tidak dijumpai. Pasien sebelumnya sudah pernah dilakukan Colostomy 6 bulan yang lalu di Rumah Sakit Rantau Prapat karena tidak bisa buang air besar, yang dialami pasien selama satu bulan . RPT : DM(-), Hipertensi(-), asma(-),operasi perut (+)AdenoCa. Recti (+) RPO : -
3.3. Status Presens Sensorium : Compos Mentis Keadaan Umum : sedang Tekanan darah : 110/70 mmHg Keadaan Gizi : sedang Nadi : 98 x/i Pernafasan : 28x/i Suhu : 37,2C 29
3.4. Pemeriksaan Fisik Kepala Mata : reflex cahaya (+/+), pupil isokor 3mm, konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Telinga/ hidung/ mulut: tidak dijumpai kelainan Leher : trakea medial, Pembesaran KGB (-) Toraks Inspeksi : Simetris fusiformis Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, kesan : normal Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi : Paru : Suara pernapasan: vesikuler, Suara tambahan: tidak dijumpai. Jantung: S1 (N), S2 (N), murmur (-) Abdomen Inspeksi : Distensi (+), stoma viable, produksi (-), gerakan peristaltik terlihat Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-) Perkusi : Hipertimpani Auskultasi : Peristaltik (+) meningkat
Genitalia : Jenis laki-laki, tidak dijumpai kelainan Ekstremitas : Superior : tidak dijumpai kelainan Inferior : tidak dijumpai kelainan DRE : Mukosa licin, teraba massa 8 cm dari anal merge, konsistensi keras, permukaan tidak rata, darah (+)
3.5. Hasil Laboratorium (15 september 2014) Hb : 14,70 g % Eritrosit : 34,73x10 6 /mm 3
3.6. Hasil Pemeriksaan Patologi (18 Maret 2014) Makroskopis : Jaringan berukuran 2x1x1 cm, warna abu-abu, konsistensi elastis. Mikroskopis : Sediaan terdiri dari sel-sel epitel malignan, inti polimorfis sedang, khromatin kasar, sitoplasma sedikit, yang cenderung membentuk struktur kelenjar. Diferensiasi sel relatif masih baik 31
Kesimpulan : Well differentiated Adenocarcinoma
3.7. Pemeriksaan Radiologi a. Thorax Erect (18 September 2014)
Hasil foto rontgen : Kedua sinus costophrenicus lancip, kedua diafragma licin, tidak tampak infiltrat pada kedua lapangan paru. Jantung ukuran normal CTR <50%. Trakea di tengah. Tulang-tulang dan soft tissue baik. Kesimpulan: Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo
32
b. Foto Polos Abdomen (20 September 2014)
c. USG Abdomen
Hati : Hati ukuran normal, permukaan rata, parenkim homogen, tidak tampak focal mass Kesimpulan : Tidak tampak metastase liver
33
3.8. Diagnosis Post eksplorasi laparotomi + sigmoidektomi d/t Adeno ca recti
3.9. Rencana - Rawat inap untuk perbaikan keadaan umum - Wash out stroma dengan NaCl 0,9% hangat - Cek lab darah lengkap, HST, KGD ad random, RFT, LFT, elektrolit, CEA - Foto thorax PA erect - USG liver
34
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal S O A P 19/9/ 2014
stoma tidak lancar, mual (+), perut kembung (+) Sensorium: Compos mentis Keadaan Umum: Stabil Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/i Pernafasan: 24 x/i Suhu : 36.8 0 C Abdomen: Inspeksi: Distensi (+), tampak stoma viable, produksi (-) Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-) Perkusi: Hipertimpani Auskultasi: Peristaltik (+) meningkat Post eksplorasi laparotomi + sigmoidek- tomi d/t Adeno ca recti - Bed rest - O 2 2-4 l/menit - IVFD RL 20 gtt/ menit - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam - Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam - Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam - Pemasangan NGT no.18 - Wash out pagi sore
20/9/ 2014 Stoma tidak lancar, perut kembung (+) Sensorium: Compos mentis Keadaan Umum: Stabil Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/i Pernafasan: 20 x/i Suhu : 37.0 0 C Abdomen: Inspeksi : Distensi (+) , tampak stoma viable, produksi (-) Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-) Perkusi: Timpani Post eksplorasi laparotomi + sigmoidek- tomi d/t Adeno ca recti - Bed rest - O 2 2-4 l/menit - IVFD RL 20 gtt/ menit - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam - Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam - Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam - Wash out pagi sore
35
Auskultasi: Peristaltik (+) 21-23/ 9/2014 Perut kembung (-) Sensorium: Compos mentis Keadaan Umum: Stabil Tekanan darah : 110-120/80 mmHg Nadi : 76-80 x/i Pernafasan: 20 x/i Suhu : 37.0 0 C Abdomen: Inspeksi : Distensi (-), tampak stoma viable, produksi (+) Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-) Perkusi: Timpani Auskultasi: Peristaltik (+) Post eksplorasi laparotomi + sigmoidek- tomi d/t Adeno ca recti - Bed rest - O 2 2-4 l/menit - IVFD RL 20 gtt/ menit - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam - Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam - Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam - Plasmanat 5% 1 fls/ hari - Wash out pagi sore
Rencana: - CT-scan upper lower abdomen + IV contras 24/9/2014
24/9/ 2014 Perut kembung (-) Sensorium: Compos mentis Keadaan Umum: Stabil Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/i Pernafasan: 20 x/i Suhu : 36.8 0 C Abdomen: Inspeksi : Distensi (-), tampak stoma viable, produksi (+) Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-) Perkusi: Timpani Auskultasi: Peristaltik (+) Post eksplorasi laparotomi + sigmoidek- tomi d/t Adeno ca recti - Bed rest - IVFD RL 20 gtt/ menit - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam - Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam - Paracetamol tab 3x500 mg - Plasmanat 5% 1 fls/ hari
Rencana: - CT-scan upper lower abdomen + IV contras Hari ini
36
25-26/ 9/2014 Perut kembung (-) Sensorium: Compos mentis Keadaan Umum: Stabil Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/i Pernafasan: 20 x/i Suhu : 36.9-37.0 0 C Abdomen: Inspeksi : Distensi (-), tampak stoma viable, produksi (+) Palpasi: Soepel, nyeri tekan (-) Perkusi: Timpani Auskultasi: Peristaltik (+) Post eksplorasi laparotomi + sigmoidek- tomi d/t Adeno ca recti - Bed rest - IVFD RL 20 gtt/ menit - Inj.Ceftriaxone 1 gr/12jam - Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam - Paracetamol tab 3x500 mg - Plasmanat 5% 1 fls/ hari
37
BAB 4 DISKUSI
Paien laki-laki, 42 tahun, datang dengan keluhan pembuangan feses dari stoma tidak lancar. Hal ini telah dialami pasien sejak 2 minggu yang lalu. Selain itu, pasien juga mengeluhkan perut yang membesar disertai nyeri dan mual yang dialami selama 2 minggu ini. Pasien telah menjalani colostomy 6 bulan yang lalu di Rantau Prapat atas indikasi Adeno Ca recti. Pada pemeriksaan fisik, dijumpai perut yang distensi dengan stoma yang viable, peristaltik usus yang terlihat, dan peristaltik yang meningkat. Pada pemeriksaan foto abdomen dijumpai dilatasi small bowel. Pasien mengeluhkan keluhan pembuangan feses yang tidak lancar dari stoma yang telah dialami selama 2 minggu. Selain itu, pasien juga mengeluhkan perut yang membesar disertai rasa nyeri. Hal ini merupakan beberapa tanda dan gejala dari obstruksi usus. Pasien sebelumnya telah menjalani operasi colostomy atas indikasi Adenocarcinoma recti. Menurut teori, obstruksi usus dapat disebabkan oleh intraluminal, intramural, dan extramural. Pada pasien ini, obstruksi usus kemungkinan besar disebabkan oleh intramural, yaitu karsinoma recti atau perlengketan post operasi. Penatalaksanaan awal pada pasien ini adalah puasa, pemsangan iv line, pemasangan NGT untuk dekompresi, dan pemberian antibiotik. Pada pasien ini diberikan antibiotik ceftriaxone 1 gr/12 jam. Selain itu, dilakukan perbaikan keadaan umum sehingga pasien diberikan infus RL dan Plasmanat 5%.
38
BAB 5 KESIMPULAN
Kanker rektal merupakan suatu keganasan yang terdapat di bagian rektum. Jenis adenokarsinoma merupakan bentuk keganasan yang paling banyak terjadi pada kanker rektal, yang kemudian diikuti limfoma, carsinoid, dan sarkoma. Gejalanya dapat berupa perubahan kebiasaan defekasi, mual, muntah, lemah, penurunan berat badan, dan nyeri di gluteus. Diagnosis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang berupa CEA, foto polos abdomen, CT scan abdomen, dan colonoscopy. Penatalaksanaan dari kanker rektum ini sesuai dengan stadiumnya. Secara umum, penanganannya terdiri dari 3 jenis, yaitu pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut. Etiologinya dapat dibagi menjadi intramural, intraluminal, dan ekstraluminal. Gejala yang timbul adalah nyeri abdomen, muntah, perut kembung (distensi), konstipasi, tidak ada defekasi, tidak ada flatus, adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos abdomen. Penatalaksanaan awal obstruksi usus yang dilakukan berupa resusitasi cairan, dekompresi usus, memberikan analgesi dan antiemetik sesuai klinis, tindakan bedah dan memberikan antibiotik.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Colorectal Cancer. [Online].; 2013 [cited 2014 September 22. Available from: www.cancer.org. 2. Cagir B. Rectal Cancer. [Online].; 2014 [cited 2014 September 22. Available from: www.medscape.com. 3. American Cancer Society. Colorectal Cancer: Facts & Figures 2011-2013 Atlanta: American Cancer Society; 2011. 4. Sudoyo AW, Hernowo B, Reksodiputro AH, Hardjodisastro D, Sinuraya ES. Colorectal cancer among young native Indonesians: A clinicopathological and molecular assessment on microsatellite instability. Med J Indones. 2010 November; 19(4). 5. Hassan I. Rectal Carcinoma.. [Online].; 2006 [cited 2014 September 23. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/281237-clinica. 6. Cirincione E. Rectal Cancer. [Online].; 2005 [cited 2014 September 23. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/281237-overview. 7. Schwartz S. Schwartz Principle of Surgery. 8th ed.: The McGraw-Hill Companies; 2005. 8. Henry F. Radiation Therapy. [Online].; 2006 [cited 2014 September 23. Available from: http://www.henryfordwyandotte.com/body.cfm?id=39639&action=articleD etail&AProductID=Adam2004_1&AEArticleID=001918. 9. Mahnke D. Mechanical Bowel Obstruction in NYU Langone Medical Center New York. [Online].; 2013 [cited 2014 September 23. Available from: www.medicine.med.nyu.edu/gastro/conditions/mechanical_bowel_obstructi on. 10. Turcani M. Pathophysiology of the Gastrointestinal Tract. 11. Markogiannakis H,ea. Acute Mechanical Bowel Obstruction : Clinical 40
Presentation, Etiology, Management and Outcome. World Journal of Gastroenterology. 2007 January 21; 13(3): p. 432-437. 12. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2004 Jakarta; 2004. 13. al. Me. Practice Parameters for the Management of Rectal Cancer (Revised).. [Online].; 2013 [cited 2014 September 22. Available from: www.fascrs.org. 14. Glimelius B, Pahlman L, A C. Rectal cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Ann Oncol. 2010 May; 21(5): p. v82-v86. 15. Casciato DA. Manual of Clinical Oncology. 5th ed.: Lippincott Williams &Wilkin.; 2004. 16. Heller J,ea. Intestinal Obstruction. [Online].; 2012 [cited 2014 September 22. Available from: www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000260.htm. 17. Williams NS, Bulstrode CJK, O'Connel PR, editors. Bailey's & Love's Short Practice of Surgery. 25th ed.; 2008. 18. Nobie BA. Small bowel Obstruction. [Online]. [cited 2014 September 22. Available from: http://www.Medscape.com/article/774140_overview. 19. Yavuz Y. [Online].; Intestinal Obstruction. [cited 2014 September 21. Available from: www.justmed.eu. 20. Sjamsuhidajat R, Jong Wd, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004. 21. Kutz B. Small and Large Bowel Obstruction. In Resident Teaching Conference; 2004. 22. Evers B. Small Bowel.. In Townsend C, Beauchamp R, Evers B, Mattox K. Sabiston Textbook of Surgery. 18th ed. St. Louis: WB Saunders; 2008. 23. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging. 7th ed. London: Churchill Livingstone; 2003. 24. Diaz JJ, Bokhari F, Mowery NT. Guidelines for Management of Small 41
Bowel Obstruction. The Journal of Trauma Injury, Infection, and Critical Care. 2008;: p. 1651-1664.
Dokumen Serupa dengan Ca Recti + Mechanical Bowel Obstruction