Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS BEAM KANTILEVER MENGGUNAKAN

METODE SOLUSI NUMERIK



disusun sebagai salah satu syarat lulus
mata kuliah MS4011 Metode Elemen Hingga


oleh
Dini Adilah Prabowo (13111075)
Niken Noor Triastuti M. V. (13111089)




PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
i |

ABSTRAK


Tegangan pada beam dapat didekati hasilnya dengan tiga pendekatan, yaitu teoretik, metode
elemen hingga, dan dengan metode numerik menggunakan perangkat lunak ANSYS.
Perhitungan dengan teoretik adalah perhitungan yang paling seirng digunakan untuk
perancangan, karena paling mendekati keadaan sebenarnya.

Pada laporan ini didapatkan kesimpulan bahwa hasil nominal teoretik dan metode elemen
hingga pada parameter slope, tegangan tumpuan, gaya tumpuan, dan deformasi adalah sama,
sehingga diperlukan nilai simulasi solusi numerik yang mendekati keadaan sebenarnya yaitu
tegangan 75 MPa.
ii |

DAFTAR ISI


ABSTRAK i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv

BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II STUDI PUSTAKA 2
BAB III DATA 9
BAB IV ANALISIS 10
4.1. Solusi Secara Teoretik 10
4.1. Solusi dengan Metode Elemen Hingga 12
4.1. Solusi dengan Simulasi Numerik 14
BAB V DISKUSI 15
BAB VI KESIMPULAN 17

DAFTAR PUSTAKA 18

iii |

DAFTAR TABEL


Tabel 5.1. Solusi beam kantilever dengan tiga metode berbeda 15

iv |

DAFTAR GAMBAR


Gambar 2.1. Elemen beam dengan perpindahan, rotasi, gaya, dan momen
nodal positif 2
Gambar 2.2. Konvensi tanda untuk gaya geser dan momen bending 2
Gambar 2.3. Distribusi beban pada beam 3
Gambar 2.4. Segmen sebelum deformasi, segmen sesudah deformasi, dan sudut
rotasi penampang silang ABCD 5
Gambar 2.5. Beam sebelum dan sesudah deformasi 7
Gambar 2.6. Beam kantilever 8
Gambar 3.1. Beam kantilever yang dianalisis 9
Gambar 4.1. Diagram gaya geser solusi teoretik 11
Gambar 4.2. Diagram momen solusi teoretik 11
Gambar 4.3. Diagram gaya geser solusi metode elemen hingga 13
Gambar 4.4. Diagram momen solusi metode elemen hingga 13
Gambar 4.5. Deformasi beam simulasi ANSYS 14
Gambar 4.6. Tegangan Von-Mises beam simulasi ANSYS 14
Gambar 5.1. Diagram perbandingan momen 15
Gambar 5.2. Diagram perbandingan gaya geser 16
1 |

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan pada berbagai aspek fisik
seperti analisis tegangan, aliran, perpindahan panas, elektrik dan bidang magnetik.
Metode elemen hingga ini dapat diamati lebih lanjut untuk dapat diketahui efek dan
sebabnya dari dan ke lingkungan luar sekitar.

Pada laporan ini dibahas analisis tegangan dengan metode elemen hingga pada beam
kantilever. Analisis tegangan ini dapat digunakan lebih lanjut untuk penggunaan analisis
tegangan pada bentuk-bentuk struktur gabungan beam yang sering ditemukan pada
kehidupan rekayasa sehari-hari.


B. Tujuan

1. Memenuhi tugas mata kuliah MS4011 Metode Elemen Hingga.
2. Membandingkan hasil simulasi numerik, perhitungan teoretik, dan perhitungan
metode elemen hingga.
2 | Studi Pustaka

BAB II
STUDI PUSTAKA


Beam adalah struktur panjang dan tipis, yang umum diberi beban melintang yang secara
signifikan menghasilkan efek bending. Deformasi bending ini diukur sebagai prpindahan
melintang dan rotasi. Karenanya, derajat kebebasan yang dimilik tiap nodal adalah
perpindahan melintang dan rotasi (berbeda dengan elemen batang yang hanya perpindahan
aksial).


Gambar 2.1. Elemen beam dengan perpindahan, rotasi, gaya, dan momen nodal positif

Seperti ditunjukkan Gambar 2.1. sebuah beam memiliki panjang L dengan koordinat aksial
lokal x dan koordinant melintang lokal . Perpindahan melintang pada nodal dilambangkan
dengan

1y
dan rotasi dengan

1
, sementara gaya pada nodal dilambangkan dengan

1y
dan
momen bending dengan
1
. Digunakan asumsi bahwa semua efek aksial diabaikan. Dan,
pada setiap nodal digunakan konvensi tanda sebagai berikut (ditunjukkan pada Gambar 2.2.):
1. Momen positif (+) berlawanan arah jarum jam.
2. Rotasi positif (+) berlawanan arah jarum jam.
3. Gaya positif (+) pada arah positif .
4. Perpindahan positif (+) pada arah positif.


Gambar 2.2. Konvensi tanda untuk gaya geser dan momen bending

3 | Studi Pustaka


(a) Beam sebelum bending (b) Beam terdeformasi setelah bending

(c) Elemen diferensial beam
Gambar 2.3. Distribusi beban pada beam

Persamaan diferensial untuk linear-elastic pada beam adalah berdasarkan penampang silang
plane, tegak lurus terhadap sumbu tengah longitudinal sebelum terjadi bending. Pada Gambar
2.3. (a) ditunjukkan plane a-c yang tegak lurus sumbu longitudinal x sebelm terjadi bending
dan pada Gambar 2.3. (b) ditunjukkan plane a-c berotasi fengan sudut masih tetap tegak
lurus terhadap sumbu x setelah bending. Hal ini terjadi hanya jika terdapat kopel murni atau
momen konstan. Kemudian berdasarkan Gambar 2.3. (c) dapat diturunkan persamaan sebagai
berikut.

= 0: ( + ) () = 0 (2.1)
= 0 atau =

(2.2)

2
= 0: + +() (

2
) = 0 atau =

(2.3)

Kemudian, kurvatur dari beam juga dapat ditemukan dengan:
=
1

(2.4)
di mana adalah jari-jari beam yang terdefleksi, perpindahan melintang sebagai fungsi
pada arah , E adalah modulus elastisitas, dan I adalah momen inersia. Untuk slope yang
kecil,

= / kurvaturnya adalah:
=

2

2
=

(2.5)
Dengan harga M dari persamaan (2.5) dan mensubstitusikannya ke persamaan (2.3) dan (2.2)
didapat:

2
(

2
) = () (2.6)
4 | Studi Pustaka

dengan EI konstan didapat:

4
= 0 (2.7)

Untuk menentukan matriks kekauan beam digunakan empat langkah berikut:

Langkah 1: Memilih tipe elemen

Memberi nodal pada tiap ujung beam dan penomorannya.

Langkah 2: Memilih fungsi perpindahan

Diasumsikan variasi perpindahan melintang di sepanjang elemen panjang adalah:
() =
1

3
+
2

2
+
3
+
4
(2.8)
Fungsi perpindahan ini mengacu pada adanya empat derajat kebebasan (perpindahan
melintang

dan rotasi

di tiap nodal). Lalu dinyatakan sebagai fungsi

1
,

1
,

2
, dan

2
.
(0) =

1
=
4

(0)

1
=
3
(2.9)
() =

2
=
1

3
+
2

2
+
3
+
4

()

2
= 3
1

2
+2
2
+
3

Dengan mensubstitusi persamaan (2.9) ke (2.8) didapat:
= [
2

3
(

2
) +
1

2
(

1
+

2
)]
3

+[
3

2
(

2
)
1

1
+

2
)]
2
+

1
+

1
(2.10)

Dalam bentuk matriks persamaan di atas menjadi:
= []{

} (2.11)
dengan {

} =
{

2
}

(2.12)
dan [] = [
1

2

3

4
] (2.13)
5 | Studi Pustaka

dan
1
=
1

3
(2
3
3
2
+
3
)
2
=
1

3
(
3
2
2

2
+
3
)

3
=
1

3
(2
3
+3
2
)
4
=
1

3
(
3

2

2
) (2.14)
Selanjutnya N
1
, N
2
, N
3
, dan N
4
disebut shape function untuk elemen beam. Untuk elemen
beam ini
1
= 1 saat dievalusi di nodal 1 dan
1
= 0 saat dievaluasi di nodal 2. Karena N
2

terhubung denga n

1
, didapat (
2
/) = 1 saat dievaluasi di nodal 1. Untuk N
3
dan N
4

memiliki analogi serupa untuk nodal 2.

Langkah 3: Menentukan hubungan regangan-perpindahan dan tegangan-regangan

Diasumsikan hubungan regangan aksial perpindahan seebagai berikut:

(, ) =

(2.15)
di mana adalah fungsi perpindahan aksial. Sesuai Gambar 2.4. didapat hubungan
perpindahan aksial dengan perpindahan melintang sebagai berikut:
=

(2.16)
dan diasumsikan penampang silang beam (misal penampang ABCD pada Gambar 2.4.) tetap
planar setelah maupun sebelum deformasi dan berotasi dengan sudut kecil, didapat:

(, ) =

2
(2.17)


Gambar 2.4. (kiri-kanan) segmen sebelum deformasi, segmen sesudah deformasi, dan sudut rotasi
penampang silang ABCD

Kemudian didapat fungsi untuk momen bending dan tegangan geser:
() = (

2
)

= (

3
) (2.18)

Langkah 4: Penurunan matriks kekakuan dan persamaan elemen

Dengan substitusi persamaan (2.10) ke (2.18) didapat:
6 | Studi Pustaka

1
=

3
(0)

3
=

3
(12

1
+6

1
12

2
+6

2
)

1
= =

2
(0)

2
=

3
(6

1
+4
2

1
6

2
+2
2

2
)

(2.19)

2
=

3
()

3
=

3
(12

1
6

1
+12

2
6

2
)

2
= =

2
(0)

2
=

3
(6

1
+ 2
2

1
6

2
+ 4
2

2
)


di mana tanda negatif pada persamaan kedua dan ketiga adalah menyesuaikan konvensi tanda
seperti ditunjukkan Gambar 2.1. dengan beam pada Gambar 2.2. Kemudian didapat:
{

2}

3
[
12 6 12 6
6 4
2
6 2
2
12 6 12 6
6 2
2
6 4
2
]
{

2
}

(2.20)
dengan matriks kekauan:

3
[
12 6 12 6
6 4
2
6 2
2
12 6 12 6
6 2
2
6 4
2
] (2.21)

Terdapat beberapa kondisi batas dalam elemen beam ini, yaitu:
1. Pin :

= 0
2. Roller :

= 0
3. Fixed support :

= 0;

= 0

Selain dengan metode numerik elemen beam juga dapat dianalisa secara teoretik. Secara
teoretik, dibangun hubungan antara momen dalam dan radius kurvatur dari kurva elastis pada
suatu titik.

Berdasarkan Gambar 2.5. dan dengan material homogen, linear-elastic, berlaku Hukum
Hooke dengan = /, dan dengan persamaan kelenturan = /, didapat:
1

(2.22)
7 | Studi Pustaka


Gambar 2.5. Beam sebelum dan sesudah deformasi

Persamaan elastic curve pada beam secara matematis dapat ditulis = (). Untuk
mendapatkan persamaan ini, terlebih dahulu persamaan kurvatur diubah ke bentuk v dan x.
Dengan ilmu kalkulus didapat:
1

=

2
/
2
[1+(/)
2
]
3/2
(2.23)
Kemudian dengan mensubstitusi persamaan (2.22) didapat:

2
/
2
[1+(/)
2
]
3/2
=

(2.24)
Untuk keperluan estetika diberi batasan pada defleksi, slope pada elastic curve, /,
dianggap sangat kecil sehingga didapat aproksimasi 1/ =
2
/
2
. Kemudian persamaan
(2.24) menjadi:

2
=

(2.25)
Dengan diferensial kedua sisi dari persamaan di atas dan dengan substitusi = /,
didapat:

2
) = () (2.26)
Dengan diferensial kembali dan substitusi = /, didapat:

2
) = () (2.27)
Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

4
= () (2.28)

3
= () (2.29)

2
= () (2.30)
8 | Studi Pustaka


Untuk beam kantilever seperti pada Gambar 2.6., dilakukan integral dua kali pada persamaan
(2.30) sehingga didapat:

2
= (2.31)

2
2
+
1
(2.32)
=

3
6
+
1
+
2
(2.33)


Gambar 2.6. Beam kantilever

Dengan substitusi kondisi batas / = 0 pada = dan = 0 pada = ke persamaan
(2.32) dan (2.33) didapat:
0 =

2
2
+
1

1
=

2
2
(2.34)
0 =

3
6
+
1
+
2

2
=

3
3
(2.35)
Dengan substitusi = / dan harga C
1
dan C
2
ke persamaan (2.32) dan (2.33) didapat:
=

2
(
2

2
) (2.36)
=

6
(
3
+ 3
2
2
3
) (2.37)
Kemudian untuk harga perpindahan dan slope maksimum terjadi pada titik A, = 0, maka:

=

2
2
(2.38)

3
3
(2.39)
9 | Data

BAB III
DATA


Sebuah beam kantilever terbuat dari baja dengan Modulus Young, E = 200 GPa,
mendapatkan gaya pada ujungnya seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. (dua dimensi).


Gambar 3.1. Beam kantilever yang dianalisis
10 | Analisis

BAB IV
ANALISIS


Berikut ini adalah tiga analisis berbada untuk beam kantilever Gambar 3.1.

4.1. Solusi Secara Teoretik

=
= (450 )

Pada nodal 1 ( = 0),
1
= 0
Pada nodal 2 ( = 0,5),
2
= 225
Pada nodal 3 ( = 1),
3
= 450
=
1
12
. .
3

=
1
12
(40. 10
3
)(30. 10
3
)
3

= 9. 10
8

4


Deformasi maksimum pada titik yang diberi beban statik berdasarkan persamaan (2.39)
adalah:

3
3

=
(450 )(1000. 10
3
)
3
3(200. 10
9
)(9. 10
8

4
)

= 8,333. 10
3


Slope maksimum pada titik yang diberi beban statik berdasarkan persamaan (2.38)
adalah:

=

2
2

=
(450 )(1000. 10
3
)
2
2(200. 10
9
)(9. 10
8

4
)

= 1,25. 10
2


Tegangan maksimum pada tumpuan adalah:
11 | Analisis


=
(450 )(15. 10
3
)
(9. 10
8

4
)

= 75. 10
6


Solusi:
Deformasi di titik yang diberi beban statik: =

= , .

=
,
Slopedi titik yang diberi beban statik: =

= , .


Tegangan di tumpuan: =

= .

=


Gambar 4.1. Diagram gaya geser solusi teoretik


Gambar 4.2. Diagram momen solusi teoretik


-600
-400
-200
0
200
400
600
0 1
G
a
y
a

G
e
s
e
r

(
N
)

x (meter)
Diagram Gaya Geser
-500
-400
-300
-200
-100
0
0 1
M
o
m
e
n

(
N
m
)

x (meter)
Diagram Momen
12 | Analisis

4.2. Solusi dengan Metode Elemen Hingga

Kondisi awal:

3
= 450

2
= 0

2
=
3
= 0
Kondisi batas:

1
= 0

1
= 0

3
=
(200. 10
9
)(9. 10
8

4
)
(500. 10
3
)
3

= 1,44. 10
5
/
2

Dari persamaan (2.20) didapat persamaan global untuk 3 nodal sesuai Gambar 4.1.
sebagai berikut:
{

3
}

3
[

12 6 12 6 0 0
6 4
2
6 2
2
0 0
12 6 12 +12 6 + 6 12 6
6 2
2
6 +6 4
2
+ 4
2
6 2
2
0 0 12 6 12 6
0 0 6 2
2
6 4
2
]

3
}


(1)
1
= (1,44. 10
5
/)[12(
2
) +6(
2
)]
(2)
1
= (1,44. 10
5
/)[6(
2
) +2
2
(
2
)]
(3)
2
= 0 = (1,44. 10
5
/)[24(
2
) 12(
3
) +6(
3
)]
(4)
2
= 0 = (1,44. 10
5
/)[8
2
(
2
) 6(
3
) +2
2
(
3
)]
(5)
3
= 450 = (1,44. 10
5
/)[12(
2
) 6(
2
) + 12(
3
) 6(
3
)]
(6)
3
= 0 = (1,44. 10
5
/)[6(
2
) + 2
2
(
2
) 6(
3
) +4
2
(
3
)]

Dilakukan penyelesaian untuk persamaan (3), (4), (5), dan (6) dengan matriks transpose,
didapat:

2
= 2,6041667. 10
3

2
= 9,375. 10
3

3
= 8,333333. 10
3

3
= 1,25. 10
2


Kemudian dapat diperoleh:
13 | Analisis

(1)
1
= (1,44. 10
5
/)[12(0,0026041667 ) + 6(0,009375 )]
= 450
(2)
1
= (1,44. 10
5
/)[6(0,0026041667 ) +2
2
(0,009375 )]
= 450

Solusi:
Deformasi di titik yang diberi beban statik (nodal 3):

= , .

=
,
Slopedi titik yang diberi beban statik:

= , .




Gambar 4.3. Diagram gaya geser solusi metode elemen hingga


Gambar 4.4. Diagram momen solusi metode elemen hingga



-600
-400
-200
0
200
400
600
0 0,5 1
G
a
y
a

G
e
s
e
r

(
N
)

x (meter)
Diagram Gaya Geser
0
100
200
300
400
500
0 0,5 1
M
o
m
e
n

(
N
m
)

x (meter)
Diagram Momen
14 | Analisis

4.3. Solusi dengan Simulasi Numerik

Besar deformasi hasil simulasi diperlihatkan oleh Gambar 4.5. berikut:

Gambar 4.5. Deformasi beam simulasi ANSYS

Besar tegangan Von-Mises hasil simulasi diperlihatkan oleh Gambar 4.6. berikut:

Gambar 4.6. Tegangan Von-Mises beam simulasi ANSYS

Solusi:
Deformasi di titik yang diberi beban statik: =

= ,
Tegangan di tumpuan: =

= ,
15 | Diskusi

BAB V
DISKUSI


Berikut ini adalah solusi dari ketiga metode yang dipaparkan pada Bab IV:
Parameter Teoretik
Metode Elemen
Hingga
Simulasi Numerik
Deformasi -8,333 mm -8,333 mm -8,316 mm
Slope 0,0125 rad 0,0125 rad 0,0127 rad*
Tegangan tumpuan 75 MPa 75 MPa* 76,347 MPa
Tabel 5.1. Solusi beam kantilever dengan tiga metode berbeda
*) dihitung dengan menggunkan persamaan pada Bab II dengan mempertimbangkan hasil
lain yang diperoleh dari perangkat lunak

Dari hasil di atas tampak adanya perbedaan pada deformasi dan tegangan tumpuan. Dengan
simulasi numerik menggunakan ANSYS didapat deformasi, di titik yang diberi beban, lebih
besar daripada hasil secara teoretik maupun metode elemen hingga. Kemudian terdapat
perbedaan juga pada tegangan tumpan hasil simulasi numerik menggunakan ANSYS dengan
hasil secara teoretik di mana harganya sedikit lebih tinggi. Hasil simulasi ANSYS
menunjukkan perbedaan karena pemberian nodalnya yang lebih banyak sehingga hasil inilah
yang lebih akurat daripada hasil kedua solusi lain.

Sedangkan ditinjau dari distribusi momen dan gaya geser didapat perbandingan sebagai
berikut.


Gambar 5.1. Diagram perbandingan momen
-600
-400
-200
0
200
400
600
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
M
o
m
e
n

(
N
m
)

x (meter)
Perbandingan Momen
MEH
Teoretik
16 | Diskusi



Gambar 5.2. Diagram perbandingan gaya geser

Pada Gamar 5.1. terdapat perbedaan antara harga momen dari solusi metode elemen hingga
dengan solusi teoretik. Hal ini terjadi karena menurut elemen hingga pada nodal 2 (lihat
Gambar 3.1.) harga momen adalah
2
= 0 sementara secara teoretik untuk nodal 2 harganya
adalah
2
= = (450 )(0,5 ) = 225 .
-600
-400
-200
0
200
400
600
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
G
a
y
a

G
e
s
e
r

(
N
m
)

x (meter)
Perbandingan Gaya Geser
MEH
Teoretik
17 | Kesimpulan

BAB VI
KESIMPULAN


Solusi yang didapat adalah:
Parameter Teoretik
Metode Elemen
Hingga
Simulasi Numerik
Deformasi -8,333 mm -8,333 mm -8,316 mm
Slope 0,0125 rad 0,0125 rad 0,0127 rad*
Tegangan tumpuan 75 MPa 75 MPa* 76,347 MPa
*) dihitung dengan menggunkan persamaan pada Bab II dengan mempertimbangkan
hasil lain yang diperoleh dari perangkat lunak
Perbandingan momen solusi metode elemen hingga dengan teoretik menunjukkan hasil
yang berbeda, yaitu pada nodal 2 (x=0,5m).
Perbandingan gaya geser solusi metode elemen hingga dengan teoretik menunjukkan
hasil yang serupa.
18 | Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA


Logan, Daryl L. 2007. A First Course in the Finite Element Method Fourth Edition. Ontario,
Canada: Thomson.
Hibbeler, Russell C. 2011. Mechanics of Materials Eight Edition. United States of America:
Pearson Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai