PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 Pendahuluan Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut saliva. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran saliva pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit (Brainerd 1968). Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), klorida, dan bikarbonat (sebagai anion-nya). Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, musin, vitamin C, beberapa asam amino (mucoid, enzim, protein serum, waste product), lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol (Suharsono 1986). Selain itu, saliva juga mengandung gas CO 2 , O 2 , dan N 2 . Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%. Saliva mengandung 2 tipe sekresi protein yang utama yaitu: sekresi serus merupakan enzim untuk mencernakan serat ptialin, sekresi mukus (untuk pelumasan dan perlindungan permukaan) (Roth 1981). Enzim-enzim dalam pencernaan karbohidrat adalah karbohidrase atau sakaridase merupakan kelompok enzim yang memecah atau menghidrolisis karbohidrat atau sakarida. Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah amilase dan disakaridase. Amilase merupakan enzim yang berperan dalam proses hidrolisis amilum, yaitu suatu polisakarida yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilase dibedakan atas endoamilase dan eksoamilase. Endoamilase yang dikenal sebagai -amilase, mengatalisis pemutusan ikatan glikosida -1,4 molekul amilum secara acak dari dalam. Hasil hidrolisanya adalah dekstrin. Eksoamilase yang biasanya disebut -amilase, mengatalisis pemutusan ikatan glikoseida -1,4 molekul amilum dari ujung molekul yang tidak tereduksi. Jadi, pemutusannya dari arah luar. Enzim ini tidak memutus ikatan glikosoda -1,4 dan ikatan glikosida -1,6 (Sumardjo 2009).
Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk menentukan sifat dan susunan saliva melalui beberapa uji kualitatif seperti uji dengan lakmus fenoftalein dan jingga metil, uji biuret, uji milon, uji molish, uji klorida, uji fosfat, uji sulfat, dan uji musin.
Metode Alat-alat yang digunakan ialah gelas piala, piknometer, tabung reaksi, batang pengaduk, pipet Morh 5 mL, sudip, corong, pipet tetes, gelas piala 250 mL, rak tabung dan botol semprot. Bahan-bahan ynag digunakan ialah kertas lakmus, pewarna PP, pewarna MO, pereaksi biuret, fosfomolibdat, pereaksi Millon, pereaksi Molisch, glass wol, AgNO3, HNO3, HCl, BaCl2, urea 10%, fero sulfat, air liur (saliva), dan akuades. Penentuan bobot jenis saliva, rongga mulut dibersihkan dengan car berkumur-kumur berkali. Saliva dikumpulkan sebanyak 25 mL dan ditampung dalam gelas piala dan saliva disaring secara hati-hati dengan menggunakan glass wol. Saliva ditentukan bobot jenisnya dengan ditimbang bobot kosong piknometer, kemudian dimasukkan saliva hingga melebihi batas piknometer dan ditutup dengan penutup piknomter, kemudian ditimbang sebagai bobot piknometer + isi dan dihitung bobot jenis saliva dengan satuan g/mL. Uji terhadap musin, saliva dipipet sebanyak 1 mL, kemudian ditambahkan asam asetat encer sehingga terbentuk endapan putih yang amorfous yang menandakan hasil positif. Uji kualitatif saliva, saliva diteteskan secukupnya pada plat tetes, kemudian diuji dengan menggunakan kertas lakmus merah dan biru. Air liur diuji kembali dengan ditambahkan beberapa tetes indikator asam basa yaitu fenolftalein dan jingga metil serta diperhatikan perubahan warna yang terjadi pada masing- masing uji. Uji Biuret, saliva dipipet sebanyak 1 mL dan ditambahkan 1 mL pereaksi biuret, perubahan warna diamati apabila berwarna ungu menandakan hasil positif. Uji Millon, saliva dipipet sebanyak 1 mL dan ditambahkan 3 tetes pereaksi Millon, kemudian campuran dipanaskan dan diamati perubahan warna yang terjadi dan ketika larutan berwarna merah atau kuning menandakan hasil positif. Uji Molisch, saliva dipipet sebanyak 1 mL dan ditambahkan 3 tetes pereaksi Molisch, kemudian ditambahkan 10 tetes H 2 SO 4 melalui dinding tabung, apabila terbentuk cincin ungu menandakan hasil positif. Uji klorida, saliva dipipet sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 1 mL HNO3 dan ditambahkan 1 mL AgNO3, apabila terbentuk endapan putih menandakan hasil positif mengandung ion klorida. Uji sulfat, saliva dipipet sebanyak 1 mL setelah itu ditambahkan 1 mL HCl dan ditambahkan 1 mL BaCl 2 , apabila terbentuk endapan putih menandakan hasil positif menganudung ion sulfat. Uji fosfat, saliva dipipet sebanyak 1 mL ditambahkan 1 mL urea 10%, ditambahkan 1 mL fosfomolibdat dan ditambahkan 1 mL fero sulfat, apabila berwarna biru atau hijau menandakan hasil positif mengandung ion fosfat.
Hasil Pengamatan Tabel 1 Hasil uji kualitatif saliva Jenis uji Hasil pengamatan (+/-) Perubahan warna larutan Bobot jenis BJ = 1,0023 g/mL Lakmus merah Asam Merah Lakmus biru Asam Merah Pewarna PP Asam Tidak berwarna Pewarna MO/JM Asam Jingga Uji Biuret + Violet Uji Millon + Kuning Uji Molisch + Cincin ungu Uji Klorida + Endapan putih Uji Sulfat + Endapan putih Uji Fosfat + Endapan kuning muda Uji Musin + Endapan putih amorfous (melayang) Keterangan: (+) Hasil positif pada uji kualitatif saliva
Gambar 1 Hasil uji kualitatif pada saliva pada (a)uji biuret,(b)uji millon,(c)uji molish, (d)uji klorida,(e)uji sulfat,(f)uji fosfat, (g)uji musin a b c d e f g Pembahasan Sebelum dilakukan penentuan bobot jenis saliva dan uji kualitatif untuk saliva hal yang dilakukan pertama yaitu menstimulus saliva dengan sesuatu yang asam agar produksi saliva meningkat. Saliva tersebut ditaruh didalam gelas piala 250 mL kemudian di saring dengan menggunakan glass wol agar tidak ada buih pada saliva tersebut. Setelah itu saliva tersebut siap untuk ditentukan bobot jenis dan uji kualitatif untuk saliva. Penentuan bobot jenis saliva dengan menggunakan piknometer, piknometer dibersihkan dengan pelarut aseton agar dapat mengeringkan isi didalam piknometer tersebut dan untuk menghilangkan lemak karena lemak akan larut dalam pelarut organik seperti aseton. Piknometer tidak boleh tersentuh tangan langsung karena lemak yang menempel pada piknometer dapat menambah bobot penimbangan. Kemudian ditimbang bobot kosong dari piknometer setelah itu ditimbang bobot piknometer+air dan selanjutnya ditimbang bobot piknometer+saliva untuk mengetahui bobot jenis saliva yang didapat. Hasil yang didapat pada percobaan 1,0023 g/mL hal ini baik karena pada bobot jenis saliva normal memiliki bobot jenis saliva yang lebih besar dibandingkan dengan bobot jenis air yaitu 0,9970 g/ml kemudian bobot saliva secara teoritis yaitu 1,0005 g/mL (Aisjah 1986) dan menandakan orang tersebut sehat tidak dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh. Penentuan sifat asam atau basa saliva ditentukan dengan cara pengujian kertas lakmus dan indikator. Kertas lakmus yang digunakan yaitu kertas lakmus merah dan lakmus biru. Saliva memiliki rata-rata pH air liur normal yaitu 6,8 yaitu bersifat asam. Sehingga jika diuji dengan lakmus merah, warna lakmus akan tetap berwarna merah. Kemudian ketika diuji dengan kertas lakmus biru ketika ditetesi dengan saliva lakmus tersebut berubah menjadi warna merah hal ini menandakan saliva menunjukan sifat asam (Amerongen 1991). Indikator yang digunakan adalah fenolftalein dan methyl orange atau jingga metil. fenolftalein merupakan pereaksi yang tak berwarna pada pH asam, sedangkan jingga metil merupakan pereaksi yang berwarna jingga pada pH asam. Fenolftalein memiliki rentang pH 8.09.3 dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi merah muda. Sementara itu, jingga metil memiliki rentang pH 3.14.4 dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning (Hardjadi 1986). Saliva yang telah ditetesi pereaksi fenolftalein dan jingga metil masing-masing menghasilkan tak berwarna dan jingga. Tidak berubahnya warna pereaksi setelah dicampur saliva menunjukkan bahwa air liur memiliki pH asam. Kisaran pH air liur antara 6.2 hingga 7.6 dengan rata-rata 6.7 (Girindra 1990). Dampak kesehatan apabila pH saliva bersifat asam yaitu stres emosional, racun yang berlebih didalam tubuh, dan kekurangan sel-sel oksigen serta nutrisi lainnya. Prinsip uji Biuret untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada protein. Ketika saliva ditambahkan NaOH dalam larutan basa, biuret akan menunjukkan warna violet dengan penambahan CuSO 4 . Tujuan penambahan NaOH agar larutan dalam suasana basa sedangkan penambahan CuSO 4 0,1% berfungsi untuk menghasilkan warna biru keunguan pada reaksi yang positif memiliki gugus Cu 2+ , NH dan gugus CO pada ikatan peptidanya (Gilvery 1996). Hasil yang didapat pada uji Biuret pada sampel saliva menunjukan hasil positif dengan ditandai dengan larutan berwarna violet karena didalam saliva masih terdapat ikatan peptida yang belum rusak sehingga tidak mengganggu aktivitas enzim amilase saliva. Jika ikatan peptida yang terkandung dalam saliva telah rusak maka akan mengganggu aktivitas enzim amilase saliva. (Roth 1981). Prinsip uji Millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi dan menunjukkan reaksi positif yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih dan ketika di panaskan berwarna merah. Pereaksi Milon adalah larutan merkuro dan merkuti nitrat dalam asam nitrat (Poedjadi 1994). Endapan putih terbentuk setelah penambahan pereaksi milon pada larutan protein tersebut berasal dari endapan merkuri, pada awalnya Hg yang terlarut dalam HNO 3 teroksidai menjadi Hg + . Ion Hg + selanjutnya
membentuk garam dengan gugus karboksil dari tirosin. Ketika dipanaskan endapan putih tersebut berubah menjadi endapan merah karena asam nitrat yang semula berfungsi sebaga pelarut mengoksidasi Hg + menjadi Hg 2+ . Hasil yang didapat pada uji Millon pada sampel saliva menunjukan hasil positif walaupun ditandai dengan larutan berwarna kuning karena kandungan saliva terdapat beberapa asam amino seperti tirosin. Apabila didalam saliva tidak terdapat asam amino tirosin maka akan berdampak pada kesehatan seperti hypothyroidism dengan gejala lemah, lelah, kulit kasar, pembengkakan pada tangan, kaki, dan muka, tidak tahan dingin, suara kasar, daya ingat dan pendengaran menurun serta kejang otot. Prinsip uji Molish adalah reaksi yang paling umum untuk mengidentifikasi adanya karbohidrat. Asam sulfat pekat menghidrolisis ikatan glikosidik (ikatan yang menghubungkan monosakarida satu dengan monosakarida yang lain) menghasilkan monosakarida yang selanjutnya didehidrasi menjadi fultural dan turunannya. saliva ditetesi dengan pereaksi molish (5% -naftol dan 95% alkohol), fungsi -naftol berfungsi sebagai indicator warna untuk memudahkan perubahan warna. Selanjutnya dihidrolisis dengan asam sulfat pekat (H 2 SO 4 ) maka terjadi pemutusan ikatan glikosidik dari rantai karbohidrat polisakarida menjadi disakarida dan monosakarida. Hasil yang didapat pada uji Molish pada sampel saliva menunjukan hasil positif yaitu terbentuk cincin ungu pada larutannya, seharusnya saliva tidak mengandung karbohidrat, karbohidrat dalam saliva yang dihasilkan probandus disebabkan oleh masih adanya sisa-sisa makanan yang sudah pecah menjadi monomer yang lebih kecil yang terkandung dalam saliva (Lehninger 1998). Prinsip uji Klorida pada saliva adalah mencampurkan saliva dengan AgNO 3 dalam suasana asam sehingga terbentuk endapan putih. Endapan putih pada hasil pencampuran uji Klorida merupakan AgCl yang mengendap. Ketika percobaan menggunakan larutan HNO3 untuk membuat suasana menjadi asam. Kemudian ditambahkan AgNO 3 yang berfungsi membentuk endapan garam AgCl. Hasil yang didapat pada percobaan menunjukan hasil positif karena terbentuk endapan putih pada larutannya, hal ini disebabkan bahwa saliva mendapat sedikit sumbangan Cl yang berasal dari cairan gigi. Ketika larutan uji dicampurkan dengan AgNO 3 dalam suasana asam akan membentuk endapan putih atau AgCl (Gilvery 1996). Prinsip uji Sulfat pada saliva yaitu untuk mengetahui adana ion sulfat pada saliva menghasilkan reaksi positif yakni menjadikan larutan yang semula tak berwarna menjadi putih keruh karena penambahan HCl dan BaCl 2 . Fungsi dari penambahan HCl yaitu mengikat sulfat yang terkandung di dalam saliva dan fungsi penambahan BaCl 2 untuk membentuk BaSO 4 yang memiliki kelarutan rendah sehingga akan mengakibatkan terbentuknya endapan dalam larutan yang diasamkan. Hasil yang didapatkan menunjukan hasil positif karena pada larutannya terdapat enapan putih. Analisa klinis pada saliva menunjukan orang tersebut sehat tidak menunjukan suatu keluhan penyakit. Prinsip uji Fosfat pada saliva uji untuk mengetahui adanya ion fosfat pada saliva dengan terbentuknya endapan kuning. Uji fosfat dilakukan dengan menambahkan saliva dengan urea dan pereaksi molibdat. Fungsi penambahan urea yaitu urea untuk membuat larutan menjadi jernih, fungso pereaksi molibdat untuk membuat larutan menjadi kuning keruh. Setelah itu dilakukan pengocokan, larutan ditambahkan ferosulfat. Fungsi penambahan FeSO 4 ini bertujuan untuk membentuk kompleks. Warna larutan yang kuning keruh tersebut menunjukkan bahwa saliva mengandung fosfat dalam bentuk ortofosfat. Hasil yang ditunjukkan adalah positif yakni terbentuknya endapan kuning muda. Hal ini membuktikan air liur mengandung mineral fosfat. Saliva terdiri atas air sebesar 99,5% dan benda padat sebesar 0,5%. Benda padat yang terdapat di dalam saliva berupa bahan organik dan ion anorganik, yaitu SO 4 2- , PO 4 3- , HCO 3 2- , Cl - , Ca 2+ , Mg 2+ , Na + , dan K + (Girindra 1990). Prinsip uji musin yaitu untuk mengetahui kandungan keberadaan musin di dalam saliva yang terbentuk endapan putih amorfous karena ditambahkan asam asetat. Fungsi penambahan asam asetat untuk pembentukan endapan putih melayang atau amorfous. Hasil yang ditunjukan pada percobaan menunjukan hasil positif karena terdapat endapan puth melayang pada larutannya. Analisa klinis menunjukan saliva tersebut dalam kondisi sehat karena musin yang dikeluarkan kelenjar sublingual dan kelenjar submaksilaris memiliki peran pelicin rongga mulut dan membasahi makanan ketika dikunyah sehingga mudah ditelan (Maryati 2000).
Simpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan bobot jenis saliva sebesar 1,0023 g/mL kemudian hasil uji kualitatif dengan menggunakan lakmus merah dan biru menghasilkan warna merah, kemudian ketika ditambahkan pewarna fenolftalein dan jingga metil menunjukan hasil positif dalam suasana
asam. Ketika uji kualitatif pada uji biuret, uji millon, uji molish, uji klorida, uji sulfat, uji fosfat dan uji musin keseluruhan menunjukan hasil positif.
Daftar Pustaka Aisjah G. 1986. Enzim dalam Biokimia 1. Jakarta: Gramedia. Amerongen A V N. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah: Arti Bagi Kesehatan Gigi. Surabaya: Universitas Gajah Mada Press. Brainerd A L. 1968. Human Histology a textbook in outline from W.B. Saunder Company Third edition Philadelphia. London: Toronto. Gilvery G. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Surabaya: Universitas Airlangga Press. Girindra A. 1990. Biochemistry. New York: Printia Hall. Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hardjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitk Dasar. Jakarta: Gramedia. Lehninger A L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia 1. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Maryati S. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga. Poedjadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Roth G I and Camles R. 1981. Oral Biology. Toronto: The CV. Mosby Company. Suharsono M. 1986. Enzim dalam Biokimia. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta: Buku Kedokteran EGT.