Anda di halaman 1dari 3

Selamat Datang

Kementerian Agraria

AKHIRNYA, Presiden Joko Widodo mengumumkan 34 nama menteri
dan kabinet yang dinamainya Kabinet Kerja. Kehadiran Kementerian
Agraria dan Tata Ruang menjadi salah satu pembeda antara postur
Kabinet Kerja dan kabinet sebelumnya.
Jokowi memercayakan Ferry Mursyidan Baldanpolitisi Partai Nasdem
yang pernah menjadi anggota DPR dari Partai Golkarsebagai Menteri
Agraria dan Tata Ruang. Kehadiran Kementerian Agraria meniupkan
angin segar bagi kita yang mendambakan penyelesaian masalah-
masalah agraria yang kronis dan genting. Ketimpangan pemilikan dan
penguasaan tanah, maraknya sengketa dan konflik agraria, kapitalisme
dan sektoralisme dalam kebijakan, serta degradasi ekologi menuntut
penuntasan segera.
Kelembagaan pemerintah yang mengurus agraria terus berubah dari
masa ke masa. Komitmen JKW-JK untuk menjalankan kembali
reforma agraria dan menghidupkan kembali Kementerian Agraria
patut diapresiasi sekaligus disikapi secara kritis.
Kita memahami hubungan agraris warga negara dengan tanahnya
abadi dan hakiki. Hubungan manusia dengan tanahnya berupa
pemilikan, dan/atau penguasaan, atau bisa juga pemanfaatan,
dan/atau penggunaan. Sumber agraria bisa berupa tanah, lahan
pertanian, hutan, kebun, tambang, laut, pesisir, pantai, lembah, bukit,
danau, sungai, dan sebagainya. Cakupan pengertian tanah dan
kekayaan alam yang terkandung dalam pengertian agraria bersifat
kompleks. Kompleksitas keagrariaan ini menyangkut aspek sosial,
budaya, hukum, politik, ekonomi, religi, bahkan pertahanan dan
keamanan. Perhatian terhadap masalah agraria makin penting
mengingat sebagian besar penduduk sangat bergantung pada tanah
masih melarat.
Mayoritas rakyat miskin di Indonesia hidup di sektor pertanian,
perkebunan, kehutanan di pedesaan dan pedalaman. Beragam profesi,
seperti petani, buruh tani, petani penggarap, dan nelayan tradisional,
serta masyarakat adat menjadi realitas sosial yang masih jauh dari
kesejahteraan. Kajian kelembagaan agraria menggambarkan:
kewenangan yang tersebar di banyak instansi tanpa mekanisme
koordinasi yang jelas, cenderung ego sektoral, tarik-menarik, hingga
ketegangan kepentingan antarinstansi. Selama ini, tidak menyatunya
arah dan kebijakan agraria nasional menghambat pencapaian tujuan
umum pembangunan nasional: kemakmuran rakyat dan keadilan sosial.
Pembentukan Kementerian Agraria sebaiknya diabdikan untuk
memperkuat dan memudahkan koordinasi kementerian dan lembaga
terkait dalam satu arah kebijakan bagi pelaksanaan reforma agraria
sejati.
Kelembagaan agraria
Eksistensi Kementerian Agraria hendaknya penggabungan Badan
Pertanahan Nasional dengan unit pemerintah yang mengurusi
penataan ruang, planologi dan perencanaan kehutanan, serta informasi
geospasial. Penggabungan struktur ini diikuti dengan uraian tugas dan
fungsi kelembagaan Kementerian Agraria yang sejatinya amanat
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, sesuai semangat
Pasal 33 Ayat 3 Konstitusi UUD 1945. Kementerian Agraria hendaknya
mengoordinasikan perencanaan pemilikan, penguasaan, pengusahaan,
dan pemanfaatan atas seluruh tanah tanpa terkotak-kotak menjadi
kawasan hutan dan hutan secara nasional, hingga detail tata ruang dan
melakukan pencegahan perusakan rencana tata guna tanah, serta
melakukan administrasi pendaftaran dan hak atas tanah seperti halnya
selama ini dilakukan BPN.
Kebijakan satu peta
Kementerian Agraria mesti memastikan kebijakan satu peta (one map
policy) dapat dijalankan efektif dan menjadi panduan semua
kementerian sektoral yang ada. Kementerian Agraria juga
menyelaraskan aturan tentang sektor-sektor agraria yang tumpang
tindih dan menjadi pintu dalam merumuskan legislasi nasional baru
yang terkait dengan agraria. Kementerian Agraria harus mengakhiri
paradigma pembelahan kawasan hutan dan nonhutan yang
membenturkan Kementerian Kehutanan dengan BPN. Obyek (tanah)
untuk reforma agraria harus mencakup kawasan hutan (yang dapat
dikonversi) dan nonhutan. Kementerian Agraria mesti menumpas ego
sektoralisme antarlembaga di semua sektor.
Menteri Agraria harus dapat memastikan perencanaan peruntukan
tanah, wilayah, dan kekayaan alam terkait pertanahan, perkebunan,
kehutanan, energi/sumber daya mineral, pertanian, dan pesisir-kelautan
berada dalam kerangka kerja yang sama. Di samping itu, punya
keterkaitan dan dapat dikendalikan agar tak melahirkan ketimpangan
baru serta tak melampaui daya dukung lingkungan penyebab bencana
ekologi dan konflik agraria.
Visi dan misi Kementerian Agraria ini merujuk visi, misi, dan program
aksi Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil
Presiden. Dalam sembilan agenda prioritas JKW-JK yang dikenal
sebagai Nawacita, pada agenda kelima, tertuang komitmen Kami akan
meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, di antaranya melalui
!peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program Indonesia
Kerja dan Indonesia Sejahtera dengan mendorong land reform dan
kepemilikan lahan seluas 9 juta hektar!. (Mei 2014). Land reform
sebagai bagian inti dari reforma agraria disebutkan secara eksplisit
dalam Nawacita sehingga menaungi semua program aksi JKW-JK.
Penulis mengusulkan, visi Kementerian Agraria hendaknya
Menegakkan keadilan agraria sebagai perwujudan kedaulatan,
kemandirian, dan kepribadian bangsa. Mengingat strategis dan
krusialnya fungsi dan kewenangan Kementerian Agraria, ia harus
didukung pejabat dan aparatur yang berkompeten, berkapasitas, dan
berintegritas. Kementerian ini perlu diperkuat para ahli, praktisi, dan
pegiat agraria yang benar-benar memahami masalah agraria, dekat
dengan rakyat dan mengerti bagaimana masalah agraria diselesaikan
sejalan dengan arah baru kebijakan agraria.
Selamat bertugas Menteri Agraria beserta seluruh jajaran. Semoga tak
sekadar menambah catatan panjang perubahan kelembagaan tanpa
hasil nyata yang manfaatnya dirasakan rakyat. Mari bekerja dan
berjuang mewujudkan keadilan agraria sebagai bagian dari keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Usep Setiawan, Anggota Dewan Pakar Konsorsium Pembaruan
Agraria)
Sumber: Kompas | 30 Oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai