Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit
mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit
ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan
banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009).
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin
banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif
sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani
transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).
Pembagian Konjungtivitis
Konjungtivitis Bakteri
Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan
iritasi mata (James, 2005).
Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut
dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria
kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia
dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri
subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi
pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla,
2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada
orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi
(Marlin, 2009).
Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun
pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada
flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar
ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan
flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher, 2009).
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal
dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).
Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri
biasanya lebih purulent daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering
dijumpai edema pada kelopak mata(AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri
namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan
debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas
adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari
sewaktu bangun tidur. (James, 2005).
Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit
berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang
aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat
pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap
obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien
yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan
dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal
ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga
komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah
bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat
menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).
Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis
purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan
larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).
Konjungtivitis Virus
Definisi
Konjungtivitis viraladalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan
yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri
(Vaughan, 2010).
Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus
yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat
menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.
Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada
keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan
mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu
dijumpai infiltrate subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan
selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien
juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti
sakit kepala dan demam (Senaratne & Gilbert, 2005).
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang
biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia
ringan dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata,
kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi
kimosis (Scott, 2010).
Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu
diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya.
Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan
dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan
diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan
onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan
gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan
jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).
Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.
Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau
parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).
Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis
juga diberikan instruksi hygieneuntuk meminimalkan penyebaran infeksi (James, 2005).
Konjungtivitis Alergi
Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan
oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009).
Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi
hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).
Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi
musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu
grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopikdan konjungtivitis papilar raksasa
(Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya
disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta
timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma,
eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien denganriwayat
dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata
buatan dari plastik (Asokan, 2007).
Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya.Pada
konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal,
kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien
dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata
yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis
inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan
yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang
eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan
menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip
konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).
Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada
gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk
mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair,
kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).
Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder (Jatla, 2009).
Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan
kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendekuntuk meredakan
gejala lainnya (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan
infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul
pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp,
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan
Coccidioides immitiswalaupun jarang (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa,
Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus
pubiswalaupun jarang (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi
iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus
konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat
menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang
seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau
menimbulkan iritasi.
Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian
tetesan ringan (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga dapat
disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan
karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan
pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah. (AOA, 2008).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf