Sudarso Kaderi Wiryono dan Lamrumiris Program Studi Magister Administrasi Bisnis Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Bisnis pembangkitan tenaga listrik terekspose oleh berbagai resiko baik yang berasal dari faktor dalam maupun luar perusahaan. Kajian yang dilakukan dibatasi hanya pada resiko yang berasal dari faktor luar. Dalam proses bisnis pembangkitan perusahaan banyak berinteraksi dengan pihak-pihak luar seperti supplier energi primer, customer, teknologi yang digunakan, lingkungan alam, lingkungan social, dan pihak-pihak lainnya. Interaksi-interaksi inilah yang kemudian mengakibatkan perusahaan terekspose terhadap resiko. Adanya resiko harus terlebih dahulu diidentifikasi dengan baik. Hasil identifikasi, resiko-resiko yang mengekspose proyek pembangkit antara lain kenaikan harga bahan bakar, kelangkaan energi primer, teknologi, kehilangan pangsa pasar, kontrak penjualan, rugi kurs, serta resiko lingkungan alam dan sosial. Resiko-resiko yang telah diidentifikasi kemudian diukur probabilitas kejadiannya, serta rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh resiko tersebut terhadap perusahaan. Hasil pengukuran menyatakan level resiko. Level resiko menggambarkan sampai dimana resiko tersebut membahayakan perusahaan. Seluruh resiko tersebut kemudian dikelola dengan melakukan berbagai tindakan untuk menjaga stabilitas profit perusahaan
Salah satu bidang usaha kelistrikan adalah pembangkitan tenaga listrik. Pembangkit tenaga listrik menghasilkan tenaga listrik dari berbagai sumber energi primer seperti air, gas alam, panas bumi, BBM, dll. Saat ini pemain-pemain yang ada dalam usaha pembangkitan tenaga listrik terdiri dari tiga pihak, yaitu PLN Holding Company, anak perusahaan PLN, dan pembangkit swasta. Salah satu anak perusahaan PLN yang bergerak dalam bisnis pembangkitan tenaga listrik adalah PT. Indonesia Power. PT. Indonesia Power dipilih, karena perusahaan ini memiliki berbagai macam teknologi pembangkitan sampai saat ini merupakan perusahaan pembangkit terbesar di Indonesia. Selain itu, walaupun perusahaan merupakan anak perusahaan PT. PLN, perusahaan menjalankan misi komersil PT. PLN. Dengan demikian operasional perusahaan merupakan bisnis murni. Dalam menjalankan bidang usaha utamanya PT. Indonesia Power didukung oleh berbagai jenis pembangkit baik PLTA, PLTU, PLTP, PLTG, PLTGU, dan PLTD yang dikelola oleh 8 unit bisnis pembangkitan. Pada tahun 2004 beroperasi adalah 132 unit mesin pembangkit dan kapasitas terpasang sebesar 9.005,19 MW.
Menurut data statistik, jumlah penjualan listrik perusahaan terus meningkat dari tahun ke tahun. Ada dua hal yang menjadi penyebabnya yaitu peningkatan kapasitas terpasang atau permintaan listrik yang menyebabkan peningkatan pembelian oleh PLN. Dari data statistik tersebut juga terlihat bahwa pendapatan perusahaan dari usaha pembangkitan tenaga listrik terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini tentu saja sangat menggembirakan bagi perusahaan, karena bidang usaha utamanya adalah pembangkitan tenaga listrik.
