2. Pengertian Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989). Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi- kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis (Long, 1985). Sedangkan fraktur kolum femur adalah fraktur intrakapsuler yang terjadi di femur proksimal pada daerah yang berawal dari distal permukaan artikuler caput femur hingga berakhir di proksimal daerah intertrokanter (FKUI-RSCM, 2008).
3. Anatomi fisiologis Kaput femur mendapat aliran darah dari tiga sumber utama, yaitu arteri sirkumfleksia femoralis medialis, arteri sirkumfleksa femoralis lateralis, dan arteri abturator. Pada usia dewasa, arteri abturator menyuplai sedikit aliran darah ke kaput femur melalui ligamentum teres. Arteri sirkumfleksa femoralis lateralis menghidupi arteri metafisis inferior melalui cabang ascendens dan menyuplai sebagian besar aspek inferoanterior kaput femur (FKUI-RSCM, 2008).
Gambar 1. Tulang femur
Konstributor terbesar aliran darah ke kaput femur, khususnya di aspek superolateral adalah arteri sirkumfleksa femoralis medialis. Kompleks arteri epifiseal lateralis berasal dari arteri sirkumfleksa femoralis medialis dan berjalan sepanjang aspek posteorosuperior kolum femur sebelum menyuplai kaput femur. Cabang cabang terminal ini terletak intrakapsuler sehingga disrupsi atau distorsinya akibat pergeseran fraktur kolum femur berperan terhadap terjadinya osteonekrosis (FKUI-RSCM, 2008 ).
4. Patofisiologis Caput femoris mendapat persendiaan darah dari tiga sumber pembuluh intermedula pada colum femur Pembuluh cervical asendens pada retikulum capsular, dan pembuluh darah pada ligamentum capitis femoris. Pasokan intramedula selalu tergantung oleh fraktur, pembuluh retinakular juga dapat robek, kalau terdapat banyak pergeseran. Pada manula pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat kecil dan, pada 20% kasus tidak ada. Itulah yang menyebabkan tingginya insidensi cecrosis avaskuler pada fraktur colum femur yang disertai dislokasi. Fraktur transcervical, menurut definisi, bersifat intracapsular. Fraktur ini penyembuhannya buruk karena robekan pembuluh capsul, cidera itu melenyapkan persendian darah utama pada caput, tulang intraarticular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tak ada kontak dengan jaringan lunak yang dapat membantu pembentukan callus, dan cairan sinovial mencegah pembentukan hematome akibat fraktur itu. Karena itu ketetapan aposisi dan infaksi fragmen tulang menjadi lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi hemartrosis dapat meningkatkan aliran darah dalam caput femoris dengan mengurangi temponade (Harper, Barnes and Gregg, 1991).
5. Etiologi Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung, yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Cedera traumatik Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni: 1. Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. 2. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. b. Fraktur Patologik Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai keadaan berikut, yakni: 1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. 2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, 3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah. c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran. 6. Tanda dan gejala Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni: 1) Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya. Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi, seperti: a. rotasi pemendekan tulang; b. penekanan tulang. 2) Bengkak (edema) Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. 3) Ekimosis dari perdarahan subculaneous 4) Spasme otot (spasme involunters dekat fraktur) 5) Tenderness 6) Nyeri Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan. 7) Kehilangan sensasi 8) Pergerakan abnormal 9) Syok hipovolemik 10) Krepitasi (Black, 1993). Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat menyebabkan fraktur collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Pada palpasi sering ditemukan adanya hematom di panggul. Pada tipe impacted, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan posisi netral. Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.
7. Penatalaksanaan dan terapi 1. Impacted Fraktur Pada fraktur intrakapsuler terdapat perbedaan pada daerah collum femur dibanding fraktur tulang di tempat lain. Pada collum femur-periosteumnya sangat tipis sehingga daya osteogenesinya sangat kecil, sehingga seluruh penyambungan fraktur collum femur tergantung pada pembentukan calus endosteal. Lagipula aliran pembuluh darah yang melewati collum femur pada fraktur collum femur terjadi kerusakan. Lebih-lebih lagi terjadinya haemarthrosis akan menyebabkan aliran darah sekitar fraktur tertekan alirannya. Sehingga apabila terjadi fraktur intrakapsuler dengan dislokasi akan terjadi avaskular nekrosis. 2. Penanggulangan Impacted Fraktur Pada fraktur collum femur yang benar-benar impacted dan stabil, penderita masih dapat berjalan selama beberapa hari. Gejalanya ringan, sakit sedikit pada daerah panggul. Kalau impactednya cukup kuat penderita dirawat 3-4 minggu kemudian diperbolehkan berobat jalan dengan memakai tongkat selama 8 minggu. Kalau pada x-ray foto impactednya kurang kuat ditakutkan terjadi disimpacted, penderita dianjurkan untuk operasi dipasang internal fixation. Operasi yang dikerjakan untuk impacted fraktur biasanya dengan multi pin teknik percutaneus. 3. Penanggulangan dislokasi fraktur collum femur Penderita segera dirawat dirumah sakit, tungkai yang sakit dilakukan pemasangan tarikan kulit (skin traction) dengan buck-extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang dilanjutkan dengan pemasangan internal fixation. Reposisi yang dilakukan dicoba dulu dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara yaitu: menurut leadbetter. Penderita terlentang dimeja operasi. Asisten memfiksir pelvis. Lutut dan coxae dibuat fleksi 90 untuk mengendurkan kapsul dan otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian dengan pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45. Kemudian sendi panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan ekstensi. Setelah itu dilakukan test. Palm heel test: tumit kaki yang cedera diletakkan diatas telapak tangan. Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik. Setelah reposisi berhasil dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulangi sampai 3 kali, dilakukan open reduksi. Dilakukan reposisi terbuka setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi. Macam-macam alat internal fiksasi diantaranya: knowless pin, cancellous screw, dan plate. Pada fraktur collum femur penderita tua (>60 tahun) penanggulangannya agak berlainan. Bila penderita tidak bersedia dioperasi atau dilakukan prinsip penanggulangan, tidak dilakukan tindakan internal fiksasi, caranya penderita dirawat, dilakukan skin traksi 3 minggu sampai rasa sakitnya hilang. Kemudian penderita dilatih berjalan dengan menggunakan tongkat (cruth). Kalau penderita bersedia dilakukan operasi, yaitu menggunakan tindakan operasi arthroplasty dengan pemasangan prothese austine moore. 8. Concept map
9. SOP STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELATIHAN ROM (Range of Motion) Definisi : Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma. Dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Atau juga dapat di definisikan sebagai jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal, dan transfersal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan transfersal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. Tujuan : 1. Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot yang dapat dilakukan secara aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan pasien. 2. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
Manfaat : a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan b. Mengkaji tulang sendi, otot c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi d. Memperlancar sirkulasi darah
Jenis ROM 1. ROM aktif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). 2. ROM pasif : Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif).
Indikasi 1. Klien dengan tirah baring yang lama. 2. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran. 3. Kelemahan otot. 4. Fase rehabilitasi fisik. Gerakan ROM PASIF 1. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan. c. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan pasien. d. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin. e. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 1. Latihan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan 2. Fleksi dan Ekstensi Siku Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan. b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak mengarah ke tubuhnya. c. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya mendekati bahu. d. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya. e. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 2. Latihan fleksi dan ekstensi siku
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah Cara : a. Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan. b. Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk. c. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya. d. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya. e. Kembalikan ke posisi semula. f. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya. g. Kembalikan ke posisi semula. h. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 3. Latihan pronasi dan supinasi lengan bawah 4. Pronasi Fleksi Bahu Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan. b. Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya. c. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya. d. Angkat lengan pasien pada posisi semula. e. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 4. Latihan pronasi fleksi bahu
5. Abduksi dan Adduksi Bahu Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan. b. Atur posisi lengan pasien di samping badannya. c. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya. d. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat (Abduksi). e. Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi) f. Kembalikan ke posisi semula. g. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 5. Latihan abduksi dan adduksi bahu 6. Rotasi Bahu Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan. b. Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk. c. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain. d. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke bawah. e. Kembalikan posisi lengan ke posisi semula. f. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas. g. Kembalikan lengan ke posisi semula. h. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 6. Latihan rotasi bahu 7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan. b. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain memegang kaki. c. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah d. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang. e. Kembalikan ke posisi semula. f. Catat perubahan yang terjadi
Gambar 7. Latihan fleksi ekstensi jari 8. Infersi dan efersi kaki Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan. b. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya. c. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
d. Kembalikan ke posisi semula e. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain. f. Kembalikan ke posisi semula. g. Catat perubahan yang terjadi
Gambar 8. Latihan infers efersi kaki 9. Fleksi dan ekstensi pergelangan Kaki Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan. b. Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rilek. c. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien. i. Kembalikan ke posisi semula. j. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. k. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 9. Latihan fleksi dan ekstensi kaki
10. Fleksi dan Ekstensi lutut. Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan. b. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain. c. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha. d. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin. e. Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas. f. Kembali ke posisi semula. g. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 10. Latihan fleksi ekstensi lutut
11. Rotasi pangkal paha Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan. b. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas lutut. c. Putar kaki menjauhi perawat. d. Putar kaki ke arah perawat. e. Kembalikan ke posisi semula. f. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 11. Latihan potasi pangkal paha 12. Abduksi dan Adduksi pangkal paha. Cara : a. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan. b. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit. c. Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien. d. Gerakkan kaki mendekati badan pasien. e. Kembalikan ke posisi semula. f. Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 12. Abduksi adduksi pangkal paha
10. Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian fisik Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur femur diantaranya adalah: 1. Identitas pasien Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku bangsa, dan pendidikan. 2. Keluhan utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain 4. Riwayat kesehatan masa lalu Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi tulang ataupun osteoporosis. Hal ini merupakan informasi yang penting dalam penanganan fraktur femur pada klien 5. Riwayat kesehatan keluarga Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial keluarga, sistem dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga. 6. Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat 7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak b) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari- harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. c) Pola Eliminasi Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. d) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur. e) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi berkurang. Misalnya makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. f) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah diri terhadap perubahan dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil. g) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri. h) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. i) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. j) Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. 8. Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. a. Gambaran Umum Perlu menyebutkan: 1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: 2) Kesadaran penderita: Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan perabaan normal Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus menerus Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita tidur lagi. b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang rasa. c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. d. Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas. e. Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah), penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada sisi cedera. f. Keadaan Lokal Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut : 1) Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut : a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) 2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal (3 5) detik b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal) d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. Kekuatan otot : otot tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi sedikit dan ada tekanan waktu jatuh (2), mampu menahan gravitasi tapi dengan sentuhan jatuh(3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan otot utuh (5). ( Carpenito, 1999) 3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. ( Arif Muttaqin, 2008 ) 9. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar rontgen ( Sinar X ). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan Sinar - X harus atas dasar indikasi kegunaan. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada Sinar X mungkin dapat di perlukan teknik khusus, seperti hal hal sebagai berikut. ( Arif Muttaqin, 2008 ) 1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. 2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. 3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. 4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. b. Pemeriksaan Laboratorium 1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang 3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat ( Arif Muttaqin, 2008 ) c. Pemeriksaan lain-lain 1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. 2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi. 3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. 4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. 5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. 6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. ( Arif Muttaqin, 2008 )
2) Diagnosa yang muncul Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada tindakan pembedahan muskuloskeletal menurut Wilkimson (2007), meliputi tetapi tidak terbatas pada amputasi , artrotomi, bunio-nektomi, gips, plat pinggul, prostesis pinggul, reduksi teruka atau fiksasi internal untuk fraktur, perbaikan bahu, penggantian pergelangan kaki total, penggantian pinggul total, penggantian lutut total, dan traksi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN Pre Operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur. 2. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah. 3. Resiko tinggi terhadap disfungi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus) 4. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai pengobatan. Post Operasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik 2. resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (prosedur invasif). 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (nyeri) 4. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik
3) Intervensi keperawatan Pre Operasi - DX I Nyeri akut b.d. spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang. NOC: a. NOC 1: Level Nyeri Kriteria Hasil: a. Laporkan frekuensi nyeri b. Kaji frekuensi nyeri c. Lamanya nyeri berlangsung d. Ekspresi wajah terhadap nyeri e. Kegelisahan f. Perubahan TTV b. NOC 2: Kontrol Nyeri Kriteri Hasil: a. Mengenal faktor penyebab b. Gunakan tindakan pencegahan c. Gunakan tindakan non analgetik d. Gunakan analgetik yang tepat Keterangan Skala: 1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: Manajemen Nyeri 1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab. 2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif. 3) Berikan analgetik dengan tepat. 4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur. 5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi) - DX II Resiko tinggi trauma b.d. kehilangan integritas tulang (fraktur) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi trauma. NOC: Risk Control Kriteria Hasil: e. Memonitor faktor resiko lingkungan f. Memonitor faktor resiko perilaku pasien g. Menggunakan pelayanan kesehatan kongruen dengan kebutuhan h. Memonitor perubahan status kesehatan i. Partisipasi dalam perawatan untuk identifikasiresiko Keterangan Skala: 1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: Enviromental Manajement: Safety 1) Identifikasi keamanan yang dibutuhkan pasien, pada tingkat fungsi fisik dan kognitif dan perilaku yang lalu 2) Identifikasi keselamatan pasien terhadap bahaya dalam lingkungan (fisik, biologi, kimia) 3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan resiko bahaya. 4) Monitor perubahan lingkungan dalam kondisi keamanan dan keselamatan pasien. - DX III Resiko disfungsi neurovaskuler b.d. penurunan aliran darah Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan neurovaskuler perifer berfungsi kembali. NOC: Circulation Status Kriteria Hasil: a. Nadi normal b. Tekanan vena sentral normal c. Perbedaan arteriol-venous oksigen normal d. Peripheral pulse kuat e. Tidak terjadi cedera peripheral f. Tidak terjadi kelemahan yang berlebihan Keterangan Skala: 1 = Sangat kompromi 2 = Kompromi baik 3 = Cukup Kompromi 4 = Jarang Kompromi 5 = Tidak Kompromi NIC: j. NIC 1: Exercise Therapy 1) Tentukan batasan pergerakan sendi dan efek dari fungsi 2) Monitor lokasi ketidaknyamanan selama pergerakan 3) Dukung ambulasi k. NIC 2: Circulatory Care 1) Evaluasi terhadap edema dan nadi 2) Inspeksi kulit terhadap ulser 3) Dukung pasien untuk latihan sesuai toleransi 4) Kajiderajat ketidaknyamanan/nyeri 5) Turunkan ekstremitas untuk memperbaiki sirkulasi arterial - DX IV Resiko Kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga tidak mengalami kecemasan. NOC: Control Cemas Kriteria Hasil: a. Monitor Intensitas kecemasan b. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas c. Menggunakan strategi koping efektif d. Mencari informasi untuk menurunkan cemas e. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas Keterangan Skala: 1 = Tidak pernah dilakukan 2 = Jarang dilakukan 3 = Kadang dilakukan 4 = Sering dilakukan 5 = Selalu dilakukan NIC: Penurunan Kecemasan 1) Tenangkan Klien 2) Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan 3) Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis, dan tindakan. 4) Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa sakit. 5) Instruksikan pasien untuk menggunakan metode/ teknik relaksasi. - DX V Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan informasi mengenai pengobatan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien dan keluarga bertambah. NOC: Pengetahuan: proses penyakit. Kriteria Hasil: a. Mengenal tentang penyakit b. Menjelaskan proses penyakit c. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan d. Menjelaskan faktor resiko e. Menjelaskan komplikasi dari penyakit f. Menjelaskan tanda dan gejala dari penyakit Keterangan Skala: 1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: a. NIC 1: Health Care Information exchange 1) Identifikasi pemberi pelayanan keperawatan yang lain 2) Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga dalam mengimplementasikan keperawatan setelah penjelasan 3) Jelaskan peran keluarga dalam perawatan yang berkesinambungan 4) Jelaskan program perawatan medik meliputi; diet, pengobatan, dan latihan. 5) Jelaskan rencana tindakan keperawatan sebelum mengimplementasikan b. NIC 2: Health Education 1) Jelaskan faktor internal dan eksternal yang dapat menambah atau mengurangi dalam perilaku kesehatan. 2) Jelaskan pengaruh kesehatan danperilaku gaya hidup individu,keluarga/lingkungan. 3) Identifikasi lingkungan yang dibutuhkan dalam program perawatan. 4) Anjurkan pemberian dukungan dari keluarga dan keluarga untuk membuat perilaku kondusif. Post Operasi - DX I Nyeri akut b.d. agen cidera fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang. NOC: a. NOC 1: Level Nyeri Kriteria Hasil: a. Laporkan frekuensi nyeri b. Kaji frekuensi nyeri c. Lamanya nyeri berlangsung d. Ekspresi wajah terhadap nyeri e. Kegelisahan f. Perubahan TTV b. NOC 2: Kontrol Nyeri Kriteri Hasil: l. Mengenal faktor penyebab m. Gunakan tindakan pencegahan n. Gunakan tindakan non analgetik o. Gunakan analgetik yang tepat Keterangan Skala: 1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: Manajemen Nyeri 1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab. 2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif. 3) Berikan analgetik dengan tepat. 4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur. 5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi) - DX II Resiko tinggi infeksi b.d. trauma jaringan (prosedur invasif) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksitidak terjadi. NOC: a. NOC 1: Deteksi Infeksi Kriteria Hasil: a. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi b. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan c. Mampu mengidentifikasi potensial resiko b. NOC 2: Pengendalian Infeksi Kriteria Hasil: a. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi b. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan c. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi d. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko e. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai Keterangan Skala: 1 = Selalu 2 = Sering 3 = Kadang 4 = Jarang 5 = Tidak pernah NIC: Teaching diases proses 1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat 2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien 3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan 4) Gambaran tanda dan gejala penyakit 5) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan gejala yang dirasakan. - DX III Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan meurovaskuler (nyeri) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat meningkatkan mobilisasi pada tingkat yang paling tinggi NOC: Mobility level Kriteria Hasil: a. Keseimbangan penampilan b. Memposisikan tubuh c. Gerakan otot d. Gerakan sendi e. Ambulansi jalan f. Ambulansi kursi roda Keterangan Skala: 1 = Dibantu total 2 = Memerlukan bantuan orang lain dan alat 3 = Memerlukan orang lain 4 = Dapat melakukan sendiri dengan bantuan alat 5 = Mandiri NIC: Exercise Therapy: Ambulation 1) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah kecelakaan atau jatuh 2) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih pasien. 3) Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan 4) Monitor pasien dalam menggunakan alatbantujalan yang lain 5) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik ambulansi. - DX IV Resiko kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi fisik. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi. NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa Kriteria Hasil: a. Sensasi normal b. Elastisitas normal c. Warna d. Tekstur e. Jaringan bebas lesi f. Adanya pertumbuhan rambut dikulit g. Kulit utuh Keterangan Skala: 1 = Kompromi luar biasa 2 = Kompromi baik 3 = Kompromi kadang-kadang 4 = Jarang kompromi 5 = Tidak pernah kompromi NIC: Scin Surveilance 1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban 2) Monitor warna kulit 3) Monitor temperatur kulit 4) Inspeksi kulit dan membran mukosa 5) Inspeksi kondisi insisi bedah 6) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan 7) Monitor infeksi dan oedema
11. Daftar Pustaka Apley, A.C & Solomon, L. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
Capernito, Linda Juall. 1993. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ed 3. Jakarta: EGC.