Anda di halaman 1dari 24

File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt

1
BAB II
KOORDINASI ISOLASI DAN TEGANGAN LEBIH

A. PENGANTAR

1. Latar Belakang
Pelayanan energi listrik, di samping dituntut selalu memenuhi kebutuhan
beban, harus menjamin kualitasnya, yaitu mutu frekuensi dan tegangan, baik
kontinuitas, maupun keandalannya. Sistem dan peralatan listrik yang dirancang
harus bekerja seefisien dan seoptimal mungkin dalam mengkonsumsi energi
listrik. Kerugian daya baik karena impedans saluran maupun kebocoran arus pada
peralatan harus ditekan sekecil mungkin. Pada umumnya kegagalan peralatan
listrik pada waktu atau sedang beroperasi disebabkan oleh kegagalan isolasi
peralatan tersebut dalam menjalankan fungsinya sebagai isolator. Fungsi isolator
harus diperhatikan terhadap teganganlebih yang sering mengancam sistem,
misalnya teganganlebih akibat petir (surja petir = lightning surge) dan
teganganlebih pen-saklaran (surja hubung = switching surge). Khususnya
peralatan tegangan tinggi : saluran transmisi, gardu induk harus terlindungi dari
gangguan teganganlebih sehingga frekuensi kegagalan sekecil mungkin. Dari
pengertian perlindungan ini perlu kiranya pengaturan tingkatan isolasi sistem dan
karakteristik peralatan proteksi, atau penataan level isolasi perlu dikoordinasikan.
Kegagalan isolasi akan mengakibatkan kebocoran arus, sehingga peralatan
akan mengalami beban lebih atau bahkan hubung singkat. Untuk menjamin mutu
peralatan baik dari kebocoran arus antar fase maupun fase ke tanah, maka mutu
isolasi peralatan harus memenuhi standar tertentu, misal standar IEC, DIN, J IS,
dan sebagainya. Standar isolasi sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan
standar level isolasi baku sebagai isolasi dasar (minimal) yang ditetapkan bagi
peralatan tersebut, yang biasanya sering dikenal dengan istilah BIL (Basic
Insulation Level). Untuk memenuhi standar baku tersebut, peralatan listrik harus
mengalami sederet pengujian, baik dilakukan secara sample maupun langsung
pada peralatan tersebut. Pengujian dapat bersifat pengujian periodis atau rutin dan
komersial saat peralatan tersebut dikeluarkan dari pabrik ke pasaran maupun
pengujian setelah peralatan tersebut terpakai beberapa waktu untuk meyakinkan
apakah peralatan tersebut memenuhi syarat atau tidak. Secara khusus pengujian
lebih berkepentingan untuk menemukan bahan isolasi dan memberikan jaminan
atas ketahanannya, sedangkan koordinasi isolasi lebih menekankan kepentingan
praktis memilih dan atau menata produk yang tersedia di pasaran untuk
dikoordinasikan dengan peralatan proteksi yang tepat, sehingga aman bagi sistem,
peralatan dan hemat dari segi biaya.
Sebagai ilustrasi peralatan untuk sistem dengan tegangan nominal 150 KV,
rated tegangan yang dipersyaratkan bagi peralatan sebesar 170 kV, sementara itu
ketahanan isolasi peralatan terhadap tegangan frekuensi daya sebesar 345 kV
RMS dan ketahanan terhadap tegangan impuls sebesar 750 kV. Tegangan-
tegangan tersebut merupakan persyaratan ketahanan minimal yang harus dipenuhi
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
2
oleh peralatan tanpa proteksi. Sebagai contoh peralatan isolator gantung, tanpa
proteksi sekurang-kurangnya harus tahan terhadap tegangan impuls sampai 750
kV dalam waktu tidak kurang dari 3 detik. Kenyataan di lapangan pemasangan
mempunyai keamanan cukup tinggi, untuk memberikan rasa aman terhadap factor
koreksi terhadap cuaca, dan sebagainya . Pada sistem 150 kV dipasang 11 buah
isolator gantung dengan masing-masing isolator mempunyai ketahanan impuls
tidak kurang dari 100 kV, sehingga untuk 11 isolator mempunyai ketahanan
impuls tidak kurang dari 1.100 kV. Suatu nilai yang sangat aman terhadap
persyaratan BIL 750 kV. Namun demikian proteksi terhadap isolator yang berupa
arcing horn akan mempunyai gagal tegangan diantara 750 kV s.d. 1100 kV.
Nilai standar 750 kV sebagai BIL, diidentikan dengan pembatasan
tegangan gagal 750 kV oleh proteksi arester 100%.
Untuk menekan biaya, upaya pemakaian arester yang diturunkan
menghasilkan pengurangan level isolasi, misalnya arester 80% akan menghasilkan
syarat BIL baru yang bernilai BIL 80% dari BIL semula, kira-kira biasa dipakai
isolator dengan BIL 80% atau berketahanan impuls sebesar 520 KV. BIL baru
tersebut merupakan standar BIL yang diturunkan. Dengan demikian level isolator
yang dipilih dapat diturunkan, dengan syarat keberadaan arester yang diturunkan
(misal 80%) mutlak diperlukan.

2. Konsep koordinasi Isolasi
Konsep koordinasi isolasi yaitu upaya mengkoordinasikan ketahanan
isolasi suatu peralatan dengan setting atau kinerja peralatan proteksi, sehingga
mempunyai korelasi bahwa isolasi peralatan tersebut terlindungi dari bahaya
teganganlebih. Masalah pokok koordinasi isolasi adalah pemilihan nilai yang tepat
dari level isolasi dari berbagai peralatan dalam sistem daya dan menatanya
sehingga yakin seluruh sistem terlindungi dari gangguan teganganlebih.
Selanjutnya ketahanan isolasi peralatan, seperti busbar, CB, trafo, dll harus
lebih tinggi dari tegangan gagal arrester atau peralatan proteksi petir lainnya.
Koordinasi isolasi juga harus memperhatikan ketepatan volt-time flashover and
breakdown characteristic peralatan dan proteksi agar diperoleh jeda proteksi
maksimum (maximum protective margin) pada suatu nilai biaya yang dapat
diterima. Prinsip koordinasi isolasi seperti terlihat pada gambar 1. Peralatan yang
mempunyai ketahanan isolasi dengan karakteristik seperti kurva A, atau di atasnya
dikoordinasikan dengan peralatan proteksi yang mempunyai karakteristik
pelepasan tegangan seperti kurva B. Dikatakan terjadi koordinasi yang baik, jika
untuk melindungi peralatan A, peralatan proteksi B harus memiliki tegangan gagal
lebih rendah daripada nilai tegangan peralatan A tersebut.
Koordinasi proteksi tidak hanya memperhatikan perlindungan peralatan
saja, tetapi juga terhadap peralatan proteksi. Misalnya, agar arester tidak rusak,
maka arester tersebut harus bisa melepas teganganlebih dengan aman ke tanah dan
segera berhenti menghantar begitu surja berlalu, atau dengan kata lain arester
harus mempunyai kemampuan untuk segera memulihkan diri sebagai isolator
terhadap tanah. Apabila tidak demikian, arus ikutan yang berlangsung terus akan
memperburuk kinerja sistem.
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
3
Koordinasi isolasi umumnya dipersiapkan terhadap gangguan tegangan
lebih yang dikarenakan surja petir maupun surja hubung.

Microseconds
K
V
-
C
R
E
S
T
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A
B

Gambar 1 : Konsep koordinasi isolasi

3. Kurva volt-waktu (Volt-time curve)
Tegangan gagal (breakdown voltage) suatu jenis isolasi dan tegangan
percik (flashover voltage) suatu celah atau sela tergantung besar amplitudo
tegangan yang dikenakan dan lama (time) pengenaan tegangan tersebut. Kurva
volt-waktu merupakan ilustrasi grafis hubungan crest flashover voltage dengan
time flashover dari suatu gelombang impuls yang dikenakan.



Gambar 2. Grafik Volt-waktu

Dari kurva volt-waktu seperti terlihat pada gambar 2, dapat diperoleh
informasi berbagai pengertian / definisi, misalnya berbagai ragam kegagalan
(breakdown) seperti gagal pada puncak (crest flashover), gagal pada muka (wave-
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
4
front-flashover), gagal pada ekor (wave-tail-flashover), kegagalan 50% (flashover
50%), critical flashover voltage, critical withstand voltage, rated flashover
voltage, dan sebagainya.

4. Basic Impulse Insulation Level (BIL)
Di muka telah diuraikan bahwa ketahanan isolasi peralatan seperti trafo, CB
dan sebagainya harus lebih tinggi dari tegangan gagal arrester atau proteksi petir
lain. Untuk memberikan jaminan bahwa peralatan dalam sistem daya terlindung
dari gangguan teganganlebih perlu kepastian level isolasi tidak akan gagal di bawah
nilai level ini sehingga penggunaan proteksi akan mampu memberikan
perlindungan yang efektif. Metode yang tepat akan mampu memilih nilai level
isolasi bersama untuk menjadi acuan semua isolasi peralatan yakin berada di atas
level ini. Tiga pertimbangan yang menjadikan pertimbangan pada koordinasi
isolasi, yaitu pemilihan level isolasi yang tepat, adanya jaminan ketahanan isolasi
sesuai levelnya, dan penggunaan proteksi yang tepat serta ekonomis.
Level isolasi baku yang terpakai pada semua peralatan sistem daya siring
dikenal dengan istilah Basic Impulse Insulation Level (BIL) yang dianggap
memberikan jaminan akan ketahanan terhadap tegangan di bawah level tersebut,
baik bagi peralatan maupun saluran. BIL didefinisikan berdasar standar impulse
crest voltage yang tidak lebih panjang dari (1,2/50 mikrodetik standar India, 1,5/50
mikrodetik standar USA atau 1/50 mikrodetik standar UK). Isolasi peralatan harus
mempunyai ketahanan isolasi di atas BIL-nya.
BIL peralatan sistem harus dipilih sedemikian sehingga sistem dapat
terlindungi oleh arrester yang sesuai, misal arrester petir (lightning arrester). J eda
(margin) antara BIL dan arrester harus pasti agar yakin arrester memberikan
perlindungan dengan biaya yang ekonomis. BIL harus dipilih lebih tinggi dari nilai
maksimum kemungkinan kegagalan arrester.


B. TEGANGANLEBIH (OVERVOLTAGE)

1. Penyebab Tegangan Lebih
Tegangan normal tidak begitu berbahaya terhadap ketahanan isolasi, tetapi
stres tegangan karena teganganlebih akan berbahaya, baik bagi saluran maupun
peralatan jika tanpa adanya proteksi yang membatasi teganganlebih ini.
Tegangan lebih yaitu tegangan antara penghantar fase ke pentanah atau antar
penghantar fase yang mempunyai puncak melebihi puncak tertinggi dari rated
peralatan (definisi menurut IEC 71-1). Tegangan lebih dikatakan different mode,
jika terjadi antar penghantar fase atau antar sirkuit. Dikatakan common mode jika
terjadi antara penghantar fase ke frame atau earth.
Teganganlebih yang sering muncul pada sistem dapat dikategorikan
menjadi dua asal, yaitu :
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
5
a. Teganganlebih External : teganganlebih dari luar, misal dari atmosfir
sekitar karena sambaran petir, bisa berupa :
Sambaran langsung (direct stroke)
Secara imbas elektromagnetis karena lucutan petir didekat peralatan.
Rambatan teganganlebih melalui trafo ke peralatan.
Tegangan induksi pada saluran panjang karena perubahan atmosfir
Secara elektrostatis karena berdekatan dengan awan bermuatan
Secara elektrostatis karena gesekan partikel di atmosfir atau karena
perubahan ketinggian saluran.
b. Tegangan lebih internal : teganganlebih karena perubahan kondisi
operasi, dapat berupa :
Teganganlebih surja hubung atau teganganlebih peralihan yang
mengandung frekuensi tinggi.
Teganganlebih yang terjadi karena fenomena peralihan dari sistem kondisi
stabil ke kondisi persaklaran atau gangguan. Teganganlebih yang terjadi
bersifat berosilasi dengan frekuensi beberapa Hz sampai ratusan kHz.
Sebagai contoh persaklaran reactor, kapasitor, trafo dan sebagainya.
Teganganlebih temporer : tegangan lebih terjadi pada sistem kondisi
relatif stabil dengan frekuensi daya sebagai akibat pelepasan beban atau
karena saluran panjang.
Tegangan lebih yang terjadi karena pemutusan arus magnetisasi trafo.