Tabel 1. Pelaku Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik di Indonesia 2004
PEMBANGKIT LISTRIK GWh % JAWA-BALI Milik PLN Holding (Distribusi, UB Pembangkitan) PT. Indonesia Power PT. Pembangkit J awa Bali Pembangkit Swasta 840 44.417 27.908 22.236 - 46,55 29,25 23,30 TOTAL JAWA-BALI 95.400 100 LUAR JAWA-BALI Milik PLN (Wilayah, Kitlur, PT.PLN Batam, PT PLN Tarakan) Pembangkit Sewa Pembangkit Swasta 19.959 3.068 1.816 80,34 12,35 7,30 TOTAL LUAR JAWA-BALI 24.843 100 INDONESIA Milik PLN Holding Anak perusahaan PLN (IP dan PJ B) Pembangkit Swasta 23.867 72.325 24.052 19,85 60,15 20,00 TOTAL INDONESIA 120.244 100
Sepanjang tahun 2004 hasil produksi PT. Indonesia Power sebesar 44.417 GWh merupakan 46,55% tenaga listrik yang diterima PLN. Produksi energi listrik oleh pembangkit-pembangkit PT. Indonesia Power dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan. Dari data antara tahun 2000 sampai 2004, pertumbuhan produksi terbesar terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar 6,03%. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahu 2004 yaitu hanya sebesar 0,1%. Dalam menjalankan aktifitas operasionalnya, PT. Indonesia Power didukung oleh delapan Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) yang terdiri dari UBP Suralaya, Priok, Saguling, Kamojang, Mrica, Semarang, Perag&Grati, dan UBP Bali. Pengelolaan 132 unit pembangkit PT. Indonesia Power dibagi pada kedelapan UBP ini. Menurut energi penggeraknya pembangkit-pembangkit yang ada di PT.Indonesia Power dapat dibedakan menjadi PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP, dan PLTD. J umlah unit pembangkit yang dimiliki oleh PT. Indonesia Power dapat dilihat pada tabel 1.8 dengan total jumlah pembangkit 132 unit yang dikelola oleh 8 unit bisnis pembangkitan.
Gambar 1. Diagram Kapasitas Terpasang Pembangkit PT Indonesia Power 2004
Proses bisnis yang dilakukan oleh pembangkit yang dikelola oleh anak perusahaan maupun oleh swasta memiliki sedikit perbedaan dari proses bisnis yang dilakukan oleh pembangkit milik atau sewa yang dikelola PLN Holding.
Energy Sales Contract Power Purchase Agreement IPP Indonesia Power PJ B Pembangkit PLN PLN Holding (Single Buyer/Regulator) Transmisi Supplier Energi Primer Gambar 2. Proses Bisnis Pembangkit Tenaga Listrik
Pembangkit yang dikelola PT Indonesia Power dan anak perusahaan PLN lainnya dan swasta, sebelum menjual tenaga listriknya ke PLN melakukan perjanjian (Power Purchase Agreement) bahwa nanti pihak PLN akan membeli listrik mereka. Power Purchase Agreement ini bahkan sudah disetujui sebelum suatu proyek pembangkitan beroperasi. Energy Sales Contract dilakukan untuk menyetujui berapa harga maupun kapasitas yang akan dibeli oleh PLN. Pembangkit listrik yang dikelola anak perusahaan melakukan sales contract dengan PLN secara bidding (lelang), sedangkan listrik swasta melakukan sales contract dengan PLN dalam jangka panjang. Kontrak dilakukan untuk jangka panjang. Dengan menggunakan kontrak tentu akan menyebabkan pembangkit terekspos dengan resiko legal.
METODOLOGI
Setiap bisnis termasuk bisnis pembangkitan tenaga listrik tidak lepas dari adanya resiko. Bila dikaji lebih jauh, resiko ada pada tiap-tiap proses bisnis. Pada bisnis kelistrikan, resiko ada pada proses pembangkitan tenaga listrik, proses transmisi, pendistribusian, dan penjualan atau retailnya. Thesis ini hanya mengkaji resiko-resiko yang ada pada proses pembangkitan tenaga listrik. Hal ini disebabkan Proses pembangkitan tenaga listrik merupakan rantai paling awal yang dapat diumpamakan dengan proses pabrikasi produk bisnis kelistrikan. J ika proses pembangkitan terganggu, maka seluruh proses dalam bisnis kelistrikan juga ikut terganggu. Dengan melakukan manajemen resiko yang tepat pada level ini, diharapkan gangguan yang ada dapat lebih dikontrol, karena sudah diantisipasi sebelumnya. Bila dilihat dari proses bisnisnya, pada setiap bagian proses berpotensi mengandung resiko bagi perusahaan. Proses pada bisnis pembangkitan tenaga listrik seperti dapat dilihat pada gambar 2. mengandung potensi resiko antara lain pada proses penyediaan energi primer sebagai bahan baku utama. Proses penjualan produk dengan sistem kontrak yang memiliki jangka waktu tertentu juga mengandung potensi resiko, karena banyak perubahan-perubahan yang bisa merugikan dapat terjadi. PT. Indonesia Power saat ini menyadari sepenuhnya bahwa operasi perusahaan tidak terbebas dari berbagai resiko. Resiko tersebut bisa berasal dari dalam perusahaan, bisa juga berasal dari luar perusahaan. Agar resiko yang dihadapi bila terjadi tidak akan menyulitkan bagi yang terkena, maka resiko-resiko tersebut harus selalu diupayakan untuk diatasi atau ditanggulangi. Sehingga pihak yang menanggung resiko tidak akan menderita kerugian atau kerugian yang diderita dapat diminimumkan. Secara sederhana pengetian manajemen resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan resiko, terutama resiko yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan, keluarga dan masyarakat. Program manajemen resiko mencakup proses- proses mengidentifikasi resiko yang dihadapi, mengukur besarnya resiko tersebut, mencari jalan untuk menghadapi atau menaggulangi resiko, dan menyusun strategi untuk memperkecil atau mengendalikan resiko, mengkordinir pelaksanan penanggulangan resiko, serta mengevaluasi secara berkala program penaggulangan resiko yang sedang berjalan.
monitor pengukuran mengelola menerima memperkecil mengelola menerima memperkecil menolak pengukuran identifikasi monitor
Gambar 3. Diagram Alir Proses Manajemen Resiko
HASIL DAN DISKUSI
1 Identifikasi Resiko pada Proyek Pembangkit Tenaga listrik
Langkah pertama yang harus dilakukan perusahaan agar dapat melakukan manajemen resiko dengan tepat adalah dengan mengidentifikasi resiko tersebut. Hasil dari tahap identifikasi resiko adalah daftar resiko-resiko yang ada pada proyek pembangkit tenaga listrik.
2. Pengukuran Resiko
Setelah resiko-resiko yang ada teridentifikasi, maka langkah kedua yang dilakukan dalam manjemen resiko adalah pengukuran resiko. Pada tahap ini resiko-resiko yang telah teridentifikasi akan diukur berapa besar kemungkinan terjadinya (probabilitas) dan berapa besar dampaknya bila resiko tersebut terjadi. Ukuran probabilitas yang dipakai di sini adalah persentase terjadinya dalam satu tahuan. Sedangkan ukuran dampak adalah biaya yang harus ditanggung perusahaan apabila terjadi. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu secara kuantitatif dan secara kualitatif. Resiko - resiko yang diukur secara kuantitatif adalah: 1. Resiko gangguan suply energi primer 2. Resiko kenaikan harga bahan bakar 3. Resiko kehilangan pangsa pasar energi listrik 4. Resiko kontrak.
Tabel 3. Hasil Identifikasi Resiko-resiko yang Dihadapi Proyek-proyek Pembangkit di PT. Indonesia Power
RESIKO PENJABARAN 1. Gangguan suply energi primer a. Kelangkaan ketersediaan enegi primer 2. Kenaikan harga bahan bakar a. Kenaikan harga batubara b. Kenaikan harga HSD 3. Teknologi a. Biaya produksi PLTA b. Biaya produksi PLTU c. Biaya produksi PLTG d. Biaya produksi PLTGU e. Biaya produksi PLTP f. Biaya produksi PLTD 4. Kompetisi pada pasar energi listrik a. Berkurangnya pangsa pasar b. Meningkatnya pangsa pasar kompetitor 5. Kontrak a. Biaya produksi lebih besar dari harga kontrak b. Renegoisasi ulang harga kontrak c. Biaya produksi naik/meningkat 6. Kurs a. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap USD 7. Lingkungan a. Zat buangan proyek yang menyebabkan pencemaran lingkungan b. Tuntutan fasilitas ataupun dana dari masyarakat c. Kerusakan daerah resapan air yang mempengaruhi besarnya debit air sungai 8. Perubahan regulasi a. Terjadinya perubahan peraturan tataniaga listrik
Sedangkan resiko-resiko yang diukur secara kualitatif adalah: 1. Resiko teknologi 2. Resiko kurs 3. Resiko perubahan regulasi 4. Resiko lingkungan
Resiko Kenaikan Harga Batubara
Probabilitas: Kemungkinan atau besarnya probabilitas terjadinya kenaikan harga batubara adalah 75%. Dampak: - Harga batubara tahun 2004 Rp.230.75/kg - Kenaikan harga batubara sebesar 26.50%, menyebabkan kenaikan harga sebesar Rp.61,15/kg - Kenaikan harga batubara ini akan menyebabkan kenaikan biaya produksi sebesar Rp. 61,15/kg x 10.636.155.000 kg = Rp.650.400.878.300
Resiko Kenaikan Harga HSD
Probabilitas: Besarnya kemungkinan atau probabilitas kenaikan harga HSD adalah sebesar 87,5%. Dampak: - Rata-rata kenaikan harga sebesar 26,22%. - Harga HSD naik sebesar 26,22% x Rp. 1829.11/lt =Rp. 479,6/lt. - Pemakaian pada tahun 2004 sebesar 2.125.397.000 lt. - Apabila jumlah pemakaian HSD dan keadaan lainya tetap, maka kenaikan harga HSD ini akan menyebabkan peningkatan biaya sebesar Rp. 479,6/lt x 2.125.397.000lt =Rp. 1.019.324.763.000
Resiko Ketersediaan Energi Air pada PLTA
Probabilitas: Kapasitasnya PLTA adalah sebesar 12,40% dari total kapasitas pembangkitan PT. Indonesia Power. Dengan demikian PLTA diharapkan mampu memproduksi 12,40% dari total produksi perusahaan. Atau sebesar 458,6 GWh per bulan. Produksi sebesar 458,6 GWh per bulan dapat dicapai apabila debit air PLTA lebih besar dari 260 m3/dt. Sepanjang tahun 2003-2004 probabilitas debit>260m3/dt hanya terjadi 1 bulan dalam setahun atau 8%. 11 bulan lainnya PLTA beresiko kekurangan energi air. Atau probabilitas kelangkaan energi air PLTA adalah sebesar 92%. Dampak: - produksi PLTA rata-rata 258 GWh per bulan - Kekurangannya diproduksi dengan pembangkit lain dengan biaya yang lebih mahal. - Selisih biaya pembangkitan rata-rata Rp.257,61/KWh. - Perusahaan akan menanggung biaya sebesar (458,6 GWh 258 GWh) x Rp257,61/KWh x 12bln =Rp 620.118.792.000
Resiko Kompetisi
Probabilitas: Probabilitas terjadinya penurunan market share adalah sebesar 71,43%. Dampak: - Konsumsi listrik 95.493GWh - Kehilangan pangsa pasar sebesar 1,99% - Bila besarnya permintaan pasar, dan keadaan lainnya tetap, perusahaan akan mengalami kerugian rata-rata sebesar 95.493GWh x 1,99% x (Rp384,63348,97) =Rp 67.765.079.562.
Resiko Teknologi
Probabilitas: Probabilitas resiko pembangkit dengan teknologi berbiaya tinggi (diatas rata-rata) adalah sebesar 44,30%. Sistem kontrak yang baru (sejak tahun 2002), biaya yang disebabkan oleh teknologi pembangkit tidak lagi menjadi resiko. Hal ini disebabkan karena masing-masing pembangkit memiliki harga jual sendiri-sendiri. Dampak: - Menurut hasil wawancara dengan focus grup dinyatakan bahwa saat ini dampak resiko ini kecil.
Resiko Kontrak Sistem Lama
Probabilitas: Pada sistem lama sebelum tahun 2002, besarnya probabilitas terjadi biaya produksi lebih besar dari harga jual (kontrak) adalah sebesar 32,5%. Dampak: - Terjadi harga jual (kontrak) dibawah biaya produksi rata-rata - Rp 74,74 - Bila semua keadaan dianggap tetap, biaya yang harus ditanggung perusahaan yaitu sebesar 42.542 GWh x Rp74,74/KWh = Rp 3.179.589.080.000
Resiko Kontrak Sistem Baru
Probabilitas: Resiko harga jual (kontrak) lebih kecil daripada biaya produksi adalah 12,88%.
Dampak: - Rata-rata selisih sebesar Rp19,26 - Bila besarnya produksi dan keadan lain dianggap tetap, resiko ini akan memberikan dampak berupa biaya atau kerugian yang harus ditanggung perusahaan yaitu sebesar 42.542 GWh x Rp19,26 = Rp 819.359.920.000.
Resiko Nilai Tukar
Probabilitas: Berdasarkan hasil wawancara dinyatakan probabilitas kejadian bahwa nilai tukar yang ditetapkan dalam anggaran lebih kecil dari nilai tukar sebenarnya, cukup besar. Sepanjang tahun 2004 seluruh nilai tukar yang ditetapkan dalam anggaran lebih kecil dari nilai tukar sebenarnya. Dampak: - Berdasarkan hasil wawancara, dinyatakan bahwa dampak yang disebabkan oleh kerugian kurs ini tidak terlalu besar. - Hal ini disebabkan karena transaksi yang menggunakan dolar adalah pembelian tenaga panas bumi dan gas alam, serta pembelian komponen maintenance. Total jumlahnya tidak terlalu berpengaruh bagi perusahaan. - Dampak yang disebabkan oleh resiko ini pada tahun 2004 adalah perusahan menanggung kerugian sebesar Rp 177.010.000.000.
Resiko Lingkungan
Probabilitas: Dalam jangka waktu lima tahun hanya ada tiga kejadian yang dapat terukur langsung. Berdasarkan wawancara dinyatakan bahwa probabilitas terjadinya resiko lingkungan kecil.
Dampak: - Range yang sangat luas, mulai dari penghambatan pekerjaan opersional sampai dampak nama baik perusahaan yang tidak dapat dinilai dengan materi - Berdasarkan wawancara disimpulkan disimpulkan bahwa dampak dari resiko lingkungan adalah besar
Resiko Perubahan Peraturan Pemerintah (Regulasi)
Probabilitas: Menurut hasil wawancara probabilitas perubahan peraturan pemerintah dapat dikategorikan rendah. Dampak: - Dampaknya terhadap perusahaan kadang menguntungkan, tetapi lebih sering merugikan. Disimpulakan dampak perubahan peraturan pemerintah cukup tinggi.
3. Analisis Resiko
Setelah seluruh resiko yang mengekspose proyek-proyek pembangkit di PT. Indonesia Power dapat diidentifikasi dan diukur, maka tahap selanjutnya dalam manajemen resiko adalah memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengelola resiko tersebut. Keputusan diambil berdasarkan besarnya kemungkinan (probabilitas) terjadinya suatu resiko dan besarnya dampak atau biaya yang disebabkan bila terjadi satu kejadian beresiko. Hasil dari pengukuran resiko tersebut menghasilkan level-level dari resiko. Resiko- resiko yang terekspose pada pembangkit-pembangkit yang ada di PT. Indonesia Power dikelompokkan menjadi empat level, yaitu resiko rendah (R), moderat (M), tinggi (T), dan ekstrim (E).
Tabel 4. Probabilitas dan Dampak dari Masing-masing Resiko
NO RESIKO PROBABILITAS DAMPAK 1. Kenaikan harga batubara 75% Rp 650.400.878.300 2. Kenaikan harga HSD 87,5% Rp 1.019.324.763.000 3. Kelangkaan energi primer 92% Rp 620.118.792.000 4. Resiko teknologi Dipastikan sangat tidak mungkin terjadi Tidak significant 5. Kehilangan pangsa pasar 71,43% Rp 67.765.079.562 6. Resiko Kontrak (2002-2004) 12,88% Rp 819.359.920.000 7. Resiko Kontrak (...-2001) 32,5% Rp 3.179.589.080.000 8. Resiko Nilai tukar Dipastikan sangat mungkin terjadi Tidak Significant 9. Resiko Lingkungan Dipastikan sangat tidak mungkin terjadi Malapetaka 10. Resiko Regulasi Dipastikan sangat tidak mungkin terjadi Mayor
Resiko-resiko dapat diketahui levelnya dengan menggunakan matriks analisis level resiko. Matriks analisis ini adalah matriks pelevelan resiko menurut manajemen resiko PLN. Matriks ini ada pada table 5.
Tabel 5. Matriks Analisa Probabilitas dan Dampak
Akibat Tdk Penting Minor Medium Mayor Malapetaka Kemungkinan 1 2 3 4 5 5(Sangat Besar) T T E E E 4 (Besar) M T T E E 3 (Sedang) R M T E E 2 (Kecil) R R M T E 1 (Sangat Kecil) R R M T T
Dampak Sangat Besar Besar Sedang Kecil Sangat Kecil 5 1 4 7 9 6,10 2 3 8 Pr obabi l i t as Tidak Penting Minor Medium Mayor Malapetaka Ekstrim Tinggi Menengah Rendah Keterangan:
Gambar 4. Pemetaan Resiko
4. Penanganan Resiko
Meminimalisasi resiko (risk mitigation) Kenaikan harga batubara dan HSD Pengelolaan resiko kenaikan harga bahan bakar seperti batubara dan HSD adalah dengan melakukan hedging dalam kontrak pembelian bahan bakar tersebut. Dengan melakukan hedging, naik turunnya harga dapat lebih terkontrol, sehingga sebagian resiko itu ditanggung oleh pihak supplier. Kelangkaan energi primer Resiko kelangkaan energi primer, dalam hal ini kelangkaan debit air dalam pada PLTA. Resiko ini dapat dikontrol untuk mengurangi probabilitasnya. Misalnya dengan melakukan penghijauan daerah resapan air di hulu sungai. Bila daerah hulu terjaga maka debit dan tinggi muka air akan lebih stabil. Dengan demikian probabilitas resiko dapat dikurangi. Kehilangan pangsa pasar Resiko kehilangan pangsa pasar dapat dikelola dengan cara perusahan terus menjaga bahkan meningkatkan keandalan pembangkit-pembangkitnya, sehingga tidak ada kesempatan yang dapat direbut oleh competitor. Cara yang kedua adalah perusahaan harus selalu mengadakan survey dan perencanaan dalam upaya membangun pembangkit- pembangkit baru sehingga kapasitas perusahaan dapat dinaikkan guna menangkap permintaan pasar. Resiko Nilai tukar Kontrol yang dilakukan dalam mengelola resiko nilai tukar tidak dapat terlalu berperan dalam meminimalisasi resiko ini. Resiko nilai tukar dapat dikontrol dengan cara perusahaan mengalihkan sebagian resiko tersebut ke pihak lain, contohnya konsumen (PLN). Hal ini dapat dilakukan dengan cara memasukkan klausul penyesuaian harga jual listrik terhadap fluktuasi nilai tukar. Cara yang lain adalah memakai beberapa mata uang yang berbeda dalam transaksi. Minimalisasi resiko juga dilakukan pada resiko yang ada pada kuadran probabilitas rendah dampak tinggi. Untuk resiko yang ada pada kuadran probabilitas rendah tetapi dampak tinggi, Olsson merekomendasikan perusahaan melakukan tindakan-tindakan atau contingency plan. Tujuan contingency plan ini salah satunya supaya dampak resiko dapat diminimalisasi. Resiko-resiko yang ada pada kuadran ini yang dikelola dengan diminimalisasi dampaknya antara lain: Resiko lingkungan Resiko lingkungan juga merupakan resiko ekstrim. Hal ini menyebabkan perusahaan harus mencegah agar resiko tersebut tidak berdampak besar. Dalam mengelola resiko lingkungan tindakan-tindakan pencegahan perlu dilakukan. Tindakan pencegahan tersebut antar lain pembelian asuransi untuk mengalihkan resiko kerusakan property akibat bencana alam. Untuk mencegah kerusakan alam akibat kegiatan operasi pembangkit, maka perusahaan terus mengontrol ambang batas pencemaran di lingkungan sekitar pembangkitnya dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan apabila memang terjadi pencemaran. Untuk mencegah terjadinya penolakan social ataupun protes dari penduduk setempat, maka perusahan perlu melakukan program-program community development. Resiko regulasi Resiko regulasi adalah resiko yang timbul akibat berubahnya peraturan pemerintah. Peraturan yang paling berpengaruh khususnya adalah peraturan mengenai tataniaga listrik. Untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan oleh reiko ini, perusahaan perlu segera tanggap dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan peraturan yang terjadi.
Tabel 6. Pengelolaan Resiko pada Proyek Pembangkitan
NO RESIKO Pengelolaan 1 Kenaikan harga batubara Mitigate 2 Kenaikan harga HSD Mitigate 3 Kelangkaan energi primer Mitigate 4 Resiko teknologi Accept 5 Kehilangan pangsa pasar Mitigate 6 Resiko Kontrak (2002-2004) Accept 7 Resiko Kontrak (...-2001) Decline 8 Resiko Nilai tukar Mitigate 9 Resiko Lingkungan Mitigate 10 Resiko Regulasi Mitigate
Menerima resiko (accept risk) Resiko ini merupakan resiko dengan level rendah, yang artinya resiko ini tidak menyebabkan perusahaan menanggung biaya yang besar. Pengelolaan resiko ini adalah dengan tidak melakukan apa-apa atau menerima resiko. Resiko ini terdiri dari Resiko Kontrak (2002-2004) dan Resiko Teknologi.
Menolak resiko (decline risk) Resiko kontrak (...-2001) yang memiliki dampak yang ekstrim adalah resiko pada kontrak penjualan listrik yang lama. Pada sistem kontrak ini listrik yang diproduksi pembangkit dibeli dengan satu harga bulk. PT. Indonesia Power mengelola resiko ini dengan menolak sistem kontrak ini dan merubah system kontrak yang lama dengan sitem kontrak yang baru. Sejak tahun 2002 sistem kontrak lama dengan harga bulk sudah tidak berlaku lagi.
KESIMPULAN
Dalam kajian ini resiko diidentifikasi dengan menggunakan 3 metode yaitu mengacu pada daftar resiko (checklist) yang dihadapi oleh bisnis sejenis, melakukan analisa pada data laporan keuangan perusahaan, wawancara dengan manajemen perusahaan. Resiko-resiko pada proyek pembangkit tenaga listrik yang berhasil diidentifikasi antara lain sebagai berikut resiko gangguan suply energi primer, resiko kenaikan harga bahan bakar, resiko teknologi, resiko kehilangan pasar energi listrik, resiko kontrak, resiko rugi kurs, resiko lingkungan, resiko perubahan regulasi. Resiko diukur kemungkinan terjadinya (probabilitas) dan dampaknya terhadap perusahaan. Pengukuran dilakukan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Hasil pengukuran resiko-resiko tersebut adalah sebagai berikut. Kenaikan harga batubara Tinggi Kenaikan harga HSD Ekstrim Kelangkaan energi primer Ekstrim Resiko teknologi Rendah Kehilangan pangsa pasar Medium Resiko Kontrak (2002-2004) Tinggi Resiko Kontrak (...-2001) Ekstrim Resiko Nilai tukar Tinggi Resiko Lingkungan Tinggi Resiko Regulasi Tinggi Resiko-resiko yang ada harus dikelola untuk mengurangi biaya atau kerugian yang harus ditanggung perusahaan. Rekomendasi pengelolaan resiko pada proyek pembangkitan tenaga listrik di PT. Indonesia Power adalah sebagai berikut. Kenaikan harga batubara Mitigate Kenaikan harga HSD Mitigate Kelangkaan energi primer Mitigate Resiko teknologi Accept Kehilangan pangsa pasar Mitigate Resiko Kontrak (2002-2004) Accept Resiko Kontrak (...-2001) Decline Resiko Nilai tukar Mitigate Resiko Lingkungan Mitigate Resiko Regulasi Mitigate
DAFTAR PUSTAKA
Carl, Olsson, Risk Management in Emerging Markets: How to Survive and Prosper, Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River, New J ersey, 2002.
Chance, Don M., An Introduction to Derivatives & Risk Management, Thomson, South Western, 6 th edition, 2004.
Chapman Robert J ., Simple Tools and Techniques for Enterprise Risk Management, J ohn Wiley & Sons, 2006.
Crouhy Michel, Dan Galai, Robert Mark, The Essentials of Risk Management, McGraw Hill, 2006.
Elmiger Gregory & Steve S. Kim, Risk Grade Your Investments: measure your risk and create wealth, J ohn Wiley & Sons, 2003.
Evans, J ames R. & David L. Olson, Introduction to Simulation and Risk Analysis, Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River, New J ersey, 2002
Eydeland, Alexander & Krzysztof Wolyniec, Energy and Power Risk Management New Developments in Modeling, Pricing, and Hedging, J ohn Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New J ersey, 2003
Greene, Mark R. & J ames S. Trieschmann, Risk and Insurance, South-Western Publishing Co., Cincinnati, Ohio, 1988
Harrington, Scott E. & Gregory R. Niehaus, Risk Management and Insurance, The McGraw-Hill Companies, Inc., Singapore, 2003
Heldman Kim, Project Managers Spotlight on Risk Management, Harbor Light Press, San Fransisco, 2005
Lewis, Nigel da Costa, Operational Risk with Excel and VBA, Applied Statistical Methods for Risk Management, Willey Finance, J ohn Wiley & Sons, 2004.