Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN RESIKO BISNIS KELISTRIKAN

PADA TINGKAT PROYEK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK


STUDI KASUS: PT. INDONESIA POWER

Sudarso Kaderi Wiryono dan Lamrumiris
Program Studi Magister Administrasi Bisnis
Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Bisnis pembangkitan tenaga listrik terekspose oleh berbagai resiko baik yang
berasal dari faktor dalam maupun luar perusahaan. Kajian yang dilakukan dibatasi hanya
pada resiko yang berasal dari faktor luar. Dalam proses bisnis pembangkitan perusahaan
banyak berinteraksi dengan pihak-pihak luar seperti supplier energi primer, customer,
teknologi yang digunakan, lingkungan alam, lingkungan social, dan pihak-pihak lainnya.
Interaksi-interaksi inilah yang kemudian mengakibatkan perusahaan terekspose terhadap
resiko.
Adanya resiko harus terlebih dahulu diidentifikasi dengan baik. Hasil identifikasi,
resiko-resiko yang mengekspose proyek pembangkit antara lain kenaikan harga bahan
bakar, kelangkaan energi primer, teknologi, kehilangan pangsa pasar, kontrak penjualan,
rugi kurs, serta resiko lingkungan alam dan sosial.
Resiko-resiko yang telah diidentifikasi kemudian diukur probabilitas kejadiannya,
serta rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh resiko tersebut terhadap perusahaan. Hasil
pengukuran menyatakan level resiko. Level resiko menggambarkan sampai dimana
resiko tersebut membahayakan perusahaan. Seluruh resiko tersebut kemudian dikelola
dengan melakukan berbagai tindakan untuk menjaga stabilitas profit perusahaan

Kata kunci: risiko bisnis, risiko internal, risiko eksternal, identifikasi risiko, pengukuran
risiko, mitigasi risiko


PENDAHULUAN

Salah satu bidang usaha kelistrikan adalah pembangkitan tenaga listrik. Pembangkit
tenaga listrik menghasilkan tenaga listrik dari berbagai sumber energi primer seperti air,
gas alam, panas bumi, BBM, dll. Saat ini pemain-pemain yang ada dalam usaha
pembangkitan tenaga listrik terdiri dari tiga pihak, yaitu PLN Holding Company, anak
perusahaan PLN, dan pembangkit swasta. Salah satu anak perusahaan PLN yang
bergerak dalam bisnis pembangkitan tenaga listrik adalah PT. Indonesia Power. PT.
Indonesia Power dipilih, karena perusahaan ini memiliki berbagai macam teknologi
pembangkitan sampai saat ini merupakan perusahaan pembangkit terbesar di Indonesia.
Selain itu, walaupun perusahaan merupakan anak perusahaan PT. PLN, perusahaan
menjalankan misi komersil PT. PLN. Dengan demikian operasional perusahaan
merupakan bisnis murni. Dalam menjalankan bidang usaha utamanya PT. Indonesia
Power didukung oleh berbagai jenis pembangkit baik PLTA, PLTU, PLTP, PLTG,
PLTGU, dan PLTD yang dikelola oleh 8 unit bisnis pembangkitan. Pada tahun 2004
beroperasi adalah 132 unit mesin pembangkit dan kapasitas terpasang sebesar 9.005,19
MW.

Menurut data statistik, jumlah penjualan listrik perusahaan terus meningkat dari
tahun ke tahun. Ada dua hal yang menjadi penyebabnya yaitu peningkatan kapasitas
terpasang atau permintaan listrik yang menyebabkan peningkatan pembelian oleh PLN.
Dari data statistik tersebut juga terlihat bahwa pendapatan perusahaan dari usaha
pembangkitan tenaga listrik terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini tentu
saja sangat menggembirakan bagi perusahaan, karena bidang usaha utamanya adalah
pembangkitan tenaga listrik.

