Perdarahan Post Partum Definisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002). Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995). Etiologi 1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi. 2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri. 3.Gangguan mekanisme pembekuan darah. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus. Faktor resiko Anastesia umum Persalinan lama Persalinan cepat Kelainan uterus-leiomiomata, kelainan konginetal Uterus yang terlalu terengang karena kehamilan ganda, hidramnion, atau bayi yang sangat besar Plasenta previa Solusio plasenta Multiparitas Preeklampsia dan eklampsia Klasifikasi Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) : 1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama. 2
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Patofisiologi Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
a. Atonia Uteri Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat : 1. Partus lama 2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar 3. Multiparitas 4. Anestesi yang dalam 5. Anestesi lumbal
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).
b. Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) : 1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus 2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
3
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan : 1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) 2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta) 3. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
c. Sisa Plasenta Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).
d. Robekan Jalan Lahir Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah persalinan. Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba, 1998).
e. Inversio Uteri Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998). Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya.
Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) : 1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut 2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina 3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. 4
Gejala Klinik Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005). Diagnosis
5
Penatalaksanaan Prinsip umum Diberikan cairan IV [biasanya 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml larutan garam fisiologis atau ringer laktat]. Dua unit darah dicocok silang pada kasus dimana transfusi diperlukan. Keluaran urin tiap jam membantu pemantauan fungsi ginjal. Atonia uteri Infus oksitosin IV dapat ditambahkan dengan ergonovin maleat/metilergonovin maleat[0,2mg] yang diberikan secara IV atau IM. Eksplorasi uterus secara manual dianjurkan untuk memastikan bahwa uterus utuh & untuk mengangkat setiap fragmen plasenta.
Bila atonia persisten dianjurkan kompresi uterus secara bimanual. Uterus diangkat ke atas keluar dari pelvis dan dikompresi di antara satu tangan pada abdomen dan tangan lain mengepal seperti sebuah tinju dalam vagina. Elevasi dan kompresi bimanual dipertahankan selama 2-5 menit.
Prostaglandin intramuskuler mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak responsif terhadap terapi konvensional
Laparotomi harus dipertimbangkan bila atonia uteri persisten dan pendarahan tidak dapat dihentikan. Ruptur uteri yang tidak terdiagnosa dapat merupakan suatu kemungkinan, karena dinding lateral segmen uterus bagian bawah mungkin sukar dipalpasi pada pemeriksaan vagina. 6
Perbaikan uterus, histerektomi, atau ligasi arteri hipogastrika atau uterina dapat dipilih, tergantung pada umur pasien, paritas, dan keadaan umum, maupun luasnya trauma.
Tampon uterus dapat dicoba sebagai ukuran temporer sementara persiapan untuk laparotomi dilakukan. Bila pendarahan berasal dari tempat plasenta didalam segmen bawah uterus dimana kontraksi otot tidak adekuat untuk mencapai hemostasis normal, tampon mungkin mempunyai nilai khusus.
Bila pendarahan dapat dikontrol dengan tampon, intervensi bedah dapat ditunda. Namun, pasien harus diawasi secara hati-hati dan fasilitas untuk laparotomi darurat harus tersedia.
Laserasi traktus genitalia Laserasi yang berdarah diperbaiki dengan benang kromik 00 atau 000.
Laserasi serviks : diperbaiki dengan merenggut mulut serviks yang berdekatan dengan laserasi dengan menggunakan forsep cincin. Pembuluh-pembuluh yang mengeluarkan darah harus diligasi untuk mencegah hematoma retroperitroneum. Jahitan dimulai dari apeks laserasi. Hemostasis sementara dapat dicapai dengan memasang forsep cincin ditepi laserasi. Apabila robekan meluas ke dalam segmen bawah uterus atau ligamentum latum, tampon atau forcep cincin untuk sementara dapat bermanfaat sementara dilakukan persiapan untuk pembedahan abdomen.
Laserasi vagina : jahitan pertama harus ditempatkan diatas apeks laserasi. Jahitan yang paling hemostatik adalah berjalan searah jarum jam
Varikose vagina/vulva dapat menyebabkan pendarahan hebat yang sering sukar dikontrol dengan penjahitan. Pada keadaan ini, tampon vagina yang ketat memberikan hemostasis yang penting.
Plasenta/selaput yang tertahan dalam uterus Pengangkatan manual yang diikuti dengan oksitoksin dan ergovin IV biasanya sudah cukup untuk terapi.
7
Pencegahan Obati anemia dalam masa kehamilan Pada pasien yang mempunyai riwayat perdarahan sebelumnya, agar dianjurkan untuk menjalani persalinan di RS. Jangan memijat dan mendorong uterus sebelum plasenta lepas Komplikasi Syok hemorragic Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan 8
tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan Anemia Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi. Sindrom Sheehan Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin. Prognosis Perdarahan pascapersalinan masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun dengan pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan pascapersalinan masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern: Perdarahan pascapersalinan tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri. Pada perdarahan pascapersalinan, Mochtar R.ddk, melaporkan angka kematian ibu 7,9% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong
9
HIPERBILIRUBINEMIA Definisi
Istilah ikterus berasal dari bahasa Yunani icteros atau istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan skelera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. 9 Secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl. 9 Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.9 Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin total sewaktu >12mg/dL dan >15mg/dL pada bayi aterm; ikterus yang terjadi pada hari pertama kehidupan; peningkatan kadar bilirubin >5mg%/24jam; peningkatan kadar bilirubin direk >1,5-2mg%; ikterus berlangsung > 2minggu.
Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, 60% neonatus (ikterus fisiologis), disebabkan: 1. Bilirubin selama masa janin diekskresi melalui plasenta ibu sekarang harus diekskresi bayi sendiri 2. Jumlah eritrosit dan hemolisisnya lebih banyak pada neonatus 3. Lama hidup eritrosit pada neonatus lebih singkat (70-90 hari) 4. Jumlah albumin untuk mengikat bilirubin pada bayi prematur atau bayi yang mengalami gangguan pertumbuhan intra-uterin kurang Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, uridine diphosphate glukoronil transferase dan ligand dalam protein belum adekuat) atau penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Sirkulus enterohepatik meningkat karena masih berfungsinya enzim - glukuronidase di usus dan belum ada nutrien
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis): Hari 1: - Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus - Infeksi intrauterin TORCH
1. Ras: Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah di Afrika Amerika. 2. Geografi: Insiden lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di ketinggian. Yunani yang hidup di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di luar Yunani. 3. Genetika dan keluarga: Insiden lebih tinggi pada bayi dengan saudara kandung yang menderita sakit kuning neonatal signifikan dan terutama pada bayi yang lebih tua saudara dirawat karena penyakit kuning neonatal. Insiden juga lebih tinggi pada bayi dengan mutasi / polimorfisme pada gen yang kode untuk enzim dan protein yang terlibat dalam metabolisme bilirubin, dan pada bayi dengan homozigot atau heterozigot glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6-PD) kekurangan dan anemia hemolitik herediter . Kombinasi varian genetik seperti tampaknya memperburuk penyakit kuning neonatal 4. Gizi: Insiden lebih tinggi pada bayi yang mendapat ASI atau yang menerima nutrisi yang tidak memadai. Mekanisme untuk fenomena ini mungkin tidak sepenuhnya dipahami. Namun, ketika volume makan yang tidak memadai yang terlibat, peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin mungkin memberikan kontribusi untuk penyakit kuning yang berkepanjangan. Data terbaru menunjukkan bahwa payudara sakit kuning susu berkorelasi dengan kadar faktor pertumbuhan epidermal, baik dalam ASI dan dalam serum bayi. Menunjukkan bahwa perbedaan antara ASI dan susu formula bayi mungkin kurang jelas dengan beberapa rumus yang modern . Namun, formula yang mengandung hidrolisat protein telah terbukti meningkatkan ekskresi bilirubin. 5. Faktor ibu: Bayi dari ibu dengan diabetes memiliki insiden yang lebih tinggi. Penggunaan beberapa obat dapat meningkatkan kejadian, sedangkan yang lain menurunkan kejadian. 6. Usia kehamilan dan berat lahir: Insiden lebih tinggi pada bayi prematur dan pada bayi dengan berat lahir rendah. 7. Infeksi Kongenital
Metabolisme Bilirubin
11
Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferse. Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresi ke traktus bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah(Mansjoer, 2000).
Bilirubin pada bayi baru lahir 75% berasal dari penghancuran hemoglobin dan 25% dari mioglobin, sitokrom dan triptofan pirolase. Satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gr/hari dalam bentuk indirek yang terkait dengan albumin ( 1 gr albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Produksi bilirubin sebagian berasal dari destruksi eritrosit yang menua, pada neonatus 75% berasal dari mekanisme ini.
Proses metabolisme bilirubin itu sendiri adalah sebagai berikut : 1. Produksi Sebagian besar bilirubin merupakan hasil dari degenarsi hemoglobin dalam system retikulo endhoteal. Tingkat penghancuran hemoglobin ini lebih tinggi terjadi pada neonatus dari pada bayi yang lebih tua dan bilirubin indirek merupakan bilirubin yang bersifat larut dalam lemak. 2. Transportasi Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin ke hepar, masukan bilirubin oleh hepar dilakukan oleh protein Y dan Z. 3. Konjugasi Bilirubin kemudian mengalami proses konjugasi di hepar, pada saat ini memerlukan energi dan enzim glukoronil transferase. Hasil ini adalaha bilirubin direk. 4. Ekskresi Bilirubin direk diekskresikan ke usus, sebagian dalam bentuk bilirubin dan sebagian dalam bentuk sterkobilin.
Pemberian minum sedini mungkin dapat membantu pembuangan bilirubin, karena pemberian minum terlambat dapat membuat bilirubin direk diubah oleh enzim -glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang diserap kembali oleh darah yang kemudian diangkut oleh hepar kembali untuk diproses ulang. Sirkulasi ini dinamakan sirkulasi enterohepatik (Winkjosastro, 2002).
Metabolisme bilirubin pada neonatus (Klausa, 2000) 1. Sintesis a. Bilirubin merupakan produk dari pemecahan heme yang terdiri dari protein : 1) Sebagian besar heme terdiri dari protein yang eritrosit hemoglobin (menghasilkan 75% dari semua bilirubin). Katabolisme dari 1 gram hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin. 2) Sebagian kecil (maksimal 25%) dari bilirubin berasal dari pemecahan protein laian misalnya mioglobin, cytocrom, katalase dan peroksidase. b. Neonatus yang normal akan memproduksi 6 10 mg bilirubin perkilogram BB perhari. c. Bayi baru lahir menghasilkan 2 kali lebih banyak bilirubin dari orang dewasa
2. Transport a. Bilirubn yang baru disintesa dinamakan bilirubin indirek yang larut dalam lemak. b. Bilirubin mengikat albumin untuk transpor di darah menuju hepar. c. Tipa 1 gr albumin dapat mengikat maksimal 8,5 10 mg dari bilirubin d. Ikatan bilirubin dan albumin ini reversible, faktor yang dapat mengurangi ikatan tersebut adalah : 12
1) Kekacauan metabolic : asidosis dan hipoksia. 2) Hipotermi 3) Infeksi 4) Obat obatan seperti salisilat, sulfonamide, sodium benzoat dan ampicilin( ketika diberi injeksi dengan cepat) 5) Asam lemak bebas : dari emulsi lemak, kelaparan, hipertermi, hipoglikemi dan anoksia. e. Ikatan bilirubin ini biasanya tidak masuk susunan saraf pusat dan tidak toksik. f. Ketika bilirubin indirek terpisah dari bagian pengikat dari albumin dan dan beredar sebagai bilirubin bebas, saat ini bilirubin ini dapat melewati sawarotak dan menyebabkan kern-ikterus
3. Konjugasi dan ekskresi a. Sesampainya di hepar, bilirubin lepas dari albumin dan masuk ke dalam hepatosit. b. Di hepar bilirubin mengikat protein Y (ligandin), protein Z dan glutation transferse sebagai alat transport ke retikulo endhotelial system (RES) untuk di kinjugasi disana. c. Di RES hapar ini, bilirubin diubah menjadi asam glukoronik dengan bantuan glukoronil transferse. Proses ini tergantung pada jumah glukosa dan oksigen yang adekuat. Bilirubin berubah menjadi bilirubin direk yang larut dalam air. d. Di usus kecil konsentrasi yang tinggi dari beta-glukoronidase pada bayi baru lahir dapat merubah kembali bilirubin ke bentuk yang larut dalam lemak, yang akan mudah diabsorpsi oleh usus kecil dan kembali ke sirkulasi porta.
4. Metabolisme bilirubin janin a. Konjugasi bilirubin janin terbatas karena peredaran darah janin terbatas. b. Bilirubin indirek janin dibersihkan oleh placenta. c. Bilirubin direk janin tidak dibersihkan oleh placenta dan dapat menumpuk di jarinan janin. d. Sebagian dari bilirubin normalnya dapat ditemukan di cairan amnion antara 12 37 minggu kehamilan. Jumlah yang mengikat dari bilirubin dicairan amnion dapat mengindikasikan penyakit hemolitik atau obstruksi intestinal.
Patofisiologi
Sel-sel darah yang telah tua dan rusak akan dipecah/dihidrolisis menjadi bilirubin (pigmen warna kuning), yang oleh hati akan dimetabolisme dan dibuang melalui feses. Didalam usus juga terdapat banyak bakteri yang mampu mengubah bilirubin sehingga mudah dikeluarkan bersama feses. Hal ini terjadi secara normal pada orang dewasa (Maryunani, 2009). Pada bayi baru lahir, jumlah bakteri pemetabolisme bilirubin ini masih belum mencukupi sehingga ditemukan bilirubin yang masih beredar dalam tubuh tidak dibuang bersama feses. Begitu pula dalam usus bayi terdapat enzim glukoronil transferase yang mampu mengubah bilirubin dan menyerap kembali bilirubin kedalam darah, sehingga makin memperparah akumulasi bilirubin dalam badannya, akibatnya pigmen tersebut akan disimpan dibawah kulit, sehingga kulit bayi menjadi kuning. Biasanya dimulai dari wajah, dada, tungkai dan kaki menjadi kuning. Biasanya hiperbilirubin akan menghilang setelah minggu pertama. Kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa disebabkan oleh pembentukan yang berlebihan atau gangguan pembuangan bilirubin. Kadang pada bayi cukup bulan yang diberi susu ASI. Kadar bilirubina meningkat secara progresif pada minggu pertama; keadaan ini disebut jaundise ASI. Penyebabnya tidak diketahui dan hal ini tidak berbahaya. Jika kadar bilirubin sangat tinggi mungkin perlu dilakukan terapi, yaitu terapi sinar atau transfusi tukar (Maryunani, 2009)
13
Manifestasi Klinis
Kulit, mukosa dan konjungtiva kuning. Biasanya, presentasi adalah pada hari kedua atau ketiga kehidupan. Penyakit kuning yang terlihat selama 24 jam pertama kehidupan mungkin akan nonphysiologic; evaluasi lebih lanjut disarankan. Bayi dengan penyakit kuning setelah 3-4 hari hidup juga mungkin memerlukan pengawasan yang lebih ketat dan pemantauan. Pada bayi dengan penyakit kuning yang parah atau penyakit kuning yang terus di luar 1-2 minggu pertama kehidupan, hasil dari layar metabolik baru lahir harus diperiksa untuk hipotiroidisme galaktosemia dan kongenital, riwayat keluarga harus dieksplorasi lebih lanjut (lihat di bawah), kurva berat badan bayi harus dievaluasi, tayangan ibu sejauh kecukupan ASI harus diperoleh, dan warna tinja harus dinilai.
Diagnosis
a. anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.
b. Pemeriksaan fisik : Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll) Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.
Berdasarkan Kramer dibagi :
c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G 6 PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G 6 PD). d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)
Derajat ikterus Daerah ikterus Perkiraan kadar bilirubin I Kepala dan leher 5,0 mg% II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg% III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut) 11,4 mg/dl IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl 14
Penatalaksanaan
1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. 2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl (260 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260mmol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl (310 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mmol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430mmol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
CATATAN : Pemberian phenobarbital/luminal, hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti ikterus yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila bilirubin urin positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjur seperti USG abdomen untuk mencari sebab lain (atresia bilier).
Tabel 1 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American Academy of Pediatrics)
* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan perlu evaluasi ketat
15
Tabel 2. : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendah
Keterangan : Obs : observasi FT : fototerapi TT : transfusi tukar Bil : bilirubin
Tujuan penatalaksanaan ikterus pada neonatus adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin lebih cepat terjadi dengan memberikan luminal atau agar yang dapat merangsang terbentuknya enzim glukoronil transferase. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma, albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolestiramin), terapi sinar atau transfusi tukar dapat juga dilakukan untuk mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG: Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Terapi Sinar
Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma (tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin. Pada terapi sinar, panjang gelombang lampu yang digunakan 425-475 nm dengan intensitas cahaya 6-12 watt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes.
Berat badan (gram) Konsentrasi bilirubin indirek (mg/dL) 5-7 7-9 10-12 12-15 15-20 > 20 >25 < 1000 FT TT 1000 - 1500 Obs. Ulang Bil. FT TT 1500 - 2000 Obs. Ulang Bil. FT TT 2000 - 2500 Obs. Obs. Ulang Bil. FT TT > 2500 Obs. Bil. FT TT 16
Tabel 2.2 Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel. Komplikasi Mekanisme yang mungkin terjadi Bronze baby syndrome Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin Diare Bilirubin indirek menghambat laktase Hemolisis Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit Dehidrasi IWL (30-100%) karena menyerap energi foton Ruam kulit Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamin
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas terapi adalah intensitas radiasi, kurva spektrum emisi, luas tubuh bayi yang terpapar, usia bayi, umur gestasi, berat badan dan etiologi ikterus. Terapi sinar paling efektif untuk bayi prematur yang sangat kecil dan paling tidak efektif untuk bayi matur yang sangat kecil (gangguan pertumbuhan yang sangat berat) dengan peningkatan hematokrit. Selain itu, makin tinggi kadar bilirubin pada saat memulai fototerapi, makin efektif.
Transfusi Tukar
Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar. Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitized dengan RBC yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia, memberi albumin, dan membuang zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit.
Tabel 2.4 Transfusi Tukar Pada Bayi Kurang Bulan Usia (jam) BB < 1500gr BB 1500 2000 gr BB > 2000 gr < 24 > 10-15 mg/dL >15 mg/dL > 16 mg/dL 25-48 > 10-15 mg/dL >15 mg/dL > 20 mg/dL 49-72 >10-15 mg/dL >15 mg/dL > 17 mg/dL > 72 >15 mg/dL >17 mg/dL > 18 mg/dL
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi: 1. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 10 gr/dL 2. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar 3. Anemia dengan early jaundice dengan kadar Hb 1013gr/dL dan kecepatan peningkatan bilirubin 0,5mg/dL/jam 4. Anemia yang progresif pada waktu pengobatan hiperbilirubinemia 5. Bayi menunjukkan tanda-tanda ensephalopati bilirubin akut (hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, tangis melengking tinggi) 6. Kadar bilirubin total >25mg/dL
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi: * Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis * Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia * Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin * Perforasi pembuluh darah
Komplikasi Kernicterus/ensefalopati biliaris Pencegahan Primer AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8- 12 kali sehari selama beberapa hari pertama. Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik. AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum Sekunder Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.
Golongan Darah : Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.
Penilaian Klinis : Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tatalaksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.
Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas. Prognosis Hiperbilirubinemia prognosisnya akan buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau ensephalopati biliaris. Sebaliknya apabila tidak terjadi kern ikterus, prognosanya baik.
18
HIPOTERMIA Definisi Hipotermia adalah suatu keadaan ketika bayi diletakkan di lingkungan yang lebih dingin dari suhu lingkungan netralnya, dan ketika bayi menggigil dapat meningkatkan penggunaan oksigen dan penggunaan glukosa untuk proses fisiologis (Ladewig, 2006, p.184). Hipotermia adalah gangguan medis yang terjadi di dalam tubuh, sehingga mengakibatkan penurunan suhu karena tubuh tidak mampu memproduksi panas untuk menggantikan panas tubuh yang hilang dengan cepat. Kehilangan panas karena pengaruh dari luar seperti air, angin, dan pengaruh dari dalam seperti kondisi fisik (Lestari, 2010, p.2). Klasifikasi Hipotermia 1) Hipotermia ringan, suhu <36,5oC 2) Hipotermia sedang, suhu antara 32oC-36oC 3) Hipotermia berat, suhu kurang dari 32oC Berdasarkan kejadiannya, hipotermia dibagi atas: Hipotermia sepintas, yaitu penurunan suhu tubuh 1-2 o C sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi normal kembali sesudah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu lingkungan diatur sebaik-baiknya. Hipotermia sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi yang lama, ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi tidak segera dibungkus setelah lahir, terlalu cepat dimandikan (kurang dari 4 jam sesudah lahir), dan pemberian morfin pada ibu yang sedang bersalin. Hipotermia akut terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam. Terdapat pada bayi dengan BBLR di ruang tempat bersalin yang dingin, inkubator yang tidak cukup panas, kelalaian dari dokter, bidan, dan perawat terhadap bayi yang akan lahir, yaitu diduga mati dalam kandungan tetapi ternyata hidup dan sebagainya. Gejalanya ialah lemah, gelisah, pernapasan dan bunyi jantung lambat serta kedua kaki dingin. Terapinya ialah dengan segera memasukkan bayi ke dalam inkubator yang suhunya telah diatur menurut kebutuhan bayi dan dalam keadaan telanjang supaya dapat diawasi dengan teliti. Hipotermia sekunder. Penurunan suhu tubuh yang tidak disebabkan oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, sindrom gangguan pernapasan dengan hipoksia atau hipoglikemia, perdarahan intra-kranial tranfusi tukar, penyakit jantung bawaan yang berat, dan bayi dengan BBLR serta hipoglikemia. Pengobatannya ialah dengan mengobati penyebabnya, misalnya dengan pemberian antibiotik, larutan glukosa, oksigen, dan sebagainya. Pemeriksaan suhu tubuh pada bayi yang sedang mendapat tranfusi tukar harus dilakukan beberapa kali karena hipotermia harus diketahui secepatnya. Bila suhu sekitar 32 o C, tranfusi tukar harus dihentikan untuk sementara waktu sampai suhu tubuh menjadi normal kembali. Cold injury, yaitu hipotermia yang timbul karena terlalu lama dalam ruangan dingin (lebih dari 12 jam). Gejalanya ialah lemah, tidak mau minum, badan dingin, oliguria, suhu berkisar antara 29,5- 35 0 C, tak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan, kaki, dan muka seolah-olah bayi dalam keadaan sehat; pengerasan jaringan subkutis. Bayi seperti ini sering mengalami komplikasi infeksi, hipoglikemia, dan perdarahan. Pengobatannya ialah dengan memanaskan secara perlahan-lahan, antibiotik, pemberian larutan glukosa 10%, dan kortikosteroid.
19
Patofisiologi Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan pada sentral pengatur panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus sewaktu mencapai brown fat memacu pelepasan noradrenalin lokal sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk menghasilkan panas. Daerah brown fat menjadi panas, kemudian didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah. Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan glukosa untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat. Methabolic thermogenesis yang efektif memerlukan integritas dari sistem syaraf sentral, kecukupan dari brown fat, dan tersedianya glukosa serta oksigen.
Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi pada sistem syaraf pusat antara lain antara lain: depresi linier dari metabolisme otak, amnesia, apatis, disartria, pertimbangan yang terganggu adaptasi yang salah, EEG yang abnormal, depressi kesadaran yang progresif, dilatasi pupil, dan halusinasi. Dalam keadaan berat dapat terjadi kehilangan autoregulasi otak, aliran darah otak menurun, koma, refleks okuli yang hilang, dan penurunan yang progressif dari aktivitas EEG. Pada jantung dapat terjadi takikardi, kemudian bradikardi yang progressif, kontriksi pembuluh darah, peningkatan cardiac out put, dan tekanan darah. Selanjutnya, peningkatan aritmia atrium dan ventrikel, perubahan EKG dan sistole yang memanjang; penurunan tekanan darah yang progressif, denyut jantung, dan cardiac out put disritmia serta asistole. Pada pernapasan dapat terjadi takipnea, bronkhorea, bronkhospasma, hipoventilasi konsumsi oksigen yang menurun sampai 50%, kongesti paru dan edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai 75%, dan apnoe. Pada ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadi cold diuresis, peningkatan katekolamin, steroid adrenal, T3 dan T4 dan menggigil; peningkatan aliran darah ginjal sampai 50%, autoregulasi ginjal yang intak, dan hilangnya aktivitas insulin. Pada keadaan berat, dapat terjadi oliguri yang berat, poikilotermia, dan penurunan metabolisma basal sampai 80%. Pada otot syaraf, dapat terjadi penurunan tonus otot sebelum menggigil, termogenesis, ataksia, hiporefleksia, dan rigiditi. Pada keadaan berat, dapat terjadi arefleksia daerah perifer Gejala dan tanda hipotermia 1) Gejala hipotermia bayi baru lahir: Bayi tidak mau menetek, bayi lesu, tubuh bayi teraba dingin, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras. 2) Tanda-tanda hipotermia: a) Hipotermia sedang: Aktivitas berkurang, tangisan melemah, kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata), kemampuan menghisap lemah dan kaki teraba dingin. b) Hipotermia berat: sama dengan hipotermia sedang, bibir dan kuku kebiruan, pernafasan tidak teratur, bunyi jantung lambat, selanjutnya timbul hipoglikemi dan asidosis metabolik. Faktor penyebab Penyebab utama terjadinya hipotermia, karena kurangnya pengetahuan tentang mekanisme kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin. Dan resiko untuk terjadinya hipotermia dikarenakan perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir, bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir, berat badan bayi yang kurang dan memandikan bayi segera setelah lahir. 20
Dan faktor pencetus terhadap timbulnya hipotermia adalah faktor lingkungan, syok, infeksi, KEP (Kekurangan Energi Protein), gangguan endokrin metabolik, cuaca, dan obat-obatan (Wiwik, 2010, p.4). Mekanisme kehilangan panas Bayi baru lahir tidak dapat mengatur suhu tubuhnya, dan dapat dengan cepat kehilangan panas apabila tidak segera dicegah. Bayi yang mengalami hipotermia beresiko mengalami kematian. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir terjadi melalui: Gambar 2.1. Mekanisme Kehilangan Panas
1) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi pada saat bayi ditempatkan dekat benda yang mempunyai temperatur tubuh lebih rendah dari temperatur tubuh bayi, contohnya bayi ditempatkan dekat jendela yang terbuka 2) Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, contohnya bayi diletakkan di atas timbangan atau tempat tidur bayi tanpa alas 3) Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi pada bayi saat bayi terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin, contohnya angin dari kipas angin, penyejuk ruangan tempat bersalin 4) Evaporasi adalah kehilangan panas karena menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh setelah bayi lahir karena tubuh tidak segera dikeringkan. Suhu tubuh Suhu tubuh dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalmus berusaha agar suhu tetap hangat (36,5- 37,5oC) meskipun lingkungan luar tubuh berubah-ubah. Hipotalamus mengatur suhu dengan menyeimbangkan produksi panas pada otot dan hati, kemudian menyalurkan panas pada kulit dan paru-paru. Sistem kekebalan tubuh akan merespon apabila terjadi infeksi dengan melepaskan zat kimia dalam aliran darah, dan merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh dan menambah jumlah sel darah putih yang berguna dalam melawan kuman (Lestari, 2010, p.2) Keseimbangan panas Pengaturan temperatur/ regulasi adalah suatu pengukuran secara komplek dari suatu proses dari kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Suhu tubuh bayi merupakan tolok ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya sudah stabil, dan suhu tubuh bayi harus dicatat (Sarwono, 2002, p.755). 21
Manusia secara fisiologis digolongkan dalam makhluk berdarah panas/ homotermal suhu lingkungan berubah. Hal ini karena ada interaksi secara berantai kedua proses ini aktivitasnya diatur oleh susunan saraf pusat yaitu hipotalamus. Penatalaksanaan Hipotermia pada bayi baru lahir: Untuk mengatasi bayi yang mengalami hipotermia adalah dengan membersihkan cairan yang menempel pada tubuh bayi seperti darah dan air ketuban, membungkus bayi dengan selimut yang telah dihangatkan dan meletakkannya di dalam inkubator, kemudian pindahkan bayi menempel pada dada ibu, atau sering disebut sebagai metode kanguru (Ladewig, 2006, p.185). Apabila kondisi ibu tidak memungkinkan, karena ibu masih lemas pasca bersalin, segera keringkan bayi dan membungkus bayi dengan kain yang hangat, meletakkan bayi dekat dengan ibu, dan memastikan ruangan bayi cukup hangat (Wiwik, 2010, p.5) Untuk mencegah komplikasi hipotermia, pemanasan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pemanasan yang terlalu cepat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan apnea. Penyebab hilangnya panas harus segera dihentikan, suhu harus terus dimonitor, dan investigasi terhadap penyebab-penyebab patologi atau iatrogenik harus diperiksa. Jika hipotermianya ringan, dilakukan pemanasan yang perlahan-lahan. Panas yang diberikan lebih tinggi sedikit dari panas kulit dan perlahan-lahan dinaikkan hingga dicapai suhu yang kira-kira sama dengan suhu ruangan yang normal. Suhu kulit, aksila, dan ruangan harus diukur setiap 30 menit selama masa pemanasan.
Dianjurkan untuk menaikkan panas satu derajat tiap satu jam, kecuali jika berat badan bayi yang kurang dari 1200 gram, usia kehamilan kurang dari 28 minggu, atau suhunya kurang dari 32oC, dan bayi dapat dipanaskan lebih perlahan-lahan (rata-rata tidak lebih dari 0,6 o C tiap jam).
Peralatan yang dipakai untuk mengatasi hipotermia: Closed incubator. Biasanya digunakan untuk bayi yang mempunyai berat kurang dari 1800 gram. Kerugian pemakaian alat ini adalah kita sulit untuk mengamati dan melakukan tindakan terhadap bayi. Perubahan suhu yang berhubungan dengan sepsis bisa kabur karena alat ini. Bayi dikeluarkan dari inkubator bila suhu tubuh dapat bertahan pada suhu lingkungan lebih dari 30 o C (biasanya sewaktu tubuh telah mencapai kira-kira 1800 gram). Inkubator ini biasanya memakai alat- alat berikut: Pengatur suhu sendiri, yang ditaruh di atas perut bayi. Bila suhu tubuh bayi turun, panas akan dihasilkan sesuai target dan alat akan mati secara otomatis. Kerugiannya adalah bila sensornya lepas atau rusak dapat terjadi panas yang berlebihan. Air temperatur control device. Radiant warmer, khusus dipakai pada bayi yang tidak stabil atau yang sedang mengalami pemeriksaan. Temperatur dapat diatur dengan memakai skin probe atau manual mode. Pengaturan suhu tubuh pada bayi cukup bulan yang normal (> 2500 gram): Tempatkan bayi di bawah pemanas segera setelah bayi lahir. Keringkan seluruh tubuh untuk mencegah kehilangan panas dengan cara penguapan. Tutup kepala dengan cap. Bungkus bayi dengan selimut, masukkan dalam tempat tidur bayi. Pengaturan suhu tubuh bayi cukup bulan yang sakit: Prosedurnya sama dengan bayi cukup bulan yang sehat, kecuali radiant warmer-nya dengan pengatur suhu sendiri. 22
Pengaturan panas pada bayi prematur (1000-2500 gr): Untuk berat bayi 1800-2500 gr, tanpa masalah medis, digunakan tempat tidur bayi, cap, dan selimut biasanya sudah cukup. Juga dapat digunakan cara skin-to-skin (kangaroo). Untuk bayi 1000-1800 gr: Untuk bayi yang sehat seharusnya ditempatkan di inkubator tertutup dengan pengatur suhu sendiri. Sedangkan untuk bayi yang sakit ditempatkan di bawah radiant warmer dengan pengatur suhu sendiri. Pengaturan panas terhadap bayi berat badan sangat rendah (<1000 gr) Radiant warmer o Gunakan pengatur suhu sendiri dengan set temperatur kulit perut 37 o C. o Tutup kepala dengan cap. o Pergunakan pelindung panas. Humidity level di bawah pelindung panas seharusnya 40-50%. o Tempatkan pembungkus yang terbuat dari plastik di atas bayi. o Pergunakan pembungkus kasur warna hitam untuk menyerap panas. o Pertahankan suhu udara yang terhirup 34-35 o C. o Tempatkan matras pemanas (K-pad) di bawah bayi yang suhunya telah disesuaikan sekitar 35-38 o C. Untuk mempertahankan proteksi, panas diatur sekitar 35-38 o C. Jika bayi hipotermi, dapat dinaikkan menjadi 37-38 o C. o Jika bayi tidak dapat distabilkan, pidahkan bayi ke inkubator tertutup. Closed incubator o Gunakan servokontrol dengan set suhu pada kulit perut 36,5 o C. o Pergunakan inkubator yang mempunyai dinding dua lapis jika mungkin. o Tutup kepala dengan cap. o Pertahankan humidity level pada 40-50% atau lebih tinggi. o Pertahankan suhu ventilator pada 34-35 o C atau lebih tinggi. o Lapisi inkubator dengan alumunium bila diperlukan. o Tempatkan matres pemanas (K-pad) di bawah bayi yang telah disesuaikan suhunya 35-36 o C. Untuk proteksi, panas dapat diatur antara 35-36 o C. Untuk bayi hipotermi, dapat dibuat 37- 38 o C. o Letakkan pembungkus yang terbuat dari plastik di atas bayi. o Jika suhu tubuh sulit dipertahankan, coba dengan meningkatkan humidity level. o Pada penanganan neonatal cold injury, di samping pemberian kehangatan yang bertahap juga koreksi gangguan metabolisme, terutama hipoglikemia. Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat hipotermia: hipoglikemia karena kekurangan cadangan glikogen. Asidosis metabolik disebabkan vasokonstriksi perifer dengan metabolisme anaerobik dan asidosis. Hipoksia dengan kebutuhan oksigen yang meningkat, gangguan pembekuan, dan perdarahan pulmonal dapat menyertai hipotermia berat. Schok dengan akibat penurunan tekanan arteri sistemik, penurunan volume plasma, dan penurunan cardiac output. Apnea dan perdarahan intra ventrikuler
Prognosis Mortalitas rumah sakit 20-85% (tergantung berat hipotermia, waktu sampai mendapat pertolongan, derajat hipotensi dan kondisi lain yang menyertainya).
23
Pandangan Islam mengenai pemeriksaan oleh Lawan jenis
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah : 2)
Dan Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu lakukan. (Q.S. Al-Anam : 119)
Islam sangat menghargai tugas kesehatan, karena tugas ini adalah tugas kemanusiaan yang sangat mulia, sebab menolong sesama manusia yang sedang menderita. Dan menurut Islam, hubungan antara petugas kesehatan dengan pasien adalah sebagai hubungan penjual jasa dengan pemakai jasa, sebab si pasien dapat memanfaatkan ilmu, keterampilan, keahlian petugas kesehatan, sedangkan petugas kesehatan memperoleh imbalan atas profesinya berupa gaji atau honor. Karena itulah terjadilah akad ijarah antara kedua belah pihak, ialah suatu akad, di mana satu pihak memanfaatkan barang, tenaga, pikiran, keterampilan, dan keahlian pihak lain, dengan memberi imbalannya.
Namun semua itu ada ukuran dan batasannya. Dalam masalah merawat dan mengobati pasien di dalam dunia kedokteran, secara umum Islam mengizinkan hal itu terjadi walau antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini bisa saja dokter laki-laki dan pasiennya perempuan, atau sebaliknya. Kecuali untuk jenis penyakit tertentu dan penanganan tertentu yang mengharuskan dengan sesama jenis.
1. Haram Melihat Aurat Laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri atau mahram, diharamkan saling melihat aurat. Dari Ummi Hani berkata, Aku mendatangi Rasulullah SAW. di tahun kemenangan, namun beliau sedang mandi dan Fatimah menutupinya. Beliau SAW. bertanya, siapakah anda?. Dan aku pun menjawab, Umu Hani. (H.R. Bukhari) Keharaman laki-laki melihat aurat wanita dan wanita melihat aurat laki-laki pada dasarnya berlaku dalam urusan perawatan kesehatan dan penyembuhan. Tentu dikecualikan dalam keadaan darurat yang mempertaruhkan nyawa atau yang memenuhi ketentuan syariat.
2. Haram Menyentuh Keharaman menyentuh tubuh atau kulit dari lawan jenis adalah hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama, atau pendapat jumhur ulama. Kalau pun ada pengecualian, namun hukum asalnya adalah at-tahrim (keharaman). Dari Aisyah RA. Berkata, Telapak tangan Rasulullah SAW. tidak pernah menyentuh telapak tangan seorang perempuan pun, dan beliau bersabda ketika membaiat para wanita: Aku telah membaiat kalian lewat ucapan. (H.R. Muslim) Dan pada dasarnya keharaman sentuhan kulit ini juga berlaku pada dokter atau perawat laki- laki yang menangani pasien perempuan, dan dokter atau perawat perempuan yang menangani pasien laki-laki. Tentu dikecualikan dalam keadaan darurat yang mempertaruhkan nyawa, atau yang memenuhi ketentuan syariat.
3. Haram Berduaan Selain diharamkan melihat aurat dan menyentuhnya, laki-laki dan perempuan yang bukan mahram juga diharamkan untuk bersepi-sepi berdua. Tanpa ada kehadiran mahram. 24
Adapun duduk berkhalwat dengan dokter pria, meskipun dalam waktu yang lama, semata- mata hanya karena tujuan pengobatan dan selama dokter itu seorang muslim yang dapat dipercaya dan baik akhlaknya dan selama itu merupakan keharusan, maka hal itu tidak dilarang. Dalam keadaan darurat itu membolehkan segala yang dilarang, menurut kaidah Ushul fiqh yang disepakati oleh sekalian ulama ushul. Dengan demikian, dokter boleh melihat dan memegang bagian badan yang memerlukan pengobatan dan pemeriksaan sekalipun kepada aurat terbesar. Ini berlaku umum baik terhadap tubuh pria maupun tubuh wanita atau sebaliknya.