Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Vegetasi
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan maupun komposisi vegetasi
secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan yang meliputi :
1) Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya.
2) Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu
jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan,
padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar. Struktur dan komposisi vegetasi
pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi,
sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan
pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan
drastis karena pengaruh anthropogenik (Setiadi, 1984; Sundarapandian dan Swamy, 2000).
Unsur struktur dari vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk.
Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis
vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas
tumbuhan (Greig-Smith, 1983 dalam Heriyanto, 2009).
Dari segi floristis ekologis, pengambilan sampling dilakukan dengan cara random
sampling hanya mungkin digunakan apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya
padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan
lebih tepat dipakai systematic sampling, bahkan purposive sampling pun boleh
digunakan pada keadaan tertentu. Luas daerah contoh vegetasi yang akan diambil datanya
sangat bervariasi untuk setiap bentuk vegetasi mulai dari 1 dm
2
sampai 100 m
2
. Suatu syarat
untuk daerah pengambilan contoh haruslah representatif bagi seluruh vegetasi yang
dianalisis. Keadaan ini dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi
berupa komunitas tumbuhan yang dibentuk oleh populasi-populasi. Jadi peranan individu
suatu jenis tumbuhan sangat penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan individu-
individu tadi, dengan demikian untuk melihat suatu komunitas sama dengan memperhatikan
individu-individu atau populasinya dari seluruh jenis tumbuhan yang ada secara keseluruhan.
Ini berarti bahwa daerah pengambilan contoh itu representatif bila didalamnya terdapat
semua atau sebagian besar dari jenis tumbuhan pembentuk komunitas tersebut (Setiadi,
1984 dalam Heriyanto 2009).
Dengan demikian pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas
tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara
keseluruhan.yang disebut luas minimum. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan,
biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam
mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama
individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga
merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Greig-Smith,
1983 dalam Heriyanto 2009).
B. Mangrove
Mangrove merupakan kombinasi antara kata Mangue (bahasa Portugis) yang berarti
tumbuhan dan Grove(bahasa Ingris) yang berarti belukar (Arief, 2003), selanjutnya menurut
Mastaller (dalam Noor, 2006) bahwa Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno
yaitu mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avecennia.
Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No.60/Kpts/Dj./1/1978 (dalam Arief, 2003) bahwa
Mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat disepanjang pantai dan muara sungai yang
masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada saat pasang dan bebas
genangan pada saat surut. Selanjutnya menurut Kitamura (2003) menyatakanbahwa
Mangrove merupakan tumbuhan tropis dan komunitasnya di daerah pasang surut. Daearah
pasang surut merupakan daerah yang mendapat pengaruh pasang surut dan terletak
disepanjang garis pantai, termasuk tepi laut, muara sungai dan teri sungai.
Berdasarkan uraian tersebut, hutan mangrove dapat dikatakan sebagai vegetasi pantai
tropis dan sub-tropis yang didominasi oleh beberapa spesies mangrove yang mampu tumbuh
dan berkembang pada daerah pasang surut, lumpur danberpasir. Namun demikian tidak
semua pantai ditumbuhi mangrove, karena untuk pertumbuhannya memiliki persyaratan,
antara lain adalah kondisi pantainya terlindung dan relatif tenang, landai dan mendapat
sedimen dari muara sungai.
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut dimana bagian daratnya
masih dipengaruhi oleh sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin,
sedangkan air lautnya masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi aliran air tawar dan semua kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan,
pencemaran dan sebagainya.
Hutan mangrove sering kali disebut hutan bakau. Bakau sebenarnya hanya salah satu
spesies tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu spesies Rhizophora sp yang
merupakan spesies yang mendominasi hutan mangrove. Meskipun demikian penggunaan
istilah hutan bakau untuk menggambarkan hutan mangrove kurang tepat karena dalam
kawasan hutan mangrove terdapat beberapa spesies yang berasosiasi di dalamnya.
Terdapat beberapa spesies mangrove yang menyusun vegetasi mangrove termasuk dalam
genus Rhizophora, Sonneratia, Xylocarpus, Avicennia dan dari suku palma seperti Nypa
fructicans (Arief, 2003). Berikut ini beberapa ciri morfologi dari setiap spesies tumbuhan
mangrove dengan melihat karakteristik morfologi akar, daun, bunga dan buah yaitu:
1. Rhizophora mucronata Lamk
Bakau/Bakau Besar (Black Mangrove). Merupakan salah satu spesies mangrove
yang banyak digunakan masyarakat untuk mengambil kayunya sebagai bahan
keperluan rumah tangga. Untuk daerah Gorontalo lebih mengenal spesies tumbuhan
ini dengan nama Wuwaata Hutihu.
Bakau merupakan spesies mangrove yang umum dijumpai karena penyebaranya
yang luas. Spesies ini dapat tumbuh mencapai 25 meter dan berakar tunjang. Bentuk
daunnya lebar dengan panjang mencapai 15-20 cm, berwarna hijau kekuningan,
terdapat bercak hitam kecil yang menyebar pada permukaan bawah daun.
Bunga berwarna putih dengan rangkaian bunga 4-8 kelopak bunga yang terletak
diketiak daun dan berukuran kecil. Buahnya berbentuk memanjang dengan ukuran
mencapai 50-70 cm dan meruncing pada bagian ujungnya. Kulit batang berwarna
coklat sampai abu-abu gelap dengan permukaan yang kasar. Akar berbentuk tongkat
yang keluar dari batang dan memiliki lentisel untuk pernapasan (Noor, 2006).
2. Rhizophora apiculata Blume
Bakau (Tall Stilted Mangrove), daerah Gorontalo mengenal spesies tanaman ini
dengan istilah Wuwaata Boyuhu. Spesies ini dapat tumbuh hingga mencapai
ketinggian 15 m pada habitat yang baik dengan sistim perakaran berupa akar tunjang.
Daun sebelah atas berwarna hijau sampai kuning kehijauan, bagian bawahnya
hijau kekuningan dan memiliki bintik-bintik hitam kecil yang menyebar diseluruh
permukaan bawah daun. Panjang daun antara 9-18 cm dan berbentuk elips.
Bunganya selalu kembar dengan panjang kelopak antara 12-14 mm, lebarnya antara
9-10 mm, berwarna orens kekuningan. Panjang buahnya berkisar antara 20-25 cm
berdiameter 1,3-1,7 cm, buah berwarna hijau sampai kecoklatan dan kulit buah kasar
(Kitamura, 2003).
3. Sonneratia alba J.E.Smith./S. Caseolaris (L.) Eng
Pedada/Bogem (Mangrove Apple). Spesies tanaman ini dalam bahasa daerah
Gorontalo dikenal dengan istilah Tamentao. Tumbuhan mangrove spesies ini yang
paling banyak dijumpai adalah Sonneratia alba. Spesies ini biasanya tumbuh
bersama dengan Sonneratia caseolaris, sehingga sulit untuk membedakan kedua
spesies ini. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan melihat bunganya.
Spesies Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris dapat tumbuh hingga mencapai
ketinggian 16 meter. Sonneratia caseolaris memiliki akar napas dengan kulit kayu
halus danSonneratia alba berakar banir dan akar papan dengan kulit kayu halus dan
berwarna coklat.
Susunan daun tunggal bersilang dengan bentuk daun bulat telur sungsang untuk
spesies Sonneratia alba dan panjang 10-15 cm sedangkan spesies Sonneratia
caseolaris bentuk daunnya jorong dan pajang 4-8 cm.
Bungan spesies Sonneratia alba berwarna putih sedangkan Sonneratia
caseolaris berwarna merah. Buahnya agak besar dengan lebar 4 cm dan berwarna
hijau dengan bentuk seperti bintang dan keras. Kulit batang halus, berwarna krem
sampai coklat dan nampak agak retak-retak dengan berbentuk akar napas, berbentuk
kerucut (Kitamura, 2003).
4. Avicennia marina (Forssk) Vierh
Api-api (Grey mangrove), dalam bahasa Gorontalo dikenal dengan nama yapi-
yapi putih. Spesies mangrove ini umumnya hidup pada sustrat berpasir atau
berlumpur tipis. Bertoleransi baik pada salinitas tinggi (salinitas laut), tinggi pohon
dapat mencapai 12 meter dengan bentuk akar berupa akar napas.
Daun bersusun tunggal dan bersilang, bentuk elips dengan ujung daun runcing
hingga membulat. Daun pada sisi sebelah atas berwarna hijau sedangkan sisi sebelah
bawah berwarna abu-abu keperakan atau putih. Panjang daun berkisar antara 5-11
cm.
Rangkai bunga 8-11 yang terletak diketiak daun pada pucuk. Bunganya
biasanya berwarna kuning hingga orens dengan diameter antara 0,4-0,5 cm. Bentuk
buah membulat dengan permukaan halus. Panjang buah 1,5-2,5 cm dan berwarna
hijau hingga kuning. Kulit batang halus, berwarna keabu-abuan hingga hijau,
(Kitamura, 2003).
5. Bruguiera gymnorrhiza (L) Lamk.
Tancang (Large-Leafed Orange Mangrove) dalam bahasa daerah Gorontalo
dikenal dengan nama Songge. Pada kondisi yang baik spesies mangrove ini dapat
tumbuh hingga mencapai ketinggian 20-31 meter dengan bentuk akar berupa akar
lutut dan banir kecil berasal dari bentukan seperti akar tunjang.
Daun memiliki panjang antara 8-15 cm, dan lebarnya antara 5-8 cm, daun
biasanya berbentuk elips, mengumpul pada ujung tangkai batang, denga warna daun
bagian atas hijau kekuningan dengan ujung daun runcing.
Bunga pada umumnya berwarna merah dan menempel pada buahnya ketika
jatuh. Buahnya berwarna hijau dan berbentuk memanjang ramping, dengan panjang
berkisar antara 20-31 cm. Kulit kayu berwarna abu-abu tua sampai coklat dengan
permukaan kasar, (Noor, 2006).
6. Crips decandra (Griff) Ding Hou
Tinggi (Yellow Mangrove), dalam bahasa daerah Gorontalo dikenal dengan
nama Molingkapoto. Spesies mangrove ini apabila berada pada habitat yang
cocok/baik dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 3-15 meter dengan bentuk
akar berupa akar banir yang berasal dari akar tunjang.
Bentuk daun bulat telur sungsang dengan panjang 3-6 cm. Daun berwarna hijau
mengkilap dengan ujung daun membundar dan letak berlawanan. Bunga berwarna
putih hingga coklat berdiametet 0,8-1,2 cm, dengan sepasang benang sari yang
terlindung oleh daun bunga. Buah biasanya berwarna hijau hingga hijau kecoklatan
dengan bentuk memanjang berdiameter 0,8-0,12 cm dan panjang buah mencapai 15
cm. Kulit kayu berwarna coklat dengan permukaan halus, (Noor, 2006).
7. Xylocarpus granatum Koen
Nyirih/siri (Cedar mangrove), dalam bahasa gorontalo tumbuhan ini dikenal
dengan nama Antai. Spesies ini dapat tumbuh mencapai lebih dari 8-20 meter dengan
bentuk akar berupa akar papan. Daunnya berwarna hijau gelap, bentuk daun elips
sampai bulat sungsang (Noor, 2006).
Susunan daun berpasangan, letak berlawanan dengan ujung membulat. Bunga
mempunyai ukuran yang kecil dan berwarna putih susu hingga putih kehijauan. Buah
berbentuk bulat dengan diameter berkisar antara 15-20 cm, berwarna coklat
kekuningan. Kulit batang agak licin dan berwarna merah kecoklatan dengan
permukaan halus (Kitamura, 2003).
Banyak spesies hewan dan jasad renik yang berasosiasi dengan hutan mangrove
baik yang terdapat pada lantai hutan maupun yang menempel pada tanaman.
Keberadaan spesies hewan dan jasad renik pada ekosistem mangrove yang akan
menimbulkan terjadinya proses pertukaran dan asimilasi energi namun hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Hutan mangrove merupakan sumber bahan organik yang dibutuhkan bagi
hewan atau biota yang hidup di ekosistem mangrove. Kawasan mangrove secara
nyata menjadi penyedia bahan makanan dan energi bagi kehidupan di pantai tropis,
serupa dengan peranan fitoplankton dan berbagai spesies alga di laut (Arief, 2003).
Hutan mangrove dapat berfungsi secara fisika, kimia, biologi dan ekonomi serta
dapat berfungsi sebagai kawasan wisata dan tempat penelitian, pendidikan dan
konservasi (Noor, 2006). Fungsi ekonomi dari hutan mangrove adalah kayunya dapat
dijadikan sebagai bahan bangunan, bahan bakar, penambakan ikan dan udang. Kulit
dijadikan sebagai bahan penyamak, obat-obatan dan sebagai bahan makanan.
Fungsi biologi hutan mangrove sebagai habitat dari berbagai macam kepiting,
udang, ikan, selain itu sebagai tempat bersarangnya burung-burung serta sebagai
pemasok bahan organik, sehingga dapat menyediakan makanan untuk organisme
yang hidup pada perairan sekitarnya (Man dalam Noor, 2006). Fungsi fisik hutan
mangrove yaitu sebagai pelindung pantai dan wilayah pesisir dari hempasan
gelombang, angin dan badai, sedangkan fungsi hutan mangrove dalam bidang
industri, yaitu sebagai penghasil arang berkualitas tinggi disamping sebagai
penghasil kayu bakar dan bahan penyamak kulit (Pramudji, 2003).
C. Struktur Vegetasi Mangrove
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa
spesies yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan
bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun
vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem
yang hidup serta dinamis (Irwanto, 2007).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai
keseimbangan yang spesifik.Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di
tempat lain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan suatu
sistem yang selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Vegetasi mangrove secara spesifik memperlihatkan adanya pola zonasi. Hal tersebut
berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir, atau gambut), keterbukaan (terhadap
hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang surut air laut (Noor, 2006).
Hutan mangrove terdiri atas berbagai spesies vegetasi. Beberapa spesies mangrove
yang dikenal antara lain Tanang Waduk (Rhizophora apicalata BL.) atau bakau putih
atau bakau gede, Tanjang Lanang (Rhizophora mucronataLMK).
Vegetasi hutan mangrove tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut air laut yang
banyak mengandung lumpur dan pasir. Vegetasi ini mampu hidup dalam genangan air
laut dan tanah yang berawa dan mengandung sedikit oksigen. Oleh karena itu vegetasi
mangrove dapat menyesuaikan diri dengan genangan air laut dan lumpur dengan cara
sebagai berikut :
a. Untuk mencegah kelebihan kadar garam maka vegetasi mangrove dapat membentuk
pori-pori khusus pada daun, batang dan akarnya, sehingga dapat mengeluarkan
partikel garam pada saat surut.
b. Dengan membentuk akar napas vegetasi mangrove dapat bernapas dalam lumpur.
c. Akar-akar yang menegakan dan menopang tumbuhan pada habitat lumpur.
d. Mempunyai cara berkecambah yang khas yaitu kecambah terbentuk sewaktu buah
masak masih tergantung didahan atau pohon, kemudian jatuh dan tertancap di lumpur
secara tegakan lurus pada waktu surut dan dapat terbawa oleh arus laut keberbagai
lokasi yang cocok untuk berkecambah pada waktu air pasang.
Kemampuan adaptasi mangrove terhadap lingkungan menunjukan adanya perbedaan
vegetasi. Noor (2006) membagi vegetasi mangrove dalam empat zona yakni:
a) Mangrove terbuka
Mangve ini berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Pada zona ini didominasi
oleh Sonnertatia alba, Avecennia marina dan Rhizophora yang merupakan spesies yang
mendominansi daerah lumpur bercampur pasir.
b) Mangrove tengah
Mangrove dibagian ini terletak di belakang mangrove zona terbuka. Dizona ini
didominasi oleh spesies Rhizophora. Namun Samingan menemukan spesies-spesies
yang lain Di Karang Agung adalah B.erioptela, B.gymnorrhiza, excoeceria aggalocha,
R. Mucronata, Xylocarpus granatum, dan X. mollucensis.
c) Mangrove payau
Mangrove ini berada disepanjang aliran sungai yang berair payau dan hampir tawar. Di
zona ini didominasi oleh spesies Nypa atau Sonneratia.
d) Mangrove daratan
Mangrove ini berada dizona perairan payau atau hampir tawar dibelakang mangrove
hijau yang sebenarnya. Spesies-spesies yang mendominasi zona ini adalah Ficus
microcapus, Intsia bijuga, N. fritucans. Lumnitzera racemosa, Pandanus sp.,
dan Xylocarpus molucensis.
Menurut Ewusie (Utami, 2010) bahwa Vegetasi suatu komunitas dapat diukur secara
kualitatif maupun secara kuantitatif. Selanjutnya menurut Gopal dan Bhardwaj (Indriyanto,
2006) bahwa Struktur vegetasi tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Ciri
kualitatif yang terpenting pada komunitas antara lain adalah susunan flora dan fauna serta
pelapisan berbagai unsur dalam komunitas. Ciri kuantitatifnya meliputi beberapa parameter
yang dapat diukur seperti densitas, dominansi dan Frekuensi.
Menurut Indriyanto (2006) bahwa Parameter kuantitatif yang digunakan untuk analisis
vegetasi anatara lain; densitas, frekuensi, luas penutupan,indeks nilai penting, perbandingan
nilai penting, indeks dominansi, indeks keanekaragaman, indeks kesamaan, dan homogenitas
suatu komunitas.
Kerapatan/densitas adalah jumlah individu suatu spesies tumbuhan dalam suatu luasan
tertentu (Idriyanto, 2006).Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan
jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis,
makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas.
Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Jenis
yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-
jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang
kurang luas (Fachrul, 2007). Dengan kata lain makin banyak ditemukannya suatu spesies
dalam sejumlah petak contoh yang dibuat berarti makin besar frekuensi spesies tersebut,
sebaliknya makin kecil ditemukannya suatu spesies dalam sejumlah petak contoh maka
semakin kecil frekuensi spesies tersebut.
Dominasi merupakan nilai yang menunjukan peguasaan suatu jenis terhadap
komunitas (Indriyanto, 2006). Dominansi dapat dinyatakan dengan menggunakan luas
penutupan tajuk atau luas basal area. Untuk menentukan dominansi spesies-spesies dalam
suatu komunitas yang bersifat heterogen, yakni dengan menggunakan rumus Indeks Nilai
Penting (INP). Penggunaan indeks nilai penting dalam menentukan dominansi spesies-
spesies dalam suatu komunitas karena kerapatan/densitas, dominansi dan frekuensi tidak
dapat digunakan satu demi satu untuk menunjukkan kedudukan relatif spesies dalam suatu
komunitas tumbuhan. Menurut Soegianto (Indriyanto, 2006) bahwa Indeks Nilai Penting
(INP) atau Inpontant Value Index merupakan indeks kepentingan yang digunakan untuk
menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan.
Indeks Nilai Penting merupakan penjumlahan dari seluruh nilai Frekuensi Relatif (FR),
Kerapatan Relatif (KR) dan Dominansi Relatif (DR) setiap spesies. Menurut Indriyanto
(2006) bahwa Suatu daerah yang hanya didominasi oleh jenis-jenis tertentu, maka
daerah tersebut dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah. Daerah yang
hanya didominansi oleh spesies-spesies tertentu, memiliki pengaruh terhadap tingkat
keanekaragaman spesies.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisus
Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9.Oxford:
Blackwell Scientific Publications
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengolahan Kawasaaan Hutan Lindung Pulau
Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis Program Studi Ilmu
Kehutatan, Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian. (Online),
(http://miftahhurrahman.googlepages.com/Analisa_vegetasi_ diseram.pdf, diakses 21
Oktober 2014.
Kitamura, Shozo., Chairil Anwar, Amalyos Chaniago dan Shingeyuki Baba. 2003. Buku
Panduan Manggrove Di Indonesia. Denpasar: Jaya Abadi
Noor, Yus Rusila,. M. Khazali dan IN. N. Suryadipura. 2006. Panduan Pengenalan
Manggrove Di Indonesia. Bogor. WI-IP.
Pramudji. 20003. Keanekaragaman Flora Di Hutan Manggrove Kawasan Pesisit Teluk
Mandar, Polewali, Propinsi Sulawesi Selatan: Kajian Pendahuluan. (online)
(http://cmsdata.iucn.org/downloads/ecological_
mangrove_restoration_bahasa_indonesia__72_dpi_.pdf. diakses 21 Oktober 2014.
Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya dengan
Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH
Purwakarta, Jawa Barat. Bogor : Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas
Pertanian IPB.
Utami, Sri. 2010. Struktur dan Komposisi Vegetasi Habitat Julang Emas (Aceros Undulatus)
Di Gunung Ungaran Jawa Tengah (Online) ( http://staff.
undip.ac.id/biologi/sri_utami/2010/07/21/struktur-dan-komposisi-vegetasi-habitat-
julang-emas-aceros-undulatus-di-gunung-ungaran-jawa-tengah/. Diaskses 21 Oktober
2014.