Oleh:
ALDIAN HARIKHMAN, SH
Pendahuluan.
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 2007). Sejak saat itu semua orang
dianggap telah mengetahui ada Undang-Undang baru tentang Perseroan Terbatas. Hal ini
berkaitan dengan teori Fiksi Hukum (fictie) yang menyatakan bahwa setiap orang
kepentingan sejak lahir sampai mati. Setiap kepentingan manusia tersebut selalu diancam
berbagai kaidah sosial termasuk kaidah hukum. Oleh karena hukum melindungi
kepentingan manusia maka harus dipatuhi manusia. Kemudian timbul kesadaran manusia
1995 tentang Perseroan Terbatas tidak berlaku lagi. Dengan demikian, UUPT 2007
merupakan hukum yang berlaku sekarang atau hukum positif (ius constitutum) untuk
oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum berupa larangan
yang berlaku.
Di dunia ini seseuatu yang semula dianggap sudah memadai, beberapa saat
kemudian dapat berubah menjadi tidak memadai lagi sehingga perlu diubah, termasuk
Tahun 1992 Tentang Perbankan merupakan bukti sederhana dari kenyataan itu. Padahal
UU Perbankan 1992 dianggap sudah memuat ketentuan yang berbeda dan baru3.
3 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996,
hlm.29.
2
UU Nomor 40 Tahun 2007 (UU PT) ini merupakan bagian dari perangkat peraturan
sebagainya.
Keberadaan UU No. 1 Tahun 1995, yang telah berusia 12 tahun, dianggap sudah
tidak lagi dapat mengikuti perkembangan dan dinamika yang terjadi dalam kegiatan
memberikan iklim investasi yang kondusif dan kepastian hukum yang lebih tegas bagi
Meski telah satu tahun berlalu, keberadaan UUPT ini ternyata belum banyak
diketahui, apalagi dipahami, tidak saja oleh masyarakat awam, namun juga oleh kalangan
praktisi hukum atau bisnis sendiri. Hal tersebut tentunya cukup memprihatinkan. Untuk
itu mengingat pentingnya keberadaan UU ini, maka menjadi concern bagi kita semua
yang menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang
pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri
badan usaha yang berbentuk badan hukum, artinya secara esensi kekayaan harta PT
3
adalah terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pemegang saham PT tersebut. Namun
demikian, dalam kondisi tertentu bisa saja terjadi PT bukanlah badan hukum. Penjelasan
akan hal tersebut diuraikan pada bagian yang berbeda dalam tulisan ini.
Pada PT yang berbentuk badan hukum, pemilik saham memilki tanggung jawab
sebatas pada jumlah saham yang dimilikinya. Dengan demikian, apabila PT tersebut
memiliki utang melebihi dari harta kekayaan yang dimilikinya, maka kelebihan utang
tersebut tidak dapat dibebankan kepada harta kekayaan pemilik saham dari PT.
Kondisi di atas berbeda dengan bentuk badan usaha lainnya, yaitu antara lain
berbentuk badan hukum. Suatu badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum terjadi
percampuran harta kekayaan harta antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan pendiri
atau pemilik.
harus diatur secara jelas dan tegas dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syarat demikian pula berlaku terhadap badan hukum lainnya, seperti yayasan, koperasi,
menjadi sangat penting dan fundamental karena akan berpengaruh terhadap kepentingan
pihak ketiga yang beritikad baik yang melangsungkan suatu hubungan hukum tertentu
PT harus didirikan oleh minimal dua orang dengan membuat Akta Pendirian
dalam bentuk akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Jadi, pada prinsipnya suatu
4
PT tidak dapat dimiliki oleh satu orang saja. Hal ini berbeda dengan ketentuan di
beberapa negara yang memperbolehkan PT dimiliki hanya satu orang saja, alasannya PT
sehingga seharusnya titik berat kepemilikan PT dilihat pada besarnya modal, bukan
Menurut UU PT, suatu PT memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal
keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, dapat kita
pahami disini bahwa pendirian PT itu berbeda dari pengesahan PT sebagai badan hukum.
PT telah sah berdiri sepanjang telah memenuhi syarat minimal dua orang pendiri dan
dibuat dalam bentuk akta notaris, sedangkan status badan hukum PT baru muncul setelah
Tambahan Berita Negara RI (TBN RI). Mengapa harus TBN RI? Karena dengan
diumumkannya di TBN RI, maka dianggap seluruh masyarakat telah mengetahui bahwa
penting untuk dipahami bagi pihak ketiga yang melangsungkan suatu hubungan hukum
dengan PT tersebut, yaitu untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk
dibuat , termasuk untuk menanggung ganti kerugian/utang kepada pihak ketiga akibat
dengan suatu PT, dimana PT tersebut belum mendapat pengesahan dari Menteri Hukum
dan HAM, maka artinya PT tersebut belum sah menjadi badan hukum dan dengan
5
demikian, tidak/belum ada pemisahan kekayaan PT dengan kekayaan pendiri atau
pemegang saham. Sehingga, seluruh pemegang saham atau pendiri bertanggung jawab
secara pribadi atas seluruh perikatan/perjanjian yang dibuat oleh PT tersebut. Sedangkan
Menteri, maka yang bertanggung jawab adalah PT tersebut sebagai badan hukum, bukan
Terkait dengan proses pendaftaran dan pengesahan sebagai badan hukum ini, ada
sedikit perbedaan, namun cukup penting, dengan UU No. 1/1995. Menurut Pasal 7 ayat
(6) UU No.1/1995, PT sah sebagai badan hukum setelah memperoleh pengesahan dari
pada Daftar Perusahaan dan mengumumkannya di TBN RI. Apabila hal tersebut tidak
dilaksanakan oleh Direksi, maka seluruh perikatan yang dibuat oleh PT tersebut, menjadi
tanggung jawab Direksi secara pribadi (Pasal 23). Hal demikian menimbulkan
kontradiksi hukum, dimana sesuai Pasal 7 ayat (6) di atas, suatu PT yang telah
menyandang status badan hukum, maka seharusnya kekayaan dan tanggung jawabnya
terpisah dari kekayaan pendiri atau pemegang saham atau direksi secara pribadi.
Kontradiksi ini kemudian diatasi dengan perubahan ketentuan pada UUPT, dimana
ditentukan bahwa kewajiban pendaftaran dan pengumuman status badan hukum suatu PT
terletak pada Menteri, bukan lagi Direksi. Sehingga, sepanjang telah disahkan oleh
Menteri, maka PT telah sah sebagai badan hukum dan pendiri atau pemegang saham atau
Direksi tidak lagi bertanggung jawab secara pribadi. Dengan demikian, untuk
menentukan legalitas PT sebagai badan hukum, kita tidak perlu lagi mengecek apakah
pengesahan PT sebagai badan hukum telah diumumkan di TBN RI, namun cukup
Badan Hukum
Dalam beberapa hal, seringkali kita menemukan perbuatan hukum yang dilakukan
oleh calon pendiri untuk kepentingan PT yang akan didirikannya atau untuk kepentingan
PT yang sudah berdiri, namun belum memperoleh pengesahan dari Menteri. Misal, untuk
kepentingan penentuan domisili dari PT tersebut, maka pendiri meminjam sejumlah uang
untuk menyewa ruko bagi kantor PT, sementara PT tersebut baru akan didirikan atau
Terkait kasus di atas, maka perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri
sebelum PT didirikan adalah menjadi tanggung jawab calon pendiri tersebut secara
pribadi, kecuali dinyatakan dalam RUPS pertama bahwa PT mengambil alih atau
menerima seluruh hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum tersebut. RUPS
tersebut harus dihadiri oleh seluruh pemegang saham PT. Persetujuan RUPS tersebut
tidak diperlukan apabila perbuatan hukum dimaksud dilakukan atau disetujui secara
Dalam hal PT telah didirikan namun belum memperoleh status badan hukum,
suatu perbuatan hukum atas nama PT tersebut hanya dapat dilakukan oleh seluruh pendiri
bersama seluruh komisaris serta seluruh Direksi PT. Mereka semua bertanggung jawab
secara pribadi atas hak dan kewajiban PT yang timbul dari perbuatan hukum tersebut.
Perbuatan hukum tersebut hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab PT apabila
Modal Dasar PT
7
Menurut UUPT, untuk mendirikan suatu PT harus memiliki modal dasar minimal
Rp 50 juta. Jumlah modal dasar tersebut dapat berbeda untuk setiap jenis usaha yang
diatur secara tersendiri, misal untuk perusahaan asuransi disyaratkan memiliki modal
Dari jumlah Rp 50 juta tersebut di atas, minimal 25% dari modal dasar telah
disetorkan. Jadi apabila kita memiliki dana sebesar Rp 100 juta sebagai modal dasar PT,
maka minimal Rp 25 juta telah disetorkan kepada kas PT. Sedangkan sisanya adalah
dianggap sebagai dana cadangan, yang pada saatnya nanti bila diperlukan, dapat
disetorkan ke kas PT dengan menerbitkan saham baru (right issue), baik sekaligus atau
memerlukan modal dasar sebesar minimal Rp 20 Juta. Dari jumlah tersebut, 25 %nya
telah disetorkan. Jumlah ini dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi ekonomi
saat ini.
Pengalihan Kekayaan PT
(RUPS) apabila PT ingin mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau
sebagian besar kekayaan PT. Sementara dalam Pasal 102 ayat (1) UUPT, dijelaskan
secara lebih rinci, syarat persetujuan RUPS harus dihadiri oleh ¾ jumlah pemegang
saham dalam rangka pengalihan kekayaan PT atau menjadikan jaminan utang lebih dari
50% kekayaan PT. Jumlah tersebut dicapai dalam satu transaksi atau lebih, baik yang
diperlukan apabila terjadi pengalihan seluruh atau sebagian besar kekayaan PT.
Sedangkan menurut UUPT, setiap pengalihan kekayaan PT, tanpa ditentukan jumlahnya,
adalah disyaratkan adanya persetujuan RUPS. Begitu pula dalam rangka penjaminan
utang, maka pihak kreditur harus mengecek lebih cermat lagi kondisi keuangan/kekayaan
debitur, apakah aset/kekayaan debitur yang telah dijaminkan, baik untuk utang tersebut
maupun utang-utang yang lainnya, telah mencapai jumlah lebih dari 50% dari seluruh
aset/kekayaan PT. Apabila sudah tercapai, maka wajib memperoleh persetujuan RUPS.
Demikian beberapa hal singkat yang perlu mendapat perhatian kita semua dari
pemberlakuan UUPT yang baru. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan kita, khususnya dalam menjalankan kegiatan usaha dalam rangka pemberian
fasilitas pembiayaan, agar kita terhindar dari berbagai dampak yang dapat merugikan kita
di kemudian hari.
Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak “menyalin” apa yang
sudah diatur dalam UUPT. Artinya, anggaran dasar PT hanya memuat hal-hal yang
dapat diubah atau ditentukan lain oleh pemegang saham (pendiri). Yang sudah
merupakan aturan baku, tidak dituangkan lagi dalam Anggaran dasar PT. Contohnya:
elektronik yang diajukan pada Sistem Administrasi Badan Hukum (yang dalam istilah
Depkeh FIAN 1 (untuk pendirian), FIAN 2 (untuk perubahan anggaran dasar yang
membutuhkan pemberitahuan);
mengikuti ketentuan panggilan Rapat sesuai UUPT Terdapat jangka waktu tertentu
yang membatasi, misalnya: untuk melakukan pemesanan nama (60 hari), pengajuan
pengesahan (60 hari), pengajuan berkas (30 hari), pengesahan menkeh (14 hari);
4. Pengajuan pengesahan PT baru, harus dilakukan dalam waktu 60 hari, apabila lewat,
maka akta pendirian menjadi batal dan perseroan menjadi bubar (Pasal 10 ayat 1 &
5. Notulen Rapat di bawah tangan, wajib di tuangkan dalam bentuk akta notaris dalam
jangka waktu maksimal 30 hari sejak ditanda-tangani. Jika dalam waktu tersebut tidak
6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak
7. Direksi atau Komisaris wajib membuat Rencana Kerja yang disetujui RUPS sebelum
8. Perubahan AD dari PT biasa menjadi PT Tbk (pasal 25 ayat 1), efektif sejak:
pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas pasar modal atau
pada saat penawaran umum jika dalam waktu 6 bulan tidak dilaksanakan, maka
hari sebelum tanggal berakhirnya, kalau tidak maka PT tersebut menjadi bubar; 10.
PT harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha (operating company,
11. Tanggung jawab perseroan tidak hanya sampai pada Direksi saja, melainkan sampai
dengan komisaris;
12. Komisaris tidak dapat bertindak sendiri. Sehingga walaupun dalam anggaran dasar
13. Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk memiliki sendiri maupun untuk
dimiliki Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah
14. Daftar Perusahaan yang dulunya bersifat tertutup dan tidak mudah diakses oleh
khalayak umum, sekarang terbuka untuk umum (Pasal 29 ayat 5) dan pelaksanaannya
15. Pengumuman anggaran dasar Perseroan pada Berita Negara RI yang meliputi
pendirian dan perubahan anggaran dasar lainnya dilakukan oleh Menteri sedangkan
yang Baru.
Perseroan Terbatas, maka pengaturan mengenai badan usaha yang berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) beralih dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 kepada undang-undang
11
yang baru tersebut. Di bawah ini disampaikan komentar mengenai beberapa perubahan
yang terjadi dengan membandingkan antara undang-undang yang baru dengan undang-
1. Kepemilikan
Tidak ada perubahan dalam hal kepemilikan baik oleh swasta maupun oleh negara.
2. Pengesahan
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) para
Pasal 9
hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat
sekurang-kurangnya:
Perbedaan antara UU lama dan UU Baru dalam hal ini adalah dalam tatacara pengajuan
Pasal 25
Modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Pasal 32
(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus disetor
penuh.
4. Penyelenggaraan RUPS
Pasal 64
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan
(2) Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara
Republik Indonesia.
13
Undang-undang Perseroan Terbatas Baru:
Pasal 77
(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat
juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan
melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya.
CSR)
Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang Tanggung jawab Sosial (CSR).
Pasal 1
3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas
Pasal 66
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-
kurangnya:
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/ atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan lingkungan diatur
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR). Apabila tidak melaksanakan Perseroan yang
Pelaksanaan kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) harus dianggarkan
kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan.
Kewajiban CSR hanya dikenakan pada perusahaan yang bergerak dibidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam karena adanya pertimbangan saat penyusunan UUPT
baru tersebut, terjadi protes dari asosiasi pengusaha karena ada penilaian CSR bakal
Pasal 1
12. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk
memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih
karena hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva
pasal 135
(2) Pemisahan murni sebgaimana dimaksud ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh
aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain
atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan
(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan
sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu)
Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan
Pemisahan adalah hal baru yang diatur dalam undang-undang PT baru dimana dalam
Pasal 114
a. keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;
c. penetapan Pengadilan.
Pasal 142
b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah
berakhir;
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup
e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam
Kewajiban Pembayaran Utang dan/atau alasan karena “dicabutnya izin usaha Perseroan
Pasal 97
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota Direksi.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan
gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan
Pasal 114
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat
18
anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
Pasal 120
Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris
Tugas serta tanggung jawab direksi dan komisaris perseroan dipertegas dalam UU PT
yang baru.. Aturan yang lebih ketat tentang tanggung jawab direksi dan komisaris ini,
ditujukan supaya jelas prosedur yang harus dilakukan keduanya apabila menimbulkan
kerugian bagi perusahaan. Dalam UU yang baru ini juga diperkenalkan adanya komisaris
utusan. Perusahaan dapat mengatur komisaris utusan di dalam anggaran dasar masing-
masing.
Daftar Referensi.
a. Buku:
b. Internet:
Iman Rizani, Sekilas Tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru (UU No.
40 Tahun 2007), http://www.bfionline.web.id/blc/index2.php/option=com_con,
Diakses Tanggal 2/11/2009 Pukul 11:34.
19
c. Peraturan Perundang-undangan:
20