Anda di halaman 1dari 39

STEP 7

1. Why he has bizarre behaviour?



Pada umumnya 40% penderita demensia berada di atas 65 tahun dengan angka insidens
187/100.000/tahunnya. Untuk demensia tidak ada perbedaan antara pria dan wanita sedangkan
untuk demensia Alzheimer lebih banyak wanita dengan rasio 1,6. Insiden demensia Alzheimer
sangatlah berkaitan dengan umur, 5% dari populasi berusia di atas 65 tahun di Amerika dan Eropa
merupakan penderita Alzheimer, dan ini sesuai dengan makin banyak populasi orang tua di
Amerika Serikat dan Eropa, maka makin tua populasinya makin banyak kasus AD, dimana pada
populasi umur 80 tahun didapati 50% penderita AD. (Sjahrir,1999)
Proses penuaan tidak dapat dihambat, baik penuaan otak maupun fisik. Otak akan atropi, sel
pyramidal neuron di neokortek dan hipokampus akan mengkerut, pengurangan dendrit dan sinaps.
Seiring dengan itu maka gerakan dan reaksi akan melambat, akan tetapi kaum tua masih dapat lari
ataupun bermain tenis secukupnya. Ingatan akan kata berkurang tetapi memori, semantik,
pengetahuan, dan vocabulary tidaklah akan menurun (Sjahrir,1999)

Definition of cognitive
Macam2 gangguan cognitive
Macam-macam gangguan daya ingatan
1. lupa
lupa ialah peristiwa tidak dapat mereproduksikan tanggapan-tanggapan kita padahal ingatan kita
sehat
2. amnesi
amnesi ialah peristiwa tidak dapan mereproduksikan tanggapan-tanggapan kita karena kita tidak
sehat
3. deja vu (vause reconnaisance)
deja vu (vause reconnaisance)/ pengenalan tipuan ialah suatu peristiwa seakan-akan pernah kenal
sesuatu padahal tidak/ belum pernah kenal
4. jamais vu
jamais vu ialah suatu peristiwa seakan-akan kita belum pernah kenal sesuatu padahal sebenarnya
sudah kenal bahkan sangat kenal
5. depersonalis
depersonalis ialah suatu peristiwa dimana seseorang tidak mengenal dirinya sendiri. Misalnya
seseorang berbuat sesuatu, waktu ditegur, dia tidak mengakui bahwa itu perbuatannya, malah
dikatakannya bahwa itu adalah perbuatan orang lain
6. derealis
derealis ialah suatu peristiwa dimana seseorang merasa asing di dalam alamnya yang riil


a.Amnesia retrograde
Ketidakmampuan seseorang mengingat pengalaman dan kejadianyang terjadi sebelum keadaan
amnesia terjadi. Keadaan amnesia initerlihat dari seseorang lupa akan kejadian yang baru saja
terjadi, sertamemori-memori jangka menengah. Memori jangka panjang
tidakterpengaruh.Gangguan ini disebabkan oleh lesi pada hipokampus (yang jugamenyebabkan
amnesia anterograde), namun secara spesifikdisebabkan oleh gangguan di daerah talamus.
Seseorang pasien yang datang ke instalasi gawat darurat setelahmengalami kecelakaan dan
mengaku lupa akan identitas dirinyasendiri hampir dipastikan bukan merupakan suatu gangguan
ingatanakibat faktor-faktor neurologi. Kejadian ini disebut dengan fugue state,dan cenderung
akibat trauma psikologis.
b.Amnesia anterograde
Jenis amnesia yang fatal karena tidak mampu mengingat,mempertahankan, dan memanggil
pengetahuan baru setelah keadaanamnesia terjadi. Contoh kasus amnesia anterograde
adalahketidakingatan penderita bahwa ia baru saja makan beberapa menitlalu, atau melupakan
kejadian penting beberapa jam yang baru sajaterjadi. Kasus yanhg cukup mengenaskan adalah
ketika Anda bertemudengan seorang penderita amnesia ini, lalu Anda pergi selama 5 menitdan
kembali lagi, namun orang ini tidak mengenali Anda.Amnesia anterograde sebagian besar
disebabkan oleh lesi pada bagianhipokampus sistem limbik. Hipokampus diduga merupakan
pusatreward-and-punishment yang merupakan mekanisme penting dalamproses pembentukan
memori.
Dementia
Gangguan yang selain memengaruhi ingatan juga memengaruhikemampuan berbahasa, tingkat
konsentrasi, dan kemampuanmemecahkan masalah. Dementia dapat diakibatkan oleh
efekpenyalahgunaan obat-obatan dan alkohol terhadap kinerja otak.

Dementia umumnya ditandai dengan kehilangan memori jangka pendek.Demensia ada yang
bersifat reversibel dan ireversibel. Meskipun dementiabanyak diderita oleh orang berusia lanjut,
semua orang dapat mengalamidementia.
2.Alzheimers Disease
Pembahasan mengenai Alzheimer tidak dapat dilepaskan dari dementia,karena dementia
cenderung diakibatkan oleh Alzheimers disease.Alzheimers Disebase diakibatkan adanya
gangguan di daerah temporalmedial. Namun demikian, secara umum Alzheimers
Diseasemenyebabkan atrofi jaringan saraf terutama di korteks serebri dan
daerahsubkorteks.Gambar 2 Perbandingan otak penderita Alzheimers Disease (kiri)dengan otak
normal (kanan)3.Sindrom Wernicke-Korsakoff Sindrom ini ditemukan oleh seorang fisiolog Rusia,
bernama SergeiKorsakoff pada tahun 1889. Sindrom ini adalah manifestasi darikekurangan
vitamin B1 (tiamin), atau penyakit beri-beri. Penyalahgunaanalkohol dan obat-obatan juga
menyebabkan sindrom ini. Sindrom ini menyebabkan penderitanya mengalami hilang
ingatan,kesulitan menceritakan runutan kejadian, menghasilkan cerita yangsesungguhnya tidak
terjadi akibat disorganisasi memori (konfabulasi), dantidak mampu membentuk memori baru.
Selain itu sindrom ini jugamenyebabkan gangguan koordinasi otot (ataksia), tremor di
ekstremitasbawah, dan perubahan kemampuan visual (seperti pergerakan mata yangtidak normal
dan penglihatan ganda). Sindrom ini terkait erat denganamnesia anterograde dalam hal informasi
deklaratif.
4. Memory-Slip
Bukan merupakan gangguan ingatan secara sepenuhnya, melainkangangguan konsentrasi dalam
menyikapi hal yang sedang dikaji. Misalnyaketika Anda melupakan dimana Anda meletakkan kunci
rumah atau kuncikendaraan.Bagian frontal otak pada seseorang yang telah berusia lanjut
akanmengalami degenerasi sehingga penyimpanan memori temporer akanlebih mudah terlupakan
Sumber : Guyton AC, Hall EJ. Textbook of Medical Physiology: 11th ed. Philadelphia:Elsevier Inc.;
2006

2. What are the correlation between the age with the patien problems?

3. Why doctor give haloperidol and rivastigmine?
Farmakodinamik
Farmakokinetik

Rivastigmine
INDIKASI
Demensia Alzheimer dengan tingkat keparahan ringan sampai sedang.

