Pada umumnya 40% penderita demensia berada di atas 65 tahun dengan angka insidens 187/100.000/tahunnya. Untuk demensia tidak ada perbedaan antara pria dan wanita sedangkan untuk demensia Alzheimer lebih banyak wanita dengan rasio 1,6. Insiden demensia Alzheimer sangatlah berkaitan dengan umur, 5% dari populasi berusia di atas 65 tahun di Amerika dan Eropa merupakan penderita Alzheimer, dan ini sesuai dengan makin banyak populasi orang tua di Amerika Serikat dan Eropa, maka makin tua populasinya makin banyak kasus AD, dimana pada populasi umur 80 tahun didapati 50% penderita AD. (Sjahrir,1999) Proses penuaan tidak dapat dihambat, baik penuaan otak maupun fisik. Otak akan atropi, sel pyramidal neuron di neokortek dan hipokampus akan mengkerut, pengurangan dendrit dan sinaps. Seiring dengan itu maka gerakan dan reaksi akan melambat, akan tetapi kaum tua masih dapat lari ataupun bermain tenis secukupnya. Ingatan akan kata berkurang tetapi memori, semantik, pengetahuan, dan vocabulary tidaklah akan menurun (Sjahrir,1999)
Definition of cognitive Macam2 gangguan cognitive Macam-macam gangguan daya ingatan 1. lupa lupa ialah peristiwa tidak dapat mereproduksikan tanggapan-tanggapan kita padahal ingatan kita sehat 2. amnesi amnesi ialah peristiwa tidak dapan mereproduksikan tanggapan-tanggapan kita karena kita tidak sehat 3. deja vu (vause reconnaisance) deja vu (vause reconnaisance)/ pengenalan tipuan ialah suatu peristiwa seakan-akan pernah kenal sesuatu padahal tidak/ belum pernah kenal 4. jamais vu jamais vu ialah suatu peristiwa seakan-akan kita belum pernah kenal sesuatu padahal sebenarnya sudah kenal bahkan sangat kenal 5. depersonalis depersonalis ialah suatu peristiwa dimana seseorang tidak mengenal dirinya sendiri. Misalnya seseorang berbuat sesuatu, waktu ditegur, dia tidak mengakui bahwa itu perbuatannya, malah dikatakannya bahwa itu adalah perbuatan orang lain 6. derealis derealis ialah suatu peristiwa dimana seseorang merasa asing di dalam alamnya yang riil
a.Amnesia retrograde Ketidakmampuan seseorang mengingat pengalaman dan kejadianyang terjadi sebelum keadaan amnesia terjadi. Keadaan amnesia initerlihat dari seseorang lupa akan kejadian yang baru saja terjadi, sertamemori-memori jangka menengah. Memori jangka panjang tidakterpengaruh.Gangguan ini disebabkan oleh lesi pada hipokampus (yang jugamenyebabkan amnesia anterograde), namun secara spesifikdisebabkan oleh gangguan di daerah talamus. Seseorang pasien yang datang ke instalasi gawat darurat setelahmengalami kecelakaan dan mengaku lupa akan identitas dirinyasendiri hampir dipastikan bukan merupakan suatu gangguan ingatanakibat faktor-faktor neurologi. Kejadian ini disebut dengan fugue state,dan cenderung akibat trauma psikologis. b.Amnesia anterograde Jenis amnesia yang fatal karena tidak mampu mengingat,mempertahankan, dan memanggil pengetahuan baru setelah keadaanamnesia terjadi. Contoh kasus amnesia anterograde adalahketidakingatan penderita bahwa ia baru saja makan beberapa menitlalu, atau melupakan kejadian penting beberapa jam yang baru sajaterjadi. Kasus yanhg cukup mengenaskan adalah ketika Anda bertemudengan seorang penderita amnesia ini, lalu Anda pergi selama 5 menitdan kembali lagi, namun orang ini tidak mengenali Anda.Amnesia anterograde sebagian besar disebabkan oleh lesi pada bagianhipokampus sistem limbik. Hipokampus diduga merupakan pusatreward-and-punishment yang merupakan mekanisme penting dalamproses pembentukan memori. Dementia Gangguan yang selain memengaruhi ingatan juga memengaruhikemampuan berbahasa, tingkat konsentrasi, dan kemampuanmemecahkan masalah. Dementia dapat diakibatkan oleh efekpenyalahgunaan obat-obatan dan alkohol terhadap kinerja otak.
Dementia umumnya ditandai dengan kehilangan memori jangka pendek.Demensia ada yang bersifat reversibel dan ireversibel. Meskipun dementiabanyak diderita oleh orang berusia lanjut, semua orang dapat mengalamidementia. 2.Alzheimers Disease Pembahasan mengenai Alzheimer tidak dapat dilepaskan dari dementia,karena dementia cenderung diakibatkan oleh Alzheimers disease.Alzheimers Disebase diakibatkan adanya gangguan di daerah temporalmedial. Namun demikian, secara umum Alzheimers Diseasemenyebabkan atrofi jaringan saraf terutama di korteks serebri dan daerahsubkorteks.Gambar 2 Perbandingan otak penderita Alzheimers Disease (kiri)dengan otak normal (kanan)3.Sindrom Wernicke-Korsakoff Sindrom ini ditemukan oleh seorang fisiolog Rusia, bernama SergeiKorsakoff pada tahun 1889. Sindrom ini adalah manifestasi darikekurangan vitamin B1 (tiamin), atau penyakit beri-beri. Penyalahgunaanalkohol dan obat-obatan juga menyebabkan sindrom ini. Sindrom ini menyebabkan penderitanya mengalami hilang ingatan,kesulitan menceritakan runutan kejadian, menghasilkan cerita yangsesungguhnya tidak terjadi akibat disorganisasi memori (konfabulasi), dantidak mampu membentuk memori baru. Selain itu sindrom ini jugamenyebabkan gangguan koordinasi otot (ataksia), tremor di ekstremitasbawah, dan perubahan kemampuan visual (seperti pergerakan mata yangtidak normal dan penglihatan ganda). Sindrom ini terkait erat denganamnesia anterograde dalam hal informasi deklaratif. 4. Memory-Slip Bukan merupakan gangguan ingatan secara sepenuhnya, melainkangangguan konsentrasi dalam menyikapi hal yang sedang dikaji. Misalnyaketika Anda melupakan dimana Anda meletakkan kunci rumah atau kuncikendaraan.Bagian frontal otak pada seseorang yang telah berusia lanjut akanmengalami degenerasi sehingga penyimpanan memori temporer akanlebih mudah terlupakan Sumber : Guyton AC, Hall EJ. Textbook of Medical Physiology: 11th ed. Philadelphia:Elsevier Inc.; 2006
2. What are the correlation between the age with the patien problems?
3. Why doctor give haloperidol and rivastigmine? Farmakodinamik Farmakokinetik
Rivastigmine INDIKASI Demensia Alzheimer dengan tingkat keparahan ringan sampai sedang.
KONTRA INDIKASI
EFEK SAMPING Kelelahan, astenia (lemah, tidak bertenaga), pusing, sakit kepala, somnolen (ketagihan tidur), gangguan lambung-usus, gangguan psikiatris, keringat banyak, malaise (perasaan tidak enak badan yang tidak jelas), berat badan menurun, gemetar.
DOSIS Dosis awal : 2 kali sehari 1,5 mg. Tingkatkan secara bertahap setelah terapi selama 2 minggu. Pemeliharaan : 2 kali sehari 1,5-6 mg. Maksimal : 2 kali sehari 6 mg.
Haloperidol
Indikasi Dan Penggunaan Klinis:
Management of manifestasi psikosis akut dan kronis, termasuk skizofrenia dan manik negara. Ini mungkin juga nilai dalam pengelolaan perilaku agresif dan gelisah pada pasien dengan sindrom otak kronis dan keterbelakangan mental dan dalam mengendalikan gejala Gilles de la Tourette's syndrome.
Efek Samping:
Insomnia, reaksi depresif, dan beracun negara confusional adalah efek yang lebih umum ditemui. Mengantuk, kelesuan, pingsan dan katalepsia, kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah, euforia, vertigo, kejang grand mal, dan eksaserbasi gejala psikotik, termasuk halusinasi, juga telah dilaporkan.
Overdosage: Gejala: Secara umum, gejala akan overdosage berlebihan efek farmakologi yang sudah diketahui dan reaksi yang merugikan, yang paling menonjol dari daerah yang akan 1) reaksi ekstrapiramidal berat, 2) hipotensi, atau 3) sedasi. Pasien akan muncul pingsan dengan depresi pernapasan dan hipotensi yang dapat cukup parah untuk menghasilkan shock-seperti negara. Reaksi yang ekstrapiramidal akan terwujud oleh kelemahan otot atau kekakuan dan getaran umum atau lokal seperti yang ditunjukkan oleh akinetic atau agitans masing-masing jenis.
4. What are the correlation between of hypertension and DM which the patien on symptom?
HIPERTENSI Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya, katup jantung). Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan unduskopi, atau pembesaran kamar jantung. DIABETES MELLITUS 2.2.5.1.2. Peran penyakit vaskuler terhadap disfungsi kognitif pada DM. Pasien dengan DM mengalami peningkatan 2 hingga 6 kali lipat untuk resiko stroke trombotik, dan penyakit vaskuler, ini berperan terhadap terjadinya gangguan kognitif. Penebalan membran basement kapiler, penanda dari mikroangiopati diabetik, juga ditemukan pada otak pasien dengan diabetes. Pasien dengan diabetes juga ditemukan secara global mengalami penurunan laju aliran darah serebral dan besar penurunannya berkorelasi dengan lama sakitnya. Penurunan aliran darah serebral, digabung dengan stimulasi reseptor tromboksan A2 yang terjadi pada pasien dengan diabetes, dapat berperan pada ketidakmampuan pembuluh darah serebral untuk bervasodilatasi secara adekuat, yang kemudian dapat meningkatkan kemungkinan iskemia. iskemia dan hiperglikemia berbahaya bagi otak. Level glukosa darah yang sedikit meninggi (lebih dari 8,6 mmol/liter) pada manusia ketika terjadi gangguan serebrovaskuler berkorelasi dengan pemulihan klinis yang lebih buruk. 14 Salah satu mekanisme potensial dimana hiperglikemia dapat memperbesar kerusakan iskemik adalah akumulasi laktat. Hiperglikemia menghasilkan lebih banyak substrat untuk membentuk laktat, menimbulkan asidosis seluler dan memperberat cedera. Mekanisme yang lain adalah akumulasi glutamate dalam situasi hiperglikemia dan iskemia. Glutamate, suatu neurotransmitter asam amino eksitatorik, telah terbukti menyebabkan kerusakan neuronal di dalam otak. Meskipun mekanisme pastinya belum diketahui, tidak adanya C-peptida pada pasien dengan diabetes dapat memperberat gangguan kognitif melalui kerjanya pada endothelium. 14 2.2.5.1.3. Peran hipoglikemia terhadap disfungsi kognitif pada DM. Penelitian terhadap binatang percobaan, setelah 30-60 menit level glukosa darah berada diantara 0,12 dan 1,36 mmol/liter, terjadi nekrosis neuronal yang disertai peningkatan aspartat ekstraseluler, alkalemia, dan kegagalan energi neuronal, yang pada akhirnya menghasilkan elektroensefalograf mendatar. Korteks, ganglia basalis, dan hipokampus paling rawan terhadap hipoglikemia, dengan nekrosis laminar dan gliosis ditemukan pada region tersebut pada otopsi yang dilakukan pada pasien yang meninggal karena hipoglikemia. Penelitian dengan otopsi manusia lainnya yang dilakukan setelah kematian akibat hipoglikemia menunjukkan nekrosis multifokal atau difus pada korteks serebral dan kromatolisis sel-sel ganglion. 14 2.2.5.1.4. Peran resistensi insulin dan amiloid terhadap disfungsi kognitif pada diabetes mellitus. Diabetes dan insulin dapat mempengaruhi potensiasi jangka panjang. Potensiasi jangka panjang sangat menentukan dalam pembentukan memori dan diinduksi oleh aktivasi reseptor NMDA, suatu proses yang di-upregulasi dengan keberadaan insulin. Tikus dengan diabetes, dan dianggap mengalami defisiensi insulin relatif, terdapat penurunan potensiasi jangka panjang di hipokampus yang diukur secara elektrofisiologi. Bila potensiasi jangka panjang menurun, neuron hipokampus tikus yang terpapar insulin menunjukkan inhibisi spontan. Kemungkinan reduksi pada uptake glukosa mempunyai efek langsung terhadap bagaimana insulin meregulasi fungsi hipokampus pada pasien DM. 14 Resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe 2 dapat berperan pada disfungsi kognitif melalui tiga mekanisme. Pertama, disfungsi kognitif pada pasien dengan diabetes tipe 2 berkorelasi dengan penanda inflamatorik, dan peningkatan inflamasi berperan dalam perkembangan penyakit Alzheimer atau makrovaskuler. Peninggian protein C-reaktif, dan peninggian IL-6 mempengaruhi gangguan fungsi kognitif. Pasien dengan diabetes tipe 2 mempunyai level penanda inflamatorik lebih tinggi, antara lain proten C-reaktif, -1-antikhimotripsin, IL-6, dan molekul adhesi interseluler 1 daripada populasi kontrol. 14 Mekanisme potensial kedua, resistensi insulin dan diabetes tipe 2 berperan pada disfungsi kognitif adalah terputusnya aksis hipothalamus-pituitari-adrenal. Baik binatang maupun manusia dengan DM mengalami up-regulasi aksis hipothalamus-pituitari-adrenal, dengan peningkatan kortisol serum dibanding dengan kontrol. Hiperkortisolemia ternyata menyebabkan disfungsi kognitif. DM menimbulkan up-regulasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal dan hiperkortisolemia yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif. 14 Mekanisme potensial ketiga dimana resistensi insulin dapat secara tidak langsung berperan dalam disfungsi kognitif adalah dengan meningkatkan pembentukan plak senilis. -amiloid dibentuk dari pembelahan protein prekrusor amiloid (APP), diproduksi di neuron, oleh enzim sekretase dab . -amiloid akhirnya terdegradasi oleh enzim pemecah insulin. Peptide amiloid dapat dengan sendirinya berikatan dengan RAGE dan menghasilkan disfungsi mikroglial dan neuronal serta stress oksidatif. Insulin dan resistensi insulin dapat mempengaruhi metabolisme APP dan -amiloid, sehingga berpotensi memperbesar beban plak senilis serebral. Resistensi insulin dapat menyebabkan penurunan degradasi APP yang dapat diatasi dengan meninggikan level insulin dalam serum dan kemungkinan besar juga di jaringan. Universitas Sumatera Utara
5. Explain about organic mental GANGGUAN MENTAL ORGANIK Definisi gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri. Termasuk, gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak (extracerebral) PPDGJ III
Etiologi Etiologi Organobiologik o Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy, neoplasma, toksik (NAPZA), dan herediter. o Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolisme, endokrin/hormonal, infeksi sistemik atau penyakit autoimun. Etiologi Psikologik o Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak ; konflik, suatu pertentangan batin; tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustasi, suatu kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya kebutuhan psikologik seperti rasa aman, nyaman, perhatian, kasih saying. Etiologi Sosio-kultural o Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal dan problrm psikososial lainnya. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa, dr. Dan Hidayat SpKJ
Klasifikasi Demensia Sindrom amnestik dan gangguan mental organik Gangguan mental
Blok Gangguan Mental Organik menggunakan 2 kode : Sindrom psikopatologik (misalnya, Demensia) Gangguan yang mendasari (misalnya, Penyakit Alzheimer) PPDGJ III
Berdasarkan PPDGJ Gangg.mental simptomatik: akibat sekunder dr peny/gangguan sistemik di luar otak Gambaran klinis - Gangg.fungsi kognitif (daya ingat,daya fikir,kemampuan belajar) - Gangg. Sensorium (perhatian dan kesadaran)gangg.orientasi - Sindrom dan manifestasi dr persepsi, isi pikiran dan suasana perasaan
PPDGJ: - Psikopatologik :kognitif dan sensorium - Gangg.yg mendasari : Sindrom dan manifestasi dr persepsi, isi pikiran dan suasana perasaan (halusinasi, waham) Demensia:kognitif tanpa sensorium Delerium: kognitif dan sensorium
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
In the past, these conditions were classified under the heading organic mental disorders or anorganic brain disorders. Traditionally, those disorders had an identifiable pathological condition such as brain tumor, cerebrovascular disease, or drug intoxication. Those brain disorders with no generally accepted organic basis (e.g., depression) were called functional disorders. This century-old distinction between organic and functional disorders is outdated and has been deleted from the nomenclature. Every psychiatric disorder has an organic (i.e., biological or chemical) component. Because of this reassessment, the concept of functional disorders has been determined to be misleading, and the term functional and its historical opposite, organic, are not used in DSM-IV-TR
In the text revision of the fourth edition of Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR), three groups of disordersdelirium, dementia, and the amnestic disordersare characterized by the primary symptom common to all the disorders, which is an impairment in cognition (as in memory, language, or attention). Although DSM-IV-TR acknowledges that other psychiatric disorders can exhibit some cognitive impairment as a symptom, cognitive impairment is the cardinal symptom in delirium, dementia, and the amnestic disorders. Within each of these diagnostic categories, DSM-IV-TR delimits specific types (Table 10.1-1).
Cognition includes memory, language, orientation, judgment, conducting interpersonal relationships, performing actions (praxis), and problem solving. Cognitive disorders reflect disruption in one or more of the above domains, and are also frequently complicated by behavioral symptoms.
DELIRIUM Delirium is marked by short-term confusion and changes in cognition. There are four subcategories based on several causes: (1) general medical condition (e.g., infection); (2) substance induced (e.g., cocaine, opioids, phencyclidine [PCP]); (3) multiple causes (e.g., head trauma and kidney disease); and (4) delirium not otherwise specified (e.g., sleep deprivation). DEMENTIA Dementia is marked by severe impairment in memory, judgment, orientation, and cognition. The six subcategories are (1) dementia of the Alzheimer's type, which usually occurs in persons over 65 years of age and is manifested by progressive intellectual disorientation and dementia, delusions, or depression; (2) vascular dementia, caused by vessel thrombosis or hemorrhage; (3) other medical conditions (e.g., human immunodeficiency virus [HIV] disease, head trauma, Pick's disease, Creutzfeldt- Jakob disease, which is caused by a slow-growing transmittable virus); (4) substance induced, caused by toxin or medication (e.g., gasoline fumes, atropine); (5) multiple etiologies; and (6) not otherwise specified (if cause is unknown). AMNESTIC DISORDERS Amnestic disorder is marked by memory impairment and forgetfulness The three subcategories are (1) caused by medical condition (hypoxia); (2) caused by toxin or medication (e.g., marijuana, diazepam); and (3) not otherwise specified.
Gambaran Delirium Demensia Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik Awal Cepat Lambat laun Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, dehidrasi, guna/putus obat Biasanya penyakit otak kronik (spt Alzheimer, demensia vaskular) Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun Perjalanan sakit Naik turun Kronik progresif Taraf kesadaran Naik turun Normal Orientasi Terganggu, periodik Intak pada awalnya Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang terganggu Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali sundowning Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya Atensi & kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel Penanganan Segera Perlu tapi tak segera Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
Membedakan Delirium Dengan Psikosa Gejala Umum Delirium GEjala Umum Psikosa (penyakit fisik) (kelainan mental) Bingung tentang waktu, tanggal, tempat atau identitas Biasanya sadar akan waktu, tempat & identitas Sulit memusatkan perhatian Mampu memusatkan perhatian Lupa akan peristiwa yg baru saja terjadi Berfikir tidak logis tetapi ingat akan peristisa yg baru saja terjadi Tidak mampu berfikir secara logis atau melakukan perhitungan sederhana Mampu melakukan perhitungan sederhana Demam atau pertanda infeksi lainnya Riwayat kelainan psikis sebelumnya Halusinasi (lihat) Halusinasi (dengar) Terdapat bukti pemakaian obat - Tremor -
Gambaran Demensia Delirium Pseudodemensia Umur Riwayat Awal Lamanya Perjalanan Taraf kesadaran Orientasi Afek Alam pikiran Daya Ingat Persepsi Psikomotor Tidur Atensi & kesadaran Reversibilitas Biasanya lansia Kronik Lambat laun Berbulan- bulan/bertahun-tahun Kronik progresif Normal Intak pd awalnya Labil tapi tidak cemas Turun jumlahnya Jgk pendek dan jgk panjang terganggu Halusinasi jarang (kecuali fase berat) Normal (kecuali fase berat) Sedikit terganggu Sedikit terganggu Umumnya ireversibel Tak spesifik Akut Cepat Berhari- hari/berminggu- minggu Naik turun Naik turun Terganggu,periodik Cemas dan iritabel Sering terganggu Jgk pendek terganggu secara nyata Halusinasi (terutama visual) Retardasi, agitasi ,atau campuran Terganggu Amat terganggu Sering reversibel Tak spesifik Gangguan afek Samar Berhari-hari/berminggu- minggu Cepat Distress Apatis Depresi Turun jumlahnya Agak terganggu Kadang-kadang Apatis Terganggu Apatis Reversibel
Demensia o Suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel . o (PPDGJ-III ) o Suatu defisit yang didapat dalam fungsi intelektual, termasuk gangguan bahasa, kognisi ( perhitungan, pertimbangan, dan abstraksi ), ketrampilan visuo-spasial, dan ingatan.
( BUKU SAKU PSIKIATRI, EGC ) DEMENSIA adalah penurunan atau hilangnya fungsi kognitip yaitu hilangnya kemampuan daya ingat (mudah lupa), perhatian dan konsentrasi, gangguan berbahasa (lupa kata), kesulitan mengambil keputusan dan emosi labil.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Demensia adalah suatu sindrom yang dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas intelektual, melibatkan tidak hanya ingatan, namun juga kognitif, bahasa, kemampuan visual dan kepribadian. Kelima komponen tersebut tidak harus terganggu seluruhnya, namun pada sebagian besar kasus, kelima komponen ini memang terganggu dalam derajat yang bervariasi (Gallo, Joseph J : 1998).
Demensia adalah suatu kondisi konvusi kronik dan kehilangan kemapuan kognitif secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik (Watson, Roger : 2003).
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/ memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brockle Hurst & Allen, 1987 dalam Darmojo : 2004).
o Klasifikasi
2.3.2 Jenis Dementia 2.3.2.1 Dementia jenis alzheimer a. Dengan awitan dini (usia 65 tahun) b. Dengan awitan lambat (usia di atas 65 tahun) c. Dengan delirium d. Dengan waham e. Dengan perasaan depresif f. Tanpa penyulit 2.3.2.2 Dementia Vaskular (dahulu multi-infarct dementia) a. Dengan delirium b. Dengan waham c. Dengan perasaan depresif d. Tanpa penyulit 2.3.2.3 Dementia karena kondisi medik umum lainnya a. Demensia karena infeksi b. Demensia karena trauma kepala c. Demensia karena penyakit parkinson d. Demensia karena penyakit huntington e. Demensia karena penyakit pick f. Demensia karena penyakit creutzfeldt-jakob 2.3.2.4 Dementia karena penggunaan substansi tertentu dalam angka lama 2.3.2.5 Demensia karena etiologi multipleks 2.3.2.6 Demensia yang tidak terspesifikasi Menurut Umur: o Demensia senilis (>65th) o Demensia prasenilis (<65th) Menurut perjalanan penyakit: o Reversibel o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb. Menurut kerusakan struktur otak o Tipe Alzheimer o Tipe non-Alzheimer o Demensia vaskular o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia) o Demensia Lobus frontal-temporal o Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS) o Morbus Parkinson o Morbus Huntington o Morbus Pick o Morbus Jakob-Creutzfeldt o Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker o Prion disease o Palsi Supranuklear progresif o Multiple sklerosis o Neurosifilis o Tipe campuran Menurut sifat klinis: o Demensia proprius o Pseudo-demensia Menurut Lesinya a. dementia subkortikal : penyakit huntington, Parkinson, Hidrosefalus tekanan normal, dementia multi-infark, penyakit Wilson b. dementia kortikal : disertai dengan adanya gangguan pergerakan, apraksia gaya berjalan, retardasi psikomotor, apati, akinetik dementia tipe alzaiemer, penyakit Creutzfeldt Jacob, dan penyakit Pick
a. Klasifikasi dan cirri-ciri a. Demensia tipe alzheimer SINOPSIS PSIKIATRI PPDGJ-III Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan oleh baik : 1) Gangguan daya ingat ( gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya ) 2) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut : a) Afasia ( gangguan bahasa ) b) Apraksia ( gangguan kemampuan untuk aktivitas motorik walaupun Terdapatnya gejala demensia Onset bertahap ( insidious onset ) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis, tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf fungsi motorik adalah utuh ) c) Agnosia ( kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh ) d) Gangguan dalam fungsi eksekutif ( yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak ) Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus-menerus Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan salah satu dari berikut : 1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif dalam daya ingat dan kognisi ( misalnya, penyakit serebrovaskular, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus tekanan normal, tumor otak ) 2) Kondisi sistemik yang diketahui menyebabkan demensia ( misalnya, hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin, yang stabil ( plateau ) secara nyata Tidak adanya bukti klinis, atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia ( misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma subdural Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu ( walaupun fenomena ini dikemudian hari dapat hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi HIV ) 3) Kondisi akibat zat Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I lainnya ( misalnya, gangguan depresif berat, skizofrenia ) bertumpang tindih )
b. Demensia vaskular SINOPSIS PSIKIATRI PPDGJ-III Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan oleh baik : 1) Gangguan daya ingat ( gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya ) 2) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut : a) Afasia ( gangguan bahasa ) b) Apraksia ( gangguan kemampuan untuk aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh ) c) Agnosia ( kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh ) d) Gangguan dalam fungsi eksekutif ( yaitu merencanakan, Terdapatnya gejala demensia Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata ( mungkin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal ). Daya tilik dari ( insight ) dan daya nilai (judgment) secara relatif tetap baik Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskuler. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan neuropatologis mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak ) Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya Tanda dan gejala neurologis fokal ( misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelamahan pada satu ekstremitas ) atau tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular ( misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya )yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan Defisit tidak terjadi semata selama perjalanan delirium
c. Demensia karena kondisi medis umum lain SINOPSIS PSIKIATRI Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan oleh baik : 1) Gangguan daya ingat ( gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya ) 2) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut : a) Afasia ( gangguan bahasa ) b) Apraksia ( gangguan kemampuan untuk aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh ) c) Agnosia ( kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh ) d) Gangguan dalam fungsi eksekutif ( yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak ) Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu kondisi medis yang tertulis di bawah ini Defisit tidak terjadi semata selama perjalanan delirium
d. Demensia menetap akibat zat SINOPSIS PSIKIATRI Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan oleh baik : 1) Gangguan daya ingat ( gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya ) 2) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut : a) Afasia ( gangguan bahasa ) b) Apraksia ( gangguan kemampuan untuk aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh ) c) Agnosia ( kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh ) d) Gangguan dalam fungsi eksekutif ( yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak ) Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya Defisit tidak terjadi semata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat ( misalnya, suatu obat yang disalahgunakan, medikasi )
e. Demensia karena penyebab multipel SINOPSIS PSIKIATRI Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan oleh baik : 3) Gangguan daya ingat ( gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya ) 4) Satu ( atau lebih ) gangguan kognitif berikut : e) Afasia ( gangguan bahasa ) f) Apraksia ( gangguan kemampuan untuk aktivitas motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh ) g) Agnosia ( kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh ) h) Gangguan dalam fungsi eksekutif ( yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak ) Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan memiliki lebih dari satu penyebab ( misalnya, trauma kepala ditambah penggunaan alkohol kronis, demensia tipe Alzheimer dengan perkembagan demensia vaskular selanjutnya ) Defisit tidak terjadi semata selama perjalanan delirium
f. Demensia yang tidak ditentukan SINOPSIS PSIKIATRI Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi kriteria tipe spesifik yang dijelaskan dalam bagian ini. Contohnya adalah gambaran klinis demensia yang tidak terdapat bukti cukup untuk menegakkan etiologi spesifik
Etiologi
FAKTOR RESIKO - Bertambahnya usia, riwayat keluarga yang positif, dan cedera kepala. - Toksin dari lingkungan. - Stres, kecemasan dan sikap pesimis yang berlebihan. - Genetik : - Lipoprotein E-epsilon 4 yang rapuh dan gampang mengalami mutasi. - Protein prekursor amiloid (APP) pada kromosom 21. - Trisomi kromosom 21 (downs syndrom). Pasien dengan sindrom down cenderung terkena alzheimer onset dini pada usia di atas 30 tahun. - Gen presenilin I yang terdapat di kromosom 14. Mutasi pada gen inilah yang berkaitan erat dengan Alzheimer familial. - Gen presenilin II pada kromosom 1. Mutasi pada gen ini berkaitan erat dengan penyakit Alzheimer yang terjadi pada penduduk di daerah sungai Volga, Rusia. DDrugs ( obat-obatan ) E Emotional ( gangguan emosi, misal : depresi, dll ) M Metabolik/ endokrin E Eye & Ear ( disfungsi mata dan telinga ) NNutrisional T Tumor & trauma I Infeksi A Arteriosklerotik ( komplikasi penyakit aterosklerosis, misal : infark miokard, gagal jantung, dll ) dan alkohol
Demensia Tipe Alzheimer Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Faktor genetik dianggap berperan dalam perkembangan gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus. Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa angka persesuaian untuk kembar monozigotik adalah lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Neuropatologi. Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien de- gan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50 persen di korteks), dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskeletal, terutama protein tau berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal lainnya juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistik (punch-drunk syndrome), Kompleks demensia-Parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya ditemukan di korteks, hipokampus, substansia ni- gra, dan lokus sereleus. Plak senilis, juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down dan, sampai derajat tertentu, pada penuaan normal. Plak senilis terdiri dari protein tertentu, beta/A4 dan astrosit, prosesus neuronal distrofik, dan mikroglia. Jumlah dan kepadatan plak senilis yang terdapat pada otak orang yang telah meninggal (postmortem) telah dihubungkan dengan beratnya penyakit pada orang yang terkena tersebut. Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan kandungan utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk penghancuran protein prekursor amiloid. Pada sindroma Down (trisomi 21), terdapat tiga cetakan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit di mana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan. Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab; tetapi, banyak kelompok peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis bahwa suatu de- generasi spesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada nukleus basalis Meynerti pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada penyakitAlzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis kolinergik, seperti scopolamine dan atropine, mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis kolinergik, seperti physostigmine dan arecholine, telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif. Penurunan aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung norepinefrin di dalam lokus sereleus yang telah ditemukan pada beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua peptida neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer. Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkem- bangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fos- folipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan-yaitu, lebih kaku-dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi molekular (molecular resonance spectroscopic; MRS) untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor kausatif karena kadar aluminium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer. Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan satu salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4. Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih sering dan pada orang tanpa gen E4. Demensia Vaskular Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya, katup jantung). Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan unduskopi, atau pembesaran kamar jantung. Penyakit Binswanger. Penyakit Binswanger juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal. Penyakit ini ditandai dengan adanya banyak infark-infark kecil pada substansia alba, jadi menyerang daerah kortikal. Walaupun penyakit Binswanger sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang, kemajuan teknik pencitraan yang canggih dan kuat, seperti pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging; MRI), telah menemukan bahwa kondisi tersebut adalah lebih sering daripada yang sebelumnya dipikirkan.
Penyakit Pick Berbeda dengan distribusi patologi parietaltemporal pada penyakit Alzheimer, penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut juga menga- lami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira- kira 5 persen dari semua demensia yang ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki- laki, khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya, hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit Alzheimer. Penyakit Creutzfeldt-Jakob Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang yang disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA. Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan prion adalah scrapie (penyakit pada domba), kuru (suatu gangguan degeneratif sistem saraf pusat yang fatal pada suku di dataran tinggi Guinea di mana prion ditransmisikan melalui kanibalisme ritual), dan sindroma Gesrtman-Straussler (suatu demensia progresif, familial, dan sangat jarang). Semua gangguan yang berhubungan dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai dengan tidak adanya respon imun inflamasi. Bukti-bukti menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt- Jacob dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi, se- bagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai individual dalam usia 50-an. Terdapat bukti bahwa periode inkubasi mungkin relatif singkat (satu sampai dua tahun) atau relatif lama (8 sampai 16 tahun). Onset penyakit ditandai oleh perkembangan tremor, ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif menyebabkan demensia yang berat dan kematian dalam 6 sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan serebrospinal biasanya tidak mengung- kapkan kelainan, dan pemeriksaan tomografi komputer dan MRI mungkin normal sampai perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi. Penyakit Huntington Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap. dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidens: depresi dan psikosis, di samping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik. Penyakit Parkinson Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada pasien dengan penyakh Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia (bradyphenia). Demensia yang Berhubungan dengan HIV Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen pasien dengan sindroma imunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat otopsi. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI. Demensia yang Berhubungan dengan Trauma Kepala Demensia dapat merupakan suatu sekuela dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindroma neuropsikiatrik. Sinopsis Psikiatri Jilid I, Kaplan dan Sadock
gejala klinis Pada stadium awal demensia, pasien menunjukkan kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecenderungan untuk gagal jika suatu tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi pemecahan maslah. Ketidakmampuan melakukan tugas menjadi makin berat dan menyebar ke tugas-tugas harian, seperti berbelanja, saat demensia berkembang. Akhirnya, pasien demensia mungkin memerlukan pengawasan dan bantuan yang terus menerus untuk melakukan bahkan tugas yang paling dasar dalam kehidupan sehari-hari. Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan pemikiran, dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit berlanjut. Perubahan afektif dan perilaku, seperti kontrol impuls yang defektif dan labilitas emosional, sering ditemukan, seperti juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid. Gangguan Daya Ingat Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi, seperti melupakan nomor telepon, percakapan, dan peristiwa hari tersebut. Saat perjalanan dimensia berkembang, gangguan emosional menjadi parah, dan hanya informasi yang dipelajari paling baik (sebagai contohnya, tempat kelahiran) dipertahankan. Orientasi Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran. Gangguan Bahasa Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia vas- kular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Pada kenyataannya, DSM-IV me- masukkan afasia sebagai salah satu kriteria diagnostik. Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik, tidak tepat, atau berputar-putar. Pasien mungkin juga memiliki kesulitan dalam menyebutkan nama suatu benda. Perubahan Kepribadian Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Sifat kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat selama perkem- bangan demensia. Pasien dengan demensia juga mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan terhadap anggota keluarga dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak. Psikosis Diperkirakan 20 sampai 30 persen pasien demensia, terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40 persen pasien memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik, walaupun waham yang kompleks, menetap, tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya adalah sering pada pasien demensia yang juga mempunyai gejala psikotik. Gangguan Lain Psikiatrik. Di samping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecernasan adalah gejala utama pada kira-kira 40 sarnpai 50 persen pasien demensia, walaupun sindroma gangguan depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen pasien demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis- yaitu, emosi yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat. Neurologis. Di samping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia adalah sering, dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial dalam DSM-IV. Tanda neurologis lain yang dapat berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat pada kira-kira 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer dan 20 persen pasien dengan demensia vaskular, dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus parietalis nondominan. Refleks primitif-seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap, kaki-tonik, dan palmomental mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks mioklonik ditemukan pada 5 sampai 10 persen pasien. Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala neurologis tambahan-seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur-mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartria, dan disfagia juga le- bih sering pada demensia vaskular dibandingkan demensia lain. Reaksi katastropik. Pasien demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan untuk menerapkan apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai perilaku abstrak. Pasien mempunyai kesulitan dalam generalisasi dari suatu contoh tunggal dalam membentuk konsep, dan dalam mengambil perbedaan dan persamaan di antara konsep-konsep. Selanjutnya, kemampuan untuk memecahkan masalah, untuk memberikan alasan secara logis dan untuk membuat pertimbangan yang sehat adalah terganggu. Goldstein juga menggambarkan suatu reaksi katastropik, yang ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah keadaan yang menegangkan. Pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual, seperti mengubah subyek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain. Tidak adanya pertimbangan kontrol impuls yang buruk sering ditemukan khususnya pada demensia yang terutama mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut adalah bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan dan higine pribadi, dan mengabaikan aturan konvensional tingkah laku sosial. Sindroma "sundowner." Sindroma downer ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindroma juga terjadi pada pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti cahaya dan isyarat yang menyatakan interpersonal adalah menghilang. Onset yang perlahan-lahan dengan perjalanan yang memburuk secara progresif, tidak adanya tanda neurologis, tidak adanya riwayat trauma atau penyakit serebrovaskular, hasil tes darah yang normal, dan bukti atrofi kortikal pada CT scan berarti diagnosis demensia tipe Alzheimer. Karena tidak terdapat ciri psikotik atau gangguan mood, diagnosis dicatat tanpa komplikasi. Beratnya demensia dinyatakan sebagai moderat karena pasien memerlukan suatu pengawasan. Sinopsis Psikiatri Jilid I, Kaplan dan Sadock
Diagnostic
Diagnosis DIMENTIA Diagnosis dementia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan status mental dan informasi dari anggota keluarga, teman-teman dan tempatnya bekerja. Keluhan perubahan kepribadian seorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun menyatakan bahwa suatu diagnosis dementia harus dipertimbangkan dengan cermat. Keluhan pasien penderita dimentia adalah gangguan intelektual dan menjadi pelupa, demikian juga bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditunjukkan untuk menyembungikan deficit kognitif. Keteraturan yang berlebihan, penarikan social, atau kecenderungan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam perincian yang kecil-kecil dapat merupakan karakteristik. Ledakan kemarahan yang tiba-tiba atau terjadinya sarkasme. Penampilan dan perilaku pasien harus diperhatikan. Labilitas emosi, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah yang kosong menyatakan adanya dimentia, terutama jika disertai gangguan ingatan. DIMENTIA TIPE ALZHEMEIR Kriteria diagnostic DSM IV untuk dementia tipe alzhemeir ditanai dengan adanya gangguan ingatan dan disertai terdapatnya sekurang-kurangnya satu gejala lain dari penurunan kognitif ( afasia, apraksia, agnosia, atau fungsi eksekutif yang abnormal). Penurunan yang terus menerus pada fungsi sosial dan pekerjaan. DIMENTIA TIPE VASKUKULER Gejala umum dari dimentia vaskuler adalah sama dengan dementia tipe alzhemeir, tetapi diagnosis dementia vascular memerlukan adanaya bukti klinis maupun laboratories yang mendukng Penyebab vaskuler dari dementia.DSM-IV menuliskan enam penyebab spesifik dementia yang dapat diberi kode seca ra langsung yaitu penyakit HIV, trauma kepala, penyakit Parkinson, penyakit hutington, penyakit pick dan penyakit Creutzfeldt-Jakob.
DD Gambaran Demensia Delirium Pseudodemensi a Umur Riwayat Awal Lamanya Perjalanan Taraf kesadaran Orientasi Afek Alam pikiran Daya Ingat Persepsi Psikomotor Tidur Atensi & kesadaran Reversibilita s Biasanya lansia Kronik Lambat laun Berbulan- bulan/bertahun -tahun Kronik progresif Normal Intak pd awalnya Labil tapi tidak cemas Turun jumlahnya Jgk pendek dan jgk panjang terganggu Halusinasi jarang (kecuali fase berat) Normal (kecuali fase berat) Sedikit terganggu Sedikit terganggu Umumnya ireversibel Tak spesifik Akut Cepat Berhari- hari/berminggu- minggu Naik turun Naik turun Terganggu,periodi k Cemas dan iritabel Sering terganggu Jgk pendek terganggu secara nyata Halusinasi (terutama visual) Retardasi, agitasi ,atau campuran Terganggu Amat terganggu Sering reversibel Tak spesifik Gangguan afek Samar Berhari- hari/berminggu- minggu Cepat Distress Apatis Depresi Turun jumlahnya Agak terganggu Kadang-kadang Apatis Terganggu Apatis Reversibel
Dalam perjalanannya, penyakit Alzheimer dapat dibagi dalam 3 fase meliputi :
1. Fase awal (Ringan). Pada tahap ini pasien mulai mengalami kehilangan memori maupun fungsi kognitif lainnya, tapi pasien masih dapat mengkompensasinya dan masih dapat berfungsi secara normal dan independen dengan sedikit pertolongan. Sikap apati dan kecenderungan menarik diri yang merupakan gambaran di semua fase, mulai timbul di fase ini. Ciri-cirinya : a. Gangguan Kognitif dan memori : Bingung, lupa nama dan kata-kata dan menghindar berbicara untuk mencegah kesalahan. Mengulang pertanyaan dan kalimat. Lupa kisah hidup mereka sendiri dan peristiwa yang baru terjadi. Kurang mampu untuk mengorganisasikan dan merencanakan sesuatu serta untuk berpikir logik. Menarik diri dari lingkungan sosial dan tantangan-tantangan mental. Disorientasi waktu dan tempat ; dapat tersesat di tempat-tempat yang familiar. b. Gangguan berkomunikasi mulai timbul : Mulai mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri mereka sendiri. Kadang tidak mampu untuk berbicara dengan benar meski masih dapat berespon dan bereaksi terhadap apa yang dikatakan kepada mereka ataupun terhadap humor yang dilontarkan. Mengalami kesulitan untuk memahami bahan bacaan c. Perubahan kepribadian mulai timbul : Apatis, menarik diri dan menghindari orang lain. Cemas, agitasi dan iritabel. Tidak sensitif terhadap perasaan orang lain Gampang marah terhadap hal-hal yang mendatangkan frustasi, rasa lelah, ataupun kejutan. d. Perilaku yang aneh mulai timbul : Mencari dan menimbun benda-benda yang tidak berharga. Lupa makan secara teratur ataupun hanya makan satu jenis makanan saja.
2. Fase menengah (sedang). Gambaran utama dari fase ini adalah penurunan fungsi dari berbagai sistem tubuh pada saat yang bersamaan dan membuat ketergantungan pada orang lain yang merawat menjadi meningkat. Gangguan kognitif dan memori makin memberat, kepribadian mulai berubah dan masalah-masalah fisik mulai meningkat. Muncul sikap agresif, halusinasi dan paranoid.
Ciri-cirinya : a. Gangguan Kognitif dan memori yang signifikan: Lupa kisah hidupnya sendiri dan peristiwa yang baru terjadi.. Mengalami kesulitan untuk mengingat nama dan wajah teman dan keluarga. Tapi masih dapat membedakan wajah yang familiar dengannya dari yang tidak dikenalnya. Masih mengingat nama sendiritapi kesulitan untuk mengingat alamat dan nomer telefon.. Tidak dapat berpikir logik secara jernih. Tidak dapat mengatur pembicaraan mereka sendiri Tidak dapat lagi mengikuti instruksi oral maupun tulisan. Masalah keuangan dan aritmetika semakin meningkat.. Terputus dari realitas. Tidak mengenal diri sendiri di depan cermin dan dapat menganggap suatu cerita di televisi sebagai suatu kenyataan.. Disorientasi cuaca, hari dan waktu.. b. Gangguan berkomunikasi : Mengalami kesulitan dalam berbicara, memahami, membaca dan menulis. Mengulang-ulang cerita, kata-kata, pertanyaan dan bahasa tubuh. Masih dapat membaca tapi tidak berespon dengan tepat terhadap materi bacaannya. Kesulitan menyelesaikan kalimat c. Perubahan kepribadian mulai signifikan : Apatis, menarik diri, curiga, paranoid (seperti menuduh pasangan berhianat atau anggota keluarga ada yang mencuri). Cemas, agitasi dan iritabel, agresif dan mengancam Halusinasi dan delusi muncul. Dapat melihat, mendengar, mencium dan mengecap sesuatu yang tidak nyata. d. Perilaku aneh yang timbul : Perilaku seksual yang menyimpang (seperti : menganggap orang lain sebagai pasangannya dan bermasturbasi di depan umum) Berbicara sendiri. (hampir sepertiga hingga setengah penderita alzheimer berbicara sendiri) Perubahan siklus tidur yang normal ( terjaga sepnajang malam, tidur sepanjang siang) e. Peningkatan dependensi : Dapat makan sendiri, tapi butuh bantuan untuk makan dan minum yang cukup Membutuhkan bantuan untuk berpakaian yang sesuai dengan cuaca atau situasi Membutuhkan bantuan untuk menyisir rambut, mandi, sikat gigi, dan menggunakan toilet. Tidak dapat lagi ditinggalkan sendiri dengan aman (dapat meracuni diri sendiri, membakar diri sendiri). f. Penurunan kontrol sadar : Inkontinensia uri dan feses. Tidak merasa nyaman duduk di kursi atau di toilet.
3. Fase Lanjut (berat). Pada fase ini dapat dijumpai kemunduran kepribadian, gejala kognittif dan fisik memberat. Tingkah laku yang liar di fase awal perkembangan penyakit berubah menjadi lebih tumpul. Beberap ciri khasnya : a. Kognitif dan memori yang makin memburuk : Tidak mengenali lagi orang yang familiar, termasuk istri dan anggota keluarga yang lain. b. Kemampuan komunikasi benar-benar lenyap : Tampak merasa tidak nyaman. Tapi dapat berteriak bila disentuh ataupun bergerak. Tidak mampu untuk tersenyum dan berkata-kata, atau berbicara cengan inkoheren. Tidak dapat menulis dan memahami material bacaan. c. Kontrol sadar terhadap tubuh hilang : Tidak dapat mengontrol gerakan, otot-otot terasa kaku. Inkontinensia urin dan fecal komplit. Tidak dapat berjalan, berdiri, sit up, ataipunmengangkat kepala tanpa bantuan orang lain. Tidak dapat menelan makanan dengan mudah, sering tersedak . d. Dependensi komplit terhadap orang lain : Membutuhkan bantuan di segala aktivitas hidupnya. Membuthkan perawatan sepanjang waktu. e. Penurunan dearajat kesehatan yang bermakna : Sering terjadi infeksi, kejang-kejang, penurunan berat badan, kulit menjadi tipis dan gampang luka serta adanya refleks-refleks abnormal. f. Tubuh melemah : Menolak makan atau minum, berhenti kencing, tidak dapat berespon terhadap lingkungan. Hanya dapat merasakan dingin dan rasa tidak nyaman, serta hanya berespon minimal terhadap sentuhan. Kelelahan dan tidur yang berlebihan. Organ-organ sensoris tidak berfungsi lagi ; bila organ sensoris masih berfungsi, otak tidak mampu menerima input. g. Perubahan kepribadian : Apatis, menarik diri. Kepribadian yang tumpul. h. Perilaku yang aneh : Menyentuh sesuatu benda berulang-ulang Sumber : Sinopsis Psikiatri Jilid I, Kaplan dan Sadock IPD jilid III, edisi IV PPDGJ III