Tabel 1. Pelaku Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik di Indonesia 2004

PEMBANGKIT LISTRIK GWh %
JAWA-BALI
Milik PLN Holding (Distribusi, UB Pembangkitan)
PT. Indonesia Power
PT. Pembangkit J awa Bali
Pembangkit Swasta
840
44.417
27.908
22.236
-
46,55
29,25
23,30
TOTAL JAWA-BALI 95.400 100
LUAR JAWA-BALI
Milik PLN (Wilayah, Kitlur, PT.PLN Batam, PT PLN Tarakan)
Pembangkit Sewa
Pembangkit Swasta
19.959
3.068
1.816
80,34
12,35
7,30
TOTAL LUAR JAWA-BALI 24.843 100
INDONESIA
Milik PLN Holding
Anak perusahaan PLN (IP dan PJ B)
Pembangkit Swasta
23.867
72.325
24.052
19,85
60,15
20,00
TOTAL INDONESIA 120.244 100

Sepanjang tahun 2004 hasil produksi PT. Indonesia Power sebesar 44.417 GWh
merupakan 46,55% tenaga listrik yang diterima PLN. Produksi energi listrik oleh
pembangkit-pembangkit PT. Indonesia Power dari tahun ke tahun mengalami
pertumbuhan. Dari data antara tahun 2000 sampai 2004, pertumbuhan produksi terbesar
terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar 6,03%. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi
pada tahu 2004 yaitu hanya sebesar 0,1%.
Dalam menjalankan aktifitas operasionalnya, PT. Indonesia Power didukung oleh
delapan Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) yang terdiri dari UBP Suralaya, Priok,
Saguling, Kamojang, Mrica, Semarang, Perag&Grati, dan UBP Bali. Pengelolaan 132
unit pembangkit PT. Indonesia Power dibagi pada kedelapan UBP ini.
Menurut energi penggeraknya pembangkit-pembangkit yang ada di PT.Indonesia
Power dapat dibedakan menjadi PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP, dan PLTD.
J umlah unit pembangkit yang dimiliki oleh PT. Indonesia Power dapat dilihat pada tabel
1.8 dengan total jumlah pembangkit 132 unit yang dikelola oleh 8 unit bisnis
pembangkitan.

Kapasitas Terpasang per Jenis
Pembangkit
PLTA
PLTU
PLTG
PLTGU
PLTD
PLTP
PLTA
PLTU
PLTG
PLTGU
PLTP
PLTD
Kapasitas
Terpasang
(MW)
J enis
Pembangkit %
PLTA 1,116.00 12.39%
PLTU 3,900.00 43.31%
PLTG 846.00 9.39%
PLTGU 2,676.00 29.72%
PLTP 375.00 4.16%
PLTD 92.00 1.02%
J umlah 9,005.00 100.00%

Gambar 1. Diagram Kapasitas Terpasang Pembangkit PT Indonesia Power 2004

Proses bisnis yang dilakukan oleh pembangkit yang dikelola oleh anak perusahaan
maupun oleh swasta memiliki sedikit perbedaan dari proses bisnis yang dilakukan oleh
pembangkit milik atau sewa yang dikelola PLN Holding.















Energy
Sales
Contract
Power
Purchase
Agreement
IPP
Indonesia
Power
PJ B
Pembangkit
PLN
PLN Holding
(Single Buyer/Regulator)
Transmisi
Supplier Energi Primer
Gambar 2. Proses Bisnis Pembangkit Tenaga Listrik

Pembangkit yang dikelola PT Indonesia Power dan anak perusahaan PLN lainnya
dan swasta, sebelum menjual tenaga listriknya ke PLN melakukan perjanjian (Power
Purchase Agreement) bahwa nanti pihak PLN akan membeli listrik mereka. Power
Purchase Agreement ini bahkan sudah disetujui sebelum suatu proyek pembangkitan
beroperasi.
Energy Sales Contract dilakukan untuk menyetujui berapa harga maupun kapasitas
yang akan dibeli oleh PLN. Pembangkit listrik yang dikelola anak perusahaan melakukan
sales contract dengan PLN secara bidding (lelang), sedangkan listrik swasta melakukan
sales contract dengan PLN dalam jangka panjang. Kontrak dilakukan untuk jangka
panjang. Dengan menggunakan kontrak tentu akan menyebabkan pembangkit terekspos
dengan resiko legal.

METODOLOGI

Setiap bisnis termasuk bisnis pembangkitan tenaga listrik tidak lepas dari adanya
resiko. Bila dikaji lebih jauh, resiko ada pada tiap-tiap proses bisnis. Pada bisnis
kelistrikan, resiko ada pada proses pembangkitan tenaga listrik, proses transmisi,
pendistribusian, dan penjualan atau retailnya. Thesis ini hanya mengkaji resiko-resiko
yang ada pada proses pembangkitan tenaga listrik. Hal ini disebabkan
Proses pembangkitan tenaga listrik merupakan rantai paling awal yang dapat
diumpamakan dengan proses pabrikasi produk bisnis kelistrikan. J ika proses
pembangkitan terganggu, maka seluruh proses dalam bisnis kelistrikan juga ikut
terganggu. Dengan melakukan manajemen resiko yang tepat pada level ini, diharapkan
gangguan yang ada dapat lebih dikontrol, karena sudah diantisipasi sebelumnya.
Bila dilihat dari proses bisnisnya, pada setiap bagian proses berpotensi mengandung
resiko bagi perusahaan. Proses pada bisnis pembangkitan tenaga listrik seperti dapat
dilihat pada gambar 2. mengandung potensi resiko antara lain pada proses penyediaan
energi primer sebagai bahan baku utama. Proses penjualan produk dengan sistem kontrak
yang memiliki jangka waktu tertentu juga mengandung potensi resiko, karena banyak
perubahan-perubahan yang bisa merugikan dapat terjadi.
PT. Indonesia Power saat ini menyadari sepenuhnya bahwa operasi perusahaan
tidak terbebas dari berbagai resiko. Resiko tersebut bisa berasal dari dalam perusahaan,
bisa juga berasal dari luar perusahaan. Agar resiko yang dihadapi bila terjadi tidak akan
menyulitkan bagi yang terkena, maka resiko-resiko tersebut harus selalu diupayakan
untuk diatasi atau ditanggulangi. Sehingga pihak yang menanggung resiko tidak akan
menderita kerugian atau kerugian yang diderita dapat diminimumkan.
Secara sederhana pengetian manajemen resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen dalam penanggulangan resiko, terutama resiko yang dihadapi oleh organisasi
atau perusahaan, keluarga dan masyarakat. Program manajemen resiko mencakup proses-
proses mengidentifikasi resiko yang dihadapi, mengukur besarnya resiko tersebut,
mencari jalan untuk menghadapi atau menaggulangi resiko, dan menyusun strategi untuk
memperkecil atau mengendalikan resiko, mengkordinir pelaksanan penanggulangan
resiko, serta mengevaluasi secara berkala program penaggulangan resiko yang sedang
berjalan.

monitor
pengukuran
mengelola
menerima
memperkecil
mengelola
menerima
memperkecil
menolak
pengukuran identifikasi
monitor










Gambar 3. Diagram Alir Proses Manajemen Resiko

HASIL DAN DISKUSI

1 Identifikasi Resiko pada Proyek Pembangkit Tenaga listrik

Langkah pertama yang harus dilakukan perusahaan agar dapat melakukan
manajemen resiko dengan tepat adalah dengan mengidentifikasi resiko tersebut. Hasil
dari tahap identifikasi resiko adalah daftar resiko-resiko yang ada pada proyek
pembangkit tenaga listrik.

2. Pengukuran Resiko

Setelah resiko-resiko yang ada teridentifikasi, maka langkah kedua yang dilakukan
dalam manjemen resiko adalah pengukuran resiko. Pada tahap ini resiko-resiko yang
telah teridentifikasi akan diukur berapa besar kemungkinan terjadinya (probabilitas) dan
berapa besar dampaknya bila resiko tersebut terjadi. Ukuran probabilitas yang dipakai di
sini adalah persentase terjadinya dalam satu tahuan. Sedangkan ukuran dampak adalah
biaya yang harus ditanggung perusahaan apabila terjadi. Pengukuran ini dilakukan
dengan menggunakan dua cara, yaitu secara kuantitatif dan secara kualitatif. Resiko -
resiko yang diukur secara kuantitatif adalah:
1. Resiko gangguan suply energi primer
2. Resiko kenaikan harga bahan bakar
3. Resiko kehilangan pangsa pasar energi listrik
4. Resiko kontrak.

Tabel 3. Hasil Identifikasi Resiko-resiko yang Dihadapi Proyek-proyek Pembangkit di
PT. Indonesia Power

RESIKO PENJABARAN
1. Gangguan suply energi primer a. Kelangkaan ketersediaan enegi primer
2. Kenaikan harga bahan bakar a. Kenaikan harga batubara
b. Kenaikan harga HSD
3. Teknologi a. Biaya produksi PLTA
b. Biaya produksi PLTU
c. Biaya produksi PLTG
d. Biaya produksi PLTGU
e. Biaya produksi PLTP
f. Biaya produksi PLTD
4. Kompetisi pada pasar energi
listrik
a. Berkurangnya pangsa pasar
b. Meningkatnya pangsa pasar kompetitor
5. Kontrak a. Biaya produksi lebih besar dari harga kontrak
b. Renegoisasi ulang harga kontrak
c. Biaya produksi naik/meningkat
6. Kurs a. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap USD
7. Lingkungan a. Zat buangan proyek yang menyebabkan pencemaran
lingkungan
b. Tuntutan fasilitas ataupun dana dari masyarakat
c. Kerusakan daerah resapan air yang mempengaruhi besarnya
debit air sungai
8. Perubahan regulasi a. Terjadinya perubahan peraturan tataniaga listrik

Sedangkan resiko-resiko yang diukur secara kualitatif adalah:
1. Resiko teknologi
2. Resiko kurs
3. Resiko perubahan regulasi
4. Resiko lingkungan

Resiko Kenaikan Harga Batubara

Probabilitas: Kemungkinan atau besarnya probabilitas terjadinya kenaikan harga
batubara adalah 75%.
Dampak: - Harga batubara tahun 2004 Rp.230.75/kg
- Kenaikan harga batubara sebesar 26.50%, menyebabkan kenaikan
harga sebesar Rp.61,15/kg
- Kenaikan harga batubara ini akan menyebabkan kenaikan biaya
produksi sebesar Rp. 61,15/kg x 10.636.155.000 kg =
Rp.650.400.878.300

Resiko Kenaikan Harga HSD

Probabilitas: Besarnya kemungkinan atau probabilitas kenaikan harga HSD adalah
sebesar 87,5%.
Dampak: - Rata-rata kenaikan harga sebesar 26,22%.
- Harga HSD naik sebesar 26,22% x Rp. 1829.11/lt =Rp. 479,6/lt.
- Pemakaian pada tahun 2004 sebesar 2.125.397.000 lt.
- Apabila jumlah pemakaian HSD dan keadaan lainya tetap, maka
kenaikan harga HSD ini akan menyebabkan peningkatan biaya sebesar
Rp. 479,6/lt x 2.125.397.000lt =Rp. 1.019.324.763.000

Resiko Ketersediaan Energi Air pada PLTA

Probabilitas: Kapasitasnya PLTA adalah sebesar 12,40% dari total kapasitas
pembangkitan PT. Indonesia Power. Dengan demikian PLTA
diharapkan mampu memproduksi 12,40% dari total produksi
perusahaan. Atau sebesar 458,6 GWh per bulan. Produksi sebesar
458,6 GWh per bulan dapat dicapai apabila debit air PLTA lebih
besar dari 260 m3/dt. Sepanjang tahun 2003-2004 probabilitas
debit>260m3/dt hanya terjadi 1 bulan dalam setahun atau 8%. 11
bulan lainnya PLTA beresiko kekurangan energi air. Atau probabilitas
kelangkaan energi air PLTA adalah sebesar 92%.
Dampak: - produksi PLTA rata-rata 258 GWh per bulan
- Kekurangannya diproduksi dengan pembangkit lain dengan biaya
yang lebih mahal.
- Selisih biaya pembangkitan rata-rata Rp.257,61/KWh.
- Perusahaan akan menanggung biaya sebesar (458,6 GWh 258
GWh) x Rp257,61/KWh x 12bln =Rp 620.118.792.000


Resiko Kompetisi

Probabilitas: Probabilitas terjadinya penurunan market share adalah sebesar 71,43%.
Dampak: - Konsumsi listrik 95.493GWh
- Kehilangan pangsa pasar sebesar 1,99%
- Bila besarnya permintaan pasar, dan keadaan lainnya tetap,
perusahaan akan mengalami kerugian rata-rata sebesar 95.493GWh x
1,99% x (Rp384,63348,97) =Rp 67.765.079.562.

Resiko Teknologi

Probabilitas: Probabilitas resiko pembangkit dengan teknologi berbiaya tinggi (diatas
rata-rata) adalah sebesar 44,30%. Sistem kontrak yang baru (sejak tahun
2002), biaya yang disebabkan oleh teknologi pembangkit tidak lagi
menjadi resiko. Hal ini disebabkan karena masing-masing pembangkit
memiliki harga jual sendiri-sendiri.
Dampak: - Menurut hasil wawancara dengan focus grup dinyatakan bahwa saat ini
dampak resiko ini kecil.

Resiko Kontrak Sistem Lama

Probabilitas: Pada sistem lama sebelum tahun 2002, besarnya probabilitas terjadi
biaya produksi lebih besar dari harga jual (kontrak) adalah sebesar
32,5%.
Dampak: - Terjadi harga jual (kontrak) dibawah biaya produksi rata-rata
- Rp 74,74
- Bila semua keadaan dianggap tetap, biaya yang harus ditanggung
perusahaan yaitu sebesar 42.542 GWh x Rp74,74/KWh =
Rp 3.179.589.080.000

Resiko Kontrak Sistem Baru

Probabilitas: Resiko harga jual (kontrak) lebih kecil daripada biaya produksi adalah
12,88%.

Dampak: - Rata-rata selisih sebesar Rp19,26
- Bila besarnya produksi dan keadan lain dianggap tetap, resiko ini akan
memberikan dampak berupa biaya atau kerugian yang harus ditanggung
perusahaan yaitu sebesar 42.542 GWh x Rp19,26 = Rp
819.359.920.000.

Resiko Nilai Tukar

Probabilitas: Berdasarkan hasil wawancara dinyatakan probabilitas kejadian bahwa
nilai tukar yang ditetapkan dalam anggaran lebih kecil dari nilai tukar
sebenarnya, cukup besar. Sepanjang tahun 2004 seluruh nilai tukar yang
ditetapkan dalam anggaran lebih kecil dari nilai tukar sebenarnya.
Dampak: - Berdasarkan hasil wawancara, dinyatakan bahwa dampak yang
disebabkan oleh kerugian kurs ini tidak terlalu besar.
- Hal ini disebabkan karena transaksi yang menggunakan dolar adalah
pembelian tenaga panas bumi dan gas alam, serta pembelian
komponen maintenance. Total jumlahnya tidak terlalu berpengaruh
bagi perusahaan.
- Dampak yang disebabkan oleh resiko ini pada tahun 2004 adalah
perusahan menanggung kerugian sebesar Rp 177.010.000.000.

Resiko Lingkungan

Probabilitas: Dalam jangka waktu lima tahun hanya ada tiga kejadian yang dapat
terukur langsung. Berdasarkan wawancara dinyatakan bahwa probabilitas
terjadinya resiko lingkungan kecil.


Dampak: - Range yang sangat luas, mulai dari penghambatan pekerjaan
opersional sampai dampak nama baik perusahaan yang tidak dapat
dinilai dengan materi
- Berdasarkan wawancara disimpulkan disimpulkan bahwa dampak dari
resiko lingkungan adalah besar

Resiko Perubahan Peraturan Pemerintah (Regulasi)

Probabilitas: Menurut hasil wawancara probabilitas perubahan peraturan pemerintah
dapat dikategorikan rendah.
Dampak: - Dampaknya terhadap perusahaan kadang menguntungkan, tetapi lebih
sering merugikan. Disimpulakan dampak perubahan peraturan
pemerintah cukup tinggi.

3. Analisis Resiko

Setelah seluruh resiko yang mengekspose proyek-proyek pembangkit di PT.
Indonesia Power dapat diidentifikasi dan diukur, maka tahap selanjutnya dalam
manajemen resiko adalah memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan untuk
mengelola resiko tersebut. Keputusan diambil berdasarkan besarnya kemungkinan
(probabilitas) terjadinya suatu resiko dan besarnya dampak atau biaya yang disebabkan
bila terjadi satu kejadian beresiko.
Hasil dari pengukuran resiko tersebut menghasilkan level-level dari resiko. Resiko-
resiko yang terekspose pada pembangkit-pembangkit yang ada di PT. Indonesia Power
dikelompokkan menjadi empat level, yaitu resiko rendah (R), moderat (M), tinggi (T),
dan ekstrim (E).

Tabel 4. Probabilitas dan Dampak dari Masing-masing Resiko

NO RESIKO PROBABILITAS DAMPAK
1. Kenaikan harga batubara 75% Rp 650.400.878.300
2. Kenaikan harga HSD 87,5% Rp 1.019.324.763.000
3. Kelangkaan energi primer 92% Rp 620.118.792.000
4. Resiko teknologi
Dipastikan sangat tidak
mungkin terjadi Tidak significant
5. Kehilangan pangsa pasar 71,43% Rp 67.765.079.562
6. Resiko Kontrak (2002-2004) 12,88% Rp 819.359.920.000
7. Resiko Kontrak (...-2001) 32,5% Rp 3.179.589.080.000
8. Resiko Nilai tukar
Dipastikan sangat
mungkin terjadi Tidak Significant
9. Resiko Lingkungan
Dipastikan sangat tidak
mungkin terjadi Malapetaka
10. Resiko Regulasi
Dipastikan sangat tidak
mungkin terjadi Mayor

Resiko-resiko dapat diketahui levelnya dengan menggunakan matriks analisis level
resiko. Matriks analisis ini adalah matriks pelevelan resiko menurut manajemen resiko
PLN. Matriks ini ada pada table 5.

Tabel 5. Matriks Analisa Probabilitas dan Dampak

Akibat
Tdk Penting Minor Medium Mayor Malapetaka Kemungkinan
1 2 3 4 5
5(Sangat Besar) T T E E E
4 (Besar) M T T E E
3 (Sedang) R M T E E
2 (Kecil) R R M T E
1 (Sangat Kecil) R R M T T

Dampak
Sangat Besar
Besar
Sedang
Kecil
Sangat Kecil
5 1
4
7
9 6,10
2 3 8
Pr obabi l i t as
Tidak Penting Minor Medium Mayor Malapetaka
Ekstrim
Tinggi
Menengah
Rendah
Keterangan:

Gambar 4. Pemetaan Resiko

4. Penanganan Resiko

Meminimalisasi resiko (risk mitigation)
Kenaikan harga batubara dan HSD
Pengelolaan resiko kenaikan harga bahan bakar seperti batubara dan HSD adalah
dengan melakukan hedging dalam kontrak pembelian bahan bakar tersebut. Dengan
melakukan hedging, naik turunnya harga dapat lebih terkontrol, sehingga sebagian resiko
itu ditanggung oleh pihak supplier.
Kelangkaan energi primer
Resiko kelangkaan energi primer, dalam hal ini kelangkaan debit air dalam pada
PLTA. Resiko ini dapat dikontrol untuk mengurangi probabilitasnya. Misalnya dengan
melakukan penghijauan daerah resapan air di hulu sungai. Bila daerah hulu terjaga maka
debit dan tinggi muka air akan lebih stabil. Dengan demikian probabilitas resiko dapat
dikurangi.
Kehilangan pangsa pasar
Resiko kehilangan pangsa pasar dapat dikelola dengan cara perusahan terus
menjaga bahkan meningkatkan keandalan pembangkit-pembangkitnya, sehingga tidak
ada kesempatan yang dapat direbut oleh competitor. Cara yang kedua adalah perusahaan
harus selalu mengadakan survey dan perencanaan dalam upaya membangun pembangkit-
pembangkit baru sehingga kapasitas perusahaan dapat dinaikkan guna menangkap
permintaan pasar.
Resiko Nilai tukar
Kontrol yang dilakukan dalam mengelola resiko nilai tukar tidak dapat terlalu
berperan dalam meminimalisasi resiko ini. Resiko nilai tukar dapat dikontrol dengan cara
perusahaan mengalihkan sebagian resiko tersebut ke pihak lain, contohnya konsumen
(PLN). Hal ini dapat dilakukan dengan cara memasukkan klausul penyesuaian harga jual
listrik terhadap fluktuasi nilai tukar. Cara yang lain adalah memakai beberapa mata uang
yang berbeda dalam transaksi.
Minimalisasi resiko juga dilakukan pada resiko yang ada pada kuadran probabilitas
rendah dampak tinggi. Untuk resiko yang ada pada kuadran probabilitas rendah tetapi
dampak tinggi, Olsson merekomendasikan perusahaan melakukan tindakan-tindakan atau
contingency plan. Tujuan contingency plan ini salah satunya supaya dampak resiko dapat
diminimalisasi. Resiko-resiko yang ada pada kuadran ini yang dikelola dengan
diminimalisasi dampaknya antara lain:
Resiko lingkungan
Resiko lingkungan juga merupakan resiko ekstrim. Hal ini menyebabkan
perusahaan harus mencegah agar resiko tersebut tidak berdampak besar. Dalam
mengelola resiko lingkungan tindakan-tindakan pencegahan perlu dilakukan. Tindakan
pencegahan tersebut antar lain pembelian asuransi untuk mengalihkan resiko kerusakan
property akibat bencana alam.
Untuk mencegah kerusakan alam akibat kegiatan operasi pembangkit, maka
perusahaan terus mengontrol ambang batas pencemaran di lingkungan sekitar
pembangkitnya dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan apabila memang
terjadi pencemaran. Untuk mencegah terjadinya penolakan social ataupun protes dari
penduduk setempat, maka perusahan perlu melakukan program-program community
development.
Resiko regulasi
Resiko regulasi adalah resiko yang timbul akibat berubahnya peraturan pemerintah.
Peraturan yang paling berpengaruh khususnya adalah peraturan mengenai tataniaga
listrik. Untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan oleh reiko ini, perusahaan perlu
segera tanggap dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan peraturan yang
terjadi.

Tabel 6. Pengelolaan Resiko pada Proyek Pembangkitan

NO RESIKO Pengelolaan
1 Kenaikan harga batubara
Mitigate
2 Kenaikan harga HSD
Mitigate
3 Kelangkaan energi primer
Mitigate
4 Resiko teknologi
Accept
5 Kehilangan pangsa pasar
Mitigate
6 Resiko Kontrak (2002-2004)
Accept
7 Resiko Kontrak (...-2001)
Decline
8 Resiko Nilai tukar
Mitigate
9 Resiko Lingkungan
Mitigate
10 Resiko Regulasi
Mitigate

Menerima resiko (accept risk)
Resiko ini merupakan resiko dengan level rendah, yang artinya resiko ini tidak
menyebabkan perusahaan menanggung biaya yang besar. Pengelolaan resiko ini adalah
dengan tidak melakukan apa-apa atau menerima resiko. Resiko ini terdiri dari Resiko
Kontrak (2002-2004) dan Resiko Teknologi.

Menolak resiko (decline risk)
Resiko kontrak (...-2001) yang memiliki dampak yang ekstrim adalah resiko pada
kontrak penjualan listrik yang lama. Pada sistem kontrak ini listrik yang diproduksi
pembangkit dibeli dengan satu harga bulk. PT. Indonesia Power mengelola resiko ini
dengan menolak sistem kontrak ini dan merubah system kontrak yang lama dengan sitem
kontrak yang baru. Sejak tahun 2002 sistem kontrak lama dengan harga bulk sudah
tidak berlaku lagi.

KESIMPULAN

Dalam kajian ini resiko diidentifikasi dengan menggunakan 3 metode yaitu
mengacu pada daftar resiko (checklist) yang dihadapi oleh bisnis sejenis, melakukan
analisa pada data laporan keuangan perusahaan, wawancara dengan manajemen
perusahaan.
Resiko-resiko pada proyek pembangkit tenaga listrik yang berhasil diidentifikasi
antara lain sebagai berikut resiko gangguan suply energi primer, resiko kenaikan harga
bahan bakar, resiko teknologi, resiko kehilangan pasar energi listrik, resiko kontrak,
resiko rugi kurs, resiko lingkungan, resiko perubahan regulasi.
Resiko diukur kemungkinan terjadinya (probabilitas) dan dampaknya terhadap
perusahaan. Pengukuran dilakukan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Hasil
pengukuran resiko-resiko tersebut adalah sebagai berikut.
Kenaikan harga batubara Tinggi
Kenaikan harga HSD Ekstrim
Kelangkaan energi primer Ekstrim
Resiko teknologi Rendah
Kehilangan pangsa pasar Medium
Resiko Kontrak (2002-2004) Tinggi
Resiko Kontrak (...-2001) Ekstrim
Resiko Nilai tukar Tinggi
Resiko Lingkungan Tinggi
Resiko Regulasi Tinggi
Resiko-resiko yang ada harus dikelola untuk mengurangi biaya atau kerugian yang
harus ditanggung perusahaan. Rekomendasi pengelolaan resiko pada proyek
pembangkitan tenaga listrik di PT. Indonesia Power adalah sebagai berikut.
Kenaikan harga batubara Mitigate
Kenaikan harga HSD Mitigate
Kelangkaan energi primer Mitigate
Resiko teknologi Accept
Kehilangan pangsa pasar Mitigate
Resiko Kontrak (2002-2004) Accept
Resiko Kontrak (...-2001) Decline
Resiko Nilai tukar Mitigate
Resiko Lingkungan Mitigate
Resiko Regulasi Mitigate

DAFTAR PUSTAKA

Carl, Olsson, Risk Management in Emerging Markets: How to Survive and Prosper,
Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River, New J ersey, 2002.

Chance, Don M., An Introduction to Derivatives & Risk Management, Thomson, South
Western, 6
th
edition, 2004.

Chapman Robert J ., Simple Tools and Techniques for Enterprise Risk Management, J ohn
Wiley & Sons, 2006.

Crouhy Michel, Dan Galai, Robert Mark, The Essentials of Risk Management, McGraw
Hill, 2006.

Dowd Kevin, Measuring Market Risk, J ohn Wiley & Sons, 2005.

Elmiger Gregory & Steve S. Kim, Risk Grade Your Investments: measure your risk and
create wealth, J ohn Wiley & Sons, 2003.

Evans, J ames R. & David L. Olson, Introduction to Simulation and Risk Analysis,
Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River, New J ersey, 2002

Eydeland, Alexander & Krzysztof Wolyniec, Energy and Power Risk Management
New Developments in Modeling, Pricing, and Hedging, J ohn Wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, New J ersey, 2003

Greene, Mark R. & J ames S. Trieschmann, Risk and Insurance, South-Western
Publishing Co., Cincinnati, Ohio, 1988

Harrington, Scott E. & Gregory R. Niehaus, Risk Management and Insurance, The
McGraw-Hill Companies, Inc., Singapore, 2003

Heldman Kim, Project Managers Spotlight on Risk Management, Harbor Light Press,
San Fransisco, 2005

Lewis, Nigel da Costa, Operational Risk with Excel and VBA, Applied Statistical
Methods for Risk Management, Willey Finance, J ohn Wiley & Sons, 2004.

Mun, J onathan, Applied Risk Analysis: moving beyond uncertainty in business, J ohn
Wiley & Sons, 2004.

Mun, J onathan, Modelling Risk, J ohn Wiley & Sons, 2006.

Anda mungkin juga menyukai