Anda di halaman 1dari 4

PERISTIWA G302/PKI

A. Peristiwa G30S/PKI
Peristiwa G30S/PKI bertujuan untuk menyebarkan paham komunis
di Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan
banyak korban berasal dari para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu
politik untuk menolak laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno
kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka
Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan kepada pancasila
dan UUD 1945.
B. Sebab-sebab G30S/PKI
1. PKI merupakan partai terbesar di Indonesia
Dengan melakukan pendekatan kepada kaum berjunis, PKI
berhasil menarik anggota cukup besar, tercatat pada tahun 1965,
anggota PKI sudah mencapai 3,5 juta. Hal ini membuat PKI
menjadi partai yang besar dan kuat.
2. PKI melakukan beberapa cara untuk mengembangkan diri, antara
lain :
Melakukan gerakan gerilia dipedesaan dan melakuan
prapaganda-prapaganda menyesatkan.
Melakukan gerakan revosioner oleh kaum buruh di perkotaan.
Membentukan pekerja intensif dikalangan ABRI.
Menyusup
ke
berbagai
organisasi
lain
untuk
mentransparansikan organisasi PKI.
Mendekati Presiden Soekarno.
3. Politik luar negeri Indonesia yang lebih condong pada blok timur.
Pada masa demokrasi terpimpin, indonesia menganut politik NEFO,
sehingga PKI dapat memperoleh dukungan dari Cina dan
Unisoviet.
4. Konsep Naskom (Nasionalis, Agama, Komunis)
Dengan konsep ini, PKI dapat memperkuat kedudukannya di
Indonesia, sehingga PKI memiliki kekuatan yang sangat besar untuk
mengadakan aksi kudeta.
C. Sejarah singkat pemberontakan PKI
PERISTIWA Madiun (Madiun Affairs) adalah sebuah konflik
kekerasan atau situasi chaos yang terjadi di Jawa Timur bulan September
Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya
negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di
Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan
didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.

Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan
Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai
pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru
peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI. Bersamaan dengan itu
terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik itu
tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh
masyarakat dan agama. Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini.
Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini
sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian
pelaku Orde Lama).
D. Pelaksanaan G30S/PKI
Pelaksanaan G30S/PKI 1965 Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam
jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya
kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa)
yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol.
Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen
Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan
tersebut.Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa
hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di
masyarakat. Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria
(UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil)
yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang
dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA
terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang
mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun
undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak
jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap
dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan
sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat
keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain
peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang
disebut sebagai aksi sepihak dan kemudian digunakan sebagai dalih
oleh militer untuk membersihkannya. Keributan antara PKI dan islam (tidak
hanya NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiya) itu pada
dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat,
Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di
beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka
akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan
bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September
tersebut).
Isu Dewan Jenderal
Pada saat-saat genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya
Dewