Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAN LIQUIDA SEMISOLID


SEDIAAN LARUTAN

Disusun oleh:
Sowy Imam Pangestu (10060312027)
Tio Aditya (10060312029)
Akmal yuliandi (10060312030)
Riri Indri Septiani (10060312033)
Moch. Azril (10060312034)
Taufik Nugraha (10060312035)

Tanggal Praktikum : Selasa, 07 oktober 2014
Tanggal Laporan : Selasa, 14 Oktober 2014
Kelompok / Shift : 1 / B

Asisten:
Dini Mawarah K,.S.Farm


LABORATORIUM FARMASI LAB E
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2014

TEKNOLOGI SEDIAN LIQUIDA SEMISOLID
SEDIAAN LARUTAN

I. Tujuan Percobaan
Dapat mengetahui pembuatan sediaan larutan serta sediaan elixir dan dapat
menghitung konstanta dielektrik bahan aktif yang digunakan.

II. Teori
Dalam istilah kimia farmasi, larutan dapat dipersiapkan dari campuran yang
mana saja dari tiga macam keadaan zat yaitu padat, cair dan gas, misalnya suatu zat
terlarut padat dapat dilarutkan baik dalam zat padat lainnya, cairan atau gas, dengan
cara yang sama untuk zat rerlarut dan gas, ada 9 tipe campuran homogen yang
mungkin dibuat. Bagaimanapun, dalam farmasi perhatian terhaap larutan sebagian
besar terbataspada pembuatan larutan dari suatu zat padat, zat cair dalam suatu
pelarut cair dan tidak begitu sering larutan suatu gas dalam pelarut cair
(lahman,1994)
Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaancair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam
air, yang karerna bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak
dimasukkan ke dalam golongan produk lainnya. Sesungguhnya, banyak produk
farmasi yang menurut prinsip kimia fisik merupakan campuran homogen dari zat-zat
terlarut yang dolarutkan dalam pelarut, menurut prinsip farmasi digolongkan ke
dalam jenis produk lainnya. Misalnya larutan obat-obat dalam air yang mengandung
gula digolongkan sebagai syrup; larutan yang mengandung hidroalkohol yang diberi
gula (kombinasi dari air dan etil alkohol) disebut eliksir (Connors,1986).
Larutan oral, syrup dan eliksir, dibuat dan digunakan karena efek tertentu dari
zat obat yang ada. Dalam sediaan ini zat obat umumnya diharapkan memberikan efek
sistemik. Kenyataan bahwa obat-obat itu diberikan dalam bentuk larutan, biasanya
berarti bahwa apsorpsinya dalam sistem saluran cerna ke dalam sirkulasi sistemik
dapat diharapkan terjadi lebih cepat dari pada dalam bentuk sedaan suspensi atau
padat dari zat obat yang sama (Connors,1986).
Obat-obat cair menampilkan masalah menarik dalam rancangan bentuk
sediaan. Banyak diantaranya merupakan zat-zat yang mudah menguap oleh karena
harus disegel secara fisik dari atmosfer untuk menjamin keberadaannya. Masalah
lainnya adalah bahwa obat-obat tersebut dimaksudkan untuk pemberian obat pada
umumnya tidak dapat diformulasikan menjadi bentuk tablet, tanpa mengalami
modifikasi obat yang besar (lahman,1994).
Eliksir obat digunakan untuk keuntungan pengobatan dari zat obat yang ada.
Umumnya, eliksir-eliksir resmi yang ada diperdagangkan mengandung zat obat
tunggal. Keuntungan utama dari hanya satu obat tunggal yang terkandung, bahwa
dosis yang diperlukan dapat dinaikkan atau diturunkan dengan meminum eliksir
lebih banyak atau kurang, padahal bila dua atau lebih zat obat ada dalam sediaan
yang sama, tidak mungkin meningkatkan atau menurunkan kadar satu zat obat yang
diminum tanpa secara otomatis dan bersamaan mengatur dosis obat lain yang ada,
perubahan yang tidak diinginkan (lahman,1994).
Karena itu untuk pasien yang memerlukan minum lebih dari satu obat,
banyak dokter memilih untuk minum sediaan yang terpisah dari tiap obat sehingga
bila dibutuhkan pengaturan dosis satu obat, dapat dikerjakan tanpa dosis obat lainnya
secara bersamaan ikut diatur. Eliksir analgetik/ antipiretik paracetamol 300 mg/10 ml
digunakan untuk mengurangi/ menghilangkan nyeri dan menurunkan demam
terutama pada pasien yang tidak tahan terhadap aspirin. Eliksir terutama digunakan
untuk pasien pediatrik (anak-anak) (lahman,1994).
Larutan ialah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai
pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain. Untuk larutan (Solutio) steril
yang digunakan sebagai obat luar harus memenuhi syarat yang tertera pada
Injectiones. Di samping wadah harus mudah dikosongkan dengan cepat, besarnya
kemasan boleh lebih dari 1 liter. Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang
mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat mengandung juga zat tambahan seperti
gula atau zat pemanis lain, zat warna, zat pewangi dan zat pengawet, dan digunakan
sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama eliksir adalah etanol yang dimaksudkan
mempertinggi kelarutan obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan
propilenglikol. Sirop gula dapat digunakan sebagai pengganti gula. Eliksir supaya
disimpan dalam wadah tertutup rapat. Mixture dan solution tidak ada perbedaan
prinsip dalam pengertian, hanya dikatakan larutan (Solutio) apabila zat yang terlarut
hanya satu dan disebut Mixtura apabila zat yang terlarut adalah banyak. Contoh
Solutio Citratis Magnesici dan Mixtura Brometorum.
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan,
maka zat padat tadi terbagi secara molecular dalam cairan tersebut. Pernyataan
kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20, kecuali
dinyatakan lain menunjukkan 1 bagian bobot zat pada atau 1 bagian volume zat cair
larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian
tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu kamar (Connors,1986).
Eliksir berupa larutan obat dengan zat tambahan seperti gula, zat pengawet,
zat pewarna dan zat pewangi, sehingga mempunyai rasa dan bau yang sedap. Eliksir
ini digunakan sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama adalah etanol 90% dan
dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilenglikol. Karena eliksir bersifat
hidroalkohol maka dapat menjaga obat baik yang larut dalam air etanol dalam larutan
eliksir. Kadar etanol berkisar antara 3% sampai 44%, dan biasanya eliksir
mengandung etanol 5-10% (Anief, 2007).
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan untuk
penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan. Eliksir bukan
obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari
senyawa obat yang dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya
kurang manis dan kurang kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah
dan akibatnya kurang efektif dibanding sirup dalam menutupi rasa senyawa obat.
Walaupun demikian, karena sifat hidroalkohol, eliksir lebih mampu mempertahankan
komponen-komponen larutan yang larut dalam air dan yang larut dalam alkohol
daripada sirup. Juga karena stabilitasnya yang khusus dan kemudahan dalam
pembuatannya, dari sudut pembuatan eliksir lebih disukai dari sirup (Ansel, 1989).
Perbandingan alkohol yang ada pada eliksir sangat berbeda karena masing-
masing komponen eliksir mempunyai sifat kelarutan dalam alkohol dan air yang
berbeda. Tiap eliksir memerlukan campuran tertentu dari alcohol dan air untuk
mempertahankan semua komponen dalam larutan. Tentu saja, untuk eliksir-eliksir ini
mengandung zat yag kelarutannya dalam air jelek, banyaknya alcohol yang
dibutuhkan lebih besar daripada eliksir yang dibuat dari komponen-komponen yang
kelarutannya dalam air baik. Eliksir paling baik disimpan dalam wadah-wadah yang
tertutup rapat, tahan cahaya untuk menjaga terhadap temperatur yang berlebihan.
Disebabkan karena eliksir mengandung alkohol (Ansel, 1989)
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
- Timbangan
- Mortir
- Batang pengaduk
- Botol
- Spatel
- Kertas perkamen
- Gelas ukur
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
- Beaker glass
- Viskometer Hoeppler
- Piknometer
- Dekstrometorphan
- Metil paraben
- Propil paraben
- Sirupus simplex
- Sorbitol
- Aquadest
- Parasetamol
- Etanol

IV. Data Preformulasi Zat Aktif
A. Sediaan Larutan
Dekstrometorphan (Farmakope Indonesia IV, hal.298)
a. Warna : Hampir putih sampai agak kuning
b. Rasa : Pahit
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Serbuk hablur
e. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air (larut dalam 60 bagian air)
dan dalam 10 bagian etanol 95% ; mudah larut dalam kloroform
disertai pemisahan air ; praktis tidak larut eter.
f. Titik lebur / titik didih : 109,5
0
dan 112,5
0
C
g. pH larutan : 5,2 6,5
h. Stabilitas : - Pada suhu > 40
0
C akan lebih mudah terdegradasi
- Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar
i. Inkompabilitas : - Obat-obat inhibitor MAO
- Obat-obat selektif re-uptake serotonin
- Obat-obat depresan SSP, psikotropik
B. Eliksir (Farmakope Indonesia edisi III,1979)
Parasetamol
1. Warna : Putih
2. Rasa : Pahit
3. Bau : Tidak berbau
4. Pemerian : serbuk hablur
5. Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, larut dalam 7 bagian etanol
(95%)P, larut dalam 13 bagian aseton, larut dalam 40 bagian gliserol,
larut dalam sebagian propilen glikol, larut dalam alkali hidroksida.
6. Titik lebur : 111
o
C
7. Masa molekular : 272,4 g/mol
8. PH larutan : 5-7
o
C
9. Stabilitas : Pada suhu > 40
o
C akan lebih mudah terdegradasi,
lebih mudah terurai dengan adanya udara dariluar dan adanya cahaya, pH
jauh dari rentang pH optimumakan menyebabkan zat terdegradasi karena
terjadi hidrolisis.
Data Preformulasi Bahan Tambahan
A. Sediaan Larutan (Farmakope Indonesia edisi III,1979)
Sirupus simpleks
a. Warna : Tidak berwarna
b. Rasa : Manis
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Cairan jernih, hablur, massa hablur berbentuk kubus
e. Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih ; sukar
larut dalam etanol ; tidak larut dalam kloroform dan eter.
f. Titik Didih / Lebur : 186
0
C
g. Bobot Jenis : 1, 587 g/ mol
h. Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Sukrosa
a. Warna : Putih, tidak berwarna
b. Rasa : Manis
c. Bau : Tidak berwarna
d. Pemerian : Hablur, masa hablur, bentuk kubus
e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam klroform dan eter.
f. Titik didih : 186
o
C
g. Bobot jenis : 1,587 g/ mol
h. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

Metil paraben
a. Warna : Putih
b. Rasa : Tidak mempunyai rasa
c. Bau : Hampir tidak berbau
d. Pemerian : Serbuk hablur halus
e. Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 25 bagian etanol (95 %) P, dan dalam 3 bagian aseton P ; mudah
larut dalam eter P, dan dalam alkali hidroksida.
f. Titik Lebur : 125
0
C sampai 128
0
C
g. Pka/pkb : 8,4
h. Bobot Jenis : 1,352 gr/cm
3
atau 1,352 gr/ml
i. pH larutan : 3-6
j. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Propil paraben
a. Warna : Putih
b. Rasa : Tidak berasa
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Serbuk hablur putih
e. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
(95%)P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P, dan dalam 40
bagian minyak lemak, muda larut dalam larutan alkali.
f. Titik didih : 95
o
C 98
o
C
g. Bobot jenis : 180,21 g/mol
h. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

Sorbitol
a. Warna : putih
b. Rasa : rasa manis
c. Bau : tidak berbau
d. Pemerian : serbuk, butiran dan kepingan.
e. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P,
dalam metanol P, dan dalam asetatP.
f. Titik didih : suhu lebur hablur antara 174
o
C 179
o
C
g. Stabilitas : terhadap udara higroskopis.

Aquadest
a. Warna : Jernih tidak berwarna
b. Rasa : Tidak mempunyai rasa
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Cairan
e. Titik didih : 180
0
C
f. Pka/pkb : 8,4
g. Bobot Jenis : 1 gr/cm
3
atau 1 gr/ml
h. pH larutan : 7
i. Stabilitas : Stabil diudara
B. Eliksir (Farmakope Indonesia edisi III,1979)
Etanol
1. Warna : tidak berwarna
2. Rasa : rasa pahit
3. Bau : khas
4. Pemerian : cairan jernih, mudah menguap, bergerak, dan mudah terbakar.
5. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dan dalam kloroform dan eter.
6. Bobot jenis: 0,8119 0,8139 g/mol
7. Stabilitas : mudah menguap, lebih mudah rusak dengan adanya cahaya, dan
muda terbakar.
V. Perhitungan dan Penimbangan
Perhitungan
A. Sediaan Larutan
1. Dekstrometorphan :
10 mg/ 5 mL 100 mL



2. Sirupus Simpleks
65 % sukrosa 65 g sukrosa dalam 100 mL campuran (65 g dalam 100 g
sirup)
3. Sukrosa yang dibutuhkan =



4. Sirupus simpleks yang dibutuhkan untuk 5 botol sediaan = 175 mL = 200 mL
Sir. Simpleks botol I =



Sir. Simpleks botol II =



Sir. Simpleks botol III =



Sir. Simpleks botol IV =



Sir. Simpleks botol V =



5. - Metil paraben botol III = 0,18 % (b/v) = 0,18 g dalam 100 mL sediaan
- Metil paraben botol IV = 0,2 % (b/v) = 0,2 g dalam 100 mL sediaan
6. Propil Paraben botol III = 0,02 % (b/v) = 0,02 g dalam 100 mL sediaan
7. Sorbitol botol V = 15 % (b/v) = 15 g dalam 100 mL sediaan

B. Eliksir
1. Parasetamol : kelarutan 1 : 70 bagian air
1 : 7 bagian etanol 95 %
2. Untuk titrasi : parasetamol (120 mg/5 mL) yang dibutuhkan
Dalam 10 mL etanol : 10 mL/5 mL x 120 mg = 240 mg parasetamol
3. Untuk pembuatan sediaan (100 mL) :
120 mg/5 mL 100 mL
100 mL/5 mL x 120 mg = 2400 mg = 2,4 g

Penimbangan
A. Sediaan Larutan
No Bahan Berat
1.
2.





3.

4.
5.
6.
Dextrometorphan untuk setiap 100 mL
Sukrosa (untuk 200 mL sir. simpleks)
- Sir. Simpleks botol I
- Sir. Simpleks botol II
- Sir. Simpleks botol III
- Sir. Simpleks botol IV
- Sir. Simpleks botol V
Metil paraben botol III
Metil paraben botol IV
Propil paraben botol III
Sorbitol botol V
Aqua destilata add
0,2 g
130 g
25 mL
75 mL
25 mL
25 mL
25 mL
0,18 g
0,2 g
0,02 g
15 g
100 mL

B. Eliksir
No Bahan Berat
1.
2.
3.
Parasetamol untuk 100 mL sediaan
Etanol
Aquadest add
2,4 g
4,2 mL
100 mL

VI. Prosedur
A. Sediaan Larutan
1) Sirupus simpleks
Sukrosa sebanyak 130 g dilarutkan dalam air panas sebanyak 200 mL
2) Sediaan 1
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air lalu diaduk hingga
homogen. Kemudian ditambahkan 25 mL sirupus simpleks, diaduk hingga
homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara.
Add 100 mL dengan aquadest.

3) Sediaan 2
Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g, lalu dilarutkan dalam 12 mL
air, diaduk hingga homogen. Ditambahkan 75 mL air dan diaduk hingga
homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara.
Add 100 mL dengan aquadest.
4) Sediaan 3
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air, lalu diaduk hingga
homogen. Kemudian 0,18 g metil paraben dan 0,02 g propil paraben
dilarutkan dalam 2 mL etanol secara terpisah satu sama lain. Setelah larut,
masing-masing larutan tersebut dimasukan ke dalam botol. Lalu
ditambahkan 25 mL sirupus simpleks. Setelah itu aquadest dimasukan add
100 mL.
5) Sediaan 4
Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g dan dilarutkan dalam 12 mL
air. 0,2 g metil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol. 25 mL sirupus
simpleks dicampurkan dan diaduk hingga homogen. Campuran tersebut
dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.
6) Sediaan 5
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air. Ditambahkan 25 mL
sirupus simpleks dan diaduk hingga homogen. 15 g sorbitol dilarutkan
dalam air. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara.
Add 100 mL dengan aquadest.
Semua sediaan dilakukan pengamatan selama 1 minggu. Amati :
- Pertumbuhan mikroorganisme
- Terjadinya kristal pada botol
- Pengamatan organoleptik
-
B. Eliksir
1) Penentuan konstanta dielektrik parasetamol (120 mg/5 mL) dengan cara
titrasi:
- Parasetamol dilarutkan dalam air dengan konsentrasi (120 mg/5 mL)
sebanyak 100 mL
- Dilakukan titrasi dengan etanol sampai larutan menjadi bening
- KD parasetamol dihitung berdasarkan data KD pelarut campur
KDcamp = (% Vair x KDair) + (% Vetanol x KDetanol)
2) Sediaan eliksir parasetamol (120 mg/5 mL) dibuat sebanyak 100 mL, dengan
cara :
a. Parasetamol 2,4 g dilarutkan di dalam 4,2 mL etanol, diaduk sampai larut.
Ditambahkan air sebanyak 10 mL, aduk hingga homogen. Campuran
dimasukan ke dalam botol yang telah dikalibrasi. Aquadest add 100 mL.
b. Air sebanyak 10 mL dan etanol 4,2 mL dicampurkan. Kemudian masukan
parasetamol sebanyak 2,4 g sedikir demi sedikit ke dalam pelarut campur.
Aduk hingga homogen. Campuran dimasukan ke dalam botol yang telah
dikalibrasi. Aquadest add 100 mL.

VII. Hasil Pengamatan
7.1 Data sediaan larutan

PENGAMATAN HARI KE-0, SELASA 7 SEPTEMBER 2014
PENGAMATAN
JENIS BOTOL
Botol A Botol B Botol C Botol D Botol E
Pertumbuhan
Mikroorganisme
- - - - -
Adanya Caplocking - - - - -
Organoleptis
Bau - - - - -
Rasa Manis Manis + Manis Manis Manis
Warna
Tidak
Berwarna
Kuning
Bening
Tidak
Berwarna
Tidak
Berwarna
Tidak
Berwarna


PENGAMATAN HARI KE-1, RABU 8 SEPTEMBER 2014
PENGAMATAN
JENIS BOTOL
Botol A Botol B Botol C Botol D Botol E
Pertumbuhan
Mikroorganisme
- - - - -
Adanya Caplocking - - - - -
Organoleptis
Bau + - + + -
Rasa Manis Manis + Manis Manis Manis
Warna
Tidak
Berwarna
Kuning
Bening
Tidak
Berwarna
Tidak
Berwarna
Tidak
Berwarna



PENGAMATAN HARI KE-2, KAMIS 9 SEPTEMBER 2014
PENGAMATAN
JENIS BOTOL
Botol A Botol B Botol C Botol D Botol E
Pertumbuhan
Mikroorganisme
- - - - -
Adanya Caplocking + + + + -
Organoleptis
Bau + - + + -
Rasa Manis Manis + Manis Manis Manis
Warna
Tidak
Berwarna
Kuning
Bening
Tidak
Berwarna
Tidak
Berwarna
Tidak
Berwarna


PENGAMATAN HARI KE-3, JUMAT 10 SEPTEMBER 2014
PENGAMATAN
JENIS BOTOL
Botol A Botol B Botol C Botol D Botol E
Pertumbuhan
Mikroorganisme
keruh - - - -
Adanya Caplocking + + + + -
Organoleptis
Bau + - + + -
Rasa Manis Manis + Manis Manis Manis
Warna
Tidak
Berwarna
Kuning
Bening
Tidak
Berwarna
Tidak
Berwarna
Tidak
Berwarna

PENGAMATAN HARI KE-4, SABTU 11 SEPTEMBER 2014
PENGAMATAN
JENIS BOTOL
Botol A Botol B Botol C Botol D Botol E
Pertumbuhan
Mikroorganisme
keruh - - - keruh
Adanya Caplocking + + + + -
Organoleptis
Bau + - + + -
Rasa Manis Manis + Manis Manis Manis
Warna Tidak Kuning Tidak Tidak Tidak
Berwarna Bening Berwarna Berwarna Berwarna

KETERANGAN ;
Botol A : Sirupus Simpleks 25%
Botol B : Sirupus Simpleks 75%
Botol C : Sirupus Simpleks 25% + (Metil Paraben : Propil Paraben = 0.18%
0.02%)
Botol D : Sirupus Simpleks 25% + Metil Paraben 0.2%
Botol E : Sirupus Simpleks 25% + Sorbitol 15%
+ : positif ada perubahan
- : negative tidak ada perubahan
7.2 Data sediaan elixir

PENGAMATAN
CARA PEMBUATAN
Cara A Cara B
pH 7 7
Kejernihan Lebih Jernih Jernih
Viskositas 1.86 2.55
Bobot Jenis 0.93 0.95
Volume Keterpindahan 97.1 88
Organoleptis
Bau Alkohol Alkohol
Rasa Pahit Pahit
Warna Tidak Berwarna Tidak Berwarna

VIII. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pembuatan sediaan larutan. Larutan adalah
sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut digunakan
air suling kecuali dinyatakan lain. Sedangkan eliksir adalah sediaan berupa
larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat mengandung juga zat
tambahan seperti gula atau pemanis lain, zat warna, zat pewangi dan zat
pengawet, dan digunakan sebagai obat dalam. (Moh. Anief, 2008)
Zat aktif yang digunakan dalam praktikum pembuatan larutan adalah
dekstrometorphan dan bahan tambahan yang digunakan yaitu sirupus simpleks,
sukrosa, metil paraben, propil paraben, sorbitol, aquadest serta etanol.
Dalam pembuatan sediaan larutan dibuat terlebih dahulu sirupus simplex
(65% sukrosa). Sukrosa yang digunakan dalam pembuatan larutan ini adalah 130
gram yang dilarutkan dalam 200 ml air panas dan digunakan untuk membuat 5
sediaan.
Dari hasil pengamatan, botol A yang berisi dektrometorphan dan sirupus
simpleks sebanyak 25 %. Didapatkan hasil yang menyatakan bahwa pada hari ke
2, 3 dan 4 terbentuk kristalisasi pada mulut botol hal ini dapat disebabkan
karena tidak ditambahkan anticaplocking pada sediaan. Terdapat banyak
mikroba pada sediaan yang dibuat pada hari ketiga dan keempat ini yang
ditandai dari warna sediaan yang berubah menjadi keruh. Hal ini terjadi karena
pada sediaan ini tidak ditambahkan zat pengawet, serta dalam sediaan ini
digunakan air sebagai pelarut, dimana air merupakan media tempat tumbuhnya
mikroba. Pada pengamatan organoleptis, tidak tercium bau dan rasa yang terasa
adalah manis karena dalam sediaan terdapat sirupus simples. Warna yang terjadi
dari terjadi perubahan dari bening menjadi sedikit keruh.
Pada hasil pengamatan botol B yang berisi dekstrometorphan dan sirupus
simpleks 75 %. Terdapat kristal pada mulut botol dari hari ke 2 hingga ke 4, ini
dapat disebabkan karena jumlah sirupus simpleks yang dipakai adalah dari
total sediaan yang dibuat serta tidak menggunakan bahan tambahan
anticaplocking, sehingga terbentuk kristal pada mulut botol. Tidak terjadi
pertumbuhan mikroba pada sediaan karena kadar glukosa lebih dari 60% maka
bisa sebagai pengawet alami. Pada pengamatan organoleptis warnanya tetap
bening kuning dan tidak tercium bau serta rasanya lebih manis dibandingkan
dari sediaan botol lain karena kadar sirupus simpleks yang lebih banyak.
Dalam sediaan botol C yang berisi dekstrometorphan, sirupus simpleks
25%, metil paraben, dan propil paraben. Terbentuk kristal pada leher botol yang
dikarenakan tidak ditambahkan bahan tambahan anticaplocking pada sediaan
sehinggga terbentuk kristalisasi gula. Tidak terjadi pertumbuhan mikroba,
karena dalam sediaan ini terdapat metil paraben dan propil paraben yang
bertindak sebagai pengawet agar tidak terjadi kontaminasi oleh mikroorganisme.
Dari pengamatan organoleptis, rasanya manis serta tidak terjadi perubahan
warna dan bau yang tercium yaitu bau sirupus simpleks.
Dalam sediaan botol D yang mengandung dextrometorphan, sirupus
simpleks 25% dan metil paraben, Terdapat kristal pada mulut botol karena tidak
ditambahkan bahan tambahan anticaplocking yang dapat mencegah kristalisasi
gula. Tidak terlihat adanya pertumbuhan mikroba karena adanya metil paraben
yang berfungsi sebagai pengawet pada sediaan. Pada pengamatan organoleptis,
rasanya tetap manis, tidak terjadi perubahan warna tetap bening dan tercium bau
akibat penambahan metil paraben.
Dari hasil pengamatan sediaan botol E yang berisi dekstrometorphan,
sirupus simpleks 25% dan sorbitol, tidak terlihat adanya kristal pada mulut
botol. Hal ini dapat disebabkan karena dalam sediaan ini terdapat sorbitol yang
merupakan anticaplocking yang dapat mencegah terbentuknya kristal gula pada
leher botol. Karena dalam sediaan ini tidak menggunakan pengawet dan pelarut
yang digunakan adalah air yang merupakan media untuk timbulnya mikroba
maka pada hari ke 4 sudah terlihat timbulnya mikroba. Begitupun dengan
pengamatan organoleptis, dengan timbulnya mikroba, warna sediaan yang
terlihatpun lama-lama menjadi keruh.
Dalam percobaan sediaan elixir, dilakukan dua metode yang berbeda
untuk melarutkan zat aktif. Metode pertama (A), parasetamol dilarutkan ke
dalam etanol kemudian ditambahkan air dan dimasukan ke dalam botol. Metode
kedua (B), etanol dan air dicampurkan lalu dimasukan parasetamol sedikit demi
sedikit kemudian campuran tersebut diaduk hingga homogen dan dimasukan ke
dalam botol. Dari hasil pengamatan yang didapat, terlihat bahwa metode
pertama (A) lebih memberikan hasil yang maksimal dengan parasetamol yang
terlarut dengan sempurna dibandingkan dengan metode kedua. Hal ini dapat
dilihat dari kejernihan kedua sediaan eliksir yang dibuat, dimana eliksir yang
dibuat dengan metode pertama memiliki terlihat lebih jernih dibandingkan
dengan eliksir yang dibuat dengan metode kedua. Hal ini dapat disebabkan
karena parasetamol larut dalam 70 bagian air, dan dalam 7 bagian etanol (95%),
yang berarti bahwa 1 g parasetamol larut dalam 70 ml air dan 1 g parasetamol
larut dalam 7 ml etanol, sehingga dengan menggunakan cara yang pertama yang
dilarutkan dalam etanol terlebih dahulu, parasetamol akan lebih cepat larut.
Disini etanol berfungsi mempertinggi kelarutan obat pada elixir dapat pula
ditambahkan glicerol, sorbitol atau propilenglikol. Sedangkan untuk pengganti
gula bisa digunakan sirup gula.
Dilakukan evaluasi sediaan eliksir yang mencakup evaluasi organoleptik
(warna, rasa, bau), pH, kejernihan, berat jenis, viskositas dan volume
terpindahkan. Dari hasil pengamatan organoleptik, tidak terjadi perubahan
warna, rasa ataupun bau dari hari pertama hingga hari keempat. Ini dapat
disimpulkan bahwa kedua sediaan eliksir yang dibuat cukup stabil. pH yang
didapat dari kedua sediaan adalah 7 Pengontrolan pH sangat penting karena
untuk meningkatkan kelarutan zat aktif. Profil laju pH menunjukkan katalis
asam spesifik dengan stabilitas maksimumnya pada jarak pH 5-7.
Pada pengujian volume terpindahkan rata-rata yang dihasilkan dari 10
botol elixir yaitu 98,4 mL ini menunjukkan volume tidak kurang dari 100% dan
tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95%. Pengujian ini dirancang
sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas dalam wadah
dosis ganda dengan volume yang tertera dalam etiket tidak lebih dari 250 mL,
yang tersedia dalam bentuksediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi dari
bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang
ditentukan jika dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume sediaan
yang tertera pada etiket.
Viskositas adalah ukuran tahanan (resistensi) dari suatu cairan untuk
mengalir. Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah viscometer bola
jatuh. viskositas yang diperolah dari percobaan yaitu 0,2 cp ini menunjukkan
hasil yang baik karena jika viskositas dari sediaan terlalu tinggi maka sediaan
akan sulit dituang dan dikocok.
Bobot jenis larutan diperlukan untuk mengetahui kemurnian dari suatu
sediaan khususnya yang berbentuk larutan. Bobot jenis yang didapat sesuai
dengan data pengamatan yaitu sebesar 0,93 pada botol sediaan A dan 0,95 pada
botol sediaan B. Sedangkan menurut farmakope edisi III sediaan eliksir
paracetamol memiliki bobot jenis sebesar 1,21-1,23. Terjadi perbedaan seperti
ini di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
1. Temperatur, dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat
jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya,
demikian pula halnya pada suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan
senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung bobot jenisnya. Oleh
karena itu, digunakan suhu dimana biasanya senyawa stabil, yaitu pada
suhu 25
o
C (suhu kamar).
2. Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan bobot
jenisnya juga menjadi lebih besar.
3. Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan
berpengaruh tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana
ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat
dapat mempengaruhi bobot jenisnya.
4. Kekentalan/viskositas suatu zat

Pada pembuatan sediaan elixir ini digunakan pelarut campur (kosolven)
untuk menaikkan kelarutan. Untuk memperkirakan kelarutan suatu zat dalam
pelarut campur harus dilihat harga konstanta dielektriknya (KD). Untuk
medapatkan nilai konstanta dielektriknya, ini, dilakukan titrasi untuk melihat
kelarutan etanol sehingga akan diperoleh nilai KD pelarut campur. Semakin
tinggi harga konstanta dielektriknya, kepolarannya semakin tinggi. Dalam
percobaan ini di dapat harga KD pelarut campur yaitu 71,67. Suatu pelarut
campur yang ideal mempunyai harga konstanta dielektrik antara 25 sampai 80.
Dalam percobaan ini dihasilkan pelarut campur yang memenuhi persyaratan
pelarut yang ideal.

IX. Kesimpulan
- Larutan adalah sediaaan cari yang mengadung satu atau lebih at kimia
terlarut
- Sediaan yang tidak ditambahkan bahan pengawet akan terjadi kontaminasi
mikroorganisme. Adanya mikroorganisme mempengaruhi stabilita sediaan/
potensi zat aktif. Pengawet sintesis yang digunakan pada percobaan ini yaitu
metil paraben dan propil paraben. Gula dalam kadar lebih dari 60% dapat
dijadikan pengawet alamiah.
- Untuk mencegah kristalisasi gula (Caplocking) pada sediaan ini maka
digunakan anticaplocking yaitu sorbitol
- Elixir merupakan larutan sejati dengan kalrutan zat aktif relative kecil
- Upaya untuk meningkatkan kerutan elixir pada percobaan ini digunakan
pelarut campur (kosolven) antara air dan etanol
- Suatu pelarut campur yang ideal memiliki konstantan dieletrik antara 25
sampai 80. Dalam percobaan ini di dapat harga KD pelarut campur yaitu
71,67 ini menunjukkan pelarut campur sudah memenuhi persyaratan pelarut
yang ideal





X. Daftar Pustaka

- Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : Gadjah Mada University Press
- Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
- Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 298
- Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York, 3-26, 163-168.
- Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jakarta : UI
Press.
























Lampiran
Perhitungan konstanta dielektrik sediaan elixir
Volume etanol yang digunakan seluruh kelompok:
- Kelompok 1:16,2 mL
- Kelompok 2: 14,3 mL
- Kelompok 3: 13,6 mL
- Kelompok 4: 14,9 mL
- Kelompok 5: 14,8 mL
1. Kelompok 1
V etanol = 16,2 mL
V air = 100 mL
Vp total = V etanol + V air =116,2 mL
%Vair =


x 100 %
=

x 100 %
= 86,0585 %
%V etanol =


x 100 %
=

x 100 %
= 13,9415 %
KD pelarut = ( % Vair x KDair) + (%Vetanol x KD etanol)
= (86,0585 % x 78,5) + (13,9415 % x 25,7)
= (0,86 x 78,5) + (0,139 x 25,7)
= 67,96 + 3,583
= 71,542
2. Kelompok 2
V etanol = 14,3 mL
V air = 100 mL
Vp total = V etanol + V air =114,3mL
%Vair =


x 100 %
=

x 100 %
= 97,489 %
%V etanol =


x 100 %
=

x 100 %
= 12,511 %
KD pelarut = ( % Vair x KDair) + (%Vetanol x KD etanol)
= (87,489% x 78,5) + (12,511 % x 25,7)
= (0,87 x 78,5) + (0,125 x 25,7)
= 68,295 + 3,1
= 71,4
3. Kelompok 3
V etanol = 13,6mL
V air = 100 mL
Vp total = V etanol + V air =113,6mL
%Vair =


x 100 %
=

x 100 %
= 88,01 %
%V etanol =


x 100 %
=

x 100 %
= 11,97 %
KD pelarut = ( % Vair x KDair) + (%Vetanol x KD etanol)
= (88,01 % x 78,5) + (11,97 % x 25,7)
= (0,88 x 78,5) + (0,119 x 25,7)
= 69,1 + 3,1
= 72,2
4. Kelompok 4
V etanol = 14,9mL
V air = 100 mL
Vp total = V etanol + V air =114,9 mL
%Vair =


x 100 %
=

x 100 %
= 87%
%V etanol =


x 100 %
=

x 100 %
= 13, %
KD pelarut = ( % Vair x KDair) + (%Vetanol x KD etanol)
= (87% x 78,5) + (13 % x 25,7)
= (0,87 x 78,5) + (0,139 x 25,7)
= 68,3 + 3,341
= 71,6
5. Kelompok 5
V etanol = 14,8mL
V air = 100 mL
Vp total = V etanol + V air =114,8mL
%Vair =


x 100 %
=

x 100 %
= 87,11 %
%V etanol =


x 100 %
=

x 100 %
= 12,9 %
KD pelarut = ( % Vair x KDair) + (%Vetanol x KD etanol)
= (87,11 % x 78,5) + (12,9 % x 25,7)
= (0,87 x 78,5) + (0,129x 25,7)
= 68,3 + 3,3153
= 71,61
KD rata-rata PCT =

= 71,67

V etanol=

= 14,76



V etanol untuk 100 mL =


x 100 mL
=

x100mL
= 12,9 mL
V air untuk 100 mL =


x 100 mL
=

x100mL
= 87,1 mL
Vp total = 12,9 + 87,1= 100 mL

Perhitungan BJ Elixir
BJ Elixir metode A
Picno kosong (W
1
)=19,71 gram
Picno + air (W
2
)= 30,8246 gram
Picno + lixir (W
3
)= 30,0606 gram
Dt =


= 0,93
BJ Elixir metode B
Picno kosong (W
1
)=20,319 gram
Picno + air (W
2
)= 30,9196 gram
Picno + lixir (W
3
)= 30,3945 gram
Dt =


= 0,95
Data Pembuktian Volume Terpindahkan
Volume terpindahkan seluruh kelompok:
Kelompok Botol A (mL) Botol B (mL)
1 97 98
2 100 100
3 96 97
4 98 100
5 99 99
Rata-rata 490/5= 98 494/5= 98,8
V Botol A+ Botol B=

=98,4 mL
V=98,4 mL > 100%

Perhitungan Viskositas sediaan elixir
Rumus: = t (Sb-Sr) B
Ket:
= Kekentalan
t= Waktu vola jatuh (s)
Sb=Kerapata boa yang digunkan (boron silica)
Sr= kerapatan cairan sampel (BJ)
B = Konstanta bola
Viskositas Elixir Botol A
= t (Sb-Sr) B
= 1,86 (2,2 - 0,93) 0,09
= 0,212 cp
Viskositas Elixir Botol B
= t (Sb-Sr) B
= 2,55 (2,2 - 0,95) 0,09
= 0,286 cp

Anda mungkin juga menyukai