1y
dan rotasi dengan
1
, sementara gaya pada nodal dilambangkan dengan
1y
dan
momen bending dengan
1
. Digunakan asumsi bahwa semua efek aksial diabaikan. Dan,
pada setiap nodal digunakan konvensi tanda sebagai berikut (ditunjukkan pada Gambar 2.2.):
1. Momen positif (+) berlawanan arah jarum jam.
2. Rotasi positif (+) berlawanan arah jarum jam.
3. Gaya positif (+) pada arah positif .
4. Perpindahan positif (+) pada arah positif.
Gambar 2.2. Konvensi tanda untuk gaya geser dan momen bending
3 | Studi Pustaka
(a) Beam sebelum bending (b) Beam terdeformasi setelah bending
(c) Elemen diferensial beam
Gambar 2.3. Distribusi beban pada beam
Persamaan diferensial untuk linear-elastic pada beam adalah berdasarkan penampang silang
plane, tegak lurus terhadap sumbu tengah longitudinal sebelum terjadi bending. Pada Gambar
2.3. (a) ditunjukkan plane a-c yang tegak lurus sumbu longitudinal x sebelm terjadi bending
dan pada Gambar 2.3. (b) ditunjukkan plane a-c berotasi fengan sudut masih tetap tegak
lurus terhadap sumbu x setelah bending. Hal ini terjadi hanya jika terdapat kopel murni atau
momen konstan. Kemudian berdasarkan Gambar 2.3. (c) dapat diturunkan persamaan sebagai
berikut.
= 0: ( + ) () = 0 (2.1)
= 0 atau =
(2.2)
2
= 0: + +() (
2
) = 0 atau =
(2.3)
Kemudian, kurvatur dari beam juga dapat ditemukan dengan:
=
1
(2.4)
di mana adalah jari-jari beam yang terdefleksi, perpindahan melintang sebagai fungsi
pada arah , E adalah modulus elastisitas, dan I adalah momen inersia. Untuk slope yang
kecil,
= / kurvaturnya adalah:
=
2
2
=
(2.5)
Dengan harga M dari persamaan (2.5) dan mensubstitusikannya ke persamaan (2.3) dan (2.2)
didapat:
2
(
2
) = () (2.6)
4 | Studi Pustaka
dengan EI konstan didapat:
4
= 0 (2.7)
Untuk menentukan matriks kekauan beam digunakan empat langkah berikut:
Langkah 1: Memilih tipe elemen
Memberi nodal pada tiap ujung beam dan penomorannya.
Langkah 2: Memilih fungsi perpindahan
Diasumsikan variasi perpindahan melintang di sepanjang elemen panjang adalah:
() =
1
3
+
2
2
+
3
+
4
(2.8)
Fungsi perpindahan ini mengacu pada adanya empat derajat kebebasan (perpindahan
melintang
dan rotasi
1
,
1
,
2
, dan
2
.
(0) =
1
=
4
(0)
1
=
3
(2.9)
() =
2
=
1
3
+
2
2
+
3
+
4
()
2
= 3
1
2
+2
2
+
3
Dengan mensubstitusi persamaan (2.9) ke (2.8) didapat:
= [
2
3
(
2
) +
1
2
(
1
+
2
)]
3
+[
3
2
(
2
)
1
1
+
2
)]
2
+
1
+
1
(2.10)
Dalam bentuk matriks persamaan di atas menjadi:
= []{
} (2.11)
dengan {
} =
{
2
}
(2.12)
dan [] = [
1
2
3
4
] (2.13)
5 | Studi Pustaka
dan
1
=
1
3
(2
3
3
2
+
3
)
2
=
1
3
(
3
2
2
2
+
3
)
3
=
1
3
(2
3
+3
2
)
4
=
1
3
(
3
2
2
) (2.14)
Selanjutnya N
1
, N
2
, N
3
, dan N
4
disebut shape function untuk elemen beam. Untuk elemen
beam ini
1
= 1 saat dievalusi di nodal 1 dan
1
= 0 saat dievaluasi di nodal 2. Karena N
2
terhubung denga n
1
, didapat (
2
/) = 1 saat dievaluasi di nodal 1. Untuk N
3
dan N
4
memiliki analogi serupa untuk nodal 2.
Langkah 3: Menentukan hubungan regangan-perpindahan dan tegangan-regangan
Diasumsikan hubungan regangan aksial perpindahan seebagai berikut:
(, ) =
(2.15)
di mana adalah fungsi perpindahan aksial. Sesuai Gambar 2.4. didapat hubungan
perpindahan aksial dengan perpindahan melintang sebagai berikut:
=
(2.16)
dan diasumsikan penampang silang beam (misal penampang ABCD pada Gambar 2.4.) tetap
planar setelah maupun sebelum deformasi dan berotasi dengan sudut kecil, didapat:
(, ) =
2
(2.17)
Gambar 2.4. (kiri-kanan) segmen sebelum deformasi, segmen sesudah deformasi, dan sudut rotasi
penampang silang ABCD
Kemudian didapat fungsi untuk momen bending dan tegangan geser:
() = (
2
)
= (
3
) (2.18)
Langkah 4: Penurunan matriks kekakuan dan persamaan elemen
Dengan substitusi persamaan (2.10) ke (2.18) didapat:
6 | Studi Pustaka
1
=
3
(0)
3
=
3
(12
1
+6
1
12
2
+6
2
)
1
= =
2
(0)
2
=
3
(6
1
+4
2
1
6
2
+2
2
2
)
(2.19)
2
=
3
()
3
=
3
(12
1
6
1
+12
2
6
2
)
2
= =
2
(0)
2
=
3
(6
1
+ 2
2
1
6
2
+ 4
2
2
)
di mana tanda negatif pada persamaan kedua dan ketiga adalah menyesuaikan konvensi tanda
seperti ditunjukkan Gambar 2.1. dengan beam pada Gambar 2.2. Kemudian didapat:
{
2}
3
[
12 6 12 6
6 4
2
6 2
2
12 6 12 6
6 2
2
6 4
2
]
{
2
}
(2.20)
dengan matriks kekauan:
3
[
12 6 12 6
6 4
2
6 2
2
12 6 12 6
6 2
2
6 4
2
] (2.21)
Terdapat beberapa kondisi batas dalam elemen beam ini, yaitu:
1. Pin :
= 0
2. Roller :
= 0
3. Fixed support :
= 0;
= 0
Selain dengan metode numerik elemen beam juga dapat dianalisa secara teoretik. Secara
teoretik, dibangun hubungan antara momen dalam dan radius kurvatur dari kurva elastis pada
suatu titik.
Berdasarkan Gambar 2.5. dan dengan material homogen, linear-elastic, berlaku Hukum
Hooke dengan = /, dan dengan persamaan kelenturan = /, didapat:
1
(2.22)
7 | Studi Pustaka
Gambar 2.5. Beam sebelum dan sesudah deformasi
Persamaan elastic curve pada beam secara matematis dapat ditulis = (). Untuk
mendapatkan persamaan ini, terlebih dahulu persamaan kurvatur diubah ke bentuk v dan x.
Dengan ilmu kalkulus didapat:
1
=
2
/
2
[1+(/)
2
]
3/2
(2.23)
Kemudian dengan mensubstitusi persamaan (2.22) didapat:
2
/
2
[1+(/)
2
]
3/2
=
(2.24)
Untuk keperluan estetika diberi batasan pada defleksi, slope pada elastic curve, /,
dianggap sangat kecil sehingga didapat aproksimasi 1/ =
2
/
2
. Kemudian persamaan
(2.24) menjadi:
2
=
(2.25)
Dengan diferensial kedua sisi dari persamaan di atas dan dengan substitusi = /,
didapat:
2
) = () (2.26)
Dengan diferensial kembali dan substitusi = /, didapat:
2
) = () (2.27)
Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
4
= () (2.28)
3
= () (2.29)
2
= () (2.30)
8 | Studi Pustaka
Untuk beam kantilever seperti pada Gambar 2.6., dilakukan integral dua kali pada persamaan
(2.30) sehingga didapat:
2
= (2.31)
2
2
+
1
(2.32)
=
3
6
+
1
+
2
(2.33)
Gambar 2.6. Beam kantilever
Dengan substitusi kondisi batas / = 0 pada = dan = 0 pada = ke persamaan
(2.32) dan (2.33) didapat:
0 =
2
2
+
1
1
=
2
2
(2.34)
0 =
3
6
+
1
+
2
2
=
3
3
(2.35)
Dengan substitusi = / dan harga C
1
dan C
2
ke persamaan (2.32) dan (2.33) didapat:
=
2
(
2
2
) (2.36)
=
6
(
3
+ 3
2
2
3
) (2.37)
Kemudian untuk harga perpindahan dan slope maksimum terjadi pada titik A, = 0, maka:
=
2
2
(2.38)
3
3
(2.39)
9 | Data
BAB III
DATA
Sebuah beam kantilever terbuat dari baja dengan Modulus Young, E = 200 GPa,
mendapatkan gaya pada ujungnya seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. (dua dimensi).
Gambar 3.1. Beam kantilever yang dianalisis
10 | Analisis
BAB IV
ANALISIS
Berikut ini adalah tiga analisis berbada untuk beam kantilever Gambar 3.1.
4.1. Solusi Secara Teoretik
=
= (450 )
Pada nodal 1 ( = 0),
1
= 0
Pada nodal 2 ( = 0,5),
2
= 225
Pada nodal 3 ( = 1),
3
= 450
=
1
12
. .
3
=
1
12
(40. 10
3
)(30. 10
3
)
3
= 9. 10
8
4
Deformasi maksimum pada titik yang diberi beban statik berdasarkan persamaan (2.39)
adalah:
3
3
=
(450 )(1000. 10
3
)
3
3(200. 10
9
)(9. 10
8
4
)
= 8,333. 10
3
Slope maksimum pada titik yang diberi beban statik berdasarkan persamaan (2.38)
adalah:
=
2
2
=
(450 )(1000. 10
3
)
2
2(200. 10
9
)(9. 10
8
4
)
= 1,25. 10
2
Tegangan maksimum pada tumpuan adalah:
11 | Analisis
=
(450 )(15. 10
3
)
(9. 10
8
4
)
= 75. 10
6
Solusi:
Deformasi di titik yang diberi beban statik: =
= , .
=
,
Slopedi titik yang diberi beban statik: =
= , .
Tegangan di tumpuan: =
= .
=
Gambar 4.1. Diagram gaya geser solusi teoretik
Gambar 4.2. Diagram momen solusi teoretik
-600
-400
-200
0
200
400
600
0 1
G
a
y
a
G
e
s
e
r
(
N
)
x (meter)
Diagram Gaya Geser
-500
-400
-300
-200
-100
0
0 1
M
o
m
e
n
(
N
m
)
x (meter)
Diagram Momen
12 | Analisis
4.2. Solusi dengan Metode Elemen Hingga
Kondisi awal:
3
= 450
2
= 0
2
=
3
= 0
Kondisi batas:
1
= 0
1
= 0
3
=
(200. 10
9
)(9. 10
8
4
)
(500. 10
3
)
3
= 1,44. 10
5
/
2
Dari persamaan (2.20) didapat persamaan global untuk 3 nodal sesuai Gambar 4.1.
sebagai berikut:
{
3
}
3
[
12 6 12 6 0 0
6 4
2
6 2
2
0 0
12 6 12 +12 6 + 6 12 6
6 2
2
6 +6 4
2
+ 4
2
6 2
2
0 0 12 6 12 6
0 0 6 2
2
6 4
2
]
3
}
(1)
1
= (1,44. 10
5
/)[12(
2
) +6(
2
)]
(2)
1
= (1,44. 10
5
/)[6(
2
) +2
2
(
2
)]
(3)
2
= 0 = (1,44. 10
5
/)[24(
2
) 12(
3
) +6(
3
)]
(4)
2
= 0 = (1,44. 10
5
/)[8
2
(
2
) 6(
3
) +2
2
(
3
)]
(5)
3
= 450 = (1,44. 10
5
/)[12(
2
) 6(
2
) + 12(
3
) 6(
3
)]
(6)
3
= 0 = (1,44. 10
5
/)[6(
2
) + 2
2
(
2
) 6(
3
) +4
2
(
3
)]
Dilakukan penyelesaian untuk persamaan (3), (4), (5), dan (6) dengan matriks transpose,
didapat:
2
= 2,6041667. 10
3
2
= 9,375. 10
3
3
= 8,333333. 10
3
3
= 1,25. 10
2
Kemudian dapat diperoleh:
13 | Analisis
(1)
1
= (1,44. 10
5
/)[12(0,0026041667 ) + 6(0,009375 )]
= 450
(2)
1
= (1,44. 10
5
/)[6(0,0026041667 ) +2
2
(0,009375 )]
= 450
Solusi:
Deformasi di titik yang diberi beban statik (nodal 3):
= , .
=
,
Slopedi titik yang diberi beban statik:
= , .
Gambar 4.3. Diagram gaya geser solusi metode elemen hingga
Gambar 4.4. Diagram momen solusi metode elemen hingga
-600
-400
-200
0
200
400
600
0 0,5 1
G
a
y
a
G
e
s
e
r
(
N
)
x (meter)
Diagram Gaya Geser
0
100
200
300
400
500
0 0,5 1
M
o
m
e
n
(
N
m
)
x (meter)
Diagram Momen
14 | Analisis
4.3. Solusi dengan Simulasi Numerik
Besar deformasi hasil simulasi diperlihatkan oleh Gambar 4.5. berikut:
Gambar 4.5. Deformasi beam simulasi ANSYS
Besar tegangan Von-Mises hasil simulasi diperlihatkan oleh Gambar 4.6. berikut:
Gambar 4.6. Tegangan Von-Mises beam simulasi ANSYS
Solusi:
Deformasi di titik yang diberi beban statik: =
= ,
Tegangan di tumpuan: =
= ,
15 | Diskusi
BAB V
DISKUSI
Berikut ini adalah solusi dari ketiga metode yang dipaparkan pada Bab IV:
Parameter Teoretik
Metode Elemen
Hingga
Simulasi Numerik
Deformasi -8,333 mm -8,333 mm -8,316 mm
Slope 0,0125 rad 0,0125 rad 0,0127 rad*
Tegangan tumpuan 75 MPa 75 MPa* 76,347 MPa
Tabel 5.1. Solusi beam kantilever dengan tiga metode berbeda
*) dihitung dengan menggunkan persamaan pada Bab II dengan mempertimbangkan hasil
lain yang diperoleh dari perangkat lunak
Dari hasil di atas tampak adanya perbedaan pada deformasi dan tegangan tumpuan. Dengan
simulasi numerik menggunakan ANSYS didapat deformasi, di titik yang diberi beban, lebih
besar daripada hasil secara teoretik maupun metode elemen hingga. Kemudian terdapat
perbedaan juga pada tegangan tumpan hasil simulasi numerik menggunakan ANSYS dengan
hasil secara teoretik di mana harganya sedikit lebih tinggi. Hasil simulasi ANSYS
menunjukkan perbedaan karena pemberian nodalnya yang lebih banyak sehingga hasil inilah
yang lebih akurat daripada hasil kedua solusi lain.
Sedangkan ditinjau dari distribusi momen dan gaya geser didapat perbandingan sebagai
berikut.
Gambar 5.1. Diagram perbandingan momen
-600
-400
-200
0
200
400
600
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
M
o
m
e
n
(
N
m
)
x (meter)
Perbandingan Momen
MEH
Teoretik
16 | Diskusi
Gambar 5.2. Diagram perbandingan gaya geser
Pada Gamar 5.1. terdapat perbedaan antara harga momen dari solusi metode elemen hingga
dengan solusi teoretik. Hal ini terjadi karena menurut elemen hingga pada nodal 2 (lihat
Gambar 3.1.) harga momen adalah
2
= 0 sementara secara teoretik untuk nodal 2 harganya
adalah
2
= = (450 )(0,5 ) = 225 .
-600
-400
-200
0
200
400
600
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
G
a
y
a
G
e
s
e
r
(
N
m
)
x (meter)
Perbandingan Gaya Geser
MEH
Teoretik
17 | Kesimpulan
BAB VI
KESIMPULAN
Solusi yang didapat adalah:
Parameter Teoretik
Metode Elemen
Hingga
Simulasi Numerik
Deformasi -8,333 mm -8,333 mm -8,316 mm
Slope 0,0125 rad 0,0125 rad 0,0127 rad*
Tegangan tumpuan 75 MPa 75 MPa* 76,347 MPa
*) dihitung dengan menggunkan persamaan pada Bab II dengan mempertimbangkan
hasil lain yang diperoleh dari perangkat lunak
Perbandingan momen solusi metode elemen hingga dengan teoretik menunjukkan hasil
yang berbeda, yaitu pada nodal 2 (x=0,5m).
Perbandingan gaya geser solusi metode elemen hingga dengan teoretik menunjukkan
hasil yang serupa.
18 | Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Logan, Daryl L. 2007. A First Course in the Finite Element Method Fourth Edition. Ontario,
Canada: Thomson.
Hibbeler, Russell C. 2011. Mechanics of Materials Eight Edition. United States of America:
Pearson Prentice Hall.