Klasifikasi tegangan lebih
Menurut standar IEC 71-1 tegangan lebih dibedakan berdasar durasi dan bentuk.
Berdasar durasi dikenal :
temporary overvoltage : tegangan lebih pada frekuensi daya yang
berlangsung lama (sampai beberapa siklus atau beberapa detik).
transient overvoltage : teganganlebih yang berlangsung sangat penek,
durasi hanya beberapa milidetik, mungkin berosilasi atau teredam.
Tegangan lebih ini dibedakan :
o slow-front overvoltage
o fast-front overvoltage
o very fast-front overvoltage.
Berdasar bentuk menurut standar IEC 71-1 :
short duration power frequency voltage : bentuk sinusoidal 48 Hz dan 62 Hz
dengan durasi 60 detik.
switching impuls : tegangan impuls dengan waktu ke puncak 250 s dan
waktu ke setengah nilai 2500 s.
lightning impulse : tegangan impulse dengan waktu ke puncak 1,2 s dan
waktu setengah nilai 50 s.
Konsekwensi adanya tegangan lebih :
terjadi degradasi pada peralatan
terjadi drop pada pelayanan
terjadi bahaya / resio pada personal
Konsekwensi tersebut tergantung seberapa besar magnitude, durasinya.
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
6
Breakdown pada isolasi peralatan jika melebihi ketahaannya.
Degradasi pada peralatan, umur pendek disebabkan non-destructive dan
berulang-ulang.
Loss of power supply : jika terjadi kerusakan elemen jaringan.
Gangguan sistem kontrol, monitoring atau komunikasi karena konduksi atau
radiasi elektromagnetik.
Electrodynamic stress (destructive or deformation) peralatan dan thermal
stress (misal elemen leleh, terbakar atau meledak) disebabkan impulse petir.
Bahaya bagi orang atau hewan karena kena beda tegangan atau menyentuh
bagian bertegangan.
Power frequency overvoltage, sring terjadi karena :
an earthy fault
resonance or ferro resonance
neutral conductor breakdown
generator voltage regulator or transformer on oad tap changer fault
overcompensation of reactive energy (regulator fault).
load shedding, jika sumber berupa generator.

2. Fenomena Petir
Lucutan muatan dari awan bermuatan ke tanah dikenal dengan istilah
fenomena petir. Lucutan petir melalui udara terjadi jika pada awan timbul
potensial terhadap bumi atau terhadap awan lain. J ika isolasi antar awan atau
terhadap bumi gagal maka akan terjadi petir. Timbulnya suara akibat gesekan
partikel pada atmosfir saat terjadi petir akan menghasilkan guruh (thunderstorms)
Terbentuknya partikel / kristal es dapat menyebabkan awan bagian atas
awan bermuatan positif dan di bagian bawah bermuatan negatif. Potensial antara
dua pusat muatan bisa mencapai 100 s.d. 1000 MV, dengan gradien 10 kV/cm dan
arus mencapai ratusan sampai ribuan ampere. Mekanisme petir seperti terlihat
pada gambar 3.
Adanya awan yang bermuatan akan menimbulkan muatan induksi pada
permukaan bumi, sehingga timbul medan listrik. Dimensi bumi yang cukup besar,
permukaannya dapat dianggap cukup rata terhadap awan, maka awan dan bumi
dapat dipandang sebagai dua buah plat kapasitor yang besar dengan udara sebagai
bahan dielektriknya
Bila muatan yang terkandung dalam awan ini terlepas baik ke awan lain
atau ke bumi maka terjadilah petir. Menurut Schonland petir terdiri beberapa
lucutan terpisah yang dimulai dengan lucutan awal stepped leader (gb. 3.a)
sebagai sambaran langsung dengan puncaknya pilot streamer, akan diikuti
sambaran balik / return stroke (gb. 3.b) atau return streamer. Sambaran susulan
pertemuam antara dart leader dan return streamer (gb 3.c.) Kecepatan stepped
leader sekitar 1,16 % kecepatan cahaya atau sekitar 1,5 x 10
7
cm/detik sedangkan
sambaran utama sekitar 1,5 x 10
9
sampai 1,5 x 10
10
cm/detik.

File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
7

Gambar 3. Mekanisme petir

Ketika leader mendekati tanah, intensitas medan listrik di tanah cukup
besar maka terbentuklah jalan (path) bagi sambaran utama, dan begitu leader
menyentuh tanah, mulailah sambaran balik dan terjadi aliran muatan yang besar
melalui jalan ini ke awan Besarnya arus sambaran balik bisa mencapai 1000?
50.000 ampere dengan kecepatan 100 kA/micrometric dengan duress sekitar 100
mikrodetik. Temperature yang terjadi pada path diperkirakan berkisar 15.000-
20.000 derajat Celcius.

3. Bentuk tegangan petir
Bentuk tegangan petir bisa disimulasikan sebagai bentuk dua komponen
eksponensial berikut :

V =V ( e
-at
e
bt
)

Dengan a dan b konstanta yang menentukan bentuk, v magnitude tegangan steep
yang tergantung induksi surja pada suatu cuaca, V puncak tegangan impulse.
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
8
Bentuk gelombang seperti gambar 4 umumnya didefinisikan dengan t
1
dan
t
2
sebagai waktu tegangan muka (merangkat menuju puncak) dan waktu tegangan
ekor (waktu mencapai % puncak dihitung dari akhir t
1
).

Gambar 4. Bentuk ilustrasi gelombang petir

Bentuk gelombang petir sering dinyatakan t
1
/t
2
dengan standar pengujian
gelombang 1/50 mikrodetik dengan pengertian t
1
=1 mikrodetik dan t
2
=50
mikrodetik.
Gelombang petir dikaitkan dengan karakteristik proteksi berdasar kurva
volt-waktu seperti ditunjukkan pada gambar 2, maka arester harus dipilih yang
mempunyai tegangan gagal atau pelepasan pada daerah muka gelombang, yaitu
dengan waktu kurang dari t
1
, sehingga isolasi yang dilindungi belum sempat
tertembus petir sampai puncak. Pengertian ini sangat tepat jika dikaitkan dengan
upaya penggunaan arester yang dikurangi untuk tujuan menekan biaya.

4. Tegangan lebih karena petir
Tegangan lebih karena petir dapat dijelaskan berdasar gambar 5. J ika
konduktor mengalami sambaran, maka arus I sebagai arus sambaran langsung
akan mengalir pada konduktor, akan merambat sepanjang konduktor terbagi
menjadi dua, yaitu I
f
and I
b
yang nilai masing-masing sebesar I/2. Sehingga
tegangan pada titik sambaran sebesar V =(I.Z
o
)/2 dengan Z
o
impedans surja dari
saluran. Arus petir tidak kurang dari 10 kA, oleh karena itu nilai Z
o
berkisar 400
ohm. Tegangan sumber petir bisa mencapai lebih dari 2000 kV. Arus pada
konduktor tersebut menimbulkan teganganlebih yang merambat sepanjang
konduktor sampai akhir ujung pentanahan. Tegangan ini akan menimbulkan
dampak lain pada konduktor, misalnya terjadinya korona di sepanjang konduktor.

File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
9


Gambar 5. Teganganlebih karena petir

Tegangan pada konduktor tersebut jika dikaitkan dengan resistans
pentanahan akan bernilai V =I. R dengan I =arus petir di tower, R =resistans
kaki tower, dan V jatuh tegangan pada isolator gantung.


C. PERLINDUNGAN SISTEM

Sambaran langsung ke instalasi sistem tenaga listrik (missal di Gardu
induk) sangat berbahaya, karena umumnya petir memiliki arus sambaran sangat
besar dengan muka gelombang cukup curam. Dari beberapa pengamatan,
diketahui pesatnya kenaikkan muka gelombang bias mencapai 1.000 s.d. 10.000
kV/s dan besarnya arus sambaran bias mencapai 5.000 s.d. 200.000 A.
Kemungkinan sambaran langsung sangat tergantung pada ada atau
tidaknya kawat perisai yang dipasang di atas instalasi peralatan yang sengaja
dipersiapkan untuk menyalurkan arus petir ke tanah. Tanpa adanya perisai,
sambaran langsung dapat mengenai peralatan dan bias menimbulkan kerusakan
yang parah.

1. Perlindungan dengan kawat tanah (groundwire)
Seluruh peralatan di Gardu Induk maupun saluran transmisi harus tercakup
dalam daerah perlindungan, sehingga terhindar dari kemungkinan kena sambaran.
Efektifitas perlindungan kawat tanah tergantung pada ketinggian kawat tanah dan
besarnya sudut perlindungan, yang biasanya sudut 30 derajat dipandang cukup.
Dengan sudut perlindungan sebesar 30 derajad, daerah yang tercakup oleh kawat
tanah hanya terbatas, maka harus diperhatikan tinggi peralatan yang berada pada
jarak tertentu dari lokasi kawat tanah.
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
10
Daerah perlindungan sepanjang kawat tanah terbatas oleh suatu busur yang
dibentuk dengan pusat M, yang berjarak dua kali tinggi H dari kawat tanah dan
dari permukaan tanah. Dengan sudut perlindungan 30 derajad, busur ini
menyinggung permukaan tanah pada jarak 3H dari kawat tanah. Pada gambar 6,
A adalah peralatan yang harus dilindungi dengan tinggi h dan B adalah kawat
tanah dengan tinggi H berjarak L dari peralatan. Daerah yang berada di bawah
busur adalah daerah yang aman dari sambaran petir. Sebagai contoh peralatan
listrik dengan tinggi h =9 meter dan berada pada jarak L =12,5 meter dari kawat
tanah (jarak mendatar), maka agar peralatan tersebut terlindungi dari sambaran
langsung, kawat tanah harus dipasang pada ketinggian H =23 meter.
Bila menggunakan dua kawat tanah, koordinasi tinggi kawat, jarak antara
keduanya dengan tinggi peralatan dapat ditentukan dengan gambar 7. Nilai h
adalah tinggi peralatan, B adalah kawat tanah dengan tinggi H, sedangkan C
adalah jarak mendatar antara kedua kawat tanah. Misalnya peralatan a berada di
antara dua kawat tanah yang berjarak C =26,5 meter, tinggi peralatan h =10
meter, maka kawat tanah tersebut harus dipasang pada ketinggian H =15 meter.


Gambar 6 : Daerah perlindungan satu kawat tanah

File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
11

Gambar 7 : Daerah perlindungan dua kawat tanah

2. Perlindungan dengan penangkal petir
Pengalaman dan hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk ketinggian
yang sama, daerah perlindungan yang bisa dicakup lebih luas apabila digunakan
pelindung penangkal petir daripada menggunakan kawat tanah, karena apabila
menggunakan penangkal petir sudut perlindungannya bias lebih besar. Penangkal
petir tunggal mempunyai daerah perlindungan seperti gambar 8.
Dengan busur berpusat di M, berjari-jari tiga kali tinggi batang penangkal
H dari ujung batang atau tanah seperti pada gambar 8, mempunyai sudut
perlindungan 42 derajat, busur ini menyinggung permukaan tanah pada jarak
mendatar 5H dari lokasi penangkal petir. Misalnya peralatan dengan tinggi h =
6 berada pada jarak L =8 meter dari lokasi penangkal petir, maka dari gambar 7
dapat ditentukan tinggi penangkal petir H =13 meter.
Bila menggunakan dua batang penangkal petir, cakupan daerah
perlindungan bias lebih luas. Pada gambar 9, B adalah ujung penangkal petir
dengan ketinggian H, A adalah peralatan yang dilindungi yang mempunyai
ketinggian h, dan C jarak mendatar kedua penangkal petir tersebut. Misalnya
peralatan terletak di antara ke dua penangkal petir yang terpisah pada jarak C =56
meter, tinggi peralatan h =10 meter, maka batang penangkal petir harus dipasang
dengan ketinggian H =19 meter.

File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
12

Gambar 8 : Daerah perlindungan satu batang penangkal petir



Gambar 9 : Daerah perlindungan dua penangkal petir
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
13
Material kawat tanah biasanya menggunakan penghantar tembaga terpilin
atau ACSR, sedangkan batang penangkal petir menggunakan tembaga. Kawat
tanah dan penangkal petir selanjutnya dihubungkan ke sistem pentanahan,
sehingga bias menyalurkan atau menetralkan muatan yang ditimbulkan oleh
induksi atau sambaran petir.

Contoh proteksi gardu induk seperti gambar 10.


Gambar 10. Proteksi Gardu Induk

3. Perlindungan dengan sela batang
Bentuknya sederhana seperti gambar 11, menjadikan sela batang sebagai
alat pelindung yang paling murah. Sela batang biasa dipasang pada busing trafo
sebagai jalan pintas ke tanah bila ada gelombang surja, sehingga isolasi trafo
terhindar dari bahaya tegangan lebih. Alat ini terdiri dua buah elektroda batang
yang salah satu batangnya dihubungkan ke penghantar dan yang lain ke tanah.
Panjang sela disesuaikan dengan kemampuan peralatan terhadap tegangan lebih,
yang biasanya diatur agar gagal pada nilai 20 % lebih rendah dari tegangan gagal
peralatan yang dilindunginya.



Gambar 11. Proteksi sela batang (Rod gap)

Sebagai alat pelindung sela batang memiliki kelemahan yaitu:
Tidak mampu memutus arus ikutan setelah melewatkan arus surja, yang
berarti terjadi hubung singkat ke tanah setiap kali terjadi tegangan lebih yang
menyebabkan sela gagal. Setiap terjadi lompatan yang menimbulkan arus
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
14
ikutan, untuk memadamkannya harus dilakukan pemutusan rangkaian, dan
setelah busur padam serta kuat isolasi pada sela pulih, rangkaian dapat ditutup
kembali.
Tegangan gagal sela cukup terhadap gelombang yang mempunyai kecuraman
muka gelombang yang tinggi, hal ini berarti diperlukan sela yang relatif
pendek untuk memberi perlindungan terhadap surja yang bermuka curam,
namun pada bagian ekor tegangan surja menjadi cukup rendah sehingga
mengakibatkan terlalu sering terjadi lompatan terutama karena surja hubung
meskipun nilainya tidak begitu tinggi.
Karakteristik tegangan gagalnya sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfir
seperti polusi, kelembaban dan hujan.


4. Tanduk Busur (Arcing Horn)
Isolator gantung rawan terhadap aliran arus petir, saat konduktor mendapat
sambaran langsung. Proteksi yang sering dipakai untuk melindungi isolator
gantung dari gangguan tegangan lebih menggunakan arcing horn. Konstruksi
terdiri dari small horn yang terpasang pada klem konduktor dan yang satu
terpasang pada ujung atas isolator. Padanya diberi tanduk yang melengkung ke
dalam sehingga dirancang antar tanduk mempunyai gagal tegangan lebih rendah
dari 11 isolator pada sistem 150 kV atau 33 isolator pada system 500 kV. J ika
terjadi tegangan lebih pada konduktor, akan terjadi loncatan busur antar elekrode
arcing horn, sehingga permukaan isolator terhindar dari flashover atau bebas dari
busur. Konstruksi arcing horn dapat dilihat pada gambar 12.



Gambar 12. Tanduk Busur (Arcing Horn)

5. Arester

Konstruksi. Arester mempunyai komponen utama sela percik yang disusun
seri dengan elemen resistor yang mempunyai karakteristik tak linier, seperti
gambar 13. Resistor tak linier mempunyai nilai resistans yang tinggi (mega ohm)
terhadap arus frekuensi daya, dan bemilai relatif rendah (ohm) terhadap arus surja.
Tegangan frekuensi daya tidak dapat menggagalkan sela ini, namun bila ada surja,
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
15
sela akan gagal dan elemen resistor akan berubah nilai menjadi cukup rendah
sehingga bisa melewatkan arus surja tanpa terjadi kenaikkan tegangan yang tinggi.
Dengan menjaga tegangan pelepasan pada nilai yang rendah, berarti melindungi
isolasi peralatan di atas tingkat perlindungannya.
Macam arrester :
Expoltion type lightning arrester
Non Linear Surge Diverter
Metaloxide Surge Arrester (MOA)

(a) Explotion type lightning arrester

(b). Non-linear surge diverter

(c). Metaloxide Surge Arrester
Gambar 13. Konstruksi arester

Setelah level surja lewat elemen resistor akan kembali memiliki nilai yang
tinggi, sehingga bisa mereduksi arus ikutan dan busur pada sela bisa padam.
Elemen katup berbentuk blok silinder yang merupakan komposisi kristal Silikon
Karbida. Kapasitas blok melewatkan arus surja meningkat sebanding diametemya.
Sela dan elemen resistor tak liner ini disusun seri dan ditempatkan dalam rumah
porselin dan disekat dari udara luar/atmosfir. Umumnya tiap blok dibuat untuk
rating tegangan yang rendah, sedangkan untuk rating yang lebih tinggi bisa
diperoleh dengan menyusun beberapa blok secara bertingkat.
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
16
Prinsip arrester. Prinsip arester dalam melindungi peralatan dapat dilihat
pada gambar 14 di bawah. Bila tidak ada arester, gelombang tegangan akan naik
sampai R, sehingga isolasi peralatan harus dibuat di atas nilai ini. Bila
menggunakan arester, saat mencapai P, sela akan gagal kemudian arus akan
mengalir mengikuti lengkung S. Lengkung ini tergantung pada karakteristik
elemen resistor yang digunakan. Pada gambar ini lengkung A adalah karakteristik
tegangan pelepasan arester, sedangkan B adalah karakteristik peralatan yang
dilindungi. J adi jelaslah bahwa dengan menggunakan arester isolasi peralatan
dapat terlindungi meskipun level isolasinya tidak terlalu tinggi.


Gambar 14 Prinsip kerja arester
Idealnya elemen katup menjaga tegangan pada nilai yang konstan untuk
berbagai nilai arus surja. Karakteristik ketidaklinearan arus dan tegangannya
dapat dinyatakan dengan hubungan I =kV

, dengan k adalah konstanta yang


tergantung pada ukuran elemen, yang besarnya sebanding dengan penampangnya
dan berbanding terbalik dengan panjangnya. Pada sekitar tahun 1968 perusahaan
Matshusita di J epang berhasil menemukan elemen katup dengan basis oksida
metal, yaitu Zinc Oksida (ZnO) yang mempunyai tingkat ketidaklinearan yang
lebih besar daripada material Silikon Karbida. Untuk, material Silikon Karbida
(SiC) nilai berkisar 10, sedangkan untuk Zinc Oksida (ZaO) bisa mencapai
lebih dari 50. Karakteristik 15 yang lebih tak linier ini hampir ideal dengan
tingkat perlindungan yang konstan dari beberapa miliampere sampai ribuan
ampere. Elemen ZnO biasanya dibuat dalam bentuk silinder dengan diameter 80
mm dan tebal 32 mm.
Pada gambar 15 ditunjukkan karakteristik arester oksida Zinc 209 kV dan
karakteristik arester SiC dengan rating yang setara. Garis tebal mendatar
menunjukkan tegangan 296 kV yang merupakan nilai puncak tegangan fasa ke
tanah untuk, tegangan sistem 345 kV. Pada gambar terlihat bahwa lengkung V-I
untuk ZnO memotong garis tegangan sistem pada nilai arus kurang dari 1 am,
semen Tara lengkung 16 SiC memotong garis tegangan sistem pada nilai arus
sekitar 500 A. Meskipun arester terus terhubung dengan rangkaian arus yang
dihantar bisa diabaikan. Hal ini berarti arester yang menggunakan oksida zinc
sebagai elemen katupnya bisa beroperasi tanpa sela. Pada arester tipe ini begitu
arus surja berlalu, arus akan tereduksi dan tidak ada arus ikutan.

File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
17

Garnbar 15. Perbandingan karakteristik tak linier elemen SIC dan ZaO

Kartakteristik. Arester agar dapat mengamankan isolasi peralatan arester
harus memiliki tegangan pelepasan/tegangan sisa yang cukup rendah. Tegangan
pelepasan adalah tegangan yang terjadi pada terminal arester pada saat melepas
arus surja, yang besarnya tergantung pada tipe dan tegangan ratingnya, serta
besamya arus surja. Untuk menentukan tegangan sisa / tegangan pelepas,
digunakan gelombang arus standar 8 x 20 mikrodetik atau 10 x 20 mikrodetik
(standar Amerika). Pada gambar 16 (a) ditunjukkan bentuk arus surja standar 10 x
20 mikrodetik, sedangkan pada gambar 16 (b) ditunjukkan tegangan pelepasan
arester 12 kV yang terjadi pada saat melepas arus surja tersebut


Gambar 16 Arus surja dan tegangan pelepasan arester

Arester harus bisa melepas arus surja dengan aman tanpa mengalami
kerusakan. Kemampuan ini tergantung pada kesanggupan elemen resistornya
untuk menanggung panas. Arus frekuensi daya bisa lebih berbahaya daripada
arus surja karena durasinya cukup lama. Karena itu arester tidak dikehendaki
bekerja karena tegangan lebih frekuensi daya.
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
18
Pada arester yang menggunakan sela, selain tegangan pelepasan, perlu
diperhatikan pula tegangan percik selanya. Bila tegangan percik terlalu tinggi
kemngkinan arester tidak bisa memberikan perlindungan pada bagian muka
gelombang.
Dalam menentukan tegangan pelepasan arester perlu diperhatikan rasio
perlindungannya yaitu rasio antara tingkat ketahanan impuls yang dimiliki
peralatan terhadap tegangan pelepasan arester. Di sini harus terdapat kelonggaran
yang cukup antara tegangan pelepasan atau tingkat perlindungan arester dengan
tingkat ketahanan impuls peralatan yang dilindunginya. Di beberapa negara rasio
perlindungan biasanya dipilih sebesar 1,2. Hal ini berarti level ketahanan impuls
peralatan 20% lebih tinggi daripada tegangan pelepasan arester atau terdapat
kelonggaran atau toleransi sebesar 20%
Tegangan Dasar Arester. Tegangan dasar arester ditentukan berdasarkan
pada tegangan tertinggi fasa ke tanah yang bisa terjadi pada fasa sehat saat terjadi
gangguan satu fasa ke tanah ditambah suatu toleransi.

E =C
e
V
m

dengan E =tegangan dasar arester
C
e
=koefisien pentanaban
V
m
=tegangan tertinggi sistem
=toleransi

Koefisien pengetanahan adalah perbandingan antar tegangan fasa sehat ke
tanah terhadap tegangan fasa ke fasa pada saat terjadi gangguan satu fasa ke
tanah. Pada keadaan normal tegangan fasa ke tanah hanya 58 % teganan antar
fasa, tapi saat tejadi gangguan satu fasa ke tanah tegangan fasa yang sehat akan
mengalami kenaikkan yang besarnya tergantung cara pengetanahan sistem.
Arester harus mampu menahan kenaikkan tegangan ini tanpa terjadi kegagalan
pada selanya atau tidak terjadi hantaran pada arester tanpa sela. Kenaikkan
tegangan fasa sehat ini cukup bervariasi, yaitu untuk sistem ditanahkan efektif,
tegangan fasa sehat mengalami kenaikkan menjadi sekitar 140 % dari nilai
normalnya atau menjadi 80 % tegangan antar fasa, sedangkan untuk sistem yang
tidak ditanahkan tegangan fasa sehat bisa mencapai 100% tegangan antar fasa.
Dalam memilih arester perlu diperhatikan kemungkinan fluktuasi tegangan, yang
biasanva diberi toleransi 5 persen. Sebagai contoh arester dengan rating 105 %
tegangan normal fasa ke fasa biasa digunakan pada sistem tempat tegangan fasa
ke tanah diperkirakan akan mencapai tegangan fasa ke fasa saat gangguan. Pada
sistem yang ditanahkan efektif, tegangan saat gangguan bisa mencapai 80%
tegangan fasa ke fasa, dan biasanya dipilih arester dengan rating 84%. Pada
sistem yang ditanahkan melalui impedans dalam praktek sering digunakan arester
105%.

6. Koordinasi Perlindungan
Pemilihan BIL. Level isolasi dasar (BIL) peralatan harus dipilih yang dapat
dilindungi oleh alat pelindung dengan karakteristik yang sesuai. Selisih /
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
19
kelonggaran antara level isolasi peralatan dan alat pelindung harus diperhatikan
dalam pertimbangan ekonomi yaitu keseimbangan antara kegagalan isolasi
terhadap biaya bila memilih isolasi yang lebih tinggi. Arester dapat diterapkan
untuk melindungi terhadap gangguan tegangan lebih yang berlangsung singkat.
Level isolasi peralatan lebih tinggi daripada tegangan pelepasan yang bisa terjadi
pada arester dengan selisih yang cukup.
Trafo yang merupakan peralatan paling mahal di gardu induk, level
isolasinya dipilih yang lebih rendah sehingga harus bisa lebih murah, dan sebagai
imbangannya dilindungi dengan arester dan kadang-kadang dengan sela batang
pada bushingnya. Untuk peralatan yang lain tidak dapat dilengkapi dengan arester
secara individual, karena biayanya akan sangat mahal, maka dipilih level
ketahanan impuls (BIL) yang lebih tinggi daripada trafo sesuai dengan kelas
tegangannya, sehingga peralatan aman dan biayanya tidak terlalu tinggi.
Dalam menentukan level isolasi saluran perlu diperhatikan hal-hal seperti
lokasi yang dilalui, tingkat kejadian petir, dan tingkat pengotoran. Untuk saluran
transmisi yang melewati wilayah dengan tingkat kejadian petir yang tinggi, atau
melewati daerah yang banyak terdapat sumber bahan pengotor yang tinggi,
isolasinya perlu ditinggikan. Ada kalanya pada saluran yang mendekati gardu
induk pada jarak 2-3 km dilengkapi dengan kawat tanah untuk melindungi dari
sambaran langsung.
Dengan demikian sambaran langsung yang kemungkinan mengenai
penghantar diharapkan jaraknya cukup jauh, dan ketika sampai ke gardu induk
sudah mengalami cukup peredaman. Yang perlu diperhatikan adalah bila level
isolasi saluran terlalu tinggi dibandingkan level isolasi gardu, maka gelombang
yang berjalan pada saluran akan kurang teredam, sehingga ketika mencapai gardu
nilainya masih cukup besar dan bisa membahayakan peralatan. Sebaliknya bila
level isolasi saluran terlalu rendah, akan banyak terjadi gangguan pada saluran.
Untuk mengatasi hal ini kadang-kadang isolasi saluran yang mendekati gardu
induk dikurangi agar terdapat koordinasi antara ketahanan isolasi di saluran dan
isolasi di gardu induk, seperti ditunjukkan pada gambar 17. Sebagai contoh
tegangan sistem di gardu induk 150 kV, isolasi penuh mempunyai BIL 650 kV
( kira-kira 4,3 kali tegangan nominal). J ika isolasi diturunkan satu tingkat
mempunyai BIL 570 ( kira-kira 3,8 kali tegangan nominal). J ika turun dua tingkat
mempunyai BIL 480 (kira-kira 3,2 kali tegangan nominal).
Pengaruh Jarak Arester-Peralatan. Idealnya arester dipasang sedekat mungkin
dengan peralatan yang dilindunginya. Perlindungan paling baik akan diperoleh
bila arester langsung menempel pada trafo, dengan sisi saluran arester
dihubungkan secara langsung ke terminal trafo dan terminal pentanah arester
dihubungkan ke tangki trafo, dengan demikian tegangan yang dialami belitan dan
inti dibatasi sebesar tegangan pelepasan arester. Bila arester dipasang terpisah
yang berarti ada jarak antara arester dari alat yang dilindunginya, maka tegangan
yang dialami peralatan bisa lebih besar daripada tegangan pelepasan arester.
Tegangan lebih itu tergantung pada panjang / jarak arester ke peralatan dan
kecuraman muka gelombangnya, yang dapat dinyatakan

V = (dV
w
/dt).(l / 150) kV
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
20



Gambar 17. BIL Isolasi

Maka tegangan yang dialami peralatan adalah tegangan pelepasan arester +V,
dimana l adalah jarak arester ke peralatan dalam meter. Oleh karena itu jarak l
harus sedekat mungkin supaya tegangan yang dialami alat tidak melebihi
ketahanan isolasinya. Misal gelombang surja dengan kecuraman muka
gelombang, 700 kV/mikrodetik berjalan menuju trafo yang dilindungi arester
yang terpisah pada jarak 20 meter di depan trafo, bila tegangan pelepasan pada
arester 1700 kV, maka tegangan yang akan dialami trafo sebesar tegangan
pelepasan arester ditambah kenaikkan tegangan pada penghantar antara arester
dan trafo sebesar V =(750)(20/150) =93 kV. Tegangan yang dialami trafo
sebesar 1700 kV +93 kV =1793 kV
Pada saluran yang dilindungi dengan kawat tanah, kecuraman muka
gelombang surja yang mungkin terjadi jarring yang mencapai 500 kV/mikrodetik,
namun bisa mencapai 1000 k-V/mikrodetik bila sambaran langsung mengenai
penghantar saluran (saluran tanpa kawat tanah).
Bila ada gelombang V
w
dengan gelombang arusnya I
w
berjalan pada
saluran yang mempunyai impedans surja Z
o
mengenai terminal arester yang
dirancang mempunyai tegangan pelepasan Vp, gelombang akan melihat termimal
arester sebagai terminal terbuka, sehingga saat mengenai terminal arester terjadi
tegangan 2V
w
, karena pantulan. Impedans terminal arester yang terbuka. ini sama
dengan impedans surja saluran Z
o,
sehingga arus yang melewati arester adalah :
I
a =
o
p w
Z
V V 2

Nilai maksimum gelombang tegangan V
w
yang mungkin terjadi tergantung
pada level isolasi saluran, yaitu tegangan lompatan pada isolatornya, sedangkan
nilai V
p
cukup konstan pada semua nilai arus pelepasan arester. Sebagai contoh
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
21
gelombang surja dengan nilai puncak V
w
=3000 kV berjalan pada saluran 750 kV
yang mempunyai impedans surja Z
o
=300 ohm. Tegangan pelepasan arester
sebesar Vp =1700 kV, maka besarnya arus surja yang mengalir pada saluran
sebelum mencapai arester adalah
I.=
o
o
Z
V
= 10 kA
2(3000) - 1700
Arus yang melalui arester I. = =14,33 kA
300

7. Penerapan Koordinasi Isolasi di Gardu Induk 150 kV
Untuk melengkapi uraian di atas berikut ini disajikan penerapan kordinasi
isolasi di gardu induk 150 kV. Pada sistem tegangan ini, rated tegangan peralatan
sebesar 170 kV dengan level isolasi dasar menurut standar adalah 750 kV.
Dengan pertimbangan ekonomis, maka tingkat ketahanan impuls yang lebih
rendah / direduksi menjadi sebesar 650 kV diterapkan pada trafo, seperti
ditunjukkan pada gambar 17. Untuk mengamankan trafo tersebut dipasang arester
100% didepannya yang mempunyai pelepasan 625 kV, atau digunakan arester
80% yang mempunyai pelepasan 500 kV, dengan demikian akan diperoleh
penghematan yang cukup berarti. J ika Level isolasi untuk peralatan yang lain
tetap 750 kV karena biayanya tidak seberapa mahal dan untuk mengurangi
kemungkinan kegagalan isolasi peralatan.
Isolasi ril menggunakan isolator jenis cap & pin yang memiliki diameter
255 mm dan tinggi 146 mm yang mempunyai jarak-rambat 280 m dan tingkat
ketahanan impuls 100 kV serta tingkat ketahanan terhadap tegangan frekuensi
daya keadaan basah dan kering berturut-turut 40 kV dan 70 kV. Dengan tingkat
pencemaran yang rendah, rambat minimum yang diperlukan 16 mm/kV, maka
untuk sistem tegangan tinggi 170 kV, kebutuhan jarak rambat minimumnya 2720
mm. Dalam hal ini digunakan isolator sebanyak sebelas buah yang memiliki
tingkat ketahanan impuls 830 kV, dan jarak rambat 3020 mm. Bila dipakai 10
buah isolator tingkat ketahanan impulsnya 760 kV sebenarnya sudah mencukupi,
demikian juga jarak rambatnya sebesar 2800 mm, tetapi jarak minimum
(panjangnya) kurang memenuhi yaitu hanya 1460 mm padahal untuk sistem
tegangan ini sekurang-kurangnya harus 1550 mm. Dengan menambah satu buah
isolator lagi panjangnya menjadi 1606 mm. Jumlah isolator sebelas buah dalam
gandengan ini juga merupakan jumlah yang umum dipakai untuk tegangan 150 kV.
Pada saluran masuk dipasang arester dengan rating 150 kV yang
mempunyai arus pelepasan nominal 10 kA dan tegangan pelepasan 500 kV.
Dengan demikian terdapat kelonggaran/toleransi terhadap level isolasi peralatan
sebesar (750 - 500)/500 x 100% = 50 %, toleransi ini dipandang sangat aman.
Sedangkan untuk trafo dengan BIL 650 kV berarti terdapat toleransi sebesar 30%
dan pengaruh jarak bisa diabaikan karena jaraknya cukup dekat, yaitu hanya 3,5
meter.
Tingkat kejadian petir di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 60 sampai
150 hari-guruh per tahun, maka untuk melindungi dari kemungkinan sambaran
File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
22
langsung, di atas gardu induk dilengkapi dengan perisai menggunakan material
penghantar ASCR ukuran 44/32, pada ketinggian 11 meter, demikian juga pada
saluran transmisi yang tehubung ke gardu. Dengan saluran yang dilindungi oleh
perisai ini gelombang yang mungkin datang biasanya mempunyai kecuraman
tidak lebih 500 kV/mikrodetik.
Pada busing trafo dilengkapi dengan sela batang 83 cm yang memiliki nilai
tegangan gagal 80 % dari level isolasi trafo sebagai pelindung cadangan Sela ini
tidak bisa melindungi trafo terhadap gelombang dengan muka yang sangat curam,
tapi hal ini sangat jarang terjadi karena adanya perisai yang, baik di atas gardu
induk maupun pada saluran transmisi. Peralatan yang lain seperti pemutus,
pemisah, dan trafo instrumen mempunyai tingkat ketahanan impuls 750 kV dan
tingkat ketahanan tegangan frekuensi daya 325 kV, Sedangkan jarak rambatnya
berbeda-beda sesuai dengan pembuatnya, namun tetap memenuhi ketentuan jarak
rambat minimum sebesar 2720 seperti rincian berikut:
Pemisah
BIL : ke tanah 750 kV, antar kontak : 860 kV, tegangan ketahanan frekuensi
daya: 325 kV, jarak-rambat 4250 mm
CB/Pemutus
BIL : 750 kV, tegangan ketahanan frekuensi daya 3 25 kV, jarak-rambat antar
terminal : 3655 mm, terminal-ground 3820 mm
Trafo tegangan
BIL: 750 kV, tegangan ketahanan frekuensi daya: 325 kV, jarak-rambat 3680
mm
Trafo arus
BIL: 750 kV, tegangan ketahanan frekuensi daya: 325 kV, jarak-rambat :
3610 mm
Ril (Busbar)
BIL: 830 kV, tegangan ketahanan frekuensi daya: 530 kV (kering) , 375 kV
(basah) , jarak-rambat : 3080 mm
Trafo
BIL: 650 kV/125 kV, tegangan ketahanan frekuensi daya 275 kV/50 kV

File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
23

Gambar 18. Koordinasi isolasi antar peralatan


Untuk lebih jelasnya dapat dibuat tabel ketahanan impuls sebagai berikut:


File : E\Data_elek\pelatihan\HV testing/pengantar tt
24
Tabel 1. Koordinasi isolasi peralatan
Level isolasi dasar
Ril (Busbar)
Level isolasi dasar
Peralatan
Level isolasi dasar
trafo
Tegangan
Pelepasan arester
830 kV 750 kV 650 kV 500 kV

Level isolasi ril paling tinggi selain karena biayanya tidak terlalu mahal
juga untuk lebih menjamin kontinuitas suplai daya, sedangkan untuk peralatan
seperti trafo instrumen, pemutus dan pemisah dipilih sesuai dengan level isolasi
standarnya yaitu 750 kV. Untuk trafo yang merupakan peralatan terpenting dan
termahal dipilih level isolasi setingkat lebih rendah dan dilindungi dengan arester.
Dengan demikian secara keseluruhan isolasi peralatan terlindungi dari bahaya
tegangan lebih dan biayanya tidak terlalu tinggi.
Gambar 18 menunjukkan koordinasi antar peralatan di gardu induk untuk
level isolasi yang dikurangi. Trafo mempunyai level isolasi 560 kV. Pemisah
mempunyai 4 isolator. Saluran dengan 9 isolator dan Ril mempunyai 10 isolator.
Arester yang dipilih mempunyai tegangan pelepasan 460 kV.

8. Kesimpulan

Permasalahan tegagan lebih merupakan permasalahan yang menarik, yang
tak akan pernah selesai dikaji. Pendekatan yang dilakukan selama ini hanya
merupakan pendekatan empiris, karena fenomena teganganlebih pada sistem daya
bertegangan tinggi tidak dapat dilakukan pengukuran dengan langsung, sehingga
ketelitiannyapun juga pendekatan. Fenomena petir juga merupakan gejala alam
yang sangat sulit diteliti, sekalipun simulasi gelombang impuls dapat dipakai
untuk mewakili petir, kenyataanya gelombang petir yang berhasil direkan tidak
selalu menunjukkan sifat seperti gelombang impuls.
Masalah isolasi dikaitkan dengan gangguan tegangan lebih juga tidak
kalah menariknya untuk diteliti. Tidak hanya dari sigi kontinuitas Pelayanan tetapi
lebih ke aspek ekonomi sering dilakukan koordinasi isolasi dengan BIL yang
dikurangi. Pengurangan atau penurunan BIL harus tetap menjamin keamanan
peralatan dan harus tetap memperhatikan dampak terburuk seandainya arester
sebagai andalan proteksi BIL yang dikurangi gagal bekerja.
Tegangan lebih yang terjadi pada jaringan bervariasi. Peralatan untuk
menekan magnitude tegangan lebih dan tingkat isolasi peralatan harus dipilih
sedemikian sehingga dapat mengurangi resiko sampai batas batas yang masih
dapat diterima.

Anda mungkin juga menyukai