Anda di halaman 1dari 24

A.

PENGERTIAN
GAGAL GINJAL
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan eletrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah ( Muttaqin &
Sari, 2011 ).
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan ginjal
yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju
filtrasi glomerular kurang dari 50 mil/min ( Sutoyo et al 2001 ).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia ( Smeltzer & Bare,2001).

DIABETUS MELITUS
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua duanya. (Gustaviani, 2006 : 1857 1859 ).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronia metabolisme abnormal yang memerlukan
pengobatan seumur hidup dengan diet, latihan dan obat obatan. (Carpenito, 1999 : 143
159 )
Diabetes Mellitus adalah masalah masalah yang mengancam hidup (kasus darurat)
yang disebabkan oleh difisiensi relative atau absolute.(Doengoes, 2000: 726 784)


B. ANATOMI FISIOLOGI
GINJAL

1. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dextra yang besar.
2. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis
atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
3. Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari:
a. Fascia (fascia renalis),
b. Jaringan lemak perirenal,
c. Kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat
pada permukaan luar ginjal.

4. Stuktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan korteks. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices
renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri
dari: glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
5. Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin
a. Proses filtrasi, di glomerulus.
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonatdll, diteruskan ke tubulus ginjal.
Cairan yang disaring disebut filtrat glomerulus.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
(obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi
kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada
papilla renalis.
c. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
6. Pendarahan
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan
arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi
arteri interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang
berada di tepi ginjal bercabang manjadi arteriole aferen glomerulus yang masuk ke
gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriole eferen
gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.
7. Persarafan ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi
untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan
bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
8. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya 25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada
rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke
dalam kandung kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
9. Vesika urinaria (kandung kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah
pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika
urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
10. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm,
terdiri dari:
a. Uretra pars prostatika
b. Uretra pars membranosa
c. Uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak di
sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai
saluran ekskresi.



11. Urin.
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
a. Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)
cairan dan faktor lainnya.
b. Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c. Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan sebagainya.
d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
e. Berat jenis 1,015-1,020.
f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung daripada diet
(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
a. Air kemihterdiridarikira-kira 95% air.
b. Zat-zatsisa nitrogen darihasilmetabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin.
c. Elektrolitnatrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfatdansulfat.
d. d. Pigmen (bilirubin danurobilin).
e. Toksin.
f. Hormon
12. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada dindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan mencetuskan
tahap ke-2.
b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan
kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang
belakang). Sebagian besar pengosongan diluar kendali tetapi pengontrolan
dapat dipelajari latih. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat
vesikaurinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan
spinchterinterna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan
otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi.
13. Ciri-ciri urin normal.
a. Rata-rata dalamsatuhari l-2 liter tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan
yang masuk.
b. Warnanya bening tanpa ada endapan.
c. Baunya tajam.
d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.

PANKREAS
Pankreas panjangnya kira-kira lima belas sentimeter, mulai dari duodenum sampai
limpa, dan terdiri atas 3 bagian : kepala pankreas, badan pankreas, ekor
pankreas. Jaringan pankreas terdiri atas labula dari pada sel sekretori yang tersusun
mengitari saluran-saluran halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-
saluran kecil dari labula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan menlalui
labula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke
kanan. Saluran-saluran kecil itu menerima saluran dari labula lain dan kemudian bersatu
untuk membentuk saluran utama yaitu ductus wirsungi.
Kepulauan langerhans pada pankreas membentuk organ endokrin yang menyekresi
insulin, yaitu sebuah hormon antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes.
Insulin adalah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna
protein. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagai pengobaan
dalam hal kekurangan, seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh
untuk mengabsorbsi dan menggunakan glukoda dan lemak (Pearce, E., 1995 : 207 dan
237).
Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas, kelenjar pankreas terletak di lekukan
usus dua belas jari, sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah
yaitu waktu puasa antara 60-120 mg/dl dan dalam dua jam sesudah makan di bawah 140
mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kuantitas maupun kualitas
keseimbangan tersebut akan terganggu dan kadar glukoda cenderung naik
(Tjokroprawiro, 1998 : 1).

C. PATOFISIOLOGI
GAGAL GINJAL
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi
dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari
25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan
akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat
penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah
ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban
cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk keadaan
gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma.
Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai
respons dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan
manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi
sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada
setiap organ tubuh. Dampak dari gagal ginjal kronis memberikan berbagai masalah
keperawatan.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (
Barbara C Long, 1996, 368) Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner &
Suddarth, 2001 : 1448). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi
tiga stadium yaitu:

1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar
normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10%
dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini
kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan
timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

DIABETUS MELITUS
Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel
sel beta pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang
menimbulkan hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal
tiak dapat mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine
(glukosaria). Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebut diuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan
pemecahan lemak dan protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan
produksi, disamping pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbagan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetic menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, napas bau aseton. Bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel sel beta tidak mampu
mengimbangi permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi DM tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas
akibat DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetika tadak terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30
tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh pembuluh
kecil (mikroagiopati), pembuluh pembuluh sedang dan besar (makroangiopati).
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina,
glomerulus ginjal, syaraf syaraf perifer, otot otot kulit. Makroangiopati mempunyai
gambaran berupa arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan
vaskuler. Kalau ini mengenai arteri arteri perifer maka dapat mengakibatkan
insufusuensi vaskuler perifer yang di sertai ganggren pada ekstrimitas.

D. ETIOLOGI
GAGAL GINJAL
Etiologi gagal ginjal
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari
ginjal sendiri dan dari luar ginjal.
1. Penyakit dari ginjal
a. Penyakit oada saringan (glomerulus): glomerulonefrotis
b. Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
c. Batu ginjal : nefrolitiasis
d. Kista di ginjal : polycistis kidney
e. Trauma langsung pada ginjal
f. Keganasan pada ginjal
g. Sumbatan : batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum luar ginjal
a. Penyakit sistemik : diabetus melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

DIABETUS MELITUS
1. Diabetes tipe I :
- Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA.
- Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
- Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
- Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
- Obesitas
- Riwayat keluarga

Menurut Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1224) penyebab diabetes mellitus
dikelompokkan menjadi 2 :
1. DM tipe I disebabkan oleh
a. Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe itu sendiri tapi mewarisi suatu
kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes ini ditemukan pada
penderita HLA (Human Leucocyto Antigen).
b. Faktor lingkungan
Karena destruksi sel beta, contoh : hasil penyelidikan yang mengatakan
bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses auto imun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. DM tipe II
Disebabkan oleh usia (retensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun) obesitas, riwayat keluarga, kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan
hisponik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya DM)

E. TANDA DAN GEJALA
GAGAL GINJAL
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
Price & Wilson, (1994).

DIABETUS MELITUS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya
tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus
tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul
adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak
bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Penyakit
yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut
dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang
tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan
gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia,
dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan
dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.



F. MANIFESTASI KLINIS
GAGAL GINJAL
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
- Hipertensi
- Pitting edema
- Edema periorbital
- Pembesaran vena leher
- Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
- Krekel
- Nafas dangkal
- Kusmaull
- Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
- Anoreksia, mual dan muntah
- Perdarahan saluran GI
- Ulserasi dan pardarahan mulut
- Nafas berbau ammonia
d. Sistem musculoskeletal
- Kram otot
- Kehilangan kekuatan otot
- Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
- Warna kulit abu-abu mengkilat
- Pruritis
- Kulit kering bersisik
- Ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
- Amenore
- Atrofi testis

DIABETUS MELITUS
Pendapat Smeltzer, S.C dan Bare (2000 : 1220) manifestasi klinik dari Diabetes
Mellitus antara lain :
1. Glukosuria : adanya kadar glukosa dalam urin.
2. Poliuri : sering kencing dan diuresis osmotik.
3. Polidipsi : banyak minum akibat dari pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebih.
4. Polifagi : banyak makan akibat menurunnya simpanan kalori.
5. Penurunan berat badan secara drastis karena defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak.

G. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
GAGAL GINJAL
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Retriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : Diuretik untuk meningkatkan urinasi.
- Alumunium hidroksida untuk terapi hiperfostamia.
- Anti hipertensi untuk terapi hipertensi.
- Serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti Apoetin Alfa bila
terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transfusi darah
5. Transpolantasi ginjal

DIABETUS MELITUS
Menurut Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1226) ada 5 komponen dalam
penatalaksanaan DM yaitu :
3. Diit
4. Latihan jasmani
5. Pemantauan
6. Terapi (jika diperlukan)
7. Pendidikan

Berdasarkan Engram, B (1998 : 535) penatalaksanaan DM yaitu :
1. Untuk DM tipe I
Insulin (karena tidak ada insulin endogen yang dihasilkan).
2. Untuk DM tipe II
Modifikasi diit, latihan dan agen hipoglikemia.

Menurut Long B.C (1996 : 81) pencegahan DM yaitu :
1. Pencegahan primer
a. Menghindari obesitas (jika perlu)
b. Pengurangan BB dengan supervisi medik merupakan fokus utama dalam
pencegahan DM tidak tergantung insulin.
2. Pencegahan sekunder yaitu dengan deteksi DM.











H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b. Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hyperplasia, prostatektomi.
c. Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa
sputum, kental dan banyak,
Tanda : Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, batuk produktif
dengan/tanpa sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan
diare.
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.
6. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang
lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti
pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada
rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia).
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
c. Pola Eliminasi
Eliminasi urin : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning
tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal.
Gejala : Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f. Pola hubungan dan peran.
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran).
g. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat
dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan klien tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal
ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien.
7. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
- ureum kreatinin
- asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
- analisis urin rutin
- mikrobiologi urin
- kimia darah
- elektrolit
- imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
- progresifitas penurunan fungsi ginjal
- ureum kreatinin, klearens kreatinin test

Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
3. Gangguan pefusi jaringan renal berhubungan dengan penurunan suplai oksigen di
ginjal
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dari
kebutuhan oksigen
5. Aktual / resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi atau penumpukan urea toksin, klasifikasi jaringan lunak.

Diagnosa
Rencana Keperawatan
NOC NIC
Pola Nafas tidak efektif
berhubungan
dengan depresi pusat
pernafasan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jampasien menunjukkan keefektifan
pola nafas, dibuktikan dengan
kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dg
mudah, tidakada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
- Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan)

1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Pasang mayo bila perlu
3. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
4. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
6. Berikan bronkodilator
7. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
8. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status O2
10. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
11. Pertahankan jalan nafas yang
paten
12. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
13. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas.
16. Ajarkan bagaimana batuk
efektif
17. Monitor pola nafas

Kelebihan Volume
Cairan berhubungan
dengan Mekanisme
pengaturan melemah

Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . Kelebihan
volume cairan teratasi dengan
kriteria:
v Terbebas dari edema, efusi,
anaskara
v Bunyi nafas bersih, tidak ada
dyspneu/ortopneu
v Terbebas dari distensi vena
jugularis,
v Memelihara tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru, output jantung
dan vital sign DBN
v Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau bingung

Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat
Pasang urin kateter jika
diperlukan
Monitor hasil lab yang
sesuai dengan retensi cairan (BUN
, Hmt , osmolalitas urin )
Monitor vital sign
Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena leher, asites)
Kaji lokasi dan luas edema
Monitor masukan makanan
/ cairan
Monitor status nutrisi
Berikan diuretik sesuai
interuksi
Kolaborasi pemberian obat
Monitor berat badan
Monitor elektrolit
Monitor tanda dan gejala
dari odema

Perfusi jaringan renal
tidak
efektifberhubungan
Setelah dilakukan asuhan
selama 3x24 jam ketidakefektifan
perfusi jaringan renal teratasi
v Observasi status hidrasi
(kelembaban membran mukosa,
TD ortostatik, dan keadekuatan
dengan gangguan
transport O2
dengan kriteria hasil:
v Tekanan systole dan diastole
dalam batas normal
v Tidak ada gangguan mental,
orientasi kognitif dan kekuatan otot
v Na, K, Cl, Ca, Mg, BUN, Creat
dan Biknat dalam batas normal
v Tidak ada distensi vena leher
v Tidak ada bunyi paru tambahan
v Intake output seimbang
v Tidak ada oedem perifer dan
asites
v Tdak ada rasa haus yang
abnormal
v Membran mukosa lembab
v Hematokrit dbn
v Warna dan bau urin dalam batas
normal.

dinding nadi)
v Monitor HMT, Ureum,
albumin, total protein, serum
osmolalitas dan urin
v Observasi tanda-tanda cairan
berlebih/ retensi (CVP menigkat,
oedem, distensi vena leher dan
asites)
v Pertahankan intake dan output
secara akurat
v Monitor TTV
Pasien Hemodialisis:
v Observasi terhadap dehidrasi,
kram otot dan aktivitas kejang
v Observasi reaksi tranfusi
v Monitor TD
v Monitor BUN, Creat, HMT dan
elektrolit
v Timbang BB sebelum dan
sesudah prosedur
v Kaji status mental
v Monitor CT
Pasien Peritoneal Dialisis:
v Kaji temperatur, TD, denyut
perifer, RR dan BB
v Kaji BUN, Creat pH, HMT,
elektrolit selama prosedur
v Monitor adanya respiratory
distress
v Monitor banyaknya dan
penampakan cairan
v Monitor tanda-tanda infeksi

Intoleransi aktivitas
Berhubungandengan
ketidakseimbangan
antara suplai dari
kebutuhan oksigen

Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
pasien bertoleransi terhadap
aktivitas dengan Kriteria Hasil :
v Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
v Mampu melakukan aktivitas
sehari hari (ADLs) secara mandiri
v Keseimbangan aktivitas dan
istirahat

v Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
v Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
v Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
v Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
v Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas, diaporesis,
pucat, perubahan hemodinamik)
v Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
v Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
v Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
v Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
v Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
v Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
v Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
v Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
v Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
v Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
v Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual.


I. DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien (terjemahan), Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made
Sumarwati, Edisi 3. Jakarta : EGC
Engram, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 1994, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, Edisi 4, (terjemahan), Peter Anugrah, Jakarta : EGC.
Tambayong, 2000, Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:
EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)
Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Manjoer, arief dkk.2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid pertama edisi ketiga. Jakarta:
Media Aesculapius
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai