Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologi yang umum terjadi didunia(WHO,
2001). Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang muncul
tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang
tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa di
indikasikan sebagai disfungsi otak (Shorvon, 2001).
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang
baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita,
yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di
antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di
antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health
Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004
Epilepsy.com).
Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara
berkembang mencapai 100/100,000. Pendataan secara global ditemukan 3.5 juta kasus
baru per tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20%
lainnya ditemukan pada usia lanjut (WHO, 2001 a, Fosgren,2001). Angka prevalensi dan
insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang (WHO,2001). Dalam
bukunya Epilepsi, Prof. Dr. dr. S.M. Lumbantobing menyebutkan, prevalensi epilepsi di
seluruh dunia mencapai 5-20 orang per 1000 penduduk.
Di Indonesia, epilepsi dikenal sebagai ayan atau sawan. Banyak masyarakat
masih mempunyai pandangan yang keliru (stigma) dan beranggapan bahwa epilepsi
bukanlah penyakit tapi karena masuknya roh jahat, kesurupan, guna-guna atau suatu
kutukan. Hal ini terjadi karena saat serangan epilepsi terjadi di tempat umum, membuat
masyarakat yang melihat menyimpulkan berbagai persepsi yang keliru. Mereka juga
takut memberi pertolongan karena beranggapan epilepsi dapat menular melalui air liur.
Adanya stigma dan mitos yang berkembang di masyarakat membuat orang dengan
epilepsi di kucilkan oleh lingkungan, di keluarkan dari sekolah, menghambat karir dan
kehidupan berumahtangga, sehingga membuat mereka merasa tertekan dan depresi. Oleh
karena itu, banyak keluarga dari orang dengan epilepsi yang menutup-nutupi keadaan,
sehingga membuat penanganan epilepsi menjadi tidak optimal
2


B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah :
1. Apakah definisi, etiologi, klasifikasi dan patofisiologi dari epilepsi ?
2. Bagaimanakahpenanganandanasuhankeperawatankliendenganepilepsi ?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami definisi, etiologi, klasifikasi dan patofisiologi dari
epilepsi
2. Mengetahuidanmemahamipenanganandanasuhankeperawatankliendenganepilepsi..




















BAB II
3

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi sistem persarafan


Sel saraf atau neuron berfungsi untuk menerima, meneruskan, dan memproses
stimulus; memicu aktivitas sel tertentu; dan pelepasan neurotransmiter dan molekul
informasi lainnya. Sel saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor, yang
terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatik) maupun internal (reseptor viseral).
Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang saraf
sampai ke otakdan medulla spinalis yang kemudian akan mengintepretasi dan
mengintegrasi stimulus, sehingga respons terhadap informasi bisa terjadi. Impuls dari
otak dan medula spinalis memperoleh respons yang sesuai dari otot dan kelenjar
tubuh, yang disebut efektor (Syaifuddin,2009).
Kebanyakan neuron terdiri atas 3 bagian yaitu:
a. Dendrit
Merupakan cabang panjang yang dikhususkan menerima stimulus dari
lingkungan sel-sel epitel sensorik atau dari neuron lain. Dendrit umumnya
pendek dan bercabang-cabang mirip pohon. Dendrit menerima banyak sinaps
dan merupakan tempat penerimaan sinyal dan pemrosesan utama neuron.
Kebanyakan sel saraf memiliki banyak dendrit yang sangat memperluas daerah
penerimaan sel. Percabangan dendrit memungkinkan sebuah neuron untuk
menerima dan mengintegrasi sejumlah besar akson terminal dari sel saraf lain.
4

Diperkirakan bahwa sejumlah 200.000 akson terminal membentuk hubungan
fungsional dengan dendrit sel purkinje di serebelum. Jumlah tersebut mungkin
lebih besar lagi dari sel saraf lain.
Neuron bipolar, dengan hanya satu dendrit, tidak banyak dijumpai dan
hanya terdapat pada tempat khusus.berbeda dari akson yang memiliki diameter
tetap dari satu ujung ke ujung lain, dendrit makin mengecil setiap kali
bercabang. Komposisi sitoplasma di basis dendrit, dekat dengan badan neuron,
mirip dengan komposisi sitoplasma perikarion namun tak mengandung
kompleks golgi. Kebanyakan sinaps yang berkontak dengan neuron terdapat di
spina (ujung-ujung) dendrit, yang umumnya merupakan struktur berbentuk
jamur (bagian kepala membesar, dihubungkan pada batang dendrit oleh bagian
leher yang lebih sempit), spina berfungsi penting dan berjumlah banyak, yaitu
sekitar 10
14
untuk korteks serebri manusia.
Spina dendrit merupakan tempat pemrosesan pertama bagi sinyal
sinaptik yang tiba di neuron. Peralatan pemrosesan terdapat dalam suatu
kumpulan protein yang melekat pada permukaan sitosoldari membran
pascasinaptik jauh sebelum fungsinya diketahui. Spina dendrit ikut serta dalam
perubahan plastis yang mendasari proses adaptasi belajar dan mengingat. Spina-
spina tersebut merupakan struktur dinamis dengan plastisitas morfologi
berdasarkan protein aktin sitoskeleton yang berhubungan dengan perkembangan
sinaps dan adaptasi fungsionalnya pa orang dewasa.

b. Badan Sel (Perikarion)
Badan akson yang merupakan pusat trofik untuk keseluruhan sel saraf dan
juga berfungsi menerima stimulus. Badan sel yang disebut juga perikarion
adalah bagian neuron yang mengandung inti dan sitoplasma di sekelilingnya dan
tidak mencakup cabang-cabang sel. Badan sel terutama merupakan pusat trofik,
meskipun struktur ini juga dapat menerima impuls. Perikarion di kebanyakan
neuron menerima sejumlah besar ujung saraf yang membawa stimulus
eksitatorik atau inhibitorik yang datang dari sel saraf lain.
Kebanyakan sel saraf memiliki inti eukromatik bulat dan sangat besar dengan
anak inti yang sangat nyata. Sel saraf binukleus terlihat dalam ganglia simpatis
5

dan sensorik. Kromatin halus tersebar merata yang menggambarkan tingginya
aktivitas sintesis di sel-sel ini.
Badan sel mengandung suatu retikulum endoplasma kasar yang berkembang
sangat baik, berupa kelompok-kelompok sisterna paralel.Dalam sitoplasma
diantara sisterna terdapat banyak poliribosom yang memberi kesan bahwa sel-sel
ini menyintesis protein struktural dan protein transpor. Bila dipulas dengan
pewarnaan yang cocok, retikulum endoplasma kasar dan ribosom bebas tampak
sebagai daerah bergranul basofilik di bawah mikroskop cahaya yang disebut
badan nissl. Jumlah badan nissl bervariasi sesuai jenis neuron dan keadaan
fungsionalnya.
Badan nissl sangat banyak dijumpai dalam sel saraf besar seperti neuron
motorik. Kompleks golgi hanya terdapat dalam badan sel dan terdiri atas banyak
deretan paralel sisterna licin yang tersusun disekitar tepi inti. Mitokondria banyak
dijumpaikhususnya dalam akson terminal. Mitokondria tersebar dalam
sitoplasma badan sel.
Neurofilamen (filamen intermediet berdiameter 10 nm) banyak dijumpai
dalam perikarion dan cabang sel. Neurofilamen bergabung sebagai akibat
darikerja bahan fiksasi tertentu. Bila diimpregnasi dengan perak, neurofilamen
akan membentuk neurofibril, yang akan tampak dengan mikroskop cahaya.
Neuron juga mengandung mikrotubulus yang identik dengan mikrotubulus yang
terdapat pada banyak sel lain. Sel saraf kadang-kadang mengendung inklusi
pigmen, seperti lipofuksin, yakni suatu residu materi yang tak tercerna oleh
lisosom

c. Akson
Yang merupakan suatu cabang tunggal yang dikhususkan untuk menciptakan
atau menghantarkan impuls saraf ke sel-sel lain (sel saraf, sel otot, dan sel
kelenjar). Akson dapat juga menerima informasi dari neuron lain; informasi ini
terutama memodifikasi transmisi potensial aksi ke neuron lain. Bagian distal dari
akson umumnya bercabang dan membentuk ranting-ranting terminal. Setiap
cabang ranting berakhir pada sel berikutnya berupa pelebaran yang berinteraksi
dengan neuron atau sel selain neuron, dan membentuk struktur yang disebut
sinaps. Sinaps meneruskan informasi ke sel berikutnya dalam sirkuit.
6

Kebanyakan neuron hanya memiliki satu akson; ada sejumlah kcil yang tidak
mempunyai akson sama sekali. Sebuah akson merupakan cabang silindris dengan
panjang dan diameter yang bervariasi, sesuai jumlah neuronnya. Meskipun ada
neuron dengan akson pendek, akson umumnya berukuran panjang. Misalnya
akson sel motorik di medula spinalis yang mempersarafi otot kaki harus memiliki
panjang sampai 100 cm (sekitar 40 inci). Semua akson berasal adri daerah
berbentuk piramida pendek, yaitu muara akson, yang umumnya muncul dari
perikarion. Membrn plasma di akson disebut aksolemma, isinya dikenal sebagai
aksoplasma.
Neuron yang membentuk akson bermielin, bagian akson diantara muara
akson dan titik awal mielinisasi disebut segmen inisial. Segmen ini merupakan
tempat berkumpulnya berbagai stimulus yang merangsang dan menghambat pada
neuron, yang dijumlahkan secara aljabar, dan menghasilkan keputusan untuk
meneruskan atau tidak meneruskan suatu potensial aksi atau impuls saraf.
Diketahui bahwa beberapa jenis kanal tersebut penting untuk mengadakan
perubahan potensial listrik yang membentuk potensial aksi. Berbeda dengan
dendrit, akson memiliki diameter yang tetap dan tidak bercabang banyak.
Kadang-kadang segera setelah keluar dari badan sel, akson menghasilkan sebuah
cabang yang kembali ke daerah badan sel saraf. Semua cabang akson dikenal
sebagai cabang kolateral. Sitoplasma akson (aksoplasma) mengandung
mitokondria, mikrotubulus neurofilamen dan sejumlah sisterna retikulum
endoplasma halus. Tidak ada poliribosom dan retikulum endoplasma kasar
memperjelas ketergantungan akson pada perikarion untuk mempertahankan diri.
Jika akson dipotong, bagian perifernya akan berdegenerasi dan mati. Terdapat
lalu lintas dua arah yang sibuk dari molekul besar dan kecil di sepanjang akson.
Makromolekul dan organel yang disintesis di dalam badan sel akan diangkut
secara kontinu oleh suatu aliran anterograd disepanjang akson ke bagian
terminalnya. Aliran anterograd berlangsung dengan 3 kecepatan yang berbeda.
Aliran lambat (beberapa milimeter per hari) mengangkut protein dan
mikrofilamen. Aliran dengan kecepatan sedang mengangkut mitokondria dan
aliran cepat (100 kali lebih cepat) mengangkut zat yang ditampung dalam
vesikel, yang diperlukan di akson terminal selama transmisi saraf berlangsung.
7

Bersamaan dengan aliran anterograd, aliran retrograd dalam arah berlawanan
mengangkut sejumlah molekul ke badan sel, termasuk zat yang masuk melalui
endositosis (meliputi virus dan toksin). Proses ini digunakan untuk mempelajari
jalur-jalur neuron; peroksidase atau zat penanda yang lain disuntikkan ke daerah
dengan akson terminalnya, dan penyebarannya diikuti dalam selang waktu
tertentu.
Protein motorik yang terkait dengan aliran akson meliputi dinein, suatu
protein dengan aktivitas ATPase yang terdapat dalam mikrotubulus
(berhubungan dengan aliran retograd) dan kinesin, yakni suatu mikrotubulus
yang teraktivasi-ATPase yang mempercepat aliran anterograd dalam akson ketika
melekat pada vesikel.

Klasifikasi Neuron
Berdasarkan jumlah prosesusnya neuron diklasifikasikan menjadi:
1. Neuron Unipolar
Neuron unipolar mempunyai satu tonjolan yang kemudian bercabang
dua dekat dengan badan sel. Satu cabang menuju ke perifer sedangkan
cabang yang lain berjalan menuju SSP.
Contoh: neuron sensorik saraf spinal
2. Neuron Bipolar
Neuron bipolar mempunyai dua tonjolan satu akson dan satu dendrit,
contohnya neuron bipolar antara lain adalah sel batang dan kerucut retina.
3. Neuron Multipolar
Neuron multipolar mempunyai beberapa dendrit dan satu akson yang
dapat bercabang-cabang banyak sekali. Kebanyakan neuron SSP
merupakan neuron multipolar. Salah satu contoh sel jenis ini adalah neuron
motorik yang berasal dari kornu ventral medula spinalis dengan aksonnya
yang menjulur sampai ke otot rangka.

B. Fisiologisistempersarafan
Mekanisme sistem syaraf lingkungan internal dan stimulus eksterna dipantau
dan diatur oleh system syaraf. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, sensitivitas
terhadap stimulus, dan konduktifitas. Membrane sel bekerja sebagai suatu sekat
8

pemisah yang amat efektif dan selektif antara cairan ekstraseluler dan cairan
intraseluler. Pada ruang ekstraseluler disekitar neuron terdapat cairan yang
mengandung ion natrium dan klorida, sedangkan dalam cairan intraseluler terdapat
kalium dan protein yang lebih tinggi.
Perbedaan komposisi dan kadar ion-ion didalam dan luar sel mengakibatkan
timbulnya suatu potensial listrik di permukaan membrane neuron yang disebut
potensial membran.
Otak manusia pada dasarnya terdiri dari ribuan sel khusus yang disebut dengan
sel syaraf atau dalam istilah kedokteran disebut dengan neuron.
Sel neuron secara umum terdiri atas 3 bagian utama, yaitu :
1. Dendrit
Dendritbertugas untuk menerima sinyal dari sel neuron lainnya.
2. Badanintiberfungsi menerima stimulus
3. Akson
Aksonbertugas untuk memeberikan sinyal kepada sel neuron yang lain.
Pada Akson terdapat selubung myelin yang berfungsi untuk menguatkan
sinyal-sinyal.

Keunikan sel neuron dengan sel yang lain adala dalam pembentukan jaringan syaraf.
Satu sel neuron tidak menempel dengan sel neuron lainnya dalam pembentukan
jaringan. Terdapat celah antara satu sel dengan sel lainnya. Celah tersebut disebut
dengan Sinapsis. Dengan adanya sinapis proses transfer dari satu sel ke sel yang lain
menjadi lebih cepat dibandingkan jika tidak terdapat sinapsis.






9

Sel neuron secara umum dikelompokkan menjadi tiga kategori. Yang pertama
adalah sel sensorik. Sel ini terletak pada daerah panca indera. Sel ini yang membuat
kita mampu mengenali tekstur, melihat, mendengar, dan merasakan rasa. Yang kedua
adalah sel motorik. Sel ini bertugas untuk menanggapi rangasangan dari luar. Seperti
kehendak kita untuk berjalan, maka sel neuron ini akan memberi perintah kepada otot
untuk bergerak. Yang terakhir adalah sel intermediet, sel ini bertugas untuk
menghubungkan antara sel sensorik dengan sel motorik.
Untuk memahami cara kerja sel neuron, kita gunakan studi kasus. Ada seorang
anak yang tengah memperhatikan teko air yang sedang digunakan ibunya untuk
memasak air. Karena rasa ingin tahunya, sang anak memegang teko tersebut. Pada
saat tangan sang anak menyentuh teko. Suhu panas akan diterima oleh sel sensorik
sang anak. Sel sensorik tersebut akan mengubah energi panas menjadi energi listrik
atau dikenal dengan impuls. Impuls tersebut akan dikirmkan ke otak melalui jaringan
syaraf.
Perpindahan impuls tersebut tidaklah sederhana yang dibayangkan. Impuls
tersebut pertama kali masuk ke dalam dendrite dalam bentuk zat kimia. Kemudian, zat
kimia tersebut berubah menjadi energi potensial atau energi listrik yang dikenal
dengan impuls. Impuls akan masuk ke dalam badan sel yang kemudian diolah untuk
tujuan tertentu. Setelah melalui badan sel, impuls akan berpindah ke Akson. Impuls
pada akson memiliki beda potensial yang lebih kecil disbanding beda potensial pada
dendrite. Jika beda potensial menjadi 0, maka tidak ada impuls untuk sampai ke otak.
Maka oleh akson, impuls tesebut akan diubah menjadi zat kimia tertentu yang
kemudian memasuki sinapsis. Pada sinapsi, zat kimi tersebut akan masuk ke dalam
dendri sel yang lain. Proses tersebut akan terjadi berulang. Ada catatan penting yang
harus kita pahami bahwa setiap satu sel neuron akan menerima impuls dari beberapa
sel neuron yang lain. Namun, satu neuron akan hanya menghasilkan satu jenis impuls
yang akan disebar ke satu atau lebih sel neuron yang lain.
Setelah itu, impuls akan masuk ke dalam cerebral cortex yang akan diolah.
Cerebral cortex ini adalah tempat semua informasi yang berasal dari impuls-impuls
diolah. Kemudian otak akan memberi impuls kepada sel neuron yang kemudian
diteruskan kepada sel motorik. Impul yang diberikan bermacam-macam tergantung
10

apa yang dikeluarkan oleh cerebral cortex. Pada kasus anak tadi, impuls yang
dikeluarkan adalah mengangis dan menarik tangannya. Impuls tersebut akan diterima
oleh sel motorik pada lengan dan kelenjar air mata. Maka sang anak akan menangis
sambil menarik tangannya. Untuk proses pengolah informasi pada cerebral cortex,
sampai saat ini belum ada penelitan yang memberi ulasan ilmiah.
Dalam keadaan istirahat cairan ekstraseluler adalah elektropositif dan cairan
intraseluler adalah elektronegatif.
1. Gelombang Depolarisasi :Suatu rangsangan pada membrane neuron
setempat yang mengakibatkan perubahan-perubahan permeabilitas
membrane sehingga ion-ion natrium yang bermuatan listrik positif kedalam
neuron menyebabkan membrane tersebut menjadi positifdidalam dan
negative diluar demikian juga sebaliknya, peristiwa ini disebut
depolarisasi(menetralkan listrik).
2. Proses Repolarisasi :Segera setelah gelombang depolarisasi melintas serat
saraf, cairan intersel akan bermuatan positif karena sejumlah besar ion-ion
natrium masuk kedalam serat saraf, sedangkan ion kalium masih bebas
berdifusi keluar sel membawa muatan listrik positif sehingga terceipta
kesemimbangan listrik elektro negative sebelah dalam dan elektro positif
sebelah luar, proses ini disebut repolarisasi. Apabila suatu impuls sedang
berjalan melalui suatu serat saraf, maka serat tersebut tidak dapat
menghantarkan impuls lain sebelum repolarisasi terjadi.
3. Pengembalian Kesimbangan : Serat saraf mengalami proses repolarisasi
maka ion-ion natrium yang telah bergerak masuk kedalam dan ion-ion
kalium yang telah mengadakan difusi keluar membrane sel harus kembali ke
sisi membrane sel asalnya. Pengeluaran ion-ion natrium selanjutnya dari
dalam keluar membrane sel dilaksanakan melalui suatu mekanisme pompa
ion natrium. Pengeluaran ion-ion natrium ini mengakibatkan tertariknya ion-
ion kalium kedalam sel saraf kembali.
Pola umum system saraf sebagian besar system saraf berasal dari reseptor
sensoris baik berupa reseptor visual, reseptor auditorius, dan reseptor raba pada
permukaan tubuh. Pengalaman yang diterima oleh sensoris dapat menyebabkan suatu
reaksi segera atau disimpan sebagai kenangan didalam otak dalam waktu yang cukup
11

lama sehingga dapat menentukan reaksi tubuh dimasa yang akan datang bila bertemu
dengan pengalaman yang sama. Selain itu, juga dapat menghantarkan infornasi
sensoris dan reseptor pada seluruh permukaan tubuh dan struktur dalam tubuh.
Informasi ini memasuki system saraf melalui nervus spinalis dan disampaikan ke
semua segmen susunan saraf pusat. Beberapa tugas pokok system saraf adalah sebagai
berikut :
a. Kontraksi otot rangka seluruh tubuh.
b. Kontraksi otot polos dalam organ internal.
c. Sekresi kelenjar eksokrin dan endorin dalam tubuh.

C. Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi, namun dengan
gejala tunggal yang khas yaitu serangan berkala dan reversible yang disebabkan oleh
lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Dalam masyarakat penyakit
epilepsi disebut juga dengan istilah-istilah seperti sawan, ayan, sekalor, dan celengan
(Rendy,2012).
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan berat dari fungsi otak dengan
karakteristik kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran,
gerakan berlebihan, hilangnya tonus otot atau gerakan, serta ganggguan perilaku, alam
perasaan, sensasi,dan persepsi. Sehingga epilepsi bukan penyakit tetapi suatu gejala
(Muttaqin,2008).
Menurut Davey dalamMedicine At Glance, Epilepsi adalah kecendrungan terjadinya
muatan listrik yang spontan dan tidak teratur secara rekuen di otak dengan manifestasi
perubahan fungsi motorik, sensorik, atau psikologis. Serangan kejang merupakan gejala
utama epilepsi yang disebabkan oleh kelainan fungsional (Motorik,Sensorik,atau Psikis).
Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol, timbul secara episodik. Serangan ini berkaitan
dengan pengeluaran implus oleh neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal.
Masalah dasarnya diperkirakan akibat gangguan listrik (disritmia) pada sel saraf di salah satu
bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan listrik abnormal, berulang dan
tidak terkontol.
12

Dari beberapa pengertian diatas maka secara sederhana epilepsi adalah cetusan listrik
yang berlebihan sehingga menyebabkan penderinya mengalami perubahan fungsi motorik,
sensorik, dan psikologis yang spontan.
D. Klasifikasi
Menurut ILAE (International League Against Epilepsy) menekankan jenis epilepsi
berdasarkan pola yang tampak pada EEG (elektroensefalografi). Apabila kejang melibatkan
area otak yang terbatas (localized) maka epilepsi disebut kejang parsial. Sementara itu
apabila awal kejang melibatkan kedua hemisferium otak maka disebut kejang umum
(Harsono, 2008).
Dalam buku Smeltzer (2002), variasi kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai
daerah otak yang terkena dan telah diidentifikasi sebagai :
1. Kejang parsial
Kejang parsial merupakan jenis kejang yang dimulai setempat dan hanya mengenai
sebagian otak. Kejang parsial dibagi menjadi :
a. Kejang parsial sederhana
Kejangparsialsederhanadengan gejala-gejala dasar dan umumnya tanpa gangguan
kesadaran. Gejala yang timbul antara lain hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau
mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu ini berbicara yang tidak dapat dipahami,
pusing, dan mengalami gejala-gejala sensorik khusus (sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak
nyaman).
b. Kejang parsial kompleks
Kejangparsialkompleksmelibatkan gangguan fungsional serebral pada tingkat yang lebih
tinggi seperti proses ingatan dan proses berpikir, individu tetap tidak bergerak atau bergerak
secara otomatis tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi berlebihan
(takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang). Fokus epileptik pada jenis ini sering kali
pada lobus temporalis.

2. Kejang Umum
Jenis kejang ini biasanya disebut sebagai kejang grand mal. Kejang ini melibatkan kedua
hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin dapat timbul kekakuan
intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan
kontraksi otot (kontraksi tonik-klonik umum).
13

Epilepsi tonik-klonik merupakan serangan epilepsi yang klasik. Serangan epilepsi ini
ditandai oleh adanya aura diikuti oleh hilangnya kesadaran dan kejang tonik-klonik. Aura
merupakan suatu indikasi sensorik yang menyatakan akan datangnya serangan epilepsi. Aura
ini dapat berupa sensasi penglihatan, pendengaran, atau penciuman yang hanya berlangsung
selama beberapa saat.
Serangan epilepsi dimulai dengan menghilangnya kesadaran secara cepat. Klien
kehilangan kemampuannya untuk tetap mempertahankan tubuh dalam posisi tegak, gerakan
tinik kemudian klonik, inkontinensia urin dan feses, disertai dengan disfungsi otonom
lainnya. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh dapat terganggu. Fase ini
berlangsung hanya beberapa detik. Fase klonik berupa kontraksi gerakan yang tersentak-
sentak. Kontraksi sedikit demi sedikitberkurang frekuensinya tetapi tidak kekuatannya. Lidah
dapat tergigit seperti yang terjadi pada sekitar separuh dari klien yang mengalami kejang
(spasme rahang dan lidah). Serangan itu berlangsung sekitar 3-5 menit dan diikuti dengan
periode tidak sadar yang berlangsung selama beberapa menit sampai sekitar setengah jam.
Klien yang sadar kembali tampak bingung, stupor, atau bodoh. Stadium ini disebut stadium
postikal. Biasanya klien tidak dapat mengingat serangan yang telah dialaminya.

E. Etiologi
Penyebab pastinya penyakit epilepsi belum diketahui. Umumnya epilepsi
disebabkanoleh kerusakan otak dalam proses kelahiran, luka kepala, pitam otak (stoke),
tumor otak, alcohol. Epilepsi disebabkan adanya gangguan sel-sel otak ditambah dengan
efektivitas yang berlebihan di otak. Gejala-gejala yang ditimbulkan diantaranya tidak
sadarkan diri, keluar busa, dan sebagainya (Rendy,2012).
Menurut Mansjoer (2000) ditinjau dari penyebab, faktor predisposisi epilepsi dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Epilepsi Idiopatik: penyebabnya tidak diketahui, sekitar 50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik. Awitan biasanya muncul pada
usia > 3 tahun.
2. Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat
misalnya post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik,
malformasi otak kongenital, asfiksia neonatrum, lesi desak ruang, gangguan peredaran
darah otak, alkohol dan obat-obatan, dan kelainan neurodegeneratif.
14

Sementara itu, terdapat beberapa faktor presipitasi (faktor pencetus) yang
mempermudah terjadinya serangan epilepsi, yaitu:
1. Faktor sensoris : cahaya yang berkedip-kedip, bunyi yang mengejutkan, dan air
panas.
2. Faktor sistemis : demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (golongan fenotiazin,
chlorpropamid), hipoglikemia, dan kelelahan fisik.
3. Faktor mental : stress dan gangguan emosi.

F. Manifestasi klinis
Menurut Rendy (2012) gejala dari epilepsi dibagi berdasarkan jenis kejang yang
terjadi, yaitu :
1. Kejang parsial simplek
Kejang parsial simplek dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan
muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan
atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena.
a. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka
lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan.
b. Jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan
mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.

Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami deja vu (merasa
pernah mengalami keadaan sekarang dimasa lalu).Kejang Jacksonian gejalanya dimulai
pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke
anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik di otak.

2. Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilangnya kontak penderita
dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah,
menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan,
mengeluarkan suara-suara yang tidak berarti, tidak mampu memahami apa yang
orang lain katakana dan menolak bantuan. Kebingungan berlangsung selama
beberapa menit dan diikuti dengan penyembuhan total.
15

3. Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan
muataan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muataan listrik ini segera menyebar
ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.
4. Epilepsi primer generalisata ditandai dengan muataan listrik abnormal di daerah otak
yang luas yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan fungsi. Pada kedua
jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muataan yang
abnormal.
Pada kejang konvulsif terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat
dan sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala berpaling kesatu sisi, gigi dikatupkan
kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa
mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya
penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
5. Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun.
Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal. Penderita hanya
menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30
detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh,
pingsan maupun menyentak-nyentak.
6. Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus
menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas
sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas. Jika tidak
segera ditangani bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita
bisa meninggal.
Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena :
a. Sisi otak yang terkena
1. Lobus frontalis
2. Lobus oksipitalis
3. Lobus parientalis
4. Lobus temporalis
5. Lobus temporalis anterior



16

b. Gejala
1. Kedutan pada otot tertentu
2. Halusinasi kilauan cahaya
3. Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
4. Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks misalnya
berjalan berputar-putar
5. Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium



















17

WOC
























Pasca trauma kelahiran, asfiksia neonatorum, pascacedera kepala
Riwayat bayi dari ibu yang emnggunakan obatantikonvulsan.
Riwayat ibu yang mempunyai resiko tinggii.
Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak
Adanya riwayat keracunan
Riwayat gangguan sirkulasi serebral
Riwayat demam tinggi.
Riwayat gangguan metabolism dan nutrisi/gizi.
Riwayat intoksifikasi obat-obatan atau alcohol.
Riwayat tumor otrak, abses, dan kelainan bentuk bawaan.
Riwayat keturunan epilepsi.

Gangguan padasistem listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatru bagian otak
Sel-sel memberikan muatan listrik yangh abnormal, berlebihan, secara
berulang, dan tidak terkontrol (distritmia)
periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan
Aktivitas kejang umumlama akut, tanpa perbaikan
kesadaran penuh diantara serangan
Status epileptikus
Kebutuhan
metabolik dasar
Gangguan pernapasan
Hipoksia otak
Kerusakan otak
perermanen
edema
Kejang parsial
Peka rangsangan
Kejang berulang
Kejang berulang
Resiko tinggi
Injury
Penurunan
Kesadaran
Gangguan prilaku, alam
perasaan, sensaisi, dan
persepsi
Kejang umum
Respon pascakejang
(postikal)
Respon fisik :
Konfusi dan sulit bangun
Keluhan sakit kepala atau sakit
otot
Nyeri akut

Respon psikologis :
Ketakutan
Resketapon penolakan
Penurunan nafsu makan
Depresi
Menarik diri

Deficit
perawatan
Ketakutan
Koping
individu tidak
efektif
Gangguan perfusi
serebral
18

G. Pemeriksaan diagnostik
1. EEG (elektroensefalogram) merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik
di dalam otak. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki
resiko. Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di
dalam otak (Rendy,2012).
Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada waktu sadar dalam
keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi.
Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk
membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut (Duncan,
Kirkpatrick, Harsono 2001, Oguni 2004)
a) Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien
dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan
EEG akan membantu dalam membuat diagnosis, mengklarifikasikan jenis
serangan kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.
b) Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola
epileptiform pada EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis
epilepsi. Adanya gambaran EEG yang spesifik seperti 3-Hz spike-wave
complexes adalah karakteristik kearah sindrom epilepsi yang spesifik.


Sumber :/apps.mni.mcgill.ca

19

c) Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG dapat
menjelaskan manifestasi klinis daripadaaura maupun jenis serangan kejang.
Pada pasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu
dilakukan dengan cermat.
Persiapan pasien EEG :
1. Sebelum di lakukan EEG pasien dianjurkan untuk keramas terlebih dahulu (
untuk pasien rawat jalan ) dan tidak diperbolehkan memakai minyak rambut.
Untuk pasien rawat inap tidak diharuskan keramas
(kalaukondisipasientidakmemungkinkan)
2. Pasien tidak diperbolehkan memakai minyak rambut, supaya electrode
melekat dengan sempurna.
3. Pasien / keluarganya membayar biaya sesuai dengan tarif yang telah
ditentukan, kecuali pasien Astek / Askes.
4. Pasien bayi / anak-anak / pasien dewasa yang gelisah kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian premedikasi.
5. Sebelum pemberian premedikasi keluarga pasien diberi pengertian terlebih
dahulu kemudian diminta untuk menandatangani inform concent yang telah
disediakan.
6. Pasien bayi / anak-anak ditimbang dahulu untuk menentukan dosis obat
premedikasi.
Sumber : Sunoryo, 2007
2. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk :
a) Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
b) Menilai fungsi hati dan ginjal
c) Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi)(Rendy,2012).
Hiponatremia, hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati
dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama
dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen , kreatinin dan test fungsi
hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan
toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya drug abuse
(Ahmed, Spencer 2004, Oguni 2004).
20

3. Pemeriksaan CT scan dan MRIdilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker
otak, stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala. Kadang dilakukan
pungsi lumbal untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak (Rendy,2012).
Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) kepala berguna untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak
(Harsono 2003, Oguni 2004)
Indikasi CT Scan kepala adalah: (Kustiowati dkk 2003)
a. Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada kelainan
struktural di otak.
b. Perubahan serangan kejang.
c. Ada defisit neurologis fokal.
d. Serangan kejang parsial.
e. Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun.
f. Untuk persiapan operasi epilepsi.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi. Namun demikian
pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi
dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat
mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi
pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted dengan
minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital (Duncan, Kirkpatrick,
Kustiowati dkk 2003).






21

H. AsuhanKeperawatan
Pengkajian keperawatan epilepsi meliputi anamnenesis riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan diagnostik (Muttaqin,2008).
1. Pengkajian
Keluhan utama yang sering terjadi adalah kejang dan penurunan kesadaran.
Faktor riwayat penyakit sangat penting utnuk diketahui untuk mengetahui pola
kejang klien. Disini harus diperjelas tentang gejala yang timbul seperti kapan
mulai serangan, stimulus yang sering menyebabkan kejang, dan seberapa jauh
akibat kejang pada respon fisik dan psikologis dari klien. Tanyakan faktor-faktor
yang mungkin menjadi penyebab dari epilepsi. Penting juga untuk ditanyakan
riwayat antenatal, intranatal, dan pascanatal dari kelahiran klien.

2. Pemeriksaan fisik
Pada pengkajian fisik secara umum sering didaptkan pada awal pascakejang klien
mengalami konfusi dan sulit untuk bagnun. Pada kondisi yang lebih berat sering
dijumpai adanya penurunan kesadaran.
a. Breathing
Inspeksi apakah klien batuk, ada sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada kilen epilpesi
disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan.
b. Blood
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien epilepsi tahap
lanjut apabila klien sudah mengalami syok.
c. Brain
Pengkajian pada otak merupakan fokus pemeriksaan dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainya.
1) Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadara klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan.
2) Funsi serebral
22

Observasi penampilan dan tingkah laku klien, nilai gaya bicara dan observasi
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik. Pada klien epilepsi tahap lanjut
biasanya mengalami perubahan status mental seperti adanya gangguan
perilaku, alam perasaan dan persepsi.
3) Pemeriksaan saraf kranial
Pada pemeriksaan saraf kranial saraf yang terganggu adalah saraf III, IV
danVI. Dengan alasan yang tidak diketahui klien epilepsi mengeluh fotofobia
(sensitif yang berlebihan terhadap cahaya).
4) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada epilepsi
tahap lanjut mengalami perubahan.
d. Bladder
Pemeriksaan pada sistem kemih biasanya didapatkan kekurangan volume output
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penuruan curah jantung ke
ginjal.
e. Bowel
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien epilepsi menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
f. Bone
Pada fase akut setelah kejang sering didapatkan adanya penurunan kekuatan otot dan
kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri.
3. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang
epilepsi dan cara penanganan saat kejang, penurunan tingkat kesadaran.
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respons pascakejang
3. Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang.
4. Koping individu tidakefektif yang berhubungan dengan depresi akibat epilepsi.






23

4. Rencana Intervensi
Risiko injury yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang
epilepsi dan cara penanganan saat kejang, penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien bebas dari injury yang disebabkan oleh
kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria Hasil : klien dengan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari
stimulus kejang , melakukan pengobatan teratur untuk menentukan intensitas kejang.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
cara penanganan saat kejang.
Data dasar untuk intervensi selanjutnya.
Ajarkan klien dan keluarga metode
mengontrol demam.
Orang tua dengan anak yang pernah
mengalami kejang demam harus
diinstruksikan tentang metode untuk
mengontrol demam (kompres dingin, obat
antipiretik)
Anjurkan kontrolingpasca cedera kepala Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui
program yang memberik keamanan yang
tinggi dan tindakan pencegahan yang aman,
yaitu tidak hanya dapat hiup aman, tetapi
juga megembangkan pencegahan epilepsi
akibat cedera kepala.
Anjurkan keluarga agar mempersiapkan
lingkungan yang aman seperti batasan
ranjang, papan pengamanan, dan alat suction
selalu berada dekat klien.
Melindungi klien bilang kejang terjadi.
Anjurkan untuk menghindari rangsangan
cahaya yang berlebihan.
Klien sering mengalami peka rangsangan
terhadap cahaya yang sangat silau. Beberapa
klien perlu menghindari stimulasi fotik
(cahay menyilaukan yang kelap-kelip,
menonton televisi). Dengan menggunakan
kacamata hitam atau menutup salah satu mata
24

dapat membantu mengontro masalah ini.
Anjurkan mempertahankan bedrest total
selama fase akut.
Engurangi risiko jatuh/terluka jika vertigo,
sincope, dan ataksia terjadi.
Kolaborasi pemberian terapi fenitoin
(dilantin)
Terapi medikasi untuk mengontrol
menurunkan respon kejang berulang.


Nyeri Akut yang beruhubungan dengan nyeri kepala sekunder respons pascakejang
(postikal)
Tujuan : Dalam waktu 1x 24 jam keluhan nyeri berkurang /rasa sakit teradaptasi (terkontrol).
Kriteria hasil : Klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks dank lien memverbalisasikan
penurunan rasa sakit.
Intervensi Rasionalisasi
Usahakan membuat lingkungan yang aman
dan tenang.
Menurunkan reaksi terhadap rangsangan
eksternal atau sensitivitas terhadap cahay dan
menganjurkan klien untuk beristirahat.
Lakukan manajemen nyeri dengan metode
distraksi dan relaksasi napas dalam.
Membantu menurunkan (memutuskan)
stimulus sensai nyeri.
Lakukan latihan gerak aktif atau psif sesuai
kondisi dengan lembut dan hati-hati.
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang
tegang dan dapat menurunkan rasa sakit/tidak
nyaman.
Kolaborasi pemberian analgetik. Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasas
sakit.
Catatan : Narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada status
neurologis sehingga sukar untuk dikaji.


Ketakutan berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi ketakutan klien hilang atau berkurang.
Kriteria hasil : Mengenal perasaan, dapat mengiidentifikasi penyebab atau faktor yang
25

memengaruhinya, dan menyatakan ketakutan berkurang/hilang.
Intervensi Rasionalisasi
Bantu klien mengekspresikan perasaan takut Ketakutan berkelanjutan memberikan
dampak psikologis yang tidak baik.
Lakukan kerja sama dengan keluarga Kerja sama klien dan keluarga sepenuhnya
penting. Mereka harus yakin terhadap
manfaat program yang ditetapkan. Harus
ditetankan bahwa medikasi antikonvulsan
yang diresepkan harus dikonsumsi secara
terus-menerus dan bahwa ini bukan obat
yang membentuk kebiasaan. Medikasi ini
dapat dikonsumsi tanpa rasa takut
ketergantungan obat selama bertahun-tahun
jika obat tersebut diperlukan. Jika klien
dibawah pengawasan perawatan kesehatan
dan didampingi, maka klien harus melakukan
instruksi dengan taat.
Hindari konfontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
Ajarkan control kejang Kontrol kejang bergantung pada aspek
pemahaman dan kerja sama klien. Gaya
hidup dan lingkungan dikaji untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
mencetuskan kejang ; gangguan emosi,
stressor lingkungan baru, awitan (onset)
menstruasi pada klien wanita atau demam.
Klien dianjurkan untuk mengikuti gaya hidup
rutin regular dan sedang, diet ( menghindari
stimulant berlebihan), latihan dan istirahat
(gangguan tidur dapat menurunkan ambang
klien terhadap kejang). Aktivitas sedng
26

adalah terapi yang baik dan penggunaan
energy yang ber;ebihan dapat dihindari.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.
Mengurangi rangsangan eksternal eksternal
yang tidak perlu.
Kurangi stumulus ketegangan Keadaan tegang ( ansietas, frustasi)
,mengakibatkan kejang pada beberapa klien.
Pengklasifikasian pentalasaknaan stress akan
bermanfaat. Karena kejang diketahui terjadi
akibat asupan alcohol, maka kebiasaan ini
harus dihindari. Terapi paling baik adalah
mengikuti rencana pengobatan untuk stimuli
yang mencetuskan kejang.
Tingkatkan control sensasi klien. Kontrol sensasi klien (dan dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan klien
menangkan pada penghargaan terhadap
sumber-sumber koping (pertahanan diri),
yang positif, membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan dan memberikan
respons yang baik yang positif.

Orientasikan klien terhadap prosedur rutin
dan aktivitas yang diharapkan.
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.


Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang
terdekat.
Memebri waktu untuk mengekspresikan
perasaan, menghilangkan cemas, dan
perilaku adptasi. Melayani aktivitas dan
pengalihan (misalnya membaca) akan
menurunkan perasaan terisolasi.

27

Koping individu tidakefektif yang beruhubungan dengan depresi akibat epilepsy.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah intervensi harga diri klien meningkat.
Kriteria hasil : mampu menyatakan atau mengomunisasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi,ammpu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji Perubahan dari gangguan persepsi dan
hubungan dengan ketidakmampuan.
Menentukan bantuan individual dalam
menyusun rencana perawatan atau pemiliahn
intervensi.
Identifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi pada klien.
Beberapa klien dapat menerima dan
mengatur perubahan fungsi secara efektif
dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan
yang lain mempunyai kesulitan
membandingkan, mengenal, dan mengatur
kekurangan.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaan termasuk hostility dan kemarahan.
Menunjukkan penemiraan, memabntu klien
untuk mengnal dan menyesuaikan dengan
perasaan tersebut.
Catat ketika klien menyatakan terpengaruh
seperti sekarat atau mengingkari dan
menyatakan inilah kematian.
Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh
atau perasaan negative terhadap gambaran
tubuh dan kemampuan yang menunjukikan
kebutuhan dan intervensi serta dukungan
emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap penolakan
tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian
tentang realitas bahwa masih dapat
menggunakan sisi yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang sehat.
Memabntu klien untuk melihat bahwa
perawat menerima kedua bagian sebagai
bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien
untuk merasakan adanya harapan dan mulai
menerim,a situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan
memperbaiki kebiasaan.
Membantu meningkatkan perasaan harga diri
dan mengontrol lebih dari satu area
kehidupan.
28

Anjurkan orang yang terdekat untuk
mengizinkan klien melakukan hal untuk
dirinya sebanyak-banyaknya.
Menghidupkan kembali perasaan
kemandirian dan membantu perkembangan
harga diri serta memengaruhi proses
rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha seperti
peningkatan minat atau partisipasi dalam
aktivitas rehabilitasi.
Klien dapat beradaptsi terhadap perubahan
dan pengertian tentang peran individu masa
mendatang.
Monitor gangguantidur peningkatan kesulitan
konsentrasi, letargi, dan withdrawal.
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi
umumnya terjadi sebagai pengaruhnya dari
stroke dimana memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi
dan konseling bila ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
penting untuk perkembangn perasaan.

I. Penatalaksanaan medis dan non medis
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan
khusus masing-masing klien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah
kejang. Penatalaksanaan berbeda dari suatu klien dengan klien laninya karena beberapa
bentuk epilepsi yang muncul akibat kerusakan otak dan bergantung pada perubahan kimia
otak (Muttaqin,2008).
a. Farmakoterapi
Beberapa obat antikonvulsan diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun
mekanisme kerja zat kimia dari obat-obatan tersebut tetap masih tidak diketahui.
Tujuan dari pengobatan adalah mengontrol kejang dengan efek samping yang
minimal. Obat yang diberikan disesuaikan dengan tipe kejang yang akan diobati,
keefektifan,serta keamanan medikasi.
Obat jenis epilepsy dan jenis epilepsinya serta efek samping yang timbul :
c. Karbamazepin : Generalisata, parsial ; jumlah sel darah putih dan sel darah
merah berkurang
d. Etoksimid ; Petit mal ; Jumlah sel darah putih dan sel darah merah berkurang.
29

e. Gabapetin ; Parsial ; Tenang
f. Lamotrigin ; Generalisata, parsial ; Ruam kulit
g. Fenobarbital ; Generalisata, parsial ; Tenang
h. Fenitoin ; Generalisata, parsial ; Tenang
Valproat ; kejang infantile, petit mal ; Penambahan berat badan, rambut rontok

b. Pembedahan
Jika ditemukan kelainan otak yang terbatas biasanya dilakukan pembedahan
untuk mengangkat serat-serat saraf yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus
kalosum). Pembedahan dilakukan jika obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau efek
sampingnya tidak dapat ditoleransi.

2. Penatalaksanaan non medis
a. Keluarga klien dilatih untuk membantu penderita jika terjadi serangan epilepsi.
b. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh, melonggarkan
pakaiannya (terutama di daerah leher) dan memasang bantal di bawah kepala
penderita.
c. jika penderita tidak sadarkan diri, sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih mudah
bernafas dan tidak boleh ditinggalkan sendirian sampai benar-benar sadar dan bisa
bergerak secara normal.



J. Kata-kata sulit
Epilepsy Petit maladalah epilepsy yang menyebabkangangguankesadaransecaratiba-
tibadimanasesorangmenjadisepertibengong, tidaksadar, tanpareaksi.
Regurgirasiadalahmakanan yang dikeluarkankembalikemulutakibatgerakan peristaltic
esophagus.
Sikatrikadalahpenonjolankulitakibatpenumpukanjaringanfibrosasebagaipengantijaringankola
gen.
30

BAB III
KASUS

A. Uraian kasus
Bapak K berusia 40 tahun dirawat di ruang ICU. Kesadaran tidak stabil dan mengalami
periode kejang. Pasien memiliki riwayat post craniatomi 2 tahun yang lalu karena
perdarahan diserebral akibat hipertensi. Saat ini TD 180/100 mmHg, nadi 108x/menit,
RR 18x/menit, suhu 37.5C. dilakukan pemasangan IVFD RL 20tts/menit, Dobutamin
5meq/jam, oksigen 5L/menit. Valium diberi drip dan direncanakan untuk dilakukan
EEG.
B. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama : Bapak K
b. Umur : 40 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Kesadaran tidak stabil dan mengalami periode kejang
b. Riwayat penyakit dahulu
Post craniatomi 2 tahun karena pendarahan diserebral akibat hipertensi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien didiagnosa epilepsi.











31

C. Analisa data
N
o
Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. DS :
- Post craniatomi 2 tahun yang lalu
- Riwayathipertensi
DS :
- Kesadarantidakstabil
- Klienmengalamiperiodekejangber
ulang.
Riwayat gangguan
sirkulasi serebral

Gangguan pada
sistem listrik dari
sel-sel saraf pusat
pada suatu bagian
otak

Sel-sel
memberikan
muatan listrik yang
abnormal,
berlebihan, secara
berulang dan tidak
terkontrol
(disritmia)

Pelepasan impuls
yang tidak
diinginkan

Aktivitas kejang
tanpa perbaikan
kesadaran penuh
diantara serangan

Reflek menelan
hilang
Jalannapastidakef
ektif
32


Regurgurasi
aspirasi

Gangguan obtruksi
jalan napas

Jalannafastidakef
ektif
3. DS :
- Post craniatomi 2 tahun yang lalu
- Riwayat hipertensi

DO :
- Kesadaran tidak stabil
Riwayat gangguan
sirkulasi serebral

Gangguan pada
sistem listrik dari
sel-sel saraf pusat
pada suatu bagian
Gangguan perfusi
serebri
33

- Klien mengalami periode berulang

otak

Sel-sel
memberikan
muatan listrik yang
abnormal,
berlebihan, secara
berulang dan tidak
terkontrol
(disritmia)

Pelepasan impuls
yang tidak
diinginkan

Aktivitas kejang
tanpa perbaikan
kesadaran penuh
diantara serangan

Reflek menelan
hilang

Regurgurasi
aspirasi

Hipoventilasi

Hypoxia jaringan

Hypoxia jaringan
otak

34

Gangguan perfusi
serebri



2. DS :
- Klien mengalami post craniatomi
2 tahun yang lalu.
DO :
- Penurunan kesadaran
- Klien mengalami periode kejang


Riwayat gangguan
sirkulasi serebral

Gangguan pada
sistem listrik dari
sel-sel saraf pusat
pada suatu bagian
otak

Sel-sel
memberikan
muatan listrik yang
abnormal,
berlebihan, secara
berulang dan tidak
terkontrol
(disritmia)

Pelepasan impuls
yang tidak
diinginkan

Aktivitas kejang
tanpa perbaikan
kesadaran penuh
diantara serangan

Kejang parsial
Resiko tinggi
injuri
35


Peka terhadap
rangsangan

Kejang berulang

Resiko tinggi
injuri











D. WOC












Riwayat gangguan
sirkulasi serebral
Gangguan pada sistem listrik dari
sel-sel saraf pusat pada suatu
bagian otak
Pelepasan impuls yang
tidak diinginkan
Sel-sel memberikan muatan listrik
yang abnormal, berlebihan, secara
berulang dan tidak terkontrol
(disritmia)
Aktifitas kejang tanpa perbaikan
kesadaran penuh diantara serangan
Reflek menelan
hilang

Regurgirasi
aspirasi

36


















E. Asuhan Keperawatan
Jalan nafastidakefektif berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan
sekresi saliva.

Tujuan : Jalannafasmenjadiefektif
Kriteria hasil : nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi, tidak ada dispnea
Intervensi Rasional
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut
dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat
yang lain jika fase aura terjadi dan untuk
menghindari rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya
sesuatu benda asing ke faring.
Letakkan pasien dalam posisi miring,
permukaan datar
Meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah
lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada
dan abdomen
Untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi
dada
Melakukan suction sesuai indikasi Mengeluarkan mukus yang berlebih, menurunkan
Kejang berulang
Peka terhadap
rangsangan
Resiko Tinggi Injuri
Jalan napas
tidakefektif

Hipoventilasi

Ggn.Perfusi serebri

Hypoxia jaringan
otak

Hypoxia
jaringan
Penurunan
kesadaran
Gangguanobstruksij
alannafas
37

resiko aspirasi atau asfiksia.
Kolaborasi : Berikan oksigen sesuai program
terapi
Membantu memenuhi kebutuhan oksigen agar
tetap adekuat, dapat menurunkan hipoksia serebral
sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau
oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler
selama serangan kejang.


Perubahan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak
Tujuan : Setelah pemberian intervensi dalam 1 x 24 jam perfusi jaringan serebral dapat
dipertahankan secara adekuat
Kriteria hasil :
Pasien akan mempertahankan atau meningkatkan tingkat kesadaran
Fungsi kognitif dan sensorik baik
Tidak ada tanda PTIK (muntah proyektil, nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran)
TTV dalam batas normal (TD= 90 mmgh/90-130mmhg), nadi 60-100 x/menit, suhu 36,5
37,5
0
C, RR 12- 20 x/menit)
Intervensi Rasionalisasi
Posisikan kepala supine (datar) Menghindari peningkatan tekanan aliran darah
menuju otak yang dapat memicu peningkatan
tekanan intra kranial
Pertahankan tirah baring, ciptakan
lingkungan yang tenang, batasi pengunjung
dan aktivitas pasien sesuai indikasi
Aktivitas atau stimulasi yang kontinyu dapat
menimbulkan PTIK
Berikan obat sesuai indikasi menghindari peningkatan akumulasi cairan dalam
otak dan mmbantu menghindari PTIK
Pantau status kesadarn secara periodik, memantau perubahan status neurologis, perbaikan
38

TTV, dan tanda tanda PTIK kondisi pasien untuk menentukan intervensi
selanjutnya

Risiko injury yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidaktahuan tentang epilepsi
dan cara penanganan saat kejang, penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien bebas dari injury yang disebabkan oleh kejang
dan penurunan kesadaran.
Kriteria Hasil : Klien dengan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari stimulus
kejang , melakukan pengobatan teratur untuk menentukan intensitas kejang.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
cara penanganan saat kejang.
Data dasar untuk intervensi selanjutnya.
kontrolingpasca cedera kepala Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
utama yang dapat dicegah. Melalui program yang
memberik keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat
hiup aman, tetapi juga megembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala.
Mempersiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan pengamanan,
dan alat suction selalu berada dekat klien.
Melindungi klien bilang kejang terjadi.
Menghindari rangsangan cahaya yang
berlebihan.
Klien sering mengalami peka rangsanagan
terhadap cahaya yang sangat silau. Beberapa klien
perlu menghindari stimulasi fotik (cahay
menyilaukan yang kelap-kelip, menonton televisi).
Dengan menggunakan kacamata hitam atau
menutup salah satu mata dapat membantu
39

mengontro masalah ini.
Mempertahankan bedrest total selama fase
akut.
Engurangi risiko jatuh/terluka jika vertigo,
sincope, dan ataksia terjadi.
Kolaborasi pemberian terapi Dobutamindan
Valium.
Terapi medikasi untuk mengontrol menurunkan
respon kejang berulang.


F. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi
1. Penatalaksanaan farmakologis
Beberapa obat antikonvulsan diberikan untuk mengontrol kejang, walaupun
mekanisme kerja zat kimia dari obat-obatan tersebut tetap masih tidak diketahui.
Tujuan dari pengobatan adalah mengontrol kejang dengan efek samping yang
minimal. Obat yang diberikan disesuaikan dengan tipe kejang yang akan diobati,
keefektifan,serta keamanan medikasi.
Obat jenis epilepsy dan jenis epilepsinya serta efek samping yang timbul :
a) Karbamazepin : Generalisata, parsial ; jumlah sel darah putih dan sel darah
merah berkurang
b) Etoksimid ; Petit mal ; Jumlah sel darah putih dan sel darah merah berkurang.
c) Gabapetin ; Parsial ; Tenang
d) Lamotrigin ; Generalisata, parsial ; Ruam kulit
e) Fenobarbital ; Generalisata, parsial ; Tenang
f) Fenitoin ; Generalisata, parsial ; Tenang
g) Valproat ; kejang infantile, petit mal ; Penambahan berat badan, rambut
rontok.

2. Penatalaksanaan non farmakologis
a. Keluarga klien dilatih untuk membantu penderita jika terjadi serangan epilepsi.
b. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh,
melonggarkan pakaiannya (terutama di daerah leher) dan memasang bantal di
bawah kepala penderita.
40

c. jika penderita tidak sadarkan diri, sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih
mudah bernafas dan tidak boleh ditinggalkan sendirian sampai benar-benar
sadar dan bisa bergerak secara normal.
















DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick. 2002. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Harsono 2008.Epilepsi edisi 1.Yogyakarta : GajahMada University Press.
Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Volume 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Oguni,Hirokazu. 2004. Diagnosis and Treatment of Epilepsy volume 45. Wiley online library
41

Rendy, M.Clevo. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogjakarta :
Nuha Medika
Syaifuddin . 2009. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : Salemba Medika
Shorvon,Simon. 2001. Epilepsy. Oxford university press.
Smeltzer, Suzanne C.(2002) .KeperawatanMedikalBedah.Edisi 8.Vol.3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai