Anda di halaman 1dari 14

14

Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)



I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu reaksi kimia, khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam
laboratorium memerlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor seperti
suhu, tekanan, waktu dan lain-lain. Apabila salah satu kondisi tidak sesuai dengan
apa yang seharusnya dibutuhkan maka reaksi tidak akan berlangsung dengan baik.
Reaksi atau proses kimia yang berlangsung dengan baik dalam tubuh kita ini
dimungkinkan karena adanya katalis yang disebut enzim (Poedjiadi, 2006).
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan
urutan-urutan yang teratur, enzim mengkatalis ratusan reaksi bertahap yang
menguraikan molekul nutrient, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi
kimiawi, dan yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana (Lehninger,
1995).
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan
inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim). Enzim
bekerja dipengaruhi oleh suhu, pH (keasaman), konsentrasi enzim, substrat, dan
kofaktor, serta inhibitor enzim. (Gaman, 1992).
Enzim dapat bekerja secara optimal pada suhu, pH, dan substrat yang
spesifik. Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat berhenti secara reversible,
kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik enzim dan frekuensi
tumbukan antar molekul enzim dengan substrat sehingga enzim menjadi aktif.
Sebagian besar enzim bekerja optimum pada suhu 30-40C dan mengalami
denaturasi secara irreversible pada pemanasan diatas suhu 60C. Enzim juga bekerja
pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pH lingkungan. Aktivitas
optimum enzim umumnya pada pH 6-8, jika terlalu rendah atau tinggi akan
menyebabkan denaturasi enzim sehingga aktivitasnya menurun atau bahkan terhenti.
Penurunan, peningkatan atau penghentian aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil
produk kerjanya. Oleh sebab itu, analisis terhadap produk kerjanya sangat penting

15


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

untuk mempelajari efek-efek faktor eksternal terhadap enzim tertentu (Winarno,
1987).
Aktivitas enzim adalah kemampuan enzim dalam membuat reaksi yang mana
dapat dilihat dengan mengukur jumlah produk yang terbentuk atau dengan
menghitung kurangnya substrat dalam satuan tertentu. Enzim biasanya bekerja
dalam cairan larutan encer, suhu, dan pH yang sesuai kondisi fisiologis dan biologis.
Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang
bereaksi (Winarno, 1987).
Selain itu, kita juga harus mengetahui apa manfaat dari aktivitas enzim pada
tubuh dan bahan makanan. Bagaimana apabila suatu aktifitas enzim terjadi secara
berlebihan, sebagaimana kita ketahui sesuatu yang berlebihan akan memberikan
dampak yang negatif. Bagaimana dengan aktifitas enzim, apakah akan memberikan
dampak yang buruk jika suatu bahan makanan mengalami aktifitas enzim yang
berlebihan (Lehninger, 1990).
Kita juga perlu mengetahui apabila memang ada dampak negatif dari aktivitas
enzim yang berlebihan, bagaimana cara mengatasinya. Jadi kita sangat perlu dan
memang harus mempelajari tentang aktivitas enzim ini. Apabila kita telah
mengetahui tentang aktivitas enzim tentu kita bisa mengetahui faktornya, akibat yang
ditimbulkan jika terlalu berlebihan dan bagaimana cara menanggulanginya (Rajiman,
2000).
Dengan aktifitas enzim kita juga dapat mengetahui kadar gula yang terdapat
pada berbagai macam bahan makanan. Hal ini dapat membantu kita dalam memilih
bahan makanan yang tidak terlalu banyak mengandung gula terutama pada orang
yang menderita penyakit diabetes. Jadi, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak
mempelajari tentang aktifitas enzim karena begitu banyak manfaat yang kita
dapatkan dengan mempelajari aktivitas enzim (Rajiman, 2000).

1.2. Tujuan
Praktikum biokimia tentang aktivitas enzim bertujuan untuk menentukan aktivitas
enzim pada bahan yang telah ditentukan (ragi dan tempe), untuk menentukan
spesifikasi enzim, dan untuk menentukan kadar gula.

16


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

II. TINJAUAN PUSTAKA
Enzim adalah protein yang khusus disintesa oleh sel hidup untuk mengkatalisa reaksi
yang berlangsung di dalamnya. Oleh karena reaksi itu banyak sekali maka
biokatalisator yang dibentuk jumlah maupun jenisnya tak terhitung banyaknya. Kata
enzim berasal dari en zyme yang berarti dalam ragi (yeast), mulai dipakai
semenjak tahun 1877. Sebelum itu telah dikenal diastase (1833, A. Payen dan J.
Peroz), pepsin (1836, T. Schwan) dan emulsion (J. v. Liebig dan F. Wohler 1837)
yang masing-masing adalah senyawa organik yang dapat menghidrolisis pati, protein
dan glikosida (Martoharsono, 1982).
Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan
menurunkan energi aktivasinya. Enzim tersebut akan bergabung sementara dengan
reaktan sehingga mencapai keadaan transisi dengan energi aktivasi yang lebih rendah
daripada energi aktivasi yang diperlukan untuk mencapai keadaan transisi tanpa
bantuan katalisator atau enzim (Man, 1976).
Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan
sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja
secara khas, yaitu setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa
atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan karena perbedaan struktur kimia setiap enzim
yang bersifat tetap. Contohnya enzim amilase hanya dapat digunakan pada proses
perombakan pati menjadi glukosa (Iwakura, 2001).
Enzim tertentu dapat bekerja optimal pada kondisi tertentu. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kerja enzim adalah suhu, pH (keasaman), konsentrasi enzim,
substrat, dan kofaktor, Inhibitor enzim
Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum yang sama dengan suhu
normal sel organisme tersebut. Kenaikan suhu di atas suhu optimum dapat
mengakibatkan peningkatan atau penurunan aktivitas enzim. Akibat kenaikan suhu
dalam batas tidak wajar, terjadi perubahan struktur enzim (denaturasi). Enzim yang
terdenaturasi akan kehilangan kemampuan katalisnya (Junaidi, 2009).
Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim
menjadi nonaktif bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat sebagian besar
enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Di

17


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

luar pH optimum tersebut, kenaikan atau penurunan pH menyebabkan penurunan
aktivitas enzim dengan cepat. Pengaruh pH terhadap kerja enzim dapat terdeteksi
karena enzim terdiri atas protein. Jumlah muatan positif dan negatif yang terkandung
di dalam molekul protein serta bentuk permukaan protein sebagin ditentukan oleh pH
(Junaidi, 2009).
Jika pH dan suhu suatu enzim dalam keadaan konstan serta jumlah substrat
berlebihan, laju reaksi adalah sebanding dengan enzim yang ada. Jika pH, suhu, dan
konsentrasi enzim dalam keadaan konstan, reaksi awal hingga batas tertentu
sebanding dengan substrat yang ada. Jika sistem enzim memerlukan suatu koenzim
atau ion kofaktor, konsentrasi substrat dapat menentukan laju keseluruhan sistem
enzim (Junaidi, 2009).
Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia
tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat
pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi
persaingan untuk mendapatkan sisi aktif. Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor
biasanya menyerupai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi
substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi
tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik (Junaidi, 2009).
Jumlah enzim di dalam larutan atau ekstrak jaringan tertentu dapat diuji
secara kuantitatif dalam hal pengaruh katalitik yang dihasilkannya. Untuk tujuan ini,
kita perlu mengetahui persamaan keseluruhan reaksi yang dikatalisa, suatu prosedur
analitik untuk menentukan menghilangnya substrat atau, munculnya produk reaksi,
apakah enzim memerlukan kofaktor seperti ion logam atau koenzim, ketergantungan
aktivitas enzim kepada konsentrasi substrat, yaitu K
M
bagi substrat, pH optimum, dan
daerah suhu yang membiarkan enzim dalam keadaan stabil dan memiliki aktivitas
tinggi (Lehninger, 1995).
Atas dasar jenis reaksinya maka enzim dibagi menjadi 6 golongan yaitu
oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase (Martoharsono,
1982).
Enzim yang pertama adalah oksidoreduktase. Enzim-enzim yang termasuk
dalam golongan ini dapat dibagi dalam dua bagian yaitu dehidrogenase dan oksidase.
Dehidrogenase bekerja pada reaksi-reaksi dehidrogenase, yaitu reaksi pengambilan
18


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

atom hydrogen dari suatu senyawa (donor). Hydrogen yang dilepas diterima oleh
senyawa lain (akseptor). Reaksi pembentukan aldehida dari alcohol adalah contoh
reaksi dehidrogenase. Enzim-enzim oksidase juga bekerja sebagai katalis pada reaksi
pengambilan hydrogen dari substrat. Dalam reaksi ini yang bertindak selaku akseptor
hydrogen ialah oksigen. Sebagai contoh enzim glukosa oksidase bekerja sebagai
katalis pada reaksi oksidasi glukosa menjadi glukonat (Poejiadi, 2006).
Enzim yang kedua adalah transferase. Enzim yang termasuk golongan ini
bekerja sebagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa
kepada senyawa lain. Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan ini, ialah
metiltransferase, hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase, asiltransferase dan
amino transferase atau disebut juga transaminase (Poejiadi, 2006).
Enzim yang ketiga adalah hidrolase. Enzim yang termasuk dalam kelompok
ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Ada tiga jenis hidrolase, yaitu
hidrolase yang memecah ikatan ester, memecah glikosida, dan yang memecah ikatan
peptida. Beberapa enzim sebagai contoh ialah esrerase, lipase, fosfatase, amylase,
amino peptidase, karboksi peptidase, pepsin, tripsin, kimotripsin (Poejiadi, 2006).
Selanjutnya adalah enzim liase. Enzim yang termasuk golongan ini
mempunyai peranan penting dalam reaksi pemisahan suatu gugus dari substrat
(bukan cara hidrolisis) atau sebaliknya. Contoh enzim golongan ini antara lain
dekarboksilase, alodolase, hidratase (Poejiadi, 2006).
Enzim yang kelima adalah isomerase. Enzim yang termasuk golongan ini
bekerja pada reaksi perubahan intramolekul, misalnya reaksi perubahan glukosa
menjadi fruktosa, perubahan senyawa L manjadi senyawa D, senyawa sis menjadi
senyawa trans dan lain-lain. Contoh enzim yang termasuk golongan isomerase antara
lain ialah ribulosafosfat epimerase dan glukosafosfat isomerase (Poejiadi, 2006).
Enzim yang terakhir adalah ligase. Enzim yang termasuk golongan ini
bekerja pada reaksi-reaksi penggabungan dua molekul. Oleh karenanya dari
penggabungan tersebut adalah ikatan C-O, C-S, C-N atau C-C. Contoh enzim
golongan ini antara lain ialah glutamine sintase dan piruvat karboksilase (Poejiadi,
2006).
Untuk aktivitasnya kadang-kadang enzim itu membutuhkan kofaktor, yang
biasanya berupa senyawa organik dengan berat molekul cukup tinggi atau logam.
19


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

Senyawa organik itu terikat pada bagian protein enzim. Bila ikatan itu kendur maka
kofaktor tadi disebut ko-enzim dan jika terikat erat melalui ikatan kovalen maka
dinamakan gugus prostetis. Pada umumnya dua kofaktor itu tidak dibedakan dan
disebut sebagai koenzim saja. Apabila enzim itu terdiri dari bagian seperti yang
diterangkan di atas maka dinamakan holo-enzim. Bagian proteinnya dinamakan apo-
enzim dan bagian nir-proteinnya disebut koenzim (Martoharsono, 1982).

















20


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Aktivitas Enzim ini dilaksanakan pada hari Kamis, 17 November 2011,
di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Andalas, Padang.

3.2. Alat dan Bahan
Pada praktikum aktivitas enzim ini digunakan alat yaitu test tube, pipet tetes,
penggiling, refraktometer, dan bahan yaitu tempe, ragi tempe, pati beras (tepung
beras), dan air.

3.3. Cara Kerja
Disediakan tiga buah tabung reaksi, kemudian dihaluskan ragi tempe dan
dimasukkan ke dalam test tube dan dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1.
Kemudian dihomogenkan sampai mengendap, lalu diuji apakah berbau asam, anyir,
harum, manis, dan sebagainya. Setelah itu, disentrifus ragi yang telah dihomogenkan
tadi agar antara natan dan supernatan terpisah, setelah disentrifus diambil supernatan
tadi kemudian dicampurkan dengan pati beras dengan perbandingan 1:1.
Setelah itu dihitung kadar gula dengan menggunakan refraktometer,
kemudian dilihat berapa persen kadar gula yang terkandung dalam supernatan yang
telah dicampurkan dengan pati beras. Sebagai kontrol digunakan larutan pati beras
dan air yang dihitung kadar gulanya. Setelah diketahui kadar gulanya, supernatan
yang telah dicampur dengan pati beras tadi dipanaskan pada suhu 40
0
c selama 15
menit. Setelah 15 menit pertama diukur kadar gulanya dan dipanaskan kembali
selama 15 menit. Setelah 15 menit kedua, kembali diukur kadar gulanya. Dilakukan
prosedur yang sama dengan menggunakan tempe yang telah dihaluskan. Hasil yang
diperoleh dibandingkan satu dengan yang lainnya.




21


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum mengenai aktivitas enzim ini dilakukan untuk mengetahui dan
membuktikan bagaimana pengaruh suhu dan pH yang berbeda-beda terhadap
aktivitas enzim. Dari praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil yang dapat dilihat
pada table berikut.
Tabel 1. Spesifikasi enzim
No.
Bahan yang
digunakan
Dihomogenkan+ uji
baru Ditambahkan air
1. Ragi tapai + air Berbau menyengat Ada gelembung udara
2. Tempe + air Berbau anyir -
3. Tepung + air Berbau harum Ada gelembung udara

Tabel 2. Hasil pengukuran kadar gula
No.
Bahan yang
digunakan
Kadar gula
sebelum
dipanaskan
Kadar gula setelah
dipanaskan pada
suhu 40C 15 menit
pertama
Kadar gula setelah
dipanaskan pada suhu
40C 15 menit kedua
1. Air + pati beras 0,01 brix 0 brix 0 brix
2.
Supernatan ragi
+ pati beras
0,06 brix 1,5 brix
1,3 brix
3.
Supernatan
tempe + pati
beras
0,01 brix 1 brix
0,8 brix

Protein kedelai mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu mempunyai kemampuan
untuk mengikat air, punya daya emulsi, pembentuk gel, pembentuk lapisan film,
pembentuk adonan, pengental (Somaatmadja, 1964). Kandungan amino lisinnya
tinggi. Asam amino lisin dibutuhkan untuk membantu produksi antibodi, hormon dan
enzim (Flodin, 1997). Kacang kedelai mempunyai rasa langu karena keberadaan
enzim lipoksigenase. Enzim ini umumnya terdapat pada bagian lembaga pada
kacang-kacangan. Pada kacang kedelai aktivitas enzim lipoksigenase lebih aktif
daripada kacang tanah dan kacang hijau (Ketaren, 1998). Enzim lipoksigenase

22


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

mengkatalis oksidasi asam lemak tak jenuh sehingga menjadi tengik dan tidak stabil
selama penyimpanan. Kacang kedelai asam lemak tak jenuh sebesar 85%
(Somaatmadja, 1964). Pembentukan bau langu pada kacang kedelai mungkin terjadi
akibat adanya aktivitas enzimatik dari lipokgenase (Wolf, 1975). Kacang kedelai
mempunyai kandungan protein sebesar 35% (Suprapto, 1997).
Pada praktikum kali ini akan memperlihatkan kerja enzim dari berbagai
bahan. Pada tabel pertama, yaitu spesifikasi enzim, dapat dilihat bahwa pada ragi
tapai dan tempe setelah ditambahkan dengan air menghasilkan bau yang menyengat,
sedangkan tepung yang ditambahkan dengan air menghasilkan bau yang tidak
menyengat tetapi menghasilkan bau yang harum. Hal ini membuktikan bahwa pada
tempe dan ragi terdapat enzim yang bekerja disana sehingga keduanya menimbulkan
bau busuk (menyengat).
Pada tabel kedua mengenai hasil pengukuran kadar gula terlihat bahwa air
yang ditambahkan pati beras kadar gula yang dihasilkan sebelum dilakukan
pemanasan adalah 0,01 brix tetapi setelah dilakukan pemanasan dengan suhu 40C
pada 15 menit pertama, kadar gula yang dihasilkan adalah 0 brix yang menandakan
kadar gula habis. Pada pemanasan dengan suhu 40C pada 15 menit kedua, kadar
gula yang dihasilkan tetap 0 brix yang menandakan kadar gula habis Pada
supernatant ragi yang ditambahkan dengan pati beras sebelum dilakukan pemanasan
menghasilkan kadar gula sebanyak 0,06 brix. Setelah dilakukan pemanasan dengan
suhu 40C pada 15 menit pertama, kadar gula yang dihasilkan adalah 1,5 brix. Pada
pemanasan dengan suhu 40C pada 15 menit kedua, kadar gula yang dihasilkan
menurun yaitu 1,3 brix. Pada supernatant tempe yang ditambahkan dengan pati beras
sebelum dilakukan pemanasan menghasilkan kadar gula sebanyak 0,01 brix. Setelah
dilakukan pemanasan dengan suhu 40C pada 15 menit pertama, kadar gula yang
dihasilkan adalah 1 brix. Pada pemanasan dengan suhu 40C pada 15 menit kedua,
kadar gula yang dihasilkan menurun yaitu 0,8 brix. Hal ini menunjukkan adanya
aktivitas enzim pada supernatan ragi dan supernatan tempe. Aktivitas tersebut dapat
menghasilkan gula dengan jumlah yang berbeda-beda.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu substrat, suhu, pH,
kofaktor, dan inhibitor. Pada percobaan terlihat bahwa pati ditambah air biasa sangat
sedikit menghasilkan kadar gula yang disebabkan oleh pH yang tidak sesuai dan
23


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

tidak terdapat enzim pada air. Sedangkan pada supernatant ragi dan tempe terdapat
enzim yang akan mengurai pati dan menghasilkan gula dan juga memiliki pH yang
sesuai. Tetapi yang terlihat disini adalah pengaruh suhu. Pada pemanasan selama 15
menit pertama kadar gula meningkat sedangkan pada pemanasan 15 menit kedua
kadar gula menurun. Hal ini menunjukkan bahwa jika suhu terlalu panas maka enzim
akan mengalami kerusakan. Enzim memiliki suhu optimum untuk bekerja pada suhu
optimal tersebut kerja enzim akan meningkat.
Oleh karena itu, reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang
menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah
reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi
berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka
kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi
proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian
konsentrasi efektif enzim berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun
(Poejiadi, 2006).
Selain suhu, pH juga berpengaruh pada kerja enzim. Seperti protein pada
umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat
berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan
demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian
aktif enzim dalam membentuk komplek enzim substrat (Poejiadi, 2006).
Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH
tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan
mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poejiadi, 2006).
Enzim dikatakan sebagai suatu kompleks protein yang berperan dalam
aktivitas biologis. Enzim berfungsi sebagai biokatalisator, yaitu enzim membantu
dalam mempercepat berlangsungnya suatu reaksi, tetapi tidak ikut dalam reaksi
tersebut, sehingga enzim akan kembali kebentuk semula, karena enzim bekerja
irreversibel atau bolak- balik. Namun, enzim akan mengalami kerusakan jika bekerja
pada suhu yang tidak optimum, karena enzim memiliki sifat yang sama dengan
protein (Indah, 2004).
Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan
menurunkan energi aktivasinya. Enzim tersebut akan bergabung sementara dengan
24


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

reaktan sehingga mencapai keadaan transisi dengan energi aktivasi yang lebih rendah
daripada energi aktivasi yang diperlukan untuk mencapai keadaan transisi tanpa
bantuan katalisator atau enzim (Man, 1976).
Hal ini membuktikan bahwa aktifitas enzim dipengaruhi oleh suhu, enzim
tidak dapat bekerja dengan optimum pada suhu yang telah melampaui batas
optimumnya. Enzim bekerja optimum pada suhu 40
0
C, jika lebih dari suhu tersebut
maka enzim akan terdenaturasi atau enzim akan rusak (Man, 1976).
Begitu juga dengan supernatan tempe yang ditambahkan dengan pati beras,
semakin dipanaskan, maka kadar gulanya semakin rendah. Seharusnya kadar gula
pada supernatan ragi yang dicampur dengan pati beras akan lebih tinggi
dibandingkan dengan supernatan tempe yang dicampur dengan pati beras. Karena
enzim lebih banyak terdapat pada ragi daripada tempe, Namun, pada hasil yang
didapat malah sebaliknya.
Hasil yang didapatkan bisa saja sebaliknya dimana kadar gula pada
supernatant ragi yang dicampur dengan pati beras akan lebih rendah dibandingkan
dengan supernatant tempe yang dicampur dengan pati beras. Hal ini bisa saja terjadi
karena perbandingan antara supernatan dengan pati beras tidak berbanding lurus
sehingga kerja enzim tidak seimbang. Karena antara substrat dengan pelarut harus
seimbang sehingga pruduk yang dihasilkan optimum. Namun, jika antara substrat
dan pelarut tidak seimbang, maka hasilpun tidak optimum.
Antara ragi dan ragi tempe kadar gula yang didapatkan cukup berbeda. Kadar
gula pada ragi rata-rata lebih besar daripada kadar gula yang terdapat pada tempe.
Karena memang pada ragi banyak terdapat enzim. Setelah dipanaskan kadar gula
pada supernatan ragi tempe maupun pada supernatan tempe yang ditambahkan
tepung beras semakin berkurang. Jadi, aktivitas enzim lebih banyak dilakukan pada
ragi.




25


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Kadar gula terbanyak terdapat pada supernatan ragi yang ditambahkan tepung
beras setelah dipanaskan pada suhu 40C 15 menit pertama.
2. Kadar gula terendah terdapat pada supernatan tempe yang ditambahkan
tepung beras sebelum dilakukan pemanasan.
3. Kerja enzim dipengaruhi oleh suhu dan substrat.
4. Semakin tinggi suhu, kadar gula semakin berkurang.
5. Enzim lebih banyak terdapat pada ragi dibandingkan tempe.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan kepada praktikan agar tempe digiling lebih
halus untuk mendapatkan supernatant yang bagus. Panaskanlah pada suhu yang
tetap. Dan berhati-hati dalam menghitung kadar gula.












DAFTAR PUSTAKA


26


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)

Flodin, N.W. 1997. The Metabolic Rolos, Pharmacology, and Toxicology of Lysine.
J. Amcoll Nutr. 16:7-12.
Gaman, P.M. dan Sherington. 1992. Ilmu Pangan. PAU Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Indah,Mutiara.2004.Enzim.Penerbit Universitas Sumatera Utara:Medan

Iwakura M., Nakamura D., Tukenawa T., Mitsuishi Y., An approach for protein to
be completely reversible to thermal denaturation even at autoclave
temperatures. Prot. Engineering. 2001.14(8).
Junaidi, Wawan. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim.
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/10/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi_22.html. Diakses tanggal 8 Desember 2011.
Ketaren, K.S. 1998. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Utama: Jakarta.
Lehninger, Albert L. 1995. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga:Jakarta

Man,J.M,de.1976. Kimia Makanan.Edisi Kedua.ITB:Bandung
Martoharsono, Soeharsono. 1982. Biokimia Jilid 1. Gajah Mada University Press :
Yogyakarta.
Poejiadi, Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia. UI-PRESS: Jakarta.
Rajiman.2000.Biokimia Eksperimen laboratorium. Penerbit Widya Medika:
Jakarta
Suprapto. 1997. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya: Jakarta.
Winarno,F.G.1987.Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Wolf, W.J. 1975. Lipoxygenase and Flavour of Soybean Protein Product. J. Agr.
Food Chem 23:136-139.
LAMPIRAN

27


Talitha Ikhsanil Amalia (1010422042)


Gambar 1. 3 buah tabung reaksi yang berisi larutan masing-masing tepung
beras, tempe, ragi yang telah ditambahkan dengan aquades

Anda mungkin juga menyukai