Anda di halaman 1dari 9

Tumpeng Robyong

Tumpeng robyong yaitu tumpeng yang digunakan untuk upacara dalam khitanan, hajatan, yang sifatnya
bergembira atau suka cita. Tumpeng jenis ini memiliki ciri khas, yaitu di ujung atas tumpeng terdapat
telur ayam utuh, terasi bakar, bawang merah utuh, dan cabai merah, kesemuanya ditusuk seperti satai
menggunakan bilah dari bambu atau sujen. Di sekelikingnya ditancapi sayur-sayuran, sehingga terkesan
meriah.
Dulu, tumpeng robyong disajikan untuk acara-acara besar, seperti musim panen, mengusir penyakit, atau
meminta hujan. Kini, jenis tumpeng tersebut dipakai untuk acara siraman, upacara pernikahan atau
pemberkatan, dan syukuran.
Biasanya, selain tumpeng besar, juga ada intuk-intuk atau tumpeng kecil yang mengelilingi tumpeng
besar. Adapula tiga macam kembang, yakni mawar, melati, dan kenanga. Selain itu, bubur merah, putih,
dan palang juga disajikan. Di puncak tumpeng, biasanya ditusukkan telur ayam, terasi, bawang merah
Sajen Tumpeng Robyong
Sajen ini diwujudkan dalam tumpeng (nasi putih yang dibuat bentuk kerucut) dililiti kacang panjang
sudah masak melingkar sampai puncak tumpeng tetapi sudah tidak beraturan letaknya; di atas
tumpeng berturut-turut dari bawah ke atas telur ayam masak yang masih ada kulitnya, trasi, bawang
merah, dan lombok merah; di kanan kiri tumpeng terdapat sayur-sayuran dan lauk-pauk yang sudah
masak dengan letak yang juga tidak beraturan. Macam sayur-sayuran antara lain: kacang panjang,
wortel, kubis, daun so, kecambah, daun bayam, dan daun singkong). Macam lauk-pauk antara lain:
tempe goreng, ayam goreng, ikan asin, dan telur ayam yang sudah masak. Tumpeng beserta
perlengkapannya itu ditaruh di atas tampah yang sudah dialasi dengan daun pisang. Letak yang tidak
beraturan dari segala isi tumpeng ini yang kemudian disebut tumpeng robyong.

Makna sajen kelima ini masih menggambarkan bayi yang baru lahir akan memulai kehidupan di dunia.
Dalam menjalani kehidupannya nanti, tentu selalu ada pergulatan. Ini identik dengan hasil pemutaran
gunung meru dalam lanjutan cerita samudra manthana di atas. Sesudah Dewa Siwa berhasil
mengaduk tujuh lautan yang mengelilingi Gunung Meru, suasana sekitar gunung menjadi porak-
poranda. Ini digambarkan dengan letak sayuran dan lauk pauk yang tidak teratur, campur-aduk jadi
satu yang mengelilingi tumpeng. Sementara itu di atas gunung, terdapat jilatan api (disimbolkan
lombok merah), racun kalakutha (disimbolkan dengan bawang merah), kotoran-kotoran dalam bumi
(dinamakan lendhut blegedapa) yang menghalang-halangi munculnya air amerta sudah terangkat dari
dasar bumi (disimbolkan dengan trasi), kemudian disusul di bawahnya dengan munculnya air amerta
yang masih dalam wadah tempayan, dalam tradisi Jawa Kuno dinamakan sweta kamandalu
(disimbolkan dengan telur matang berkulit). Munculnya air amerta (air kehidupan) ini sebagai simbol
mulai munculnya kehidupan di dunia
Cara Penyajian Sajen Tumpeng Robyong: Ambil tampah yang sudah diberi alas daun pisang. (Bisa
pula dihias dengan kertas atau lainnya di tepi tampah sesuai dengan selera). Tumpeng yang sudah
dicetak diletakkan di tengah-tengah tampah. Letakkan secara hati-hati agar tidak pecah dan
terpotong. Di kanan kiri tumpeng secara melingkar boleh diberi nasi secara merata hingga memenuhi
tampah (dengan ketebalan sekitar 2-4 cm). Hal ini dengan maksud jika nanti sajen ini akan dibagikan
kepada yang ikut kenduri bisa merata semua mendapat bagian. Selanjutnya di kanan kiri tumpeng
tadi, jadi menutup nasi yang merata, diberi gudangan secara melingkar secara acak tidak beraturan
hingga menutup semua nasi yang di bawah tumpeng. Bumbu gudangan bisa diletakkan beberapa
tempat secara melingkar di kaki tumpeng dan di atas gudangan yang telah diletakkan secara tidak
beraturan tadi. Kemudian lauk-pauk juga diletakkan secara acak di sela-sela gudangan dekat dengan
bumbu gudangan. Beberapa buah kacang panjang yang utuh dililitkan pada tumpeng dari ujung atas
ke bawah hanya saja susunannya juga sudah tidak teratur secara melingkar. Kemudian sebuah
lombok/cabe merah bersama-sama dengan bawang merah, seerat trasi, dan sebutir telur ayam
kampung matang paling bawah ditusuk lidi lalu ditancabkan di pucuk tumpeng. Maka sajen tumpeng
robyong telah selesai dan siap untuk disajikan

Mitoni atau selamatan tujuh bulanan, dilakukan setelah kehamilan seorang ibu genap usia 7 bulan
atau lebih. Dilaksanakan tidak boleh kurang dari 7 bulan, sekalipun kurang sehari. Belum
ada neptuatau weton (hari masehi + hari Jawa) yang dijadikan patokan pelaksnaan, yang penting
ambil hari selasa atau sabtu. Tujuan mitoni atau tingkeban agar supaya ibu dan janin selalu dijaga
dalam kesejahteraan dan keselamatan (wilujeng, santosa, jatmika, rahayu).



PERSYARATAN :


1. Bubur 7 macam :
Kombinasi 7 macam; (1) bubur merah (2) bubur putih (3) merah ditumpangi putih, (4)
putih ditumpangi merah, (5) putih disilang merah, (6) merah disilang putih, (7) baro-baro
(bubur putih diatasnya dikasih parutan kelapa dan sisiran gula jawa).
Bubur putih dimakan oleh sang Ayah. Bubur merah dimakan sang Ibu. Bubur yang lain
dimakan sekeluarga.



Bahan;
Bubur putih gurih (dimasak pake santen) dan bubur merah (dimasak pake gula jawa);
Bubur ditaruh di piring kecil-kecil;
2. Gudangan Mateng (sayurnya direbus) :
Bahan ; Sayur 7 macam; harus ada kangkung dan kacang. Kangkung dan kacang
panjang jangan dipotong-potong, dibiarkan panjang saja. Semua sayuran direbus.
Bumbu gudangannya pedas.
3. Nasi Megono ; Nasi dicampur bumbu gudangan pedes lalu dikukus.
4. Jajan Pasar ; biasanya berisi 7 macam makanan jajanan pasar tradisional.
5. Rujak ; bumbunya pedas dengan 7 macam buah-buahan.
6. Ampyang ; ampyang kacang, ampyang wijen dll (7 macam ampyang). Apabila
kesulitan mendapatkan 7 macam ampyang, boleh sedapatnya saja.
7. Aneka Ragam Kolo ;
Kolo kependem (kacang tanah, singkong, talas), kolo gumantung (pepaya), kolo
merambat (ubi/ketela rambat); kacang tanah, singkong, talas, ketela, pepaya. direbus
kecuali pepaya. Pepaya yang sudah masak. Masing-masing jenis kolo tidak harus
semua, tetapi bisa dipilih salah satu saja. Misalnya kolo kependhem; ambil saja salah
satu misalnya kacang tanah. Jika kesulitn mencari kolo yang lain; yang penting ada dua
macam kolo ; yakni cangelo; kacang tanah + ketela (ubi jalar).
8. Ketan ; dikukus lalu dibikin bulatan sebesar bola bekel (diameter 3-4 cm); warna
putih, merah, hijau, coklat, kuning.
9. Tumpeng nasi putih; kira-kira cukup untuk makan 7 atau 11, atau 17 orang.
10. Telur ; telur ayam 7 butir.
11. Pisang ; pisang raja dan pisang raja pulut masing-masing satu lirang/sisir.
12. Tumpeng tujuh macam warna; tumpeng dibuat kecil-kecil dengan warna yang
berbeda-beda. Bahan nasi biasa yang diwarnai.

Setiap simbol memiliki makna atau pesan tertentu. Pelbagai tradisi yang secara turun-
temurun dilestarikan dengan cara-cara tertentu biasanya juga memuat pesan yang
dimaksudkan memberi pelajaran bagi masyarakat yang melestarikannya. Tanpa filosofi
yang menyertainya, sebuah tradisi hanyalah praktik hidup hura-hura.
Bangsa Indonesia termasuk bangsa yang masyarakatnya kaya akan pelbagai ritus yang
sarat makna. Masyarakat Jawa, misalnya, yang khas dengan kehidupan agraris
memiliki tradisi yang amat banyak. Dari lahir hingga kematiannya, tak lepas dari ritual-
ritual, baik selamatan atau syukuran.
Masyarakat Pekalongan termasuk dalam kategori masyarakat yang gemar
menyelenggarakan acara selamatan dan syukuran. Baik itu yang bersifat personal
maupun sosial. Personal contohnya syukuran kelahiran si jabang bayi, sedangkan yang
sosial misalnya syukuran atas hasil panen yang melimpah.
Dalam beberapa tahun belakangan, Pemerintah Kabupaten menyelenggarakan ritual
gunungan megono bertajuk Kirab Gunungan Megono di daerah wisata Linggo Asri
setiap bulan Syawal, tepatnya pada tanggal tujuh Syawal. Ritual ini termasuk baru.
Sebab secara tradisi masyarakat tidak mengenal gunungan atau tumpeng raksasa yang
dibuat dari nasi megono. Biasanya tumpeng dibuat dari nasi kuning yang memiliki
makna filosofi tertentu.
Entah siapa penggagas ide gunungan megono ini. Namun, penulis kira latar belakang
gagasan ini adalah bahwa Pemkab ingin memiliki ritus khas yang berbeda dari wilayah
tetangganya, Kota Pekalongan, yang memiliki tradisi lopis raksasa.
Kirab gunungan megono kemudian didesain sedemikian rupa agar menjadi tradisi
warga Kabupaten Pekalongan yang diselenggarakan setiap bulan Syawal. Agar ciri
khas sebagai kota santri tampak maka kirab diiringi musik rebana dan shalawatan serta
didahului dengan doa oleh seorang ulama. Mengapa kirab dipusatkan di kawasan
Linggo Asri? Tentu Pemkab bermaksud mempromosikan wisata Linggo Asri kepada
masyarakat Pekalongan dan sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai