Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN DEWASA II


ULKUS DIABETIKUM
DI RUANG MENUR RSUD DR. R. GOETHENG TAROENADIBRATA
PURBAINGGA














OLEH :
TAUFIK HIDAYAT
G4D013044




KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2014

DIABETES MELLITUS
A. DEFINISI
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu
gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah,
(zaidah 2005).

B. KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes mellitus adalah:
1. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pankreas.
2. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan
aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
Adanya hormone aterogenik
Merokok
Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
Kaki dingin
Nyeri nocturnal
Tidak terabanya denyut nadi
Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
Kulit mengkilap
Hilangnya rambut dari jari kaki
Penebalan kuku
Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri
abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).



PATHWAY
DM Tipe I DM Tipe II

























Idiopatik, usia, genetil, dll Reaksi Autoimun
Jmh sel pancreas menurun Sel pancreas hancur
Defisinsi Insulin
Risiko ketidakseimbangan
kadar glukosa darah
Hiperglikemia Liposis meningkat Katabolisme protein meningkat
Ketidakseimbangan Nutrisi:
Kurang Dari Kebt. Tubuh
Penurunan BB polipagi
Gliserol asam lemak
bebas meningkat
Glukoneogenesis
meningkat
Glukosuria
Ketogenesis Kehilangan elektrolit urine Diuresis Osmotik
Risiko
Ketidakseimbangan
Elektrolit
Kehilangan cairan hipotonik
Ketonuria Ketoadosis Hiperosmolaritas Polidipsi
Gangguan Perfusi Jaringan
Cerebral
Coma
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala
klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).
Klasifikasi :
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti claw,callus .
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan
kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan
kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/jaringan yg
terkena
Yg terjadi Komplikasi
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk &
menyumbat arteri berukuran besar
atau sedang di jantung, otak,
tungkai & penis.
Dinding pembuluh darah kecil
mengalami kerusakan sehingga
pembuluh tidak dapat mentransfer
oksigen secara normal &
mengalami kebocoran
Sirkulasi yg jelek menyebabkan
penyembuhan luka yg jelek & bisa
menyebabkan penyakit jantung,
stroke, gangren kaki & tangan,
impoten & infeksi
Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh
darah kecil retina
Gangguan penglihatan & pada
akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal Penebalan pembuluh darah
ginjal
Protein bocor ke dalam air
kemih
Darah tidak disaring secara
normal
Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa
tidak dimetabolisir secara normal
& karena aliran darah berkurang
Kelemahan tungkai yg terjadi
secara tiba-tiba atau secara
perlahan
Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di tangan
& kaki
Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf
otonom
Kerusakan pada saraf yg
mengendalikan tekanan darah &
Tekanan darah yg naik-turun
Kesulitan menelan &
saluran pencernaan perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke
kulit & hilangnya rasa yg
menyebabkan cedera berulang
Luka, infeksi dalam (ulkus
diabetikum)
Penyembuhan luka yg jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
infeksi saluran kemih & kulit

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
DIABETES MELITUS
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:



1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
(1) Diit DM I : 1100 kalori
(2) Diit DM II : 1300 kalori
(3) Diit DM III : 1500 kalori
(4) Diit DM IV : 1700 kalori
(5) Diit DM V : 1900 kalori
(6) Diit DM VI : 2100 kalori
(7) Diit DM VII : 2300 kalori
(8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
d) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
e) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
3. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin
4. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
5. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

ULKUS DIABETIK
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain:
a. Perawatan luka
dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic
ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan
penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang
dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan
untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226).
b. antibiotika atau kemoterapi.
Tujuan dari pemberian obat antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada
luka.
c. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu
menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:
Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan
digosok
Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan
yang berlebih
Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki
direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan
handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah trauma kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jika ada masalah
d. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren
diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula
darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi
dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol
gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
e. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan
sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki
harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan
karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi
trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat
luka.
f. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor


ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :

Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang
disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur,
kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi,
anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri
perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala,
kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
Riwayat Kesehatan Dahulu
o Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
o Riwayat ISK berulang
o Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
o Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
Riwayat Kesehatan Keluarga Adanya riwayat anggota keluarga yang
menderita DM.
Pemeriksaan Fisik
o Neuro sensori Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan
memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
o Kardiovaskuler Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan
TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
o Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR
> 24 x/menit, nafas berbau aseton.
o Gastro intestinal Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen,
aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
o Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare
(bising usus hiper aktif).
o Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan
sulit orgasme pada wanita
o Muskulo skeletal Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus
pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
o Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.
Aspek psikososial
o Stress, anxientas, depresi
o Peka rangsangan
o Tergantung pada orang lain
Pemeriksaan diagnostic
o Gula darah meningkat > 200 mg/dl
o Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
o Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
o Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
o Alkalosis respiratorik
o Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
o Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal.
o Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
o Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal
sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
o Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
o Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
o Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. PK: Hipoglikemia / Hiperglikemi
8. PK : Infeksi
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d agen
injuri fisik

Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan nyeri berkurang dengan indikator :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Manajemen nyeri :
1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4. Kontrol 20ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi 20ontro presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.
2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh bd
ketidakmampuan tubuh
mengabsorbsi zat-zat
gizi berhubungan
dengan faktor biologis.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien
menunjukan status nutrisi adekuat, dengan
indicator:
Nutritional Status : food and Fluid
Intake
Nutritional Status : nutrient Intake
Weight control
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai
dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan
Mampumengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
Menunjukkan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
Tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan.
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi
terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan
nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup
serat untuk mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3. Kerusakan integritas
jaringan bd faktor
mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan
penurunan sensabilitas
(neuropati)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan
diharapkan Wound healing meningkat dengan
indikator:
Tissue Integrity : Skin and Mucous
Membranes
Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
Wound care
1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan
kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers
2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar
3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada
luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
4. Kerusakan mobilitas
fisik bd tidak nyaman
nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan
kekuatan otot

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan tidak
terjadi kerusakan mobilitas dengan indikator.
Joint movement: aktif.
Self care:ADLs
Dengan criteria hasil:
Aktivitas fisik meningkat
ROM normal
Melaporkan perasaan peningkatan
kekuatan kemampuan dalam bergerak
Klien bisa melakukan aktivitas
Kebersihan diri klien terpenuhi
walaupun dibantu oleh perawat atau
keluarga
Terapi Exercise : Pergerakan sendi
1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
2. Kolaborasi dengan fisioterapi
3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan
pergerakan sendi
4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan
sendi
5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan
latihan
6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan,
Latih ROM pasif.
Exercise promotion
1. Bantu identifikasi program latihan yang sesuai
2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai
latihan yang tepat
Exercise terapi ambulasi
1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur
sesuai toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan
toileting klien
2. Berikan bantuan kebutuhan sehari hari sampai klien
dapat merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya
dan pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia

5. Kurang pengetahuan
tentang penyakit dan
perawatan nya
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
pengetahuan klien meningkat dengan
indicator:
Knowledge : Illness Care
Dengan kriteria hasil:
Tahu Diitnya
Proses penyakit
Konservasi energi
Kontrol infeksi
Pengobatan
Aktivitas yang dianjurkan
Prosedur pengobatan
Regimen/aturan pengobatan
Sumber-sumber kesehatan
Manajemen penyakit

Teaching : Dissease Process
1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
proses penyakit
2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan
gejala serta penyebab yang mungkin
3. Sediakan informasi tentang kondisi klien
4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti
dengan informasi tentang perkembangan klien
5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses penyakit
7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
pengobatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari
penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
6. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien
mampu Perawatan diri
Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan
indicator :
Pasien dapat melakukan aktivitas
Bantuan perawatan diri
1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian,
toileting dan makan
3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk
sehari-hari (makan, berpakaian,
kebersihan, toileting, ambulasi)
Kebersihan diri pasien terpenuhi


merawat diri
4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kemampuannya
6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri sehari hari.
7. PK: Hipo /
Hiperglikemi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
diharapkan perawat akan menangani dan
meminimalkan episode hipo / hiperglikemia


Managemen Hipoglikemia:
1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula
darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis
jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69
mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula
darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan
kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
perawat akan menangani / mengurangi
komplikasi defesiensi imun

1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder
2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
3. Batasi pengunjung bila perlu.
4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat
kontak dan sesudahnya.
5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda tanda
meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya
positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from URL:
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai