Anda di halaman 1dari 9

1

SISTEM UTM DAN PETA RUPA BUMI


Proyeksi Peta
Proyeksi peta adalah teknik teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian
atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang secara kasaran berbentuk bola ke permukaan
datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin. Dalam proyeksi peta diupayakan sistem
yang memberikan hubungan antara posisi titik titik di muka bumi dan di peta.
Sistem proyeksi peta dipilih untuj menyatakan posisi titik titik pada permukaan bumi
ke dalam sistem koordinat bidang datar yang nantinya bias digunakan untuk perhitungan
jarak dan arah antar titik.
Menyajikan secara grafis titik titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang
datar yang selanjutnya bias digunakan untuk membantu studi dan pengambilan keputusan
berkaitan dengan topografi, iklim, vegetasi, hunian dan lain-lainya yang umumnya berkaitan
dengan ruang yang luas
1. Pertimbangan Ekstrinsik
Bidang Proyeksi yang digunakan
Proyeksi Azimutal / zenital : bidang proyeksi bidang datar
Proyeksi kerucut : bidang proyeksi bidang selimut kerucut
Proyeksi silinder : bidang proyeksi bidang selimut silinder
Persinggungan bidang proyeksi dengan pola bumi
Proyeksi tangent : bidang proyeksi bersinggungan dengan pola bumi
Proyeksi Secant : bidang proyeksi berpotongan dengan pola bumi
Proyeksi Polysuperficial : banyak bidang proyeksi
Posisi sumbu simetri bodang proyeksi terhadap sumbu bumi
Proyeksi normal : Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu pola bumi
Proyeksi miring : Sumbu simetri bidang proyeksi miring terhadap sumbu pola bumi
Proyeksi transversal : Sumbu simeri bidang proyeksi terhadap sumbu pola bumi


2

2. Pertimbangan Instrinsik
Sifat asli yang dipertahankan :
Proyeksi Ekuivalen :
Luas daerah yang pertahankan :
Luas pada peta setelah disesuaikan dengan skala peta = luas asli pada muka bumi
Proyeksi Konfrom :
Bentuk daerah dipertahankan, sehingga sudut sudut pada peta dipertahankan sama dengan
sudut sudut dimuka bumi.
Proyeksi Ekuidistan : Jarak antar titik di peta setelah disesuaikan dengan skala peta sama
dengan jarak asli di muka bumi
3. Cara penurunan peta
Proyeksi geometris : Proyeksi perspektif atau proyeksi sentral.
Proyeksi Matematis : Semua di peroleh dengan hitungan matematis
Proyeksi Semi Geometris : Sebagian peta diperoleh dengan cara proyeksi dan sebagian lainya
diperoleh dengan cara matematis
4. Pertimbangan Pemilihan Proyeksi
Ditorsi pada peta berada pada batas batas kesalahan grafis
Sebanyak mungkin lembar peta yang bias digabungkan
Perhitungan plloting setiap lembar sesederhana mungkin
Plotting manual bias dibuat dengan cara semudah mudahnya
Menggunakan titik control sehingga posisinya segera bias diplot

3

Proyeksi Polyeder
Dalam proyeksi polyeder, daerah yang akan dibuat petanya dibagi dalam daerah-daerah
kecil yang dibatasi oleh garis-garis parallel dan meridian. Di Indonesia, setiap daerah kecil
tersebut berukuran 20 x 20 atau sekitar 36 km x 36 km. Tiap daerah kecil ini merupakan
satuan proyeksi sendiri yang dinamakan bagian derajat. Sebagian bidang proyeksi diambil
bidang kerucut untuk tiap-tiap bagian derajat yang menyinggung permukaan bumi (ellipsoid)
pada garis parallel tengah bagian derajat itu.
Titik origin salib sumbu diambil dari titik perpotongan garis parallel tengah dan garis
meridian tengah. Garis parallel diproyeksikan sebagai busur-busur lingkaran yang
mempunyai titik pusat di titik puncak kerucut. Garis parallel tengah diproyeksikan ekuidistan,
sedang proyeksi garis-gais parallel lainnya dibuat sedemikian rupa sehingga proyeksi
polyeder menjadi konform.
Wilayah Indonesia dibagi dalam 139 x 111 bagian derajat. Bidang kerucut
menyinggung pada garis parallel tengah (parallel standard, k = 1)
Meridian akan tergambar sebagai garis lurus yang konvergen ke arah kutub. Untuk
daerah di utara ekuator, konvergen ke kutub utara. Untuk daerah yang ada di sebelah selatan
konvergen ke kutub selatan.
Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka. Digit
pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis parallel
standar (
o
)sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan garis
meridian standarnya(
o
).
Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah:
o Paralel Standar: dimulai dari I (
o
=6
o
50 LU) sampai LI (
o
=10
o
50LU)
o Meridian Standar: dimulai dari 1 (
o
=11
o
50 BT) sampai 96 (
o
=19
o
50 BT)
Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol jakarta
(
jakarta
106
o
4827,79 BT)
4





Mercator
Ciri-ciri proyeksi Mercator:
1. Silinder
2. Konform
3. Meridian teregambar sebagai garis lurus yang berjarak sama
4. Parallel tergambar sebagai garis lurus yang berjarak tidak sama, makin dekat dengan
ekuator jarak antara parallel makin kecil
5. Skala benar sepanjang ekuator
6. Loxodrome tergambar sebagai garis lurus
7. Kutub tergambar di takterhingga, distorsi besar di kutub
8. Digunakan untuk navigasi

Proyeksi UTM
UTM merupakan sistem proyeksi Silinder, Konform, Secant, Tranversal ketentuan
selanjutnya:
Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut meridian
standar dengan factor skala 1
Lembar Zone 6 dihitung dari 180 BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180 BT
dengan nomor zone 60. tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri
5

Perbesaran di meridian tengah = 0.9996
Batas paalel tepi atas dan tepi bawah adalah 84 LU dan 80 LS
Ada banyak sistim Proyeksi, diantaranya yang digunakan dalam kepentingan
pemetaan adalah Proyeksi Silinder Melintang yang dikenalkan oleh Mercator dan bersifat
Universal atau disebut UTM ( Universal Tranvers Mercator ) sistim ini telah dibakukan oleh
BAKOSURTANAL sebagai sistim Proyeksi Pemetaan Nasional. Mengapa menggunakan
sistem UTM, karena:

1. Kondisi geografi negara Indonesia membujur disekitar Garis Katulistiwa atau
garis lingkar Equator dari Barat sampai ke Timur yang relatip seimbang.
2. Untuk kondisi seperti ini, sistim proyeksi Tranvers Mercator/Silinder Melintang
Mercator adalah paling ideal (memberikan hasil dengan distorsi minimal).
3. Dengan pertimbangan kepentingan teknis maka dipilih sistim proyeksi Universal
Transverse Mercator yang memberikan batasan luasan bidang 6 antara 2 garis bujur
di elipsoide yang dinyatakan sebagai Zone.

UTM menggunakan silinder yang membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu
silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis
singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada
ellipsoid. Pada system proyeksi UTM didefinisika posisi horizontal dua dimensi (x,y)
menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan conform yang memotong bumi pada dua
meridian standart.
Seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone.
Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6 dan memiliki meridian tengah sendiri.
Sebagai contoh, zone 1 dimulai dari 180 BB hingga 174 BB, zone 2 di mulai dari 174 BB
hingga 168 BB, terus kearah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174 BT sampai 180
BT. Batas lintang dalam system koordinat ini adalah 80 LS hingga 84 LU. Setiap bagian
derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80 LS kearah utara. Bagian derajat
dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O tidak digunakan).
Jadi bagian derajat 80 LS hingga 72 LS diberi notasi C, 72 LS hingga 64 LS diberi notasi
D, 64 LS hingga 56 LS diberi notasi E, dan seterusnya.
6

Setiap zone UTM memiliki system koordinat sendiri dengan titik nol pada
perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat
negative, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 meter. Untuk zone yang terletak
dibagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negative ekuator diberi nilai
awal ordinat (y) 10.000.000 meter. Sedangkan untuk zone yang terletak dibagian utara
ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter.
Untuk wilayah Indonesia terbagi atas sembilan zone UTM, dimulai dari meridian 90
BT sampai dengan 144 BT dengan batas pararel (lintang) 11 LS hingga 6 LU. Dengan
demikian wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93 BT) hingga zone 54
(meridian sentral 141 BT).


7

LEMBAR PETA
Salah satu peta yang dihasilkan oleh BADAN INFORMASI GEOSPASIAL adalah
Peta Rupabumi Indonesia (RBI). Peta RBI yang dihasilkan oleh BADAN INFORMASI
GEOSPASIAL meliputi skala 1:1.000.000, 1:250.000, 1:100.000, 1:50.000, 1:25.000 dan
1:10.000 dimana seluruh wilayah Indonesia dibagi ke dalam grid-grid ukuran peta yang
sistematis.
Semua lembar peta tepat antara satu dengan lainnya, demikian pula ukurannya sama
untuk setiap lembar. Ukuran lembar peta tergantung dari skala peta yang dibuat. Ukuran
lembar Peta Rupabumi Indonesia mengacu pada sistem grid UTM seperti pada Tabel 1.
Skala Peta Ukuran Lintang (L) Ukuran Bujur (B)
1 : 1.000.000 4 6
1 : 500.000 2 3
1 : 250.000 1 1 30
1 : 100.000 30 30
1 : 50.000 15 15
1 : 25.000 7 30 7 30
1 : 10.000 2 30 2 30
Tabel 1. Ukuran lembar peta berdasarkan skala peta

Dari Tabel 1 dapat dilihat terjadi beberapa variasi luas cakupan area peta, sehingga
pembagian suatu nomor lembar peta (NLP) memberikan jumlah matriks yang tidak seragam,
misalnya berjumlah 4 atau 9. Sistematika pembagian ukuran peta skala 1:1.000.000 hingga
1:10.000 seperti pada Gambar 1.
8



Gambar 1. Sistematika Ukuran Peta (dari skala 1:1.000.000 sampai 1:10.000)

Setiap negara mempunyai sistem penomoran peta masing-masing. Oleh karena itu nomor
peta umumnya unik. Sistem penomoran Peta Rupabumi Indonesia dalam bentuk kode
numerik. Dari nomor tersebut dapat diketahui lokasi dimana suatu daerah berada lengkap
dengan skala petanya.
Sistematika penomoran indeks peta di Indonesia dimulai dari 90 o BT dan 15 o LS dan
seterusnya hingga ke arah Utara dan ke arah Timur. Sistem penomoran untuk lembar Peta
Rupabumi Indonesia dimulai dari skala 1:250.000 (4 digit) lalu diturunkan sampai ke skala
1:10.000 (8 digit).
Urutan penomoran Peta Rupabumi yang diterbitkan BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
mengikuti aturan tertentu dimana secara skematis penomorannya tersaji pada Gambar 2 dan
keterangan untuk setiap pembagian wilayah dan sistematika penomorannya tersaji pada Tabel
2. Gambar 2 adalah contoh untuk nomor 1209 yang merupakan nomor untuk wilayah DKI
Jakarta dan sekitarnya.
9



Gambar 2. Urutan Penomoran Peta Rupabumi Indonesia

Nomor NLP Keterangan
1209
Nomor lembar peta skala 1 : 250.000, format 1 x 1 30. Satu NLP
dibagi menjadi 6 NLP pada skala 1 : 100.000 masing-masing
berukuran 30 x 30
1209 - 1
Nomor lembar peta skala 1 : 100.000, format 30 x 30. Satu NLP
dibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 50.000 masing-masing
berukuran 15 x 15
1209 - 43
Nomor lembar peta skala 1 : 50.000, format 15 x 15. Satu NLP
dibagi menjadi 4 NLP pada skala 1 : 25.000 masing-masing
berukuran 7 30 x 7 30
1209 - 224
Nomor lembar peta skala 1 : 25.000, format 7 30 x 7 30. Satu
NLP dibagi menjadi 9 NLP pada skala 1 : 10.000 masing-masing
berukuran 2 30 x 2 30
1209 - 6229 Nomor lembar peta skala 1 : 10.000, format 2 30 x 2 30
Tabel 2. Seri Peta Rupabumi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai