Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh
semua orang. Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat tubuh baru dapat
berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda
pada setiap individu. Istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan
emosional, dan bebas dari perasaan gelisah. Beristirahat bukan berarti tidak
melakukan aktivitas sama sekali. Berjalan-jalan di taman terkadang juga bisa
dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat.
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang
minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh,
dan penurunan respon terhadap stimulus eksternal. Hampir sepertiga dari waktu
individu digunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur
dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas,
mengurangi stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan
konsenterasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari.
Namun tidak semua orang bisa tidur dengan nyenyak, pada beberapa orang
didapatkan bahwa mereka mengalami gangguan tidur. Hal inilah yang melandasi
penulis dalam menulis referat ini.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Tidur
Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana
seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau
dengan rangsang lainnya (Guyton & Hall, 1997). Tidur adalah suatu proses
perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu (Potter
& Perry, 2005).
Menurut Chopra (2003), tidur merupakan dua keadaan yang bertolak
belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga
menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode
bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di siang hari.
B. Fisiologi Tidur
Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang
sedang tidur bukan berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan
sedang bekerja (Harsono, 1996). Sistem yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan bulbar
synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak (Potter & Perry,
2005).
RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan
3

saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam
mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi
rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam
keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR
(Potter & Perry, 2005).
C. Tahapan Tidur
Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid
Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid
Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari
empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan
tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM (Patlak, 2005). Fase NREM dan
REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam (Potter & Perry,
2005).
Tidur stadium satu
Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat
terbangun dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain(5-15 menit).
Selama tahap pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas
otot melambat (Patlak, 2005).
4


Tidur stadium dua
Biasanya berlangsung selama 15 hingga 25 menit. Denyut jantung
melambat dan suhu tubuh menurun (Smith & Segal, 2010). Pada tahap ini
didapatkan gerakan bola mata berhenti (Patlak, 2005).
Tidur stadium tiga
Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini individu
sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat
segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit
(Smith & Segal, 2010).
Tidur stadium empat
Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak
sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk
memulihkan energi fisik (Smith & Segal, 2010).
Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan
sangat restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat
dan energik di siang hari (Patlak, 2005). Fase tidur NREM ini biasanya
berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase
REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan
menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun
(Japardi,2002).
5

Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun kelopak
mata tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan
dangkal. Denyut jantung dan nadi meningkat (Patlak, 2005). Selama tidur baik
NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi mimpi dari tidur REM lebih
nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori jangka
panjang (Potter & Perry, 2005).
D. Siklus Tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata 7-8 jam, REM dan
NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup
mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk
menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan
bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang
gesit(Mardjono,2008).

6

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus
dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan
keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis
dapat terganggu (Potter & Perry, 2005).
E. Mekanisme Tidur
Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan kumpulan parameter fisiologis.
NREM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasaan yang stabil dan
lambat serta tekanan darah yang rendah. NREM adalah tahapan tidur yang tenang.
REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan saraf
otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah,
denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan tonus otot
dan peningkata aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang
tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks (Ganong, 1998).
Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata- rata
timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah
seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur
NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat
rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (pada mata menyebabkan
gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit
dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM.
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang
7

disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini
meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular
Activity System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas
Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas
neurotransmitter seperti system serotoninergik, noradrenergik, kolinergik,
histaminergik (Japardi, 2002).
Sistem serotoninergik
Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam
amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah
serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan
mengantuk atau tidur. Bila serotonin dalam triptofan terhambat
pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur atau terjaga. Menurut
beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotoninergik ini terletak pada
nucleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktivitas
serotonis di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
Sistem adregenik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan
sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus
sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang
mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergic akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
8

Sistem kolinergik
Menurut Sitaram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002) membuktikan
dengan pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode tidur
REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran
EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga
terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus
maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.

Sistem hormon
Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal
Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating
Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH). Hormon-hormon ini masing-
masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur
hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran
neurotransmitter norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur
mekanisme tidur dan bangun.
9


F. Patofisiologi Tidur
Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur diantaranya
adalah:
Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat menyebabkan
gangguan tidur. Individu yan yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih
banyak dari pada biasanya. Siklus bangun-tidur selama sakit juga dapat mengalami
gangguan.
Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak
adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat
upaya tidur. Contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat
mempengaruhi tidur seseorang. Seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak
lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut.
Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin
lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah
beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
Gaya Hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa
10

tidur pada waktu yang tepat.
Stres emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas
dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi system saraf simpatis.
Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM
serta seringnya terjaga saat tidur.
Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP
sehingga dapat mengganggu pola tidur. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
mengganggu siklus tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang dapat
menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk.
Diet
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan
seringnya terjaga di malam hari. Penambahan berat badan dikaitkan dengan
peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari.
Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh.
Perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari.
Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Hipnotik
11

dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, betablocker dapat menyebabkan
insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin hidroklorida
dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya
terjaga di malam hari.
Motivasi

Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah
seseorang. Perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat
mendatangkan kantuk.
G. Gangguan Tidur Yang Umum
Terjadi Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui
pada individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau
karena faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah.
Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul
saat seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak- anak. Beberapa
turunan parasomnia antaralain sering terjaga (misalnya: tidur berjalan, night
terror), gangguan transisi bangun- tidur (misalnya: mengigau),
parasomnia yang terkait dengan tidur REM (misalnya: mimpi buruk), dan
12

lainnya (misalnya: bruksisme).
Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan
terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu,
seperti kerusakan sistem saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena
gangguan metabolisme (misalnya: hipertiroidisme). Hipersomnia pada kondisi
tertentu dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk menghindari tanggung
jawab pada siang hari.
Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul
secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai serangan
tidur atau sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena
kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya
periode tidur REM. Alternatif pencegahannya adalah dengan obat-obatan, seperti
amfetamin atau metilpenidase, hidroklorida, atau dengan anti depresi seperti
imipramin hidroklorida.
H. Insomnia
Pengertian insomnia mencakup banyak hal. Insomnia dapat berupa
kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur. Seseorang terbangun
dari tidur tetapi merasa belum cukup tidurdapat disebut mengalami insomnia.
13

Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mempertahankan tidur atau
keadaan sering terjaga dari tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Insomnia
bukan berarti sama sekali seseorang tidak dapat tidur atau kurang tidur karena
orang yang menderita insomnia sering dapat tidur lebih lama dari yang
mereka perkirakan, tetapi kualitasnya kurang.
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu
dewasa.

Insomnia primer adalah insomnia persisten, yang terjadi selama
paling sedikit satu bulan dan tidak ada sebab yang jelas. Adapun
penatalaksanaan umum pada Insomnia ;
Singkirkan atau terapi sindrom-sindrom yang spesifik
Latih kebiasaan tidur yang baik. Pertahankan waktu tidur yang teratur,
gunakan kamar tidur hanya untuk tidur. Jaga agar ruangan gelap, tenang,
dan dingin. Kembangkan suatu ritual tidur sekitar satu jam sebelum tidur.
Bangun pada waktu yang sama setiap pagi. Olahraga yang teratur pada
siang hari, tetapi tidak dilakukan setelah makan malam. Hindari
aktivitas mental yang terlampau bersemangat pada saat menjelang
malam.
Berikan dukungan dan penghiburan. Lakukan psikoterapi, jika
diperlukan. Cobalah teknik relaksasi: relaksasi progresif, biofeedback,
self-hypnosis, meditasi dan lain-lain. Tekankan kepekaan akan kontrol
14

diri.
Gunakan sedatif-hipnotik hanya untuk waktu yang terbatas. Sebagian
besar obat hipnotik menjadi tidak efektif lagi setelah 2 minggu jika
digunakan pada malam hari.
Tindakan atau upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia bisa juga
dilakukan dengan cara berikut :
Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau
susu. Tripofan yang merupakan suatu asam amino dari protein yang
dicerna, dapat membantu agar mudah tidur.
Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama.
Hindari tidur diwaktu siang atau sore hari.
Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan
tidak pada waktu kesadaran penuh.
Hindari kegiatan-kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur.
latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur
Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum
berusaha untuk tidur.



15

DAFTAR PUSTAKA

Sadock BJ, Sadock VA, 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2.
EGC, Jakarta.
Elvira SD, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI, Jakarta.
Ganong, W. F., 2000. Fisiologi Kedokteran, terjemahan Adrianto, P., Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih bahasa:
Setiawan, I. dan Santoso, A., Penerbit Buku Kedokteran EGC
Jakarta
Mardjono,M.2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
Maslim R, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
Harold I, K, 1998, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya medika, Jakarta.
Japardi, Iskandar.2002. Gangguan Tidur. Fakultas USU.
Patlak, M. 2005. Your Guide to Healthy Sleep.U.S. Departement of health and human
Services
16

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4. Vol 1. Jakarta:EGC
Smith & Segal. 2010. Hoe Much Sleep do You Need? Sleep Cycles & stages, lack of
Sleep, and Getting The Hours You Need. http://helpguide.org/life/sleeping.htm.
Yosep, I, 2010, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai