Oleh:
Olivia Ekaputri
11.2012.127
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
penyertaan dan rahmatNya saya dapat melaksanakan dan menyelesaikan laporan
kegiatan kunjungan rumah ini. Adapun kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka
peningkatan standar pendidikan, memenuhi kewajiban, menambah pengalaman,
melatih kemampuan terjun ke lapangan saya dalam kepanitraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Saya menyadari dengan sungguh bahwa dalam melakukan kegiatan ini saya mendapat
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada para bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Pedes yang
sudah membimbing dan bersama-sama melakukan kunjungan kepada rumah warga di
wilayah kerja Puskesmas Pedes. Juga kepada para dokter dan para petugas Puskesmas
Pedes serta pada kepala desa yang telah sangat menerima dan berkerjasama selama
kegiatan kunjungan ini berlangsung hingga saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat
pada waktunya.
Akhir kata, saya menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga kritik
dan saran masih saya harapkan sehingga akan tercipta penelitian yang lebih baik lagi.
Penulis
Daftar Isi
Pengertian Tuberkulosis.............................................................................................3
Epidemiologi ..............................................................................................................3
Etiologi .......................................................................................................................5
Patogenesis .................................................................................................................6
Klasifikasi .................................................................................................................10
Diagnosis....................................................................................................................13
Penatalaksanaan .........................................................................................................16
Komplikasi .................................................................................................................17
Pencegahan ................................................................................................................18
Lampiran
-
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di dunia.
Pada
tahun
1992 World
Health
Organization (WHO)
telah
mencanangkan
tahun 2010, jumlah penderita tuberculosis di Indonesia mencapai 289 per 100.000
penduduk. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-5 negara dengan penderita
tuberculosis terbesar di dunia. Tuberculosis sendiri bukan penyakit baru untuk
Indonesia berbagai usaha penanggulangan terhadap penyakit ini sudah dimulai sejak
zaman pertengahan. Keadaan semakin baik sejak ditemukan Streptomisin (1944) dan
berbagai macam OAT (Obat Anti Tuberkulosis) lainnya. DOTS (Directly Observed
Treatment Short Course) atau pengobatan TB Paru jangka pendek dengan
pengawasan ketat perlu diterapkan dalam pengobatan penyakit TB agar penyembuhan
terjadi secara tuntas.2
Insiden TB bervariasi sesuai usia. Di Afrika, hal ini utamanya mempengaruhi
penduduk berusia antara 12-18 tahun dan dewasa muda. Bagaimanapun, di negara
yang laju insidennya sudah menurun dengan tajam (seperti Amerika Serikat), TB
umumnya merupakan penyakit pada orang yang lebih tua dan mereka dengan sistem
imun rentan.3 Di negara maju, tuberculosis tidak umum dan kebanyakan ditemukan di
wilayah urban. Pada tahun 2010, laju TB per 100.000 orang di berbagai tempat di
dunia adalah: di dunia 178, Afrika 332, Amerika 36, Mediterania Timur 173, Eropa
63, Asia Tenggara 278, dan Pacifik Barat 139.4
Pelayanan Kedokteran Keluarga adalah pelayanan asuhan medis yang didukung oleh
pengetahuan terkini secara menyeluruh (holistic), paripurna (Comprehensive), terpadu
(integrated) dan berkesinambungan (Continous) untuk menyelesaikan semua keluhan
dari pengguna jasa. Makalah ini mengenai pelayanan dengan pendekatan Kedokteran
Keluarga pada seorang nenek yang tinggal bersama keluarga anaknya yang
mengalami TB Paru kategori 1 yang berasal dari keluarga inti dengan permasalahan
kesehatan serta keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
Melalui pembinaan ini diharapkan terjadi peningkatan peran serta keluarga dalam
penatalaksanaan penyakit tersebut dan penyelesaian permasalahan dalam keluarga.
Tujuan laporan kasus ini adalah terciptanya keluarga yang berpartisipasi dan mandiri
dalam menyelesaikan risiko dan masalah kesehatan keluarga agar anggota keluarga
dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis serta sehat jasmani dan rohani.
B. Masalah
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien
TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada
tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata
waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan
kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat.
Bab II
Tinjauan Pustaka
A. Pengertian
Tuberkulosis atau Tb (singkatan
dari
"Tubercle bacillus")
merupakan penyakit
menular yang umum, dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini
disebabkan
oleh
berbagai
strain mikobakteria,
umumnya Mycobacterium
tuberculosis (disingkat "MTb" atau "MTbc"). Tuberkulosis biasanya menyerang paruparu, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar
melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau
menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.5
Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatik dan laten. Namun hanya satu dari sepuluh
kasus infeksi laten yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak
diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
B. Epidemiologi
Kurang lebih sepertiga dari populasi dunia pernah terinfeksi M. tuberculosis. Satu
infeksi baru muncul setiap detik dalam skala global. Bagaimanapun, kebanyakan
infeksi oleh M. tuberculosis tidak menyebabkan penyakit TB dan 9095% dari
infeksi tetap asimptomatik. Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis
aktif. Pada tahun 2010, terdapat 8,8 juta kasus baru TB yang didiagnosis, dan 1,45
juta kematian, kebanyakan dari jumlah ini terjadi di negara-negara berkembang. Dari
seluruh 1,45 juta kematian, sekitar 0.35 juta terjadi pada penderita yang juga
terinfeksi HIV.
Tuberkulosis merupakan penyebab umum kematian yang kedua yang disebabkan oleh
infeksi (setelah kematian oleh HIV/AIDS). Angka pasti dari kasus tuberkulosis
("prevalensi") sudah menurun sejak tahun 2005. Kasus tuberkulosis baru ("kejadian")
telah menurun sejak tahun 2002. Cina khususnya telah menunjukkan kemajuan yang
luar biasa. Cina telah menurunkan laju kematian akibat TB mendekati 80% antara
tahun 1990 dan 2010. Tuberkulosis lebih umum muncul di negara berkembang.
6
Kurang lebih 80% dari populasi di berbagai negara Asia dan Afrika memberikan tes
tuberkulin positif, tetapi hanya 510% dari populasi di AS memberikan hasil tes
positif.[1] Para ahli berharap bahwa TB dapat dikendalikan secara penuh.
Bagaimanapun, sejumlah faktor menyebabkan pengendalian TB menjadi tidak
mungkin. Vaksin yang efektif sangat sulit dikembangkan. Sangat mahal dan memakan
waktu lama untuk mendiagnosis penyakitnya. Pengobatan memerlukan waktu
beberapa bulan. Lebih banyak orang yang terinfeksi HIV menderita TB. TB yang
resisten terhadap obat muncul pada tahun 1980an.
Di
Indonesia
sendiri,
TB
adalah
masalah
nasional.
Menurut
WHO
(175.000 jumlah kematian akibat tuberculosis dari 445.000 kasus). Menurut jenis
kelamin penderita TB Paru pada pria selalu lebih tinggi dibandingkan dengan
7
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
D. Etiologi
Penyebab
utama
penyakit
TB
adalah Mycobacterium
tuberculosis,
yaitu
sejenis basil aerobik kecil yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik patogen ini
disebabkan
oleh
tingginya
kandungan lemak/
lipid yang
dimilikinya. Sel-
selnya membelah setiap 16 20 jam. Kecepatan pembelahan ini termasuk lambat bila
dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya membelah setiap kurang dari
satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid. Bila dilakukan
uji pewarnaan Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang
lemah atau tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam
mikolat yang
tinggi
pada
dinding
selnya. MTB
bisa
tahan
terhadap
berbagai disinfektan lemah dan dapat bertahan hidup dalam kondisi kering selama
berminggu-minggu.
Di
alam,
bakteri
hanya
dapat
berkembang
dalam
Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam
strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta Cord factor dan protein terdiri dari
tuberkuloprotein (tuberculin). Tuberkulosis Paru pada orang dewasa biasanya
disebabkan oleh reaktivasi infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak
menunjukkan penularan aktif M. tuberculosis.
E. Patogenesis
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,
sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar
limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).
Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu
jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus
primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahuntahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena
reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
10
menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ
yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak,
tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai
lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum
terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi.
Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun
kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat ngalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang,
dan lain-lain.
adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
balita.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak,
yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak
0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal
ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi
segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam
waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,
bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat
reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi
ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB
tulang dan sendi terjadi pada 5- 10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi
dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25
tahun setelah infeksi primer.
Tuberkulosis Primer
12
Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah terinfeksi
sebelumnya. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni disebut sarang
primer (afek primer). Peradangan akan kelihatan dari sarang primer saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah
bening di hilus (limfangitis regional). Limfangitis regional bisa sembuh tanpa
mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan mengalami
penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara yaitu:
a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberkulosis di sekitar paru
yang terserang kuman tuberkulosis tersebut .
b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan.
c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat apabila tidak terdapat imunitas yang adekuat.
F. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi, tuberculosis dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Tb Paru
Tuberkulosis Paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak
termasuk pleura. Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis TB paru dapat dibagi,
yaitu:
a. TB Paru BTA Positif yaitu:
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA
positif
13
ii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
iii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. TB Paru BTA Negatif
i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
menunjukkan tuberkulosis positif.
2. Tb ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya selaput
otak, kelenjar limfe, pleura, pericardium, persendian, tulang, kulit, usus,
saluran kemih, ginjal, alat kelamin dll). Berdasarkan tingkat keparahannya, TB
ekstra paru ini dibagi menjadi TB ekstra paru berat (severe) dan TB ekstra
paru ringan (not/less severe). Contohnya adalah tuberkulosis milier dimana
patogen ke seluruh paru-paru dan memberikan gambaran bintik-bintik kecil
seperti mutiara.
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
G. Gejala Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.
Gejala sistemik/umum:
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul
Gejala khusus:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,
pada muara ini akan keluar cairan nanah.
15
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
H. Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
Pemeriksaan fisik.
Uji tuberkulin.
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
16
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
17
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun
yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 2 4
tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakbagian.Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
18
I. Penatalaksanaan
Paduan obat TB Paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:
1. Kategori I:
Kasus: TB paru BTA +, BTA -, lesi luas
Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3.
2. Kategori II:
a. Kasus: Kambuh
19
J. Komplikasi
1. Pleuritis dan Empiema
2. Pneumonia Spontan
Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam paru
dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga
jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas. Pneumotoraks spontan dapat terjadi
bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas
tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba
bersamaan dengan sesak napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema
tuberkulosis.
3. Laringitis Tuberkulosis
4. Kor Pulmonale
Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses paru).
Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru dapat terjadi
bila terdapat destruksi paru yang sangat luas. Keadaan ini dapat terjadi walaupun
penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, dimana banyak meninggalkan
jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat
mengurangi komplikasi ini.
5. Apergilomata
Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan
sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A. fumigatus yaitu spesies
jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara dengan
dihirup secara terus menerus.
Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada
dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk
darah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena
tuberkolosis blama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.
K. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:
i. Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna
ii. Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur
iii. Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar.
iv. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.
b. Kebersihan Lingkungan
i. Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup
ii. Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan
dan pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini
iii. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang meningkatkan risiko
terjadinya infeksi, misalnya kepadatan hunian
21
2. Pencegahan Sekunder
a. Case finding
o X-foto toraks yang dikerjakan secara massal
o Uji tuberkulin secara Mountoux
o Bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi TB
Paru yang tinggi dilakukan skrining dengan foto toraks, tes PPD,
pemeriksaan BTA dan kultur, bekerjasama dengan WHO.
3.
Pencegahan Tersier
a. Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian paduan
obat efektif dengan konsep Directly Observed Treatment Short-course
(DOTS).
b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH diberi obat
etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH. Streptomisin dapat
dipakai pada populasi tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan.
c. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka
waktu 9-12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah
pengobatan).
22
Bab III
Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas
: Pedes
: Ny. Amih
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Pendidikan
: Tamat SD
Alamat
: Sedang
: tidak diketahui
: Tidak ada
h. Pola istirahat
: Cukup tidur
: 5 orang
dalam rumah
b. Pengambilan keputusan
:Keluarga
c. Ketergantungan obat
: Tidak ada
: Puskesmas
e. Pola rekreasi
: Kurang
23
: Permanen
b. Lantai rumah
c. Luas rumah
: 70 m2 (10x 7 m)
d. Penerangan
: Kurang
e. Kebersihan
: Cukup
f. Ventilasi
: Cukup
g. Dapur
: Ada
h. Jamban keluarga
: Ada
: PDAM
: Tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan
: Tidak ada
: Kurang
V. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah
: Baik
VII.
a. Tingkat pendidikan
: kurang
: Baik
: Baik
: Baik
e. Keadaan ekonomi
: Kurang
Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh
: Sunda
b. Lain-lain
: Tidak ada
24
: pasien
\
X. Keluhan Tambahan
Tidak ada
25
Pasien tidak merokok, akan tetapi suami dan anaknya merokok dan seringkali
merokok di dalam rumah. Pasien makan 3x sehari akan tetapi menu makanan
tidak bervariasi dan kandungan gizinya kurang. Di rumah, ventilasi kurang
dan ada jendela tapi jarang dibuka. Atap rumah terbuat dari genteng, dengan
dinding tembok bertiang kayu dan tidak menggunakan gypsum. Pasien bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Pasien sudah mulai mendapatkan obat semenjak
pemeriksaan BTA sputum positif.
XII. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (-), Riwayat DM (-), Asthma (-), Jantung (-), Ginjal (-), Alergi (-)
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 85 x/menit
Frekuensi napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,2oC
Berat badan
: 46 kg
Tinggi badan
: 152 cm
Status Gizi
Status gizi
: Normal
Pemeriksaan umum:
Kepala
: Normocephali
Mata
Hidung
Telinga
Leher
Paru
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
: I positive
Foto Thorax
Indikator Keberhasilan
Dari segi pasien
Pemeriksaan sputum BTA (negatif) pada saat seminggu sebelum akhir minggu
kedua
Tercapainya peran serta keluarga sebagai pengawas menelan obat (PMO) dalam
menyelesaikan pengobatan Tb Paru pada pasien.
Kepala Keluarga dan anak-anak untuk berperilaku sehat yang baik dan
mengupayakan untuk tidak merokok
2.
Menjelaskan mengenai cara, frekuensi dan lamanya pengobatan untuk masingmasing tahap
3.
4.
Memberikan motivasi kepada pasien agar tidak bosan meminum obat setiap hari.
5.
28
29
Pemantauan pengisian catatan perawatan dirumah, yang dilakukan oleh pelaku rawat
(anak atau menantu) akhir studi adalah penilaian kemampuan keluarga menyelesaikan
masalahnya. Kesan penguasaan masalah keluarga walau sudah meningkat, namun
masih diperlukan partisipasi dan bantuan provider kesehatan.
XVII. Prognosis
Penyakit: dubia ad bonam
Keluarga: dubia ad bonam
Masyarakat: dubia ad bonam
XIV. Resume
Ny. A, 50 tahun, datang dengan keluhan batuk terus-menerus selama lebih dari 2
bulan. Dari tanda dan gejala yang ada Ny. A dapat dicurigai menderita Tb. Setelah
dilakukan pemeriksaan BTA sputum didapatkan adanya BTA (+), pasien dinyatakan
menderita Tb Paru kategori 1(kasus baru) karena keluhan klinis serta pemeriksaan
paru lainnya dapat merupakan patokan untuk penyelesaian klinis.
Riwayat penyakit keluarga
: Tidak diketahui
: Tidak ada
30
Pemeriksaan Fisik
: TD 130/80 mmHg
Diagnosis
:Tb paru
Keadaan yang ditemukan ini dilanjutkan dengan pengobatan OAT kategori 1 selama 6
bulan, dalam 2 tahap. Tahap pertama yaitu tahap intensif selama 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisisn (R), dan Pirazinamid (Z), obat-obat ini diberikan setiap
hari. Tahap kedua yaitu Isoniasid (H) danRifampisin (R).9
31
Bab IV
Pembahasan
32
33
34
Bab V
Kesimpulan dan Saran
Dari kegiatan yang telah dilaksanakan disimpulkan bahwa :
1. Telah ditegakkan diagnosis atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yaitu kasus Tb pulmo kategori 1.
2. Telah dilakukan pengobatan untuk Tb kategori 1 sesuai dengan Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
3. Perilaku oleh kepala keluarga yang merokok, yaitu dengan mengurangi jumlah
batang rokok yang dihisap dan tidak merokok didalam rumah belum
sepenuhnya dilakukan.
4. Timbulnya kesadaran dan tanggung jawab pasien dalam pengobatannya.
5. Upaya pemeriksaan dan proteksi terhadap keluarga lainnya yang memiliki
risiko tinggi dari penularan Tb belum dilaksanakan.
6. Lebih dapat memanfaatkan program kartu sehat yang digalakan pemerintah
dengan baik.
Saran
Saran untuk penyelengaraan klinis pada strata pertama :
Dana, Adanya dana khusus bagi pasien-pasien yang tidak mampu untuk
mendapatkan perawatan yang sangat dibutuhkan. Pemantapan Program
P2TB
35
Profesi
Peranan
PPTI
(Perkumpulan
Pemberantasan
Tuberkulosa Indonesia) yang lebih aktif dalam upaya pemantauan kasuskasus Tb baru
2. Organisasi Profesi Perkumpulan Dokter Keluarga Indonesia,hendaknya
mengembangkan sistem pemantauan pelayanan strata pertama mengenai
kasus-kasus Tb disesuaikan dengan situasi dan kondisi
3. Pemerintah Daerah Jaminan ketersediaan OAT di Puskesmas-puskesmas.
Pengontrolan yang lebih ketat, dan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh aparat pemerintah (dalam pengurusan Kartu Sehat)
Saran untuk pasien dan Keluarga :
1. Pasien harus rajin meminum obatnya dibantu oleh Keluarga lainnya sebagai
PMO.
2. Mengurangi tindakan merokok didalam rumah
3. Pembuatan ventilasi di rumah untuk sirkulasi udara serta membuka jendela
agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah.
36
Daftar Pustaka
1. Tuberkulosis
pedoman
Indonesia.Perhimpunan
Dokter
diagnosis
Paru
dan
Indonesia.
penatalaksanaan
2006.
Diunduh
di
dari
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman
Nasional
28
September 2014.
5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins Basic Pathology. 8th
edition. Saunder Elsevier: US; 2007. 516-522.
6. Enarson DA.Tuberculosis as a Global Public Health Problem, In : Kaufmann
SHE, Hahn A, editors. Mycobacteria and TB, volume 2. Basel: Karger AG;
2003.1-14
7. Daley CL. Tuberculosis and Nontuberculous Mycobacterial Infections, In :
Albert RK, Spiro SG, Jett JR, editors. Clinical Respiratory Medicine, 3rd
Edition. Mosby Elsevier: Philadelphia; 2008. 305-408.
8. Iseman MD. Mycobacterial Diseases of the Lungs, In: Hanley ME,
Welsh CH, editors. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine,
International edition. The McGraw-Hill Companies: Denver; 2006. 301-369.
9. Farmakologi dan Terapi, Edisi ke 2, Jilid 3. Bina Rupa Aksara: Jakarta; 2000.
37
LAMPIRAN FOTO
38