Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Pengertian Tanin
Tanin merupakan suatu substansi yang banyak dan tersebar, sehingga sering ditemukan dalam
tanaman. Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat, yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri
dan antioksidan. Istilah tanin sendiri berasal dari bahasa Perancis, yaitu tanning. Pada mulanya
senyawa tannin lebih dikenal sebagai tanning substance dalam proses penyamakan kulit hewan untuk
dibuat sebagai kerajinan tangan.
Struktur Tanin
Pada umumnya tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul (BM) yang
cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya,
tanin diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
1. Tanin Terhidrolisis
Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat yang dapat membentuk jembatan oksigen,
sehingga dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Gallotanin merupakan
salah satu contoh tanin terhidrolisis, di mana gallotanin ini merupakan senyawa berupa gabungan dari
karbohidrat dan asam galat. Selain itu, contoh lainnya adalah ellagitanin (tersusun dari asam
heksahidroksidifenil).
Secara singkat, apabila tanin mengalami hidrolisis, akan terbentuk fenol polihidroksi yang sederhana,
misalnya piragalol, yang merupakan hasil dari terurainya asam gallat dan katekol yang merupakan hasil
dari hidrolisis asam protokatekuat. Tanin terhidrolisiskan biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis,
berwarna cokelat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid bukan
larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah diperoleh
dalam bentuk kristal.
2. Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi biasanya tidak dapat dihidrolisis, melainkan terkondensasi di mana menghasilkan
asam klorida. Tanin terkondensasi kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid. Tanin jenis ini dikenal
dengan nama Proanthocyanidin yang merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungan dengan melalui
C 8 dengan C4, contohnya Sorghum procyanidin yang tersusun dari catechin dan epiccatechin.
Klasifikasi Tanin berdasarkan warna dari garam ferri (FeCl
3
), dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Katekol
Berwarna hijau dengan 2 gugus fenol. Misalnya : Flobatanin dan Pirokatekol. Memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
Apabila dipanaskan akan menghasilkan katekol
Apabila didihkan dengan HCl akan menghasilkan flobapin yang berwarna merah.
Apabila ditambahkan FeCl
3
akan berwarna hijau.
Apabila ditambahkan larutan Br akan terbentuk endapan.
Contoh Katekol : Asam kirotamat (pada kina) dan asam katekotanat (pada gambir).
b. Pirogalatanin (pirogalol)
Berwarna biru dengan FeCl
3
dengan 3 gugus fenol. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Apabila dipanaskan akan terurai menjadi pirogalol.
Apabila dididihkan dengan HCl akan dihasilkan Asam gallat dan Asam ellag.
Apabila ditambahkan dengan FeCl
3
akan berwarna biru.
Apabila ditambahkan brom tidak akan terbentuk endapan.
Contoh Pirogalatanin : Gallotanin (pada gallae) dan Ellagitanin (pada Granati cortex)
B. Distribusi Tanin
Tanin terdistribusi atau tersebar hampir pada seluruh bagian tumbuhan, seperti pada daun,
batang, kulit kayu, dan buah. Distribusi tanin ini hampir di seluruh spesies tanaman dan biasanya
ditemukan pada gymnospermae dan angiospermae. Tanin terletak di vakuola atau bagian permukaan
tanaman. Bagian yang bertindak sebagai penyimpanan tetap tannin, akan aktif terhadap organisme
pemangsa. Selaitu itu, penyimpanan tanin yang sifatnya sementara, dapt mempengaruhi metabolisme
jaringan tanaman hidup, namun hanya ketika setelah sel mengalami kerusakan atau kematian, sehingga
tanin akan aktif untuk memberikan efek metabolik.
Tanin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan, misalnya pada jaringan xilem
dan floem, dan pada lapisan antara korteks dengan epidermis. Tanin yang ada, dapat membantu dalam
pertumbuhan jaringan tersebut.
C. Sifat-sifat Tanin
Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-
sifat dari tanin itu sendiri. Sifat-sifat tanin, antara lain :
1. Sifat Fisika.
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin akan membentuk koloid dan akan memiliki rasa asam dan sepat.
Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, maka akan terbentuk endapan.
Tanin tidak dapat mengkristal.
Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan
protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
2. Sifat Kimia
Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :
Tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk campuran polifenol yang Sulit untuk
dipisahkan sehingga sulit membetuk kristal.
Tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan kromotografi
Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan
pemberi warna.
3. Sifat sebagai pengkhelat logam.
Fenol yang ada pada tanin, secara biologis dapat berguna sebagai khelat logam. Mekanisme atau
proses pengkhelatan akan terjadi sesuai dengan pola subtitusi dan pH senyawa fenol itu sendiri. Hal ini
biasanya terjadi pada tanin terhidrolisis, sehingga memiliki kemampuan untuk menjadi pengkhelat logam.
Khelat yang dihasilkan dari tanin ini dapat memiliki daya khelat yang kuat dan dapat membuat
khlelat logam menjadi lebih stabil dan aman di dalam tubuh. Namun, dalam mengkonsumsi tanin harus
sesuai dengan kadarnya, karena apabila terlalu sedikit (kadarnya rendah) tidak akan memberikan efek,
namun apabila mengkonsumsi terlalu banyak (kadar tinggi) dapat mengakibatkan anemia karena zat besi
yang ada dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut.
D. Metode Penetapan Kadar Tanin
Kadar tanin dapat ditetapkan dengan menggunakan berbagai macam metode. Metode yang
biasanya digunakan untuk menentukan kadar tanin total adalah sebagai berikut :
1. Metode Gravimetri
Analisis dengan menggunakan metode gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap
(berat konstan)-nya. Reagen atau pereaksi yang ditambahkan adalah berlebih untuk menekan kelarutan
endapan.
2. Metode volumetri/permanganometri
Berdasarkan reaksi kimianya, metode volumetri dikelompokkan menjadi 4 jenis reaksi, yaitu reaksi asam-
basa, reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks.
3. Metode Kolorimetri
Contoh metode penetapan kadar tanin dari sebuah paper, misalnya dengan menggunakan metode
kolorimetri dalam menentukan jumlah tanin total pada daun Jati Belanda, menggunakan pereaksi biru
prusia. Prinsipnya yaitu reaksi reduksi senyawa besi (III) menjadi senyawa besi (II) oleh tanin membentuk
warna biru-hitam selanjutnya dengan penambahan pereaksi biru prusia, akan membentuk suatu
kompleks berwarna biru tinta yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer pada daerah sinar
tampak.
Reaksi yang teradi adalah sebagai berikut :
Fe
3+
+ tanin Fe
2+
Fe
2+
+ K
3
Fe(CN)
6
3KFe[Fe(CN)
6
]
Kompleks yang terbentuk berwarna biru tinta.
Pada metode penentuan jumalah tanin total dengan menggunakan pereaksi biru prusia secara kolorimetri
diperoleh kurva kalibrasi asam tanat dengan persamaan y = 0,2767x 0,0386, dengan r = 0,9982.
E. Identifikasi Senyawa Tanin
Dalam melakukan identifikasi senyawa tanin dari suatu tanaman, dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Untuk menganalisam secara kulitatif senyawa tanin, dapat dilakukan dengan metode
sebagai berikut :
v Memberikan larutan FeCl
3
yang berwarna biru tua / hitam kehijauan.
v Menambahkan Kalium Ferrisianida yang ditambahkan dengan amoniak berwarna cokelat.
v Mengendapkan dengan garam Pb, Sn, Cu, dan larutan Kalium Bikromat berwarna cokelat
Untuk menganalisis senyawa tanin secara kuantitatif dapat diguanakan metode sebagai berikut
:
v Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya.
v Dengan menggunakan kromatografi, seperti HPLC dan UV-Vis.
v Metode analisis fenol secara umum, menggunakan pereaksi blue prussian dan pereaksi Folin.
v Metode presipitasi dengan menggunakan protein.
F. Manfaat Tanin
Sebagai senyawa metabolit sekunder, tanin memiliki banyak manfaat dan kegunaan. Manfaat
dan kegunaan tanin adalah sebagai berikut :
1. Sebagai anti hama untuk mencegah serangga dan fungi pada tanaman.
2. Sebagai pelindung tanaman ketika masa pertumbuhan dari bagian tertentu tanaman, misalnya pada
bagian buah, saat masih muda akan terasa pahit dan sepat.
3. Sebagai adstrigensia pada GI dan kulit.
4. Untuk proses metabolisme dari beberapa bagian tanaman.
5. Dapat mengendapkan protein sehingga digunakan sebagai antiseptik.
6. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid).
7. Sebagai reagen pendeteksi gelatin, alkaloid, dan protein.
8. Sebagai penyamak kulit dan pengawet.
G. Kesimpulan
Tanin merupakan suatu substansi yang banyak dan tersebar pada tanaman. Berdasarkan
strukturnya, tanin diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.
Tanin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan, misalnya pada jaringan xilem
dan floem, dan pada lapisan antara korteks dengan epidermis. Untuk membedakan tanin dengan
senyawa metabolit sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu sendiri, seperti sifat fisika,
kimia, dan sebagai pengkhelat logam.
Ada beberapa metode dalam melakukan penetapan kadar tanin, metode-metode tersebut
antara lain metode gravimetri, volumetri, dan kolorimetri. Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat,
yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009, http://library.usu.ac.id/download/fp/Hutan-Iwan6.pdf, Diakses pada tanggal 7 Mei 2011
Anonim, 2009, http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/8-ethanol-salak.pdf, Diakses pada
tanggal 5 Mei 2011-05-09
Anonim, 2010, http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/8208106109.pdf, Diakses pada tanggal 5 Mei 2011
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, edisi keenam, 71-72 Penerbit ITB, Bandung
Sudjadi, 2010, Kimia Farmasi Analisis, 91, 122, Pustaka Pelajar, Yogyakarta