KONTRA INDIKASI




EFEK SAMPING
Kelelahan, astenia (lemah, tidak bertenaga), pusing, sakit kepala, somnolen (ketagihan tidur), gangguan
lambung-usus, gangguan psikiatris, keringat banyak, malaise (perasaan tidak enak badan yang tidak jelas),
berat badan menurun, gemetar.

DOSIS
Dosis awal : 2 kali sehari 1,5 mg. Tingkatkan secara bertahap setelah terapi selama 2 minggu.
Pemeliharaan : 2 kali sehari 1,5-6 mg.
Maksimal : 2 kali sehari 6 mg.


Haloperidol

Indikasi Dan Penggunaan Klinis:

Management of manifestasi psikosis akut dan kronis, termasuk skizofrenia dan manik negara. Ini mungkin
juga nilai dalam pengelolaan perilaku agresif dan gelisah pada pasien dengan sindrom otak kronis dan
keterbelakangan mental dan dalam mengendalikan gejala Gilles de la Tourette's syndrome.

Efek Samping:

Insomnia, reaksi depresif, dan beracun negara confusional adalah efek yang lebih umum ditemui.
Mengantuk, kelesuan, pingsan dan katalepsia, kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah, euforia, vertigo,
kejang grand mal, dan eksaserbasi gejala psikotik, termasuk halusinasi, juga telah dilaporkan.

Overdosage: Gejala: Secara umum, gejala akan overdosage berlebihan efek farmakologi yang sudah
diketahui dan reaksi yang merugikan, yang paling menonjol dari daerah yang akan 1) reaksi
ekstrapiramidal berat, 2) hipotensi, atau 3) sedasi. Pasien akan muncul pingsan dengan depresi
pernapasan dan hipotensi yang dapat cukup parah untuk menghasilkan shock-seperti negara. Reaksi yang
ekstrapiramidal akan terwujud oleh kelemahan otot atau kekakuan dan getaran umum atau lokal seperti
yang ditunjukkan oleh akinetic atau agitans masing-masing jenis.

4. What are the correlation between of hypertension and DM which the patien on symptom?

HIPERTENSI
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang
multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada
laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko
kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil
dan sedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada
daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak
arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya, katup jantung).
Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan unduskopi, atau pembesaran
kamar jantung.
DIABETES MELLITUS
2.2.5.1.2. Peran penyakit vaskuler terhadap disfungsi kognitif pada DM.
Pasien dengan DM mengalami peningkatan 2 hingga 6 kali lipat untuk
resiko stroke trombotik, dan penyakit vaskuler, ini berperan terhadap terjadinya
gangguan kognitif. Penebalan membran basement kapiler, penanda dari
mikroangiopati diabetik, juga ditemukan pada otak pasien dengan diabetes. Pasien
dengan diabetes juga ditemukan secara global mengalami penurunan laju aliran
darah serebral dan besar penurunannya berkorelasi dengan lama sakitnya.
Penurunan aliran darah serebral, digabung dengan stimulasi reseptor tromboksan
A2 yang terjadi pada pasien dengan diabetes, dapat berperan pada
ketidakmampuan pembuluh darah serebral untuk bervasodilatasi secara adekuat,
yang kemudian dapat meningkatkan kemungkinan iskemia. iskemia dan
hiperglikemia berbahaya bagi otak. Level glukosa darah yang sedikit meninggi
(lebih dari 8,6 mmol/liter) pada manusia ketika terjadi gangguan serebrovaskuler
berkorelasi dengan pemulihan klinis yang lebih buruk. 14
Salah satu mekanisme potensial dimana hiperglikemia dapat memperbesar
kerusakan iskemik adalah akumulasi laktat. Hiperglikemia menghasilkan lebih
banyak substrat untuk membentuk laktat, menimbulkan asidosis seluler dan
memperberat cedera. Mekanisme yang lain adalah akumulasi glutamate dalam
situasi hiperglikemia dan iskemia. Glutamate, suatu neurotransmitter asam amino
eksitatorik, telah terbukti menyebabkan kerusakan neuronal di dalam otak.
Meskipun mekanisme pastinya belum diketahui, tidak adanya C-peptida pada
pasien dengan diabetes dapat memperberat gangguan kognitif melalui kerjanya
pada endothelium. 14
2.2.5.1.3. Peran hipoglikemia terhadap disfungsi kognitif pada DM.
Penelitian terhadap binatang percobaan, setelah 30-60 menit level glukosa
darah berada diantara 0,12 dan 1,36 mmol/liter, terjadi nekrosis neuronal yang
disertai peningkatan aspartat ekstraseluler, alkalemia, dan kegagalan energi
neuronal, yang pada akhirnya menghasilkan elektroensefalograf mendatar.
Korteks, ganglia basalis, dan hipokampus paling rawan terhadap hipoglikemia,
dengan nekrosis laminar dan gliosis ditemukan pada region tersebut pada otopsi
yang dilakukan pada pasien yang meninggal karena hipoglikemia. Penelitian
dengan otopsi manusia lainnya yang dilakukan setelah kematian akibat
hipoglikemia menunjukkan nekrosis multifokal atau difus pada korteks serebral
dan kromatolisis sel-sel ganglion. 14
2.2.5.1.4. Peran resistensi insulin dan amiloid terhadap disfungsi kognitif
pada diabetes mellitus.
Diabetes dan insulin dapat mempengaruhi potensiasi jangka panjang.
Potensiasi jangka panjang sangat menentukan dalam pembentukan memori dan
diinduksi oleh aktivasi reseptor NMDA, suatu proses yang di-upregulasi dengan
keberadaan insulin. Tikus dengan diabetes, dan dianggap mengalami defisiensi
insulin relatif, terdapat penurunan potensiasi jangka panjang di hipokampus yang
diukur secara elektrofisiologi. Bila potensiasi jangka panjang menurun, neuron
hipokampus tikus yang terpapar insulin menunjukkan inhibisi spontan.
Kemungkinan reduksi pada uptake glukosa mempunyai efek langsung terhadap
bagaimana insulin meregulasi fungsi hipokampus pada pasien DM. 14
Resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe 2 dapat berperan pada
disfungsi kognitif melalui tiga mekanisme. Pertama, disfungsi kognitif pada
pasien dengan diabetes tipe 2 berkorelasi dengan penanda inflamatorik, dan
peningkatan inflamasi berperan dalam perkembangan penyakit Alzheimer atau
makrovaskuler. Peninggian protein C-reaktif, dan peninggian IL-6 mempengaruhi
gangguan fungsi kognitif. Pasien dengan diabetes tipe 2 mempunyai level penanda
inflamatorik lebih tinggi, antara lain proten C-reaktif, -1-antikhimotripsin, IL-6,
dan molekul adhesi interseluler 1 daripada populasi kontrol. 14
Mekanisme potensial kedua, resistensi insulin dan diabetes tipe 2 berperan
pada disfungsi kognitif adalah terputusnya aksis hipothalamus-pituitari-adrenal.
Baik binatang maupun manusia dengan DM mengalami up-regulasi aksis
hipothalamus-pituitari-adrenal, dengan peningkatan kortisol serum dibanding
dengan kontrol. Hiperkortisolemia ternyata menyebabkan disfungsi kognitif. DM
menimbulkan up-regulasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal dan
hiperkortisolemia yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif. 14
Mekanisme potensial ketiga dimana resistensi insulin dapat secara tidak
langsung berperan dalam disfungsi kognitif adalah dengan meningkatkan
pembentukan plak senilis. -amiloid dibentuk dari pembelahan protein prekrusor
amiloid (APP), diproduksi di neuron, oleh enzim sekretase dab . -amiloid
akhirnya terdegradasi oleh enzim pemecah insulin. Peptide amiloid dapat
dengan sendirinya berikatan dengan RAGE dan menghasilkan disfungsi
mikroglial dan neuronal serta stress oksidatif. Insulin dan resistensi insulin dapat
mempengaruhi metabolisme APP dan -amiloid, sehingga berpotensi
memperbesar beban plak senilis serebral. Resistensi insulin dapat menyebabkan
penurunan degradasi APP yang dapat diatasi dengan meninggikan level insulin
dalam serum dan kemungkinan besar juga di jaringan.
Universitas Sumatera Utara

5. Explain about organic mental
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Definisi
gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis
tersendiri.
Termasuk, gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder
dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak (extracerebral)
PPDGJ III

Etiologi
Etiologi Organobiologik
o Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak, gangguan
cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy, neoplasma, toksik (NAPZA), dan herediter.
o Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolisme, endokrin/hormonal,
infeksi sistemik atau penyakit autoimun.
Etiologi Psikologik
o Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak ; konflik, suatu pertentangan batin;
tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustasi, suatu
kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti salah
asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya kebutuhan psikologik seperti rasa
aman, nyaman, perhatian, kasih saying.
Etiologi Sosio-kultural
o Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal dan problrm
psikososial lainnya.
Simposium Sehari Kesehatan Jiwa, dr. Dan Hidayat SpKJ



Klasifikasi
Demensia
Sindrom amnestik dan gangguan mental organik
Gangguan mental

Blok Gangguan Mental Organik menggunakan 2 kode :
Sindrom psikopatologik (misalnya, Demensia)
Gangguan yang mendasari (misalnya, Penyakit Alzheimer)
PPDGJ III

Berdasarkan PPDGJ
Gangg.mental simptomatik: akibat sekunder dr peny/gangguan sistemik di luar otak
Gambaran klinis
- Gangg.fungsi kognitif (daya ingat,daya fikir,kemampuan belajar)
- Gangg. Sensorium (perhatian dan kesadaran)gangg.orientasi
- Sindrom dan manifestasi dr persepsi, isi pikiran dan suasana perasaan

PPDGJ:
- Psikopatologik :kognitif dan sensorium
- Gangg.yg mendasari : Sindrom dan manifestasi dr persepsi, isi pikiran dan suasana perasaan
(halusinasi, waham)
Demensia:kognitif tanpa sensorium
Delerium: kognitif dan sensorium

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

In the past, these conditions were classified under the heading organic mental disorders or anorganic brain
disorders. Traditionally, those disorders had an identifiable pathological condition such as brain tumor,
cerebrovascular disease, or drug intoxication. Those brain disorders with no generally accepted organic
basis (e.g., depression) were called functional disorders.
This century-old distinction between organic and functional disorders is outdated and has been deleted
from the nomenclature. Every psychiatric disorder has an organic (i.e., biological or chemical) component.
Because of this reassessment, the concept of functional disorders has been determined to be misleading,
and the term functional and its historical opposite, organic, are not used in DSM-IV-TR

In the text revision of the fourth edition of Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR),
three groups of disordersdelirium, dementia, and the amnestic disordersare characterized by
the primary symptom common to all the disorders, which is an impairment in cognition (as in
memory, language, or attention). Although DSM-IV-TR acknowledges that other psychiatric disorders
can exhibit some cognitive impairment as a symptom, cognitive impairment is the cardinal symptom in
delirium, dementia, and the amnestic disorders. Within each of these diagnostic categories, DSM-IV-TR
delimits specific types (Table 10.1-1).



Cognition includes memory, language, orientation, judgment, conducting interpersonal
relationships, performing actions (praxis), and problem solving. Cognitive disorders reflect
disruption in one or more of the above domains, and are also frequently complicated by behavioral
symptoms.

DELIRIUM
Delirium is marked by short-term confusion and changes in cognition.
There are four subcategories based on several causes: (1) general medical condition (e.g., infection); (2)
substance induced (e.g., cocaine, opioids, phencyclidine [PCP]); (3) multiple causes (e.g., head trauma and
kidney disease); and (4) delirium not otherwise specified (e.g., sleep deprivation).
DEMENTIA
Dementia is marked by severe impairment in memory, judgment, orientation, and cognition.
The six subcategories are (1) dementia of the Alzheimer's type, which usually occurs in persons over 65
years of age and is manifested by progressive intellectual disorientation and dementia, delusions, or
depression; (2) vascular dementia, caused by vessel thrombosis or hemorrhage; (3) other medical
conditions (e.g., human immunodeficiency virus [HIV] disease, head trauma, Pick's disease, Creutzfeldt-
Jakob disease, which is caused by a slow-growing transmittable virus); (4) substance induced, caused by
toxin or medication (e.g., gasoline fumes, atropine); (5) multiple etiologies; and (6) not otherwise specified
(if cause is unknown).
AMNESTIC DISORDERS
Amnestic disorder is marked by memory impairment and forgetfulness
The three subcategories are (1) caused by medical condition (hypoxia); (2) caused by toxin or medication
(e.g., marijuana, diazepam); and (3) not otherwise specified.

Gambaran Delirium Demensia
Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik
Awal Cepat Lambat laun
Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi,
dehidrasi, guna/putus obat
Biasanya penyakit otak kronik
(spt Alzheimer, demensia
vaskular)
Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun
Perjalanan
sakit
Naik turun Kronik progresif
Taraf
kesadaran
Naik turun Normal
Orientasi Terganggu, periodik Intak pada awalnya
Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas
Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya
Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat
Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang
terganggu
Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali
sundowning
Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal
Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya
Atensi &
kesadaran
Amat terganggu Sedikit terganggu
Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel
Penanganan Segera Perlu tapi tak segera
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang
tindih dengan demensia adalah umum

Membedakan Delirium Dengan Psikosa
Gejala Umum Delirium GEjala Umum Psikosa
(penyakit fisik) (kelainan mental)
Bingung tentang waktu, tanggal, tempat
atau identitas
Biasanya sadar akan waktu, tempat
& identitas
Sulit memusatkan perhatian
Mampu memusatkan perhatian
Lupa akan peristiwa yg baru saja terjadi
Berfikir tidak logis tetapi ingat akan
peristisa yg baru saja terjadi
Tidak mampu berfikir secara logis atau
melakukan perhitungan sederhana
Mampu melakukan perhitungan
sederhana
Demam atau pertanda infeksi lainnya
Riwayat kelainan psikis sebelumnya
Halusinasi (lihat)
Halusinasi (dengar)
Terdapat bukti pemakaian obat
-
Tremor
-

Gambaran Demensia Delirium Pseudodemensia
Umur
Riwayat
Awal
Lamanya
Perjalanan
Taraf kesadaran
Orientasi
Afek
Alam pikiran
Daya Ingat
Persepsi
Psikomotor
Tidur
Atensi & kesadaran
Reversibilitas
Biasanya lansia
Kronik
Lambat laun
Berbulan-
bulan/bertahun-tahun
Kronik progresif
Normal
Intak pd awalnya
Labil tapi tidak cemas
Turun jumlahnya
Jgk pendek dan jgk
panjang terganggu
Halusinasi jarang
(kecuali fase berat)
Normal (kecuali fase
berat)
Sedikit terganggu
Sedikit terganggu
Umumnya ireversibel
Tak spesifik
Akut
Cepat
Berhari-
hari/berminggu-
minggu
Naik turun
Naik turun
Terganggu,periodik
Cemas dan iritabel
Sering terganggu
Jgk pendek
terganggu secara
nyata
Halusinasi
(terutama visual)
Retardasi, agitasi
,atau campuran
Terganggu
Amat terganggu
Sering reversibel
Tak spesifik
Gangguan afek
Samar
Berhari-hari/berminggu-
minggu
Cepat
Distress
Apatis
Depresi
Turun jumlahnya
Agak terganggu
Kadang-kadang
Apatis
Terganggu
Apatis
Reversibel

6. Demensia (definition,etiologi,classification, risk factor,criteria diagnostic, management
terapy, DD)

Demensia
o Suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur
kortikal yang multipel .
o (PPDGJ-III )
o Suatu defisit yang didapat dalam fungsi intelektual, termasuk
gangguan bahasa, kognisi ( perhitungan, pertimbangan, dan
abstraksi ), ketrampilan visuo-spasial, dan ingatan.

( BUKU SAKU PSIKIATRI, EGC ) DEMENSIA adalah penurunan atau hilangnya fungsi kognitip
yaitu hilangnya kemampuan daya ingat (mudah lupa), perhatian dan konsentrasi, gangguan
berbahasa (lupa kata), kesulitan mengambil keputusan dan emosi labil.

Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan,
dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian,
dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.

Demensia adalah suatu sindrom yang dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas
intelektual, melibatkan tidak hanya ingatan, namun juga kognitif, bahasa, kemampuan visual dan
kepribadian. Kelima komponen tersebut tidak harus terganggu seluruhnya, namun pada sebagian
besar kasus, kelima komponen ini memang terganggu dalam derajat yang bervariasi (Gallo,
Joseph J : 1998).


Demensia adalah suatu kondisi konvusi kronik dan kehilangan kemapuan kognitif secara global
dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik (Watson, Roger : 2003).

Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/
memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brockle Hurst &
Allen, 1987 dalam Darmojo : 2004).



o Klasifikasi


2.3.2 Jenis Dementia
2.3.2.1 Dementia jenis alzheimer
a. Dengan awitan dini (usia 65 tahun)
b. Dengan awitan lambat (usia di atas 65 tahun)
c. Dengan delirium
d. Dengan waham
e. Dengan perasaan depresif
f. Tanpa penyulit
2.3.2.2 Dementia Vaskular (dahulu multi-infarct dementia)
a. Dengan delirium
b. Dengan waham
c. Dengan perasaan depresif
d. Tanpa penyulit
2.3.2.3 Dementia karena kondisi medik umum lainnya
a. Demensia karena infeksi
b. Demensia karena trauma kepala
c. Demensia karena penyakit parkinson
d. Demensia karena penyakit huntington
e. Demensia karena penyakit pick
f. Demensia karena penyakit creutzfeldt-jakob
2.3.2.4 Dementia karena penggunaan substansi tertentu dalam angka lama
2.3.2.5 Demensia karena etiologi multipleks
2.3.2.6 Demensia yang tidak terspesifikasi
Menurut Umur:
o Demensia senilis (>65th)
o Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
o Reversibel
o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
Menurut kerusakan struktur otak
o Tipe Alzheimer
o Tipe non-Alzheimer
o Demensia vaskular
o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
o Demensia Lobus frontal-temporal
o Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
o Morbus Parkinson
o Morbus Huntington
o Morbus Pick
o Morbus Jakob-Creutzfeldt
o Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker
o Prion disease
o Palsi Supranuklear progresif
o Multiple sklerosis
o Neurosifilis
o Tipe campuran
Menurut sifat klinis:
o Demensia proprius
o Pseudo-demensia
Menurut Lesinya
a. dementia subkortikal : penyakit huntington, Parkinson, Hidrosefalus tekanan normal, dementia
multi-infark, penyakit Wilson
b. dementia kortikal : disertai dengan adanya gangguan pergerakan, apraksia gaya berjalan,
retardasi psikomotor, apati, akinetik dementia tipe alzaiemer, penyakit Creutzfeldt Jacob, dan
penyakit Pick

a. Klasifikasi dan cirri-ciri
a. Demensia tipe alzheimer
SINOPSIS PSIKIATRI PPDGJ-III
Perkembangan defisit kognitif yang
dimanifestasikan oleh baik :
1) Gangguan daya ingat ( gangguan
kemampuan dalam mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari
sebelumnya )
2) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif
berikut :
a) Afasia ( gangguan bahasa )
b) Apraksia ( gangguan kemampuan
untuk aktivitas motorik walaupun
Terdapatnya gejala
demensia
Onset bertahap (
insidious onset ) dengan
deteriorasi lambat. Onset
biasanya sulit ditentukan
waktunya yang persis,
tiba orang lain sudah
menyadari adanya
kelainan tersebut. Dalam
perjalanan penyakitnya
dapat terjadi suatu taraf
fungsi motorik adalah utuh )
c) Agnosia ( kegagalan untuk
mengenali atau mengidentifikasi
benda walaupun fungsi sensorik
adalah utuh )
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (
yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan dan
abstrak )
Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2
masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan suatu
penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
Perjalanan penyakit ditandai oleh onset
yang bertahap dan penurunan kognitif
yang terus-menerus
Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2
bukan salah satu dari berikut :
1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang
menyebabkan defisit progresif dalam
daya ingat dan kognisi ( misalnya,
penyakit serebrovaskular, penyakit
Parkinson, penyakit Huntington,
hematoma subdural, hidrosefalus
tekanan normal, tumor otak )
2) Kondisi sistemik yang diketahui
menyebabkan demensia ( misalnya,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12
atau asam folat, defisiensi niasin,
yang stabil ( plateau )
secara nyata
Tidak adanya bukti klinis,
atau temuan dari
pemeriksaan khusus,
yang menyatakan bahwa
kondisi mental itu dapat
disebabkan oleh penyakit
otak atau sistemik lain
yang dapat menimbulkan
demensia ( misalnya
hipotiroidisme,
hiperkalsemia, defisiensi
vitamin B12, defisiensi
niasin, neurosifilis,
hidrosefalus bertekanan
normal, atau hematoma
subdural
Tidak adanya serangan
apoplektik mendadak,
atau gejala neurologik
kerusakan otak fokal
seperti hemiparesis,
hilangnya daya sensorik,
defek lapangan pandang
mata, dan inkoordinasi
yang terjadi dalam masa
dini dari gangguan itu (
walaupun fenomena ini
dikemudian hari dapat
hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi HIV )
3) Kondisi akibat zat
Defisit tidak terjadi semata-mata
selama perjalanan suatu delirium
Gangguan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan aksis I
lainnya ( misalnya, gangguan
depresif berat, skizofrenia )
bertumpang tindih )

b. Demensia vaskular
SINOPSIS PSIKIATRI PPDGJ-III
Perkembangan defisit kognitif yang
dimanifestasikan oleh baik :
1) Gangguan daya ingat ( gangguan
kemampuan dalam mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari
sebelumnya )
2) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif
berikut :
a) Afasia ( gangguan bahasa )
b) Apraksia ( gangguan kemampuan
untuk aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik adalah utuh )
c) Agnosia ( kegagalan untuk
mengenali atau mengidentifikasi
benda walaupun fungsi sensorik
adalah utuh )
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (
yaitu merencanakan,
Terdapatnya gejala demensia
Hendaya fungsi kognitif biasanya
tidak merata ( mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan
daya pikir, gejala neurologis
fokal ). Daya tilik dari ( insight )
dan daya nilai (judgment) secara
relatif tetap baik
Suatu onset yang mendadak
atau deteriorasi yang bertahap,
disertai adanya gejala neurologis
fokal, meningkatkan
kemungkinan diagnosis
demensia vaskuler. Pada
beberapa kasus, penetapan
hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan CT-Scan atau
pemeriksaan neuropatologis
mengorganisasi, mengurutkan dan
abstrak )
Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2
masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan suatu
penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
Tanda dan gejala neurologis fokal (
misalnya, peninggian refleks tendon
dalam, respon ekstensor plantar, palsi
pseudobulbar, kelainan gaya berjalan,
kelamahan pada satu ekstremitas ) atau
tanda laboratorium adalah indikatif untuk
penyakit serebrovaskular ( misalnya, infark
multipel yang mengenai korteks dan
substansia putih di bawahnya )yang
dianggap berhubungan secara etiologi
dengan gangguan
Defisit tidak terjadi semata selama
perjalanan delirium

c. Demensia karena kondisi medis umum lain
SINOPSIS PSIKIATRI
Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan oleh baik :
1) Gangguan daya ingat ( gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru
dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya )
2) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut :
a) Afasia ( gangguan bahasa )
b) Apraksia ( gangguan kemampuan untuk aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik adalah utuh )
c) Agnosia ( kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh )
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif ( yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak )
Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu kondisi medis yang
tertulis di bawah ini
Defisit tidak terjadi semata selama perjalanan delirium


d. Demensia menetap akibat zat
SINOPSIS PSIKIATRI
Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan oleh baik :
1) Gangguan daya ingat ( gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru
dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya )
2) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut :
a) Afasia ( gangguan bahasa )
b) Apraksia ( gangguan kemampuan untuk aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik adalah utuh )
c) Agnosia ( kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh )
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif ( yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak )
Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
Defisit tidak terjadi semata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap
melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat
Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat
( misalnya, suatu obat yang disalahgunakan, medikasi )



e. Demensia karena penyebab multipel
SINOPSIS PSIKIATRI
Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan oleh baik :
3) Gangguan daya ingat ( gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru
dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya )
4) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut :
e) Afasia ( gangguan bahasa )
f) Apraksia ( gangguan kemampuan untuk aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik adalah utuh )
g) Agnosia ( kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh )
h) Gangguan dalam fungsi eksekutif ( yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak )
Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gangguan memiliki lebih dari satu penyebab ( misalnya, trauma kepala
ditambah penggunaan alkohol kronis, demensia tipe Alzheimer dengan perkembagan
demensia vaskular selanjutnya )
Defisit tidak terjadi semata selama perjalanan delirium

f. Demensia yang tidak ditentukan
SINOPSIS PSIKIATRI
Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi kriteria
tipe spesifik yang dijelaskan dalam bagian ini. Contohnya adalah gambaran klinis
demensia yang tidak terdapat bukti cukup untuk menegakkan etiologi spesifik


Etiologi
















FAKTOR RESIKO
- Bertambahnya usia, riwayat keluarga yang positif, dan
cedera kepala.
- Toksin dari lingkungan.
- Stres, kecemasan dan sikap pesimis yang berlebihan.
- Genetik :
- Lipoprotein E-epsilon 4 yang rapuh dan gampang
mengalami mutasi.
- Protein prekursor amiloid (APP) pada kromosom 21.
- Trisomi kromosom 21 (downs syndrom). Pasien dengan
sindrom down cenderung terkena alzheimer onset dini
pada usia di atas 30 tahun.
- Gen presenilin I yang terdapat di kromosom 14. Mutasi
pada gen inilah yang berkaitan erat dengan Alzheimer
familial.
- Gen presenilin II pada kromosom 1. Mutasi pada gen ini
berkaitan erat dengan penyakit Alzheimer yang terjadi
pada penduduk di daerah sungai Volga, Rusia.
DDrugs ( obat-obatan )
E Emotional ( gangguan emosi, misal : depresi,
dll )
M Metabolik/ endokrin
E Eye & Ear ( disfungsi mata dan telinga )
NNutrisional
T Tumor & trauma
I Infeksi
A Arteriosklerotik ( komplikasi penyakit
aterosklerosis, misal : infark miokard,
gagal jantung, dll ) dan alkohol


Demensia Tipe Alzheimer
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah terjadi kemajuan dalam
mengerti dasar molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi
gangguan. Faktor genetik dianggap berperan dalam perkembangan gangguan dalam sekurangnya
beberapa kasus. Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa angka persesuaian
untuk kembar monozigotik adalah lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik.
Neuropatologi. Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien de-
gan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan pembesaran
ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-bercak senilis,
kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50 persen di korteks), dan
degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen
sitoskeletal, terutama protein tau berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal lainnya juga
ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena keadaan
tersebut juga ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistik (punch-drunk syndrome),
Kompleks demensia-Parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak orang lanjut usia
yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya ditemukan di korteks, hipokampus, substansia ni-
gra, dan lokus sereleus.
Plak senilis, juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk penyakit Alzheimer,
walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down dan, sampai derajat tertentu,
pada penuaan normal. Plak senilis terdiri dari protein tertentu, beta/A4 dan astrosit, prosesus
neuronal distrofik, dan mikroglia. Jumlah dan kepadatan plak senilis yang terdapat pada otak orang
yang telah meninggal (postmortem) telah dihubungkan dengan beratnya penyakit pada orang yang
terkena tersebut.
Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan panjang dari
kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk
protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan kandungan utama dari plak senilis,
adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk penghancuran protein
prekursor amiloid. Pada sindroma Down (trisomi 21), terdapat tiga cetakan protein prekursor
amiloid, dan pada penyakit di mana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor
amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan.
Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama
yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab; tetapi, banyak kelompok peneliti
secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor amiloid dan prosesnya
pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis adalah
asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer.
Beberapa penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis bahwa suatu de-
generasi spesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada nukleus basalis Meynerti pada pasien
dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada
penyakitAlzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam
otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan
konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada.
Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis
kolinergik, seperti scopolamine dan atropine, mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis
kolinergik, seperti physostigmine dan arecholine, telah dilaporkan meningkatkan kemampuan
kognitif. Penurunan aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan
neuron yang mengandung norepinefrin di dalam lokus sereleus yang telah ditemukan pada
beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmiter
lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua peptida neuroaktif,
somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer.
Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkem-
bangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fos-
folipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan-yaitu, lebih kaku-dibandingkan
normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi molekular
(molecular resonance spectroscopic; MRS) untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasien
dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor
kausatif karena kadar aluminium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan
penyakit Alzheimer.
Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan satu salinan
gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4. Orang
dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih sering dan
pada orang tanpa gen E4.
Demensia Vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang
multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada
laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko
kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil
dan sedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada
daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak
arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya, katup jantung).
Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan unduskopi, atau pembesaran
kamar jantung.
Penyakit Binswanger. Penyakit Binswanger juga dikenal sebagai ensefalopati
arteriosklerotik subkortikal. Penyakit ini ditandai dengan adanya banyak infark-infark kecil
pada substansia alba, jadi menyerang daerah kortikal. Walaupun penyakit Binswanger
sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang, kemajuan teknik pencitraan yang
canggih dan kuat, seperti pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging;
MRI), telah menemukan bahwa kondisi tersebut adalah lebih sering daripada yang
sebelumnya dipikirkan.

Penyakit Pick
Berbeda dengan distribusi patologi parietaltemporal pada penyakit Alzheimer, penyakit Pick
ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga menga-
lami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa
elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak
diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-
kira 5 persen dari semua demensia yang ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki- laki,
khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan kondisi tersebut.
Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit Pick
lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang
relatif bertahan. Gambaran sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya, hiperseksualitas, plasiditas,
hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit Alzheimer.
Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang yang disebabkan oleh
agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen infektif), paling mungkin
suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA.
Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan prion adalah scrapie (penyakit pada domba),
kuru (suatu gangguan degeneratif sistem saraf pusat yang fatal pada suku di dataran tinggi Guinea
di mana prion ditransmisikan melalui kanibalisme ritual), dan sindroma Gesrtman-Straussler (suatu
demensia progresif, familial, dan sangat jarang). Semua gangguan yang berhubungan dengan
prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai dengan tidak
adanya respon imun inflamasi.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt- Jacob dapat ditransmisikan
secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi, se-
bagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai individual dalam usia 50-an. Terdapat bukti
bahwa periode inkubasi mungkin relatif singkat (satu sampai dua tahun) atau relatif lama (8 sampai
16 tahun). Onset penyakit ditandai oleh perkembangan tremor, ataksia gaya berjalan, mioklonus,
dan demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif menyebabkan demensia yang berat dan
kematian dalam 6 sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan serebrospinal biasanya tidak mengung-
kapkan kelainan, dan pemeriksaan tomografi komputer dan MRI mungkin normal sampai
perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG)
yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi.
Penyakit Huntington
Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang terlihat
pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh kelainan motorik
yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal.
Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan
melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium
awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap.
dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidens:
depresi dan psikosis, di samping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik.
Penyakit Parkinson
Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis yang
sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien dengan
penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai
gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada pasien dengan
penyakh Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang
terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia).
Demensia yang Berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia dan gejala
psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka tahunan
kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen pasien dengan sindroma imunodefisiensi didapat
(AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat otopsi. Perkembangan demensia pada
pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada
pemeriksaan MRI.
Demensia yang Berhubungan dengan Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan suatu sekuela dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindroma
neuropsikiatrik.
Sinopsis Psikiatri Jilid I, Kaplan dan Sadock

gejala klinis
Pada stadium awal demensia, pasien menunjukkan kesulitan untuk mempertahankan kinerja
mental, fatigue, dan kecenderungan untuk gagal jika suatu tugas adalah baru atau kompleks atau
memerlukan penggeseran strategi pemecahan maslah. Ketidakmampuan melakukan tugas
menjadi makin berat dan menyebar ke tugas-tugas harian, seperti berbelanja, saat demensia
berkembang. Akhirnya, pasien demensia mungkin memerlukan pengawasan dan bantuan yang
terus menerus untuk melakukan bahkan tugas yang paling dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan
pemikiran, dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit
berlanjut. Perubahan afektif dan perilaku, seperti kontrol impuls yang defektif dan labilitas
emosional, sering ditemukan, seperti juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid.
Gangguan Daya Ingat
Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia, khususnya
pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan
demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya paling jelas untuk peristiwa yang baru
terjadi, seperti melupakan nomor telepon, percakapan, dan peristiwa hari tersebut. Saat perjalanan
dimensia berkembang, gangguan emosional menjadi parah, dan hanya informasi yang dipelajari
paling baik (sebagai contohnya, tempat kelahiran) dipertahankan.
Orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu, orientasi
dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai contohnya,
pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar
mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukkan
gangguan pada tingkat kesadaran.
Gangguan Bahasa
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia vas-
kular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Pada kenyataannya, DSM-IV me-
masukkan afasia sebagai salah satu kriteria diagnostik. Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh
cara berkata yang samar-samar, stereotipik, tidak tepat, atau berputar-putar. Pasien mungkin juga
memiliki kesulitan dalam menyebutkan nama suatu benda.
Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi
keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat selama perkem-
bangan demensia. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi introvert dan tampaknya
kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang
mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota keluarga dan
pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan
kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.
Psikosis
Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien demensia, terutama pasien dengan demensia tipe
Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40 persen pasien memiliki waham, terutama
dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik, walaupun waham yang kompleks,
menetap, tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk
kekerasan lainnya adalah sering pada pasien demensia yang juga mempunyai gejala psikotik.
Gangguan Lain
Psikiatrik. Di samping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecernasan adalah gejala
utama pada kira-kira 40 sarnpai 50 persen pasien demensia, walaupun sindroma gangguan
depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen pasien
demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis-
yaitu, emosi yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.
Neurologis. Di samping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia adalah sering, dan
keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial dalam DSM-IV. Tanda neurologis
lain yang dapat berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat pada kira-kira 10
persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer dan 20 persen pasien dengan demensia vaskular,
dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus parietalis nondominan. Refleks
primitif-seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan palmomental mungkin
ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan pada 5 sampai 10 persen
pasien.
Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala neurologis tambahan-seperti nyeri
kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur-mungkin
menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartria, dan disfagia juga le-
bih sering pada demensia vaskular dibandingkan demensia lain.
Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan untuk
menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai perilaku abstrak. Pasien mempunyai
kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh tunggal dalam membentuk konsep, dan dalam
mengambil perbedaan dan persamaan di antara konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan untuk
memecahkan masalah, untuk memberikan alasan secara logis dan untuk membuat pertimbangan
yang sehat adalah terganggu. Goldstein juga menggambarkan suatu reaksi katastropik, yang
ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah
keadaan yang menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut
dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual,
seperti mengubah subyek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain.
Tidak adanya pertimbangan kontrol impuls yang buruk sering ditemukan khususnya pada
demensia yang terutama mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut adalah
bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan dan higine pribadi, dan
mengabaikan aturan konvensional tingkah laku sosial.
Sindroma "sundowner." Sindroma downer ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia dan terjatuh
secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami sedasi berat
dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat
psikoaktif. Sindroma juga terjadi pada pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti cahaya dan
isyarat yang menyatakan interpersonal adalah menghilang.
Onset yang perlahan-lahan dengan perjalanan yang memburuk secara progresif, tidak adanya
tanda neurologis, tidak adanya riwayat trauma atau penyakit serebrovaskular, hasil tes darah yang
normal, dan bukti atrofi kortikal pada CT scan berarti diagnosis demensia tipe Alzheimer. Karena
tidak terdapat ciri psikotik atau gangguan mood, diagnosis dicatat tanpa komplikasi. Beratnya
demensia dinyatakan sebagai moderat karena pasien memerlukan suatu pengawasan.
Sinopsis Psikiatri Jilid I, Kaplan dan Sadock

Diagnostic

Diagnosis
DIMENTIA
Diagnosis dementia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan status
mental dan informasi dari anggota keluarga, teman-teman dan tempatnya bekerja. Keluhan
perubahan kepribadian seorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun menyatakan bahwa suatu
diagnosis dementia harus dipertimbangkan dengan cermat.
Keluhan pasien penderita dimentia adalah gangguan intelektual dan menjadi pelupa, demikian
juga bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditunjukkan untuk menyembungikan
deficit kognitif. Keteraturan yang berlebihan, penarikan social, atau kecenderungan untuk
menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam perincian yang kecil-kecil dapat merupakan
karakteristik. Ledakan kemarahan yang tiba-tiba atau terjadinya sarkasme. Penampilan dan
perilaku pasien harus diperhatikan. Labilitas emosi, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak
tertahan, gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah yang kosong menyatakan adanya dimentia,
terutama jika disertai gangguan ingatan.
DIMENTIA TIPE ALZHEMEIR
Kriteria diagnostic DSM IV untuk dementia tipe alzhemeir ditanai dengan adanya gangguan
ingatan dan disertai terdapatnya sekurang-kurangnya satu gejala lain dari penurunan kognitif (
afasia, apraksia, agnosia, atau fungsi eksekutif yang abnormal). Penurunan yang terus menerus
pada fungsi sosial dan pekerjaan.
DIMENTIA TIPE VASKUKULER
Gejala umum dari dimentia vaskuler adalah sama dengan dementia tipe alzhemeir, tetapi
diagnosis dementia vascular memerlukan adanaya bukti klinis maupun laboratories yang
mendukng Penyebab vaskuler dari dementia.DSM-IV menuliskan enam penyebab spesifik
dementia yang dapat diberi kode seca ra langsung yaitu penyakit HIV, trauma kepala, penyakit
Parkinson, penyakit hutington, penyakit pick dan penyakit Creutzfeldt-Jakob.

DD
Gambaran Demensia Delirium Pseudodemensi
a
Umur
Riwayat
Awal
Lamanya
Perjalanan
Taraf
kesadaran
Orientasi
Afek
Alam pikiran
Daya Ingat
Persepsi
Psikomotor
Tidur
Atensi &
kesadaran
Reversibilita
s
Biasanya
lansia
Kronik
Lambat laun
Berbulan-
bulan/bertahun
-tahun
Kronik
progresif
Normal
Intak pd
awalnya
Labil tapi tidak
cemas
Turun
jumlahnya
Jgk pendek
dan jgk
panjang
terganggu
Halusinasi
jarang (kecuali
fase berat)
Normal (kecuali
fase berat)
Sedikit
terganggu
Sedikit
terganggu
Umumnya
ireversibel
Tak spesifik
Akut
Cepat
Berhari-
hari/berminggu-
minggu
Naik turun
Naik turun
Terganggu,periodi
k
Cemas dan iritabel
Sering terganggu
Jgk pendek
terganggu secara
nyata
Halusinasi
(terutama visual)
Retardasi, agitasi
,atau campuran
Terganggu
Amat terganggu
Sering reversibel
Tak spesifik
Gangguan afek
Samar
Berhari-
hari/berminggu-
minggu
Cepat
Distress
Apatis
Depresi
Turun jumlahnya
Agak terganggu
Kadang-kadang
Apatis
Terganggu
Apatis
Reversibel






Dalam perjalanannya, penyakit Alzheimer dapat dibagi dalam 3 fase
meliputi :

1. Fase awal (Ringan).
Pada tahap ini pasien mulai mengalami kehilangan memori maupun fungsi
kognitif lainnya, tapi pasien masih dapat mengkompensasinya dan masih
dapat berfungsi secara normal dan independen dengan sedikit pertolongan.
Sikap apati dan kecenderungan menarik diri yang merupakan gambaran di
semua fase, mulai timbul di fase ini. Ciri-cirinya :
a. Gangguan Kognitif dan memori :
Bingung, lupa nama dan kata-kata dan menghindar berbicara untuk
mencegah kesalahan.
Mengulang pertanyaan dan kalimat.
Lupa kisah hidup mereka sendiri dan peristiwa yang baru terjadi.
Kurang mampu untuk mengorganisasikan dan merencanakan sesuatu serta
untuk berpikir logik.
Menarik diri dari lingkungan sosial dan tantangan-tantangan mental.
Disorientasi waktu dan tempat ; dapat tersesat di tempat-tempat yang
familiar.
b. Gangguan berkomunikasi mulai timbul :
Mulai mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri mereka sendiri.
Kadang tidak mampu untuk berbicara dengan benar meski masih dapat
berespon dan bereaksi terhadap apa yang dikatakan kepada mereka
ataupun terhadap humor yang dilontarkan.
Mengalami kesulitan untuk memahami bahan bacaan
c. Perubahan kepribadian mulai timbul :
Apatis, menarik diri dan menghindari orang lain.
Cemas, agitasi dan iritabel.
Tidak sensitif terhadap perasaan orang lain
Gampang marah terhadap hal-hal yang mendatangkan frustasi, rasa lelah,
ataupun kejutan.
d. Perilaku yang aneh mulai timbul :
Mencari dan menimbun benda-benda yang tidak berharga.
Lupa makan secara teratur ataupun hanya makan satu jenis makanan saja.

2. Fase menengah (sedang).
Gambaran utama dari fase ini adalah penurunan fungsi dari berbagai sistem
tubuh pada saat yang bersamaan dan membuat ketergantungan pada orang
lain yang merawat menjadi meningkat. Gangguan kognitif dan memori makin
memberat, kepribadian mulai berubah dan masalah-masalah fisik mulai
meningkat. Muncul sikap agresif, halusinasi dan paranoid.

Ciri-cirinya :
a. Gangguan Kognitif dan memori yang signifikan:
Lupa kisah hidupnya sendiri dan peristiwa yang baru terjadi..
Mengalami kesulitan untuk mengingat nama dan wajah teman dan
keluarga. Tapi masih dapat membedakan wajah yang familiar dengannya
dari yang tidak dikenalnya.
Masih mengingat nama sendiritapi kesulitan untuk mengingat alamat dan
nomer telefon..
Tidak dapat berpikir logik secara jernih. Tidak dapat mengatur pembicaraan
mereka sendiri Tidak dapat lagi mengikuti instruksi oral maupun tulisan.
Masalah keuangan dan aritmetika semakin meningkat..
Terputus dari realitas. Tidak mengenal diri sendiri di depan cermin dan
dapat menganggap suatu cerita di televisi sebagai suatu kenyataan..
Disorientasi cuaca, hari dan waktu..
b. Gangguan berkomunikasi :
Mengalami kesulitan dalam berbicara, memahami, membaca dan menulis.
Mengulang-ulang cerita, kata-kata, pertanyaan dan bahasa tubuh.
Masih dapat membaca tapi tidak berespon dengan tepat terhadap materi
bacaannya.
Kesulitan menyelesaikan kalimat
c. Perubahan kepribadian mulai signifikan :
Apatis, menarik diri, curiga, paranoid (seperti menuduh pasangan berhianat
atau anggota keluarga ada yang mencuri).
Cemas, agitasi dan iritabel, agresif dan mengancam
Halusinasi dan delusi muncul. Dapat melihat, mendengar, mencium dan
mengecap sesuatu yang tidak nyata.
d. Perilaku aneh yang timbul :
Perilaku seksual yang menyimpang (seperti : menganggap orang lain
sebagai pasangannya dan bermasturbasi di depan umum)
Berbicara sendiri. (hampir sepertiga hingga setengah penderita alzheimer
berbicara sendiri)
Perubahan siklus tidur yang normal ( terjaga sepnajang malam, tidur
sepanjang siang)
e. Peningkatan dependensi :
Dapat makan sendiri, tapi butuh bantuan untuk makan dan minum yang
cukup
Membutuhkan bantuan untuk berpakaian yang sesuai dengan cuaca atau
situasi
Membutuhkan bantuan untuk menyisir rambut, mandi, sikat gigi, dan
menggunakan toilet.
Tidak dapat lagi ditinggalkan sendiri dengan aman (dapat meracuni diri
sendiri, membakar diri sendiri).
f. Penurunan kontrol sadar :
Inkontinensia uri dan feses.
Tidak merasa nyaman duduk di kursi atau di toilet.

3. Fase Lanjut (berat).
Pada fase ini dapat dijumpai kemunduran kepribadian, gejala kognittif dan
fisik memberat. Tingkah laku yang liar di fase awal perkembangan penyakit
berubah menjadi lebih tumpul. Beberap ciri khasnya :
a. Kognitif dan memori yang makin memburuk :
Tidak mengenali lagi orang yang familiar, termasuk istri dan anggota
keluarga yang lain.
b. Kemampuan komunikasi benar-benar lenyap :
Tampak merasa tidak nyaman. Tapi dapat berteriak bila disentuh ataupun
bergerak.
Tidak mampu untuk tersenyum dan berkata-kata, atau berbicara cengan
inkoheren.
Tidak dapat menulis dan memahami material bacaan.
c. Kontrol sadar terhadap tubuh hilang :
Tidak dapat mengontrol gerakan, otot-otot terasa kaku.
Inkontinensia urin dan fecal komplit.
Tidak dapat berjalan, berdiri, sit up, ataipunmengangkat kepala tanpa
bantuan orang lain.
Tidak dapat menelan makanan dengan mudah, sering tersedak .
d. Dependensi komplit terhadap orang lain :
Membutuhkan bantuan di segala aktivitas hidupnya.
Membuthkan perawatan sepanjang waktu.
e. Penurunan dearajat kesehatan yang bermakna :
Sering terjadi infeksi, kejang-kejang, penurunan berat badan, kulit menjadi
tipis dan gampang luka serta adanya refleks-refleks abnormal.
f. Tubuh melemah :
Menolak makan atau minum, berhenti kencing, tidak dapat berespon
terhadap lingkungan.
Hanya dapat merasakan dingin dan rasa tidak nyaman, serta hanya
berespon minimal terhadap sentuhan.
Kelelahan dan tidur yang berlebihan.
Organ-organ sensoris tidak berfungsi lagi ; bila organ sensoris masih
berfungsi, otak tidak mampu menerima input.
g. Perubahan kepribadian :
Apatis, menarik diri.
Kepribadian yang tumpul.
h. Perilaku yang aneh :
Menyentuh sesuatu benda berulang-ulang
Sumber :
Sinopsis Psikiatri Jilid I, Kaplan dan Sadock
IPD jilid III, edisi IV
PPDGJ III

Anda mungkin juga menyukai