Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum Pengukuran Planimetris ini.
Praktikum ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu Ukur Tanah
yang wajib ditempuh pada Semester 1 Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada. Laporan praktikum ini disusun sebagai pelengkap
pembelajaran mata kuliah Ilmu Ukur Tanah tersebut.
Dan dengan selesainya laporan praktikum ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dosen Ilmu Ukur Tanah
2. Asisten dosen
3. Rekan-rekan Teknik Geodesi
4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan laporan - laporan berikutnya.

Yogyakarta, 4 Januari 2012


Penulis


2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Judul ......................................................................................... 4
I.2 Latar Belakang ......................................................................... 4
I.3 Tujuan ...................................................................................... 5
I.4 Dasar Teori .............................................................................. 5
BAB II PELAKSANAAN
II.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 14
II.2 Alat dan Bahan ........................................................................ 14
II.3 Cara Kerja ................................................................................ 14
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Sketsa Poligon ......................................................................... 19
III.2 Perhitungan .............................................................................. 20
III.3 Pembahasan ............................................................................. 26
BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan .............................................................................. 28
IV.2 Saran ........................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
LAMPIRAN .................................................................................................. 31
3

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Judul
Laporan praktikum planimetris Kantor Pusat Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada.
I.2 Latar Belakang
Peta merupakan penyajian secara visual mengenai dunia nyata yang
disajikan pada suatu bidang datar dengan simbolisasi. Secara teknis, peta
adalah bentuk penyajian obyek-obyek di atas dan/atau di dekat permukaan
bumi pada bidang datar dengan menggunakan skala, sistem proyeksi peta,
dan referensi tertentu.
Pada era pembangunan dewasa ini ketersediaan peta menjadi sesuatu
hal yang tak dapat ditinggalkan, terlebih-lebih untuk pembangunan fisik.
Sebagaimana kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang demikian pesat,
wahana atau teknik pemetaan pun sudah sedemikian berkembang, baik
dalam hal teknik pengumpulan datanya maupun proses pengolahannya dan
penyajiannya baik secara spasial maupun sistem informasi kebumian
lainnya.
Planimetris merupakan salah satu macam metode pembuatan peta.
Metode ini digunakan untuk memetakan wilayah yang luasnya hanya
beberapa ratus sampai beberapa ribu meter persegi dengan menggunakan
cara pengukuran jarak langsung. Pemetaan planimetris pada tugas akhir
semester satu ini dilakukan di Kantor Pusat Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada. Dengan adanya peta planimetris ini akan memberikan
informasi secara visualisasi 2D mengenai keadaan dan posisi gedung
Kantor Pusat Fakultas Teknik UGM tersebut.


4

I.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan pengukuran jarak
langsung di medan mendatar, miring, maupun terhalang.
2. Mahasiswa mampu membuat kerangka dasar pemetaan planimetris.
3. Mahasiawa mampu menyeleksi dan mengumpulkan data dari wilayah
yang dipetakan.
4. Mahasiswa mampu memetakan Kantor Pusat Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada.
5. Mahasiswa mampu menghasilkan peta planimetris yang informatif dan
komunikatif.
I.4 Dasar Teori
Pemetaan planimetris adalah pemetaan suatu daerah yang relatif
sempit, hanya beberapa ratus sampai beberapa ribu meter persegi,
menggunakan alat ukur jarak langsung (pita ukur) dengan mengabaikan
unsur ketinggiannya. Pemetaan cara ini juga dikenal dengan pemetaan blok
atau block meeting, dengan skala besar atau sangat besar. Metode yang
digunakan dalam pemetaan planimetris adalah :
A. Pengukuran Jarak Langsung
Pengukuran jarak langsung adalah pengukuran yang dilakukan
dengan cara membentangkan pita ukur sepanjang garis yang akan
diukur dengan alat utama berupa pita ukur. Apabila jarak tidak dapat
diukur dengan sekali bentangan pita ukur, maka perlu dilakukan
pelurusan. Pelurusan dilakukan dengan cara membuat penggalan-
penggalan pada jarak yang akan diukur. Pengukuran dilakukan
sebanyak dua kali, yakni pengukuran pergi dan pengukuran pulang
Pengukuran jarak langsung dapat dilakukan di medan mendatar
dan medan miring. Pengukuran pada medan mendatar dilakukan dengan
pelurusan terlebih dahulu. Kemudian mengukur langsung dengan
menggunakan pita ukur. Sedangkan pada medan miring perlu dilakukan
5

beberapa tahapan tambahan. Yang pertama adalah melakukan pelurusan
seperti pada medan mendatar. Kemudian melakukan pengukuran jarak
dengan bantuan unting-unting. Di sini pita ukur ditarik sehingga
mendatar dan batas penggal jarak yang diukur di tanah diperoleh
dengan bantuan unting-unting yang digantung dengan benang dari pita
ukur yang direntangkan.


Namun, sering kali terdapat penghalang pada jarak yang akan
diukur. Pengukuran pada jarak terhalang dapat dilakukan dengan
beberapa macam cara sebagai berikut ;
a. Dengan perbandingan sisi segitiga siku-siku
Misal pada titik C yang terletak di garis AB akan dibuat garis CD
tegak lurus AB. Menurut dalil pitagoras, dalam segitiga siku-siku
kuadrat sisi miring = jumlah kuadrat sisi siki-sikunya. Berarti
6

apabila perbandingan ketiga sisi segitiga = 3:4:5 maka segitiga
tersebut adalah segitiga siku-siku.
D


A B E B

b. Dengan mengukur titik tengah tali busur
Pengukuran ini dilakukan dengan cara membuat busur lingkaran
dengan pita ukur atau tali dari suatu titik, sehingga tali busur ini
akan memotong garis yang sudah diketahui sebelumnya. Lalu
menentukan tengah-tengah antara dua titik yang terpotong.
C




A E D F B
c. Dengan bantuan cermin penyiku atau prisma penyiku
Cermin penyiku atau cermin sudut dan prisma penyiku adalah
piranti optis untuk membuat sebuah arah tegak lurus terhadap arah
yang lain. Besar atau ukuran alat ini sedikit lebih besar dari jam
tangan, sehingga dapat dimasukkan dalam saku.
B. Pengukuran Sudut
Salah satu alat untuk mengukur sudut, dalam bidang geodesi dan
pengukuran tanah dikenal dengan nama teodolit. Teodolit memiliki tiga
bagian, bagian atas (teropong, lingkaran vertikal, sumbu mendatar,
klem teropong dan penggerak halus, aldehide vertikal dan nivo, nivo
teropong), bagian tengah (kaki penyangga, aldehide horizontal, piringan
horizontal, klem dan penggerak halus aldehide horizontal, klem dan
penggerak halus nimbus, nivo tabung, mikroskop pembacaan lingkaran
7

horizontal), dan bagian bawah (tribrach, nivo kotak, skrup penyetel
ABC, plat dasar).
Prosedur penggunaan teodolit diawali dengan pendirian teodolit
di atas statif dan melakukan sentering dan mengatur sumbu I agar
vertikal. Yang dimaksud sentering adalah bahwa sumbu I (sumbu
vertikal) teodolit segaris dengan garis gaya berat yang melalui titik
tempat berdiri alat. Sentering dilakukan dengan medirikan teodolit
sehingga ujung unting-unting berada tepat di atas titik (patok).
Sedangkan pengaturan sumbu I vertikal dilakukan dengan cara
mengatur posisi nivo kotak dan nivo tabung.
Pengaturan Nivo Kotak
1. Putar teodolit pada sumbu I hingga nivo tabung sejajar dengan
skrup penyetel A dan B. Seimbangkan gelembung nivo dengan
memutar skrup penyetel A dan B.
2. Putar teodolit pada sumbu I 180
0
. Apabila gelembung bergeser,
maka seimbangkan gelembung dengan skrup A dan atau B.
Pengaturan Nivo Tabung
1. Putar teodolit pada sumbu I 90
0
. Apabila gelembung bergeser,
maka seimbangkan dengan skrup C.
2. Putar teodolit pada sumbu I ke segala arah, apabila gelembung
bergeser, ulangi pengaturan tersebut. Apabila gelembung tidak
bergeser, maka sumbu I telah vertikal.
Setelah dilakukan pengaturan sumbu I vertikal, kemudian
teropong diarahkan pada titik yang yang akan dibidik. Pada saat
melakukan pembidikan, posisi garis bidik diarahkan pada benang yang
digunakan untuk menggantungkan unting-unting. Posisi suatu target
diketahui dengan skala yang terbaca pada bacaan piringan teodolit.
Pengukuran sudut dapat dilakukan dengan cara repetisi atau reiterasi.

8

Cara Repetisi
Cara ini hanya dapat dilakukan dengan alat teodolit tipe repetisi
atau teodolit yang mempunyai sumbu vertikal ganda. Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut :
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Stel teodolit di titik B, buat sumbu I vertikal.
2. Bidik titik A. Dengan skrup klem dan penggerak jalus limbus,
bacaan pada titik A dapat diatur agar menjadi nol atau angka
yang lain. Catat pembacaan ini = p.
3. Matikan klem limbus dan buka klem horizontal. Bidik
teropong pada titik C. Setelah tepat, matikan klem horizontal.
Baca q, diperoleh sudut .
4. Bawa pembacaan q ke pembidikan A pada titik C. Dengan
cara ini, akan didapatkan sudut lagi. Bila ini diulang n kali,
maka akan diperoleh n. kali.

Cara Reiterasi
Cara reiterasi sebenarnya mirip dengan repetisi, yaitu setelah
mengukur sudut , pembacaan q ditambah dengan besaran sudut
tertentu, misal 30
0
. Pembacaan ini kemudian dibawa ke A dan klem
limbus dimatikan lagi. Selanjutnya klem horizontal dibuka dan
9

teropong dibidikkan ke C lagi. Pekerjaan ini diulang-ulang sampai n
kali.

Pengukuran sudut dilakukan dengan sistem dua seri rangkap.
Pengukuran seri rangkap adalah pengukuran sudut dengan kedudukan
posisi teropong biasa dan luar biasa dari sebuah sudut tunggal.
Sedangkan pengukuran dua seri rangkap bila mengukur target posisi
biasa, biasa, luar biasa, luar biasa. Bila jumlah seri pengukuran akan
ditambah guna meningkatkan ketelitiannya, maka penempatan posisi
pembagian skala lingkaran horizontal pada teodolit repetisi dapat
diubah-ubah.
C. Pengukuran Jarak Optis
Pengukuran jarak optis merupakan pengukuran jarak secara tidak
langsung, karena dalam pelaksanaannya digunakan alat bantu berupa
teropong pada alat ukur teodolit dan rambu ukur. Pengukuran ini dapat
dilakukan karena pada teropong teodolit dilengkapi dengan garis bidik
(benang silang) dan benang stadia yang diarsir pada diafragma. Garis
bidik adalah garis khayal yang menghubungkan titik benang silang
dengan sumbu optis lensa obyektif teropong. Benang stadia terdiri dari
tiga macam, yakni benang atas, benang tengah, dan benang bawah.
Posisi suatu target diketahui dengan membaca bacaan piringan vertikal
teodolit dan angka pada rambu ukur yang ditunjukkan dengan benang
stadia yang dilihat dari teropong teodolit.

10

B
C
D
E
A

2
D. Poligon Tertutup
Poligon dapat diartikan sebagai suatu rangkaian dari titik titik
secara berurutan sebagai kerangka pemetaan. Posisi atau koordinat titik
titik poligon tersebut diperoleh dengan mengukur sudut dan jarak
antar titik titik poligon, serta azimuth salah satu sisinya. Adapun
rumus penentuan koordinat poligon adalah :
x
2
= x
1
+ d
12
sin
12

y
2
= y
1
+ d
12
cos
12
Dilihat dari bentuknya, ada dua macam poligon, yaitu :
1. Poligon Tertutup
2. Poligon Terbuka
3. Poligon Bercabang
Poligon tertutup adalah poligon yang diawali dan diakhiri pada
titik yang sama (berimpit).
Unsur yang diperlukan dari bentuk poligon tersebut adalah
- Unsur sudut pada tiap titik
- Unsur jarak pada tiap sisi
11

- Azimut salah satu sisi, agar poligon tersebut terorientasi
Dari unsur unsur tersebut semua unsur sudut diukur, salah satu
sisi poligon perlu diukur atau diketahui azimutnya, karena untuk
menghitung koordinat titik poligon, yang diperlukan adalah azimut,
bukan sudut sehingga azimut sisi lainnya bias dicari dengan melihat
hubungan antar sudut dan azimut awal.
Pengukuran Azimut
Beda tinggi arah utara yang ditunjukkan oleh magnetis dan utara
geografis disebut dengan deklinasi magnet atau salah tunjuk jarum.
Besar sudut deklinasi magnet tidak sama dari satu tempat ke
tempat lain, makin mendekat kutub makin besar, serta dari waktu ke
waktu tidak sama pula. Salah tunjuk jarum magnet di suatu tempat
selain dikarenakan deklinasi juga bisa disebabkan karena adanya atraksi
local yaitu adanya gangguan medan magnet setempat, akibat adanya
benda-benda yang terbuat dari besi baja, bangunan-bangunan gedung
dan lain-lain serta kemungkinan adanya kesalahan dari kontruksi alat
itu sendiri seperti halnya jarum magnet tidak sejajar sumbu datar
(kesalahan kolimasi). Sehingga alat-alat yang menggunakan pembacaan
dengan kompas, sebaiknya bila akan digunakan untuk pengukuran di
suatu tempat perlu diukur deklinasi magnet di tempat tersebut dengan
cara membandingkan suatu arah yang diukur dengan pengamatan
matahari.
Selisih arah yang didapat merupakan besaran koreksi yang harus
diberikan terhadap data hasil ukuran arah dengan kompas untuk
mendapatkan arah yang benar.
E. Pembuatan Peta Planimetris
Peta planimetris sampai saat ini dibuat dengan melakukan
pengukuran secara langsung di lapangan. Maksud dari pengukuran yang
dilakukan pada pembuatan peta ini adalah mengumpulkan data-data
12

lapangan yang berupa panjangan dari penggal-penggal garis
pembentuk/penentu posisi dari objek-objek yang diukur. Secara garis
besar tahapan pembuatan peta planimetris meliputi :
1. Pembuatan Kerangka Peta
Kerangka peta yang digunakan secara umum adalah : dengan
membentuk segitiga-segitiga. Jika suatu segitiga diukur ketiga sisinya,
maka segitiga tersebut dapat digambarkan.
2. Pengukuran Detil
Detil adalah obyek lapangan yang diukur atau dipetakan. Letak
suatu detil dapat ditentukan posisinya jika terikat dari kerangka peta
atau dari garis ukur. Posisi detil dapat ditentukan dengan cara
penyikuan, pemotongan atau pengikatan, dan interpolasi. Namun,
dalam prakteknya selalu digunakan cara kombinasi dari ketiganya.
3. Penggambaran
Penggambaran umumnya dilakukan secara grafis, mengingat
hasilukuran yang didapat berupa penggal-penggal garis saja. Dalam
penggambaran hitungan yang ada hanya untuk kontrol garis ceking saja
dengan toleransinya. Penggambaran peta planimetris meliputi
penggambaran kerangka peta dan penggambaran detil. Penggambaran
detil baru dilakukan setelah penggambaran kerangka peta selesai dan
kualitasnya baik, yang diindikasikan dengan kesalahan penggambaran
garis ceking masuk toleransi, yakni 1/3000.







13

BAB II
PELAKSANAAN
II.1 Waktu dan Tempat
Pemetaan planimetris dimulai pada hari Kamis, 15 Desember 2011
sampai dengan 4 Januari 2012 yang berlokasi di Kantor Pusat Fakultas
Teknik (KPFT) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
II.2 Alat dan Bahan
- 1 buah teodolit
- 1 buah statif
- 1 buah pita ukur
- 1 buah kompas
- 1 buah rambu ukur
- 1 buah payung
- 2 buah kaki target/kaki tiga
- 3 buah unting-unting
- 3 batang jalon
- Formulir data pengukuran
- Kertas A0
- Penggaris 1 meter
- Penggaris triplepalm skala 1 : 200
- Jangka dan busur lingkaran
- Alat penghitung (kalkulator)
- Alat tulis
II.3 Cara Kerja
A. Survey Pendahuluan
1. Mahasiswa datang di lokasi pengukuran, yakni Kantor Pusat
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
2. Mahasiswa mengamati kondisi lapangan.
14

3. Mahasiswa menentukan posisi titik poligon yang akan digunakan,
dan titik poligon tersebut harus terlihat dari dua titik poligon yang
lain.
4. Mahasiswa mensketsa titik-titik poligon tersebut.
B. Pengukuran Poligon
a. Jarak
1. Mahasiswa melakukan pelurusan pada jarak antara dua titik
poligon.
2. Mahasiswa mengukur penggal-penggal antara dua titik.
3. Mahasiswa melakukan pengukuran pulang-pergi.
4. Mahasiswa mengukur rerata jarak dan ketelitian, serta
mencatat hasil pada formulir pengukuran.
5. Mahasiswa mengulang cara kerja 1-3 pada tiap jarak antar
poligon.
b. Sudut
i. Azimut
1. Mahasiswa meletakkan teodolit di atas statif pada titik 4,
melakukan sentering dan pengaturan sumbu I vertikal.
2. Mahasiswa memasang kompas pada teodolit, dan
mengarahkan bidikan pada benang unting-unting dititik
poligon 5.
3. Mahasiswa membaca bacaan azimuth pada kompas.
U
5



ii. Sudut dalam Poligon
1. Mahasiswa meletakkan teodolit di atas statif di titik 1
kemudian melakukan sentering dan pengaturan sumbu I
vertikal.
15

2. Mahasiswa meletakkan unting-unting yang digantung pada
kaki target pada titik 2 dan 5.
3. Mahasiswa membidik titik 2 melalui teropong teodolit, lalu
mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan biasa.
4. Mahasiswa memutar teropong mengarah ke titik 5, lalu
mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan biasa.
5. Mahasiswa merubah posisi teropong menjadi luar biasa, lalu
membidik titik 5 dan mencatat bacaan lingkaran horizontal.
6. Mahasiswa memutar teropong mengarah ke titik 2, lalu
mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan luar
biasa.
7. Mahasiswa membuka klem horizontal dan mengarahkan
teropong hingga terbaca bacaan biasa 1 ditambah 90
0
, lalu
menutup klem horizontal dan membuka klem limbus,
kemudian mengarahkan teropong ke titik 2, menutup klem
limbus dan membuka klem horizontal.
8. Mahasiswa memutar teropong mengarah ke titik 5, lalu
mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan biasa.
9. Mahasiswa merubah posisi teropong menjadi luar biasa, lalu
membidik kembali titik 5 tersebut dan mencatat bacaan
lingkaran horizontal.
10. Mahasiswa memutar teropong mengarah ke titik 2, lalu
mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan luar
biasa.
11. Mahasiswa mengulangi langkah 1-10 pada tiap titik poligon,
dan mencatat hasil pada formulir pengukuran.

16


C. Pengukuran Detil
Pengukuran Jarak Langsung
1. Mahasiswa menentukan titik detil yang akan diukur.
2. Mahasiswa mengukur jarak titik detil dari poligon dengan
menggunakan pita ukur.
3. Mahasiswa mengukur jarak titik detil tersebut dari poligon
yang lain.
4. Mahasiswa mengulangi langkah 1-3 pada setiap titik detil
yang akan diukur dengan menggunakan pita ukur.
D. Penggambaran Peta Planimetris
1. Mahasiswa mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam
pembuatan peta planimetris seperti kertas A0, jangka, penggaris,
busur, dan drawing pen.
2. Mahasiswa membuat garis tepi dan kelengkapan peta, berupa :
a. Judul peta
b. Skala peta (skala garis dan angka)
c. Arah orientasi
d. Legenda
e. Waktu pembuatan peta
f. Pengesahan
g. Nama instansi
17

3. Mahasiswa membuat grid pada bagian muka peta. Grid dibuat
dengan jarak antar titik tengahnya adalah 10 cm.
4. Mahasiswa menggambarkan titik poligon berdasarkan koordinat
yang didapatkan melalui perhitungan dengan jarak sesuai skala yang
digunakan dengan bantuan busur dan penggaris / triplepalm.
5. Mahasiswa menghubungkan titik-titik poligon dengan garis putus-
putus, sehingga terbentuk pola poligon.
6. Mahasiswa menggambarkan titik-titik detil sesuai skala yang
digunakan dengan bantuan busur, penggaris / triplepalm dan jangka.
7. Mahasiswa menghubungkan titik-titik detil sehingga terbentuk pola
bangunan Kantor Pusat Fakultas Teknik UGM.
8. Mahasiswa membuat titik-titik detil tambahan sesuai skala yang
digunakan dengan bantuan busur, penggaris / triplepalm dan jangka.
9. Mahasiswa menghubungkan titik-titik detil tambahan sehingga
terbentuk pola detil tambahan.
10. Mahasiswa menghapus garis-garis atau pola yang tidak terpakai dan
mempertebal garis / pola yang dibutuhkan.














18

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Sketsa Poligon



















19

III.2 Perhitungan
DETIL LUAR KPFT
Detil Jarak Terukur (m)
4-a 14,752
T-a 12,222
4-b 14,932
T-b 13,518
x-c 19,536
T-c 33,262
x-d 15,572
4-d 32,076
M-e 2,826
5-e 33,254
5-f 7,434
1-f 5,568
1-g 3,936
5-g 9,648
z-h 16,418
1-h 33,500
z-i 18,578
1-i 34,770
1'-l 18,426
1-l 34,690
1'-m 16,248
1-m 33.400
1-n 14,232
2-n 9,066
2-o 7,042
1-o 16,338
C-p 4,758
S-p 7,106
20

C-q 4,898
S-q 9,246
P-r 37,158
C-r 17,432
3-s 23,634
P-s 13,418
3-t 23,334
P-t 16,068
l-k 2,974
l-1t 2,016
k-2t 0,430
3-u 21,324
P-u 10,784
T-v 8,086
4-v 14,314

DETIL DALAM KPFT (dimensi)
Detil Jarak Terukur (m)
l1-k1 36,940
e1-f1 15,290
h1-j1 21,824
c1-d1 14,437
a1-b1 15,150
a1-m1 21,370

DETIL TAMAN
Detil Jarak Terukur (m)
Y-a2 11,008
Y-a1 12,486
Z-a2 1,388
21

Z-a1 2,118
5-b2 11,772
5-b3 13,428
Q-b2 6,928
Q-b3 5,182
5-c1 1,824
5-c2 2,054
Q-c1 5,878
Q-c2 8,582
5-d1 27,100
5-d2 30,678
D-d1 6,796
D-d2 6,204
4-e3 17,768
4-e4 21,209
X-e3 4,868
X-e4 6,752
4-f3 10,606
4-f4 14,106
X-f3 7,432
X-f4 5,176
C-g3 10,436
C-g4 13,852
S-g3 3,376
S-g4 4,688
C-h3 17,304
C-h4 20,794
S-h3 7,646
S-h4 10,978
C-i2 27,858
C-i3 24,290
22

2-i2 11,014
2-i3 14,636
3-j1 17,164
3-j2 17,528
P-j1 20,404
P-j2 18,234
P-j3 21,416
A-j3 5,406
A-j4 2,522
B-j4 8,558
P-k1 24,702
A-k1 5,214
A-k3 5,244
A-k4 2,000
B-k3 2,334
B-k4 5,152
P-l1 31,466
B-l1 6,198
A-l3 12,388
B-l3 6,458
2-m2 12,394
2-m4 12,368
1'-m2 9,156
1'-m4 9,882
2-n1 1,948
2-n2 1,044
1-n2 24,378
1-n1 26,276


23

DETIL BENDERA
Detil Jarak Terukur (m)
Z-o1 6,551
Z-o2 11,754
Z-o3 10,484
Z-o4 14,458
Z-05 16,032
Z-o6 19,784
Z-o7 20,094
Z-o8 17,458
Z-o9 16,560
Z-o10 15,198
1-o1 21,058
1-o2 21,194
1-o3 20,312
1-o4 8,512
1-o5 7,038
1-o6 7,052
1-o7 8,508
1-o8 20,224
1-o9 21,144
1-o10 21,024
1-o1' 12,780
1-o10' 12,758
o10'-o10 8,338
o1-o10 2,120
o3-o2 1,510

DETIL PARIT
Detil Jarak Terukur (m)
1'-a" 13,858
24

1'-b1" 8,078
2-a" 35,054
2-b" 25,134
b"-c" 8,632
1'-d" 19,382
2-d" 15,308
A-e" 11,786
3-e" 24,338
f-g" 15,196
P-g" 7,876
3-g" 4,418
T-h" 4,512
4-h" 8,692
h"-I" 8,882
4-j" 11,362
T-j" 17,824
X-k" 5,398
D-k" 16,822
X-l" 20,558
D-l" 13,096
l"-m" 8,608
l"-n" 13,916
W-o" 15,362
Z-o" 22,704
Z-p" 11,822
1-p" 12,692



25

III.3 Pembahasan
Tugas akhir semester satu (2011/2012) sudah mulai diberikan kurang lebih
sekitar tiga minggu sebelum UAS. Pemberian tugas yang lebih awal ini
dimaksudkan agar tidak mengganggu waktu minggu tenang. Yang pertama
diberikan adalah pengarahan tentang cara-cara pengukurannya dan pembagian
lokasi pengukuran.
Keesokan harinya pada saat jam praktik IUT, kami langsung melakukan
survey lapangan untuk mengetahui situasi lapangan dan membuat sketsa
bangunan yang akan dipetakan. Pada hari itu juga kami langsung menentukan dan
membuat titik-titik poligon dengan pertimbangan bahwa titik-titik tersebut dapat
mengikat bangunan utama. Dan tak lupa, titik-titik tersebut juga harus berada
pada tempat yang strategis dan harus bisa terlihat dari dua titik poligon yang ada
di sampingnya. Strategis disini yaitu berada di tempat yang aman dan tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari yang ada di sekitarnya, seperti pada wilayah
KPFT UGM ini yang mayoritas di setiap bagiannya digunakan untuk tempat
parkir mobil maupun kendaraan lain. Pada daerah yang seperti ini, kami membuat
titik-titik poligon yang agak berjauhan dari area parkir agar nantinya tidak
mengganggu proses pengukuran.
Lalu dilanjutkan dengan mengukur jarak poligon dengan menggunakan pita
ukur. Untuk jarak antar poligon yang jauh dan tidak cukup dengan
membentangkan pita ukur satu kali, kami memenggalkannya menjadi beberapa
penggal sesuai dengan kebutuhan dengan cara pelurusan menggunakan jalon.
Setiap pengukuran antara dua titik poligon kemudian langsung dihitung TORnya.
Karena nilai hitungannya belum masuk TOR, maka kami harus mengulangi
mengukur sampai dengan menghasilkan hitungan yang masuk TOR. Kesalahan
ini bisa disebabkan kemungkinan karena kesalahan pembacaan skala pita ukur
ataupun karena memegang atau menarik pita ukurnya kurang kuat.
Pertemuan berikutnya, kami mengukur sudut dalam poligon dengan teodolit
disertai dengan mengukur azimuth pada salah satu titik poligon dengan
menggunakan kompas yang dipasang di atas teodolit. Pengukuran sudut ini
26

dilakukan dengan cara pengukuran sudut dua seri rangkap. Dari pengukuran ini
akan didapatkan 4 sudut bacaan yang kemudian dirata-rata dan hasilnya itu
merupakan sudut titik poligon. Untuk azimuth, kami mengukurnya dari poligon 4
menuju poligon 5. Caranya adalah dengan membidikkan teropong dalam posisi
biasa dari poligon 4 ke benang unting-unting yang berada di titik poligon 5. Lalu
memasang kompas di atas teodolit. Jarum kompas akan menunjukkan arah utara,
dan titik 0 nya akan mengarah searah dengan teropong teodolit. Besarnya sudut
dari arah utara jarum kompas sampai 0 itulah yang menjadi nilai besarnya azimuth
poligon 4. Untuk poligon-poligon berikutnya, bacaan awal azimuth tinggal
ditambah 180 lalu dikurangi dengan bacaan sudut tiap-tiap poligon.
Setelah semua kerangka peta selesai diukur, langkah selanjutnya adalah
mengukur detil. Pengukuran detil bisa dilakukan dengan cara pengikatan,
penyikuan maupun dengan jarak optis. Yang paling banyak kami lakukan disini
adalah dengan cara pengikatan. Pengikatan detil dilakukan minimal dari 2 titik
poligon. Detil yang akan diikat dari titik poligon langsung diukur dengan
menggunakan pita ukur. Hambatan dari pengikatan adalah apabila terhalang mobil
atau pohon dan juga apabila tiba-tiba turun hujan lebat. Detil yang diukur ini
bukan hanya detil bangunannya saja, tetapi juga dengan taman, jalan, selokan dan
lain sebagainya yang masih bisa diikat titik poligon. Cara penyikuan tidak kami
lakukan disini karena medannya bisa diukur dengan cara pengikatan dan
medannya juga tidak begitu memerlukan penyikuan. Jarak optis sebenarnya sudah
kami lakukan. Namun, ada kesalahan dalam prosedur pelaksanaannya, dimana
kami tidak membidikkan terlebih dahulu teropong teodolit dari titik poligon pada
salah satu titik poligon terdekat. Disini kami langsung membidikkan teropong ke
rambu ukur, sehingga tidak diketahui besar sudut sebagai acuannya.
Setelah semua kerangka peta, detil dan pelengkapnya selesai diukur,
langkah berikutnya adalah penggambaran. Penggambaran dimulai dengan terlebih
dahulu menggambar poligon sesuai dengan skala peta yang akan dibuat dengan
menggunakan busur dan penggaris/triplepalm. Dilanjutkan dengan menggambar
detil-detil yang ada dan pelengkap-pelengkapnya dengan menggunakan jangka
dan penggaris/triplepalm.
27

BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
1. Ketelitian yang tinggi diperlukan agar hasil yang didapatkan masuk
dalam toleransi nilai benar, yakni 1/3000. Namun, seringkali hasil
ukuran yang diperoleh ketelitiannya melebihi nilai TOR (1/3000), maka
harus dilakukan pengukuran ulang.
2. Kondisi alat dan keadaan lokasi (cuaca dan keramaian) sangat
berpengaruh pada proses pengukuran. Dalam pengukuran planimetris
ini, kondisi alat yang digunakan sedikit kurang baik, karena merupakan
alat yang tua. Sedangkan kondisi lapangan pengukuran sangat padat
(ramai) akan kendaraan maupun orang. Terjadi pula keadaan dimana
sebuah mobil parkir sembarangan yang ternyata berada tepat di atas
titik poligon, sehingga pengukuran di poligon tersebut tertunda.
3. Pada mulanya dalam proses pengukuran, kekuatan pemegang pita ukur
tidak sama untuk setiap kali bentangan pita ukur, sehingga hasil yang
didapat tidak dapat membentuk gambar bangunan dengan benar.
Sehingga pengukuran kembali diulang, dengan kekuatan pemegang pita
ukur yang sama, dan kemudian didapatkan hasil yang tepat.
4. Pencatatan data ukuran juga harus memerhatikan kerapian, karena
seringkali terjadi kebingungan dalam pembacaan data hasil ukuran.
5. Pada awalnya, penggambaran pola poligon tidak tertutup. Setelah
diteliti kembali ternyata terdapat kesalahan dalam proses penggambaran
berupa kesalahan dalam menggunakan busur lingkaran. Penggambaran
harus diulang, sehingga poligon dapat tertutup sesuai dengan ukuran
dan skala yang benar.
IV.2 Saran
1. Hendaknya dalam melakukan pengukuran, ketelitian harus diutamakan,
terutama dalam hal membaca skala ukuran, baik jarak maupun sudut.
28

2. Sebaiknya dalam membentangkan pita ukur, tenaga pemegang harus
sama untuk tiap-tiap jarak, sehingga hasil ukuran yang didapat dapat
masuk dalam toleransi nilai benar, yakni 1/3000.
3. Proses penggambaran harus menggunakan tingkat kecermatan yang
tinggi, sehingga tidak terjadi kesalahan.
4. Pencatatan dan penghitungan data juga harus dilakukan dengan
kesabaran dan ketelitian yang tinggi agar didapatkan hasil yang tepat.
5. Kerja tim dan konsep kerja sangat dibutuhkan untuk melakukan
pengukuran seperti ini.
















29

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.TT. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10151-Chapter1.pdf
(diunduh pada 1 Januari 2012 pukul 10.30)
Basuki, Slamet. 2011. Ilmu Ukur Tanah (Edisi Revisi). Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta.
Jurusan Teknik Geodesi. 2004. Pengantar Geodesi dan Geomatika. Yogyakarta.
Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika
Universitas Gadjah Mada. 1999. Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah.
Yogyakarta
Takasaki, Masayosi dkk. 2005. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan.
Pradnya Paramita: Jakarta
Wongsotjitro, Soetomo. 2010. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius : Yogyakarta.












30

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai