PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retina merupakan membran yang sangat tipis dan transparan. Ketertarikan untuk
mengenal anatomi retina akhir-akhir ini semakin besar karena pentingnya fungsi retina terhadap
sistem penglihatan. Retina pertama kali diperkenalkan oleh Herophilus of Chalcedon (300 SM),
nama retina diberikan oleh Rufos of Ephesus (110 M). Dinamakan demikian oleh karena
penampakannya yang berbentuk jala yang menangkap vitreus. Meskipun pada awalnya Galens
menggambarkan adanya kemiripan retina dengan otak, dimana perhatian lebih menekankan pada
vaskularisasi dan hubungannya dengan nervus optik, namun Kepler (1608) pada akhirnya
memperkenalkan retina sebagai jaringan fotoreseptor primer pada mata. Pada akhir tahun 1600,
Antoni van leeuwanhoek menggambarkan sel globular dan pembuluh darah pada retina bovine. 1
Dengan jalan fiksasi memakai alkohol, Treviranus pertama kali menampilkan anatomi
retina secara mikroskopis pada tahun 1835. Dengan teknik pemotongan dan pewarnaan jaringan
yang semakin berkembang, maka penelitian dapat dengan jelas menggambarkan neuron-neuron
serta polaritas sel neuronal. Dengan menggunakan mikroskop electron, imunohistokimia, dan
single-cell electrophysiologic maka dapat diketahui koneksi seluler dan ultrastruktur intraretinal
serta peranan proses impuls listrik dalam proses informasi visual.1
Retina merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan kemampuan untuk
memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui
nervus optik ke korteks visual. Struktur yang berlapis-lapis memungkinkan lokalisasi fungsi atau
gangguan fungsional pada suatu lapisan atau sekelompok sel.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Gambaran fundus okuli normal, dengan pembagian regional pada macula.1
2. Fovea
3
Daerah sentral dari macula, berukuran 1,5 mm di sebut sebagai fovea atau fovea sentralis,
yang secara anatomis dan komposisi sel fotoreseptornya merupakan daerah untuk ketajaman
penglihatan dan penglihatan warna. Daerah ini memiliki tingkat kepadatan sel cones tertinggi,
yakni mencapai 143.000/mm3. Didalam fovea terdapat daerah yang tidak memiliki vaskularisasi,
jadi dipelihara oleh sirkulasi koriokapiler, yang disebut fovea avascular zone (FAZ). Secara klinis
dapat terlihat pada angiografi fluorosensi. Pada bagian tengah fovea di kenal sebagai foveola,
berukuran diameter 0.35 mm daerah yang berisi sel sel cone ramping yang tersusun rapat. 2
3. Parafovea
Di sekitar lingkaran fovea, terdapat area dengan lebar sekitar 0.5 mm dan diameter total
sekitar 2.5 mm disebut area parafoveal. Mengandung akumulasi neuron terbesar, terdapat
lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam, dan lapisan pleksiform luar yang tebal. Di daerah ini
pula lapisan plexiform luar mengalami penebalan, yang disebut lapisan Henle, dibentuk oleh
berlapis-lapis axon fotoreseptor dari foveola. Pada bagian ini sudah mulai terlihat adanya rods. 2
4. Perifovea
Diluar zona tersebut terdapat lingkaran dengan ukuran 1.5 mm yang kenal dengan
perifoveal zone, merupakan lingkaran terluar dari area sentralis. Daerah ini dimulai pada titik
dimana lapisan sel ganglion mulai memiliki empat baris nucleus dan berakhir diperifer dimana
sel ganglion hanya terdiri dari satu lapis sel. Dari pemeriksaan funduskopi, daerah perivofea
merupakan lingkaran dengan lebar 1,25- 2,75 mm dari foveola, dengan diameter horizontal 5.5
mm. Daerah perifovea ini berbeda dengan parafovea dikarenakan daerah ini memiliki sel
kepadatan sel cones yang jarang. 3
5. Diskus optik
Nervus optik meninggalkan retina sekitar 3 mm di sebelah medial makula lutea, tepatnya
pada diskus optik. Bagian tengah dari diskus optik sedikit terdepresi, dimana daerah ini ditembus
oleh arteri dan vena retina sentralis. Pada diskus optik sama sekali tidak terdapat sel rod maupun
sel cone, oleh karena itu daerah ini tidak sensitif terhadap rangsangan cahaya dan disebut blind
spot. Pada pemeriksaan funduskopi, diskus optik terlihat sebagai daerah berwarna pink pucat,
lebih pucat dari daerah di sekitarnya.3
4
6. Ora Serrata
Merupakan daerah perbatasan retina. Ditandai dengan persambungan antara beberapa lapis
pars optic retina dengan satu lapis epitel non pigmen korpus siliaris. Karakteristik
yang
menonjol dari area ini adalah lapisannya yang tipis, kurang vaskularisasi dan hubungan yang
rapat dengan vitreus base dan zonula fibers. Dinamakan ora serrata karena banyaknya takikan
yang dibentuk oleh elongasi jaringan retina kearah epitel siliaris.1
.
A.
Neurosensori Retina
B.
antara membrana Bruch dan retina. Lapisan ini, membentang dari diskus optikus ke ora serrata
dan berlanjut ke pigmen epitel badan siliar. Peran RPE dalam fungsi retina adalah :
1. Menangkap cahaya
2. Menjaga ruang subretinal
3. Fagositosis segmen luar dari sel batang dan kerucut
4. Berperan dalam metabolisme asam lemak pada retina
5. Membentuk sawar darah retina bagian luar
8
mukopolisakarida (matriks inferoreseptor) yang mengandung kondroitin -6- sulfat, asam sialat
dan asam hyaluronat. Terpisahnya lapisan RPE dan lapisan neurosensori retina disebut ablasi
retina.4
Sel sel RPE melekat satu dengan lainnya melalui pertautan interseluler kompleks. Zonula
okludens dan zonula adheren tidak hanya berfungsi mempertahankan bentuk dan stabilitas dari
struktur RPE, tetapi juga memainkan peranan penting dalam menjaga keseimbangan sawar darah
retina bagian luar. Zonula okludens terdiri dari membran plasma yang bersatu membentuk pita
sirkular atau sabuk antara satu sel dengan yang lain. Pada ruang interseluler terdapat zonula
adherens. 4
Sel- sel neurosensori dan sel RPE memiliki perbedaan penting pada daerah- daerah
tertentu. Sel- sel neurosensori paling tebal pada daerah papillomacular bundle dekat dengan
saraf optik (0.23 mm) dan paling tipis pada foveola (0.10 mm) dan ora serrata (0.11 mm). Selsel RPE mempunyai diameter yang bervariasi antara 10-60 um. Dibandingkan dengan sel- sel
RPE yang terletak di daerah perifer, sel- sel RPE di fovea lebih tinggi dan lebih tipis serta
mengandung melanosom yang lebih banyak dan lebih besar. Sel sel RPE yang terletak
diperifer lebih pendek, lebar dan kurang mengandung pigmen. Tidak terlihat proses mitosis dari
sel- sel RPE pada mata dewasa normal. 4
Sitoplasma dari sel- sel RPE mengandung granula-granula pigmen yang bulat dan oval
(melanosom). Organel- organel ini berkembang selama pembentukan optic cup dan terlihat
pertama kali sebagai non melanin premelanosom. Sitoplasma dari sel-sel RPE juga mengandung
mitokondria , reticulum endoplasma, apparatus golgi dan sebuah nucleus yang bulat dan besar. 2
Seiring dengan pertambahan usia, badan sisa yang yang tidak terfagositosis sempurna,
pigmen lipofuchsin, fagosom dan material- material lain akan diekskresikan oleh RPE dibawah
9
lamina basalis RPE. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya drusen. Drusen berada diantara
membrana basalis RPE dengan zona kolagen membrana Bruch.2
C. Membrana Brunch
Bagian bawah dari RPE menempel pada membrana brunch, yang memiliki 5 lapisan.
Lapisan tersebut dimulai dari bagian dalam yang terdiri dari
1. Membran dasar dari RPE
2. Jaringan kolagen longgar bagian dalam
3. Lapisan tengah serat elastis
4. Jaringan kolagen longgar bagian longgar
5. Membran dasar endotel koriokapilaris.
Sepanjang hidup, lipid dan bahan yang rusak secara oksidatif menumpuk dalam membrana
Bruch. Beberapa jenis penyakit, seperti pseudoxanthoma elastikum, berhubungan dengan
peningkatan kerapuhan membrana Bruch, kemungkinan karena hubungan abnormal dalam
kolagennya atau bagian elastisnya.4
2.2 Fisiologi Penglihatan
Kelangsungan fotoreseptor dan koriokapiler tergantung pada RPE. Jika RPE mengalami
gangguan, baik secara kimiawi maupun mekanik, maka fotoreseptor dan koriokapiler akan
mengalami atrofi. RPE memproduksi sitokin, termasuk basic Fibroblast Growth Factor (bFGF)
yang mempertahankan kelangsungan fotoreseptor. Akan tetapi sampai saat ini masih belum jelas
berbagai senyawa yang dihasilkan oleh RPE dalam mendukung kelangsungan fotoreseptor dan
koriokapiler in vivo.
penyimpanan dan metabolisme vitamin A, transport dan barrier epitel. Selain itu juga
mengabsorpsi cahaya oleh pigmen melanin di epitel, menangkap redikal bebas oleh pigmen
melanin, dan detoksifikasi obat oleh sistein sitokrom P-450 retikulum endoplasmik halus yang
juga ditemukan pada sel RPE.4
Mekanisme yang berperan dalam fisiologi penglihatan adalah
1. Inisiasi penglihatan (fototranduksi)
2. Pengolahan dan transmisi sensasi visual
3. Persepsi visual
Fototransduksi
Sel batang dan sel kerucut adalah ujung saraf sensorik untuk sensasi visual. Cahaya jatuh
ke arah retina menyebabkan terjadinya perubahan fotokimia yang mencetuskan kaskade reaksi
10
biokimia yang menyebabkan terjadinya perubahan elektrik. perubahan yang terjadi pada sel
batang dan sel kerucut umumnya sama, tetapi perubahan yang terjadi pada pigmen sel batang
( rodopsin) sudah dipelajari lebih dalam. Penomena perubahan energi cahaya menjadi impuls
saraf disebut dengan fototranduksi.5
FOTOTRANSDUKSI ROD
Proses penerimaan dan perubahan cahaya yang masuk kedalam retina membutuhkan energi
dimana respon retina ini membedakannya dengan struktur saraf lainnya. Kombinasi dari proses
ini melibatkan organel khusus dari sel fotoresptor. Rod memiliki lebih banyak membran
dibandingkan dengan cone sehingga rod lebih sensitif.4
Segmen luar dari rod terutama mengandung material plasma membran yang tersusun secara
khas. Membran ini tersusun dalam bentuk kantung-kantung pipih sepanjang aksis horizontal dari
segmen luar. Terdapat sekitar 1000 kantung pada segmen luar rod dan sekitar 1 juta molekul
rhodopsin pada setiap kantung. Kantung- kantung ini melayang- layang pada sitoplasma seperti
sebuah tumpukan koin yang tidak berhubungan dengan plasma membran luarnya. Kantung ini
mengandung mesin protein untuk menangkap dan memperkuat energi cahaya. Melimpahnya
membran sel luar ini meningkatkan jumlah molekul rhodopsin yang dapat menyerap cahaya. 4
Cahaya diserap oleh rhodopsin yang terletak pada membran sel luar dari rod. Rhodopsin
adalah sejenis protein berupa membran yang mudah ditembus dan sejenis dengan reseptor alfa
dan beta adrenergik. Setiap molekul bertanggung jawab terhadap satu kuantum cahaya.
Rhodopsin menyerap cahaya hijau dengan panjang gelombang sekitar 510 nm. Rhodopsin
kurang baik dalam menyerap cahaya biru dan kuning dan tidak sensitif terhadap cahaya merah.4
Pada saat rhodopsin menyerap suatu kuantum cahaya, ikatan ganda dari II- cis retinal akan
pecah dan molekul opsin mengalami perubahan konfigurasi
keadaan aktif yang disebut metarhodopsin II. Rhodopsin yang terktivasi memulai reaksi dengan
mengontrol aliran kation- kation kedalam segmen luar rod. Target dari reaksi ini adalah pada
pintu saluran cGMP (cyclic Guaonosine Monophosphate) yang terletak di membran terluar dari
segmen luar. Saluran ini mengontrol aliran ion natrium dan kalsium kedalam rod. Dalam suasana
gelap, ion natrium dan kalsium mengalir melalui saluran ini dimana terbukanya pintu saluran ini
dipertahankanoleh cGMP. Keseimbangan ion dipertahankan oleh pompa Na+, K+-ATPase pada
11
segmen dalam dan Na+/K+- Ca exchanger pada membran segmen luar, yang mana kedua proses
ini membutuhkan energi. Keadaan depolarisasi rod menyebabkan dilepasnya neurotransmitter
glutamate dari terminal sinaptik dan dimulailah sebuah sinyal neural dari proses melihat3.
Rhodopsin yang telah teraktivasi merangsang molekul kedua, transdusin, dengan cara
menukar guanosin difosfat (GDP) dengan guanosin trifosfat (GTP). Satu moloekul rhodopsin
dapat mengaktifkan seratus molekul transdusin, sehingga memperkuat reaksi. Transduksin yang
aktif memicu protein ketiga, rod fosfodiesterase (rod PDE) yang menghidrolisis cGMP ke 5noncyclic GMP. Penurunan cGMP ini menutup pintu saluran- saluran, dimana aakan
menghentikan masuknya natrium dan kalsium dan membuat keadaan hiperpolarisasi rod.
Hiperpolarisasi menghentikan pelepasan glutamate dari terminal sinaptik 3
Pada keadaan gelap, rod kembali ke keadaan gelapnya seiring dengan terhentinya aliran
reaksi. Rhodopsin mengalami inaktivasi akibat fosforilasi pada C-terminalnya oleh rhodopsin
kinase, yang dibantu oleh ikatan arrestin. Transdusin dinonaktifkan akibat hidrolisis dari GTP ke
GDP oleh aktivitas GTPase transdusin intrinsic, yang juga menonaktifkan PDE. Guanilat
siklase, suatu enzim yang mensintesis cGMP dari GTP, diaktifkan oleh menurunnya kadar
kalsium intraseluler akibat tertutupnya saluran, aksi dari enzim ini dibantu oleh protein
pembantu-guanilat siklase (GCAPs). Dengan meningkatnya kadar cGMP, pintu saluran- saluran
tertutup dan rod kembali mengalami depolarisasi. Meningkatnya kadar kalsium intraseluler
mengembalikan aktivitas guanilat siklase ke level gelapnya. Umpan balik kalsium juga dapat
meregulasi fosforilasi rhodopsin dengan jalan melindungi sensitivitas pintu saluran.4
FOTOTRANSDUKSI CONE
Fototransduksi yang terjadi pada cone adalah kebalikan dari rod. Cone-opsin yang telah
teraktivasi oleh cahaya memulai pengaliran enzimatik yang menghidrolisis cGMP dan menutup
saluran kation pada pintu spesifik cGMP cone di membran segmen luarnya. Fototransduksi pada
cone kurang sensitif namun memiliki kemampuan yang cepat dalam beradaptasi terhadap
berbagai kadar iluminasi. Semakin besar kadar cahaya, maka semakin cepat dan akurat respon
dari cone. Kecepatan dan ketepatan sangat penting dalam kerja cone. Hal ini yang menjadi alasan
peningkatan ketajaman penglihatan seiring dengan peningkatan iluminasi. Karena kemampuan
cone dalam beradaptasi, cone sangat diperlukan untuk ketajaman penglihatan. 4
12
Pada cone, terdapat mekanisme umpan balik negatif. Sel-sel horizontal bersinaps secara
antagonis terhadap cone, dimana sel ini melepas GABA yang bersifat inhibitor. Pada saat cahaya
menghiperpolarisasi cone, maka cone membuat hiperpolarisasi sel horizontal disebelahnya. Hal
ini mengakibatkan inhibisi terhadap sel horizontal, sehingga pelepasan GABA terhenti dan
terjadi depolarisasi cone. Keadaan depolarisasi ini menghambat keadaan hiperpolarisasi oleh
cahaya dan mencoba untuk mengembalikan cone pada keadaan hiperpolarisasi oleh cahaya.
Umpan balik negatif ini berfungsi agar cone tidak mengalami keadaan overload (kelebihan
beban) sehingga memungkinkan cone dapat merespon stimulus baru dengan lebih cepat. 3
Pengolahan dan Transmisi Impuls Visual
Potensi reseptor yang dihasilkan dalam fotoreseptor ditransmisikan oleh konduksi
listrik(yaitu, aliran langsung dari arus listrik, dan bukan sebagai potensial aksi) ke sel-sel lain
dari retina, yaitu sel horisontal, sel amakrin, dan sel-sel ganglion. Namun, sel-sel ganglion
mengirimkan sinyal visual dengan cara potensial aksi ke neuron lateral genikulat tubuh dan
kemudian ke korteks visual primer.5
Fenomena pengolahan impuls visual sangat rumit. Sekarang jelas bahwa citra visual
diuraikan dan dianalisis pada kedua cara pengolahan sekaligus, yakni serial dan paralel.
Pengolahan serial
Sel tersusun berurutan di jalur visual, mulai dari fotoreseptor ke sel tubuh geniculate
lateral. Semuanya terlibat dalam peningkatan analisis kompleks image. Ini disebut berurutan atau
pengolahan serial dari informasi visual. 5
Pengolahan paralel
Dua jenis sel dapat dibedakan dalam jalur visual mulai dari Sel-sel ganglion retina
termasuk neuron dari lateral badan geniculate, korteks striate, dan korteks extrastriate. Ini adalah
sel besar (magno atau sel M) dan sel kecil (parvo atau sel P). Ada perbedaan mencolok antara
sensitivitas sel M dan P dalam bentuk stimulus.
Stimulus feature
Sensitivity
M Cell
P Cell
Colour contrast
No
Yes
Luminance contrast
Higher
Lower
Spatial frequency
Lower
Higher
13
Temporal frequency
Higher
Lower
oxide, prostaglandin, andotelin dan system rennin-angiotensin) merupakan regulasi yang lebih
dominan6
Pembuluh-pembuluh darah retina sangat dipengaruhi oleh sel-sel endotel, yang melepaskan
molekul vasoaktif. Molekul vasoaktif yang terpenting adalah nitric oxide yang memicu
vasodilatasi dan endothelin-1 yang memicu vasokonstriksi. Mekanisme autoregulasi sebagian
besar dikendalikan oleh aktivitas sel neural dan glial, yang disebut neurovascular coupling, hal
ini disebabkan oleh adanya blood-retinal barrier yang menyebabkan hormon seperti endothelin
dan angiotensin hanya dapat memberi sedikit pengaruh pada intraretina, hal ini tidak berlaku
pada pembuluh darah koroid yang berfenestra, yang memungkinkan hormon dapat lolos ke
perisit dan otot polos endotel.6
17
BAB III
PENUTUP
Retina merupakan membrane yang sangat tipis dan transparan, sangat terorganisasi
dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum ditransmisikan
melalui nervus optic ke korteks visual.
Topografi retina bisa digambarkan dengan adanya macula, fovea, parafovea, perifovea,
diskus optic dan ora serata.
Pada potongan melintang dari luar ke dalam retina terdiri atas :
-
(RPE) : pada siklus visual, metabolism vitamin A, blood retinal barrier, fagositosis segmen
luar fotoreseptor dan juga sebagai respon imun lokal. Di kenal pula adanya autoregulasi pada
retina.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Park, S.S., Siegelman J., Gragoudas E.S.: The Anatomy and Cell Biology of the Retina
on Duanes Clinical Ophthalmologyi, Chapter 19,Lippincott and William Wilkins,
2. Chibis,W.G, Hillary A.B, James, J.T., John, S.B., Karla J., Shalesh K . Fundamentals
and Principles of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course, Sec. 2, AAO, San
Fransisco, 2008-2009:76-87
3. Fletcher, E. C., Chong V. : Retina, in Vaughan and Asburys General Ophthalmology
17th ed., McGraw-Hill co., New York, 2007
4. Regillo, C., Holekamp, N., Johnson, M.W., Kaiser, P.K., Schubert, H.D., Spaide, R.,
Retina and Vitreous; Basic and Clinical Science Course Sec. 12, AAO, San Fransisco,
2008- 2009 : 7- 17
5. Khurana, A.K. Anatomy, Physiology, and Disease of The Eye on Comprehensive
Ophtalmology,4th edition, 2007:3-13.
6. Miftahur, R.N.. Aliran darah Papil Saraf Optik pada Glaukoma. Jurnal Oftalmologi
Indonesia.2007;5:6-18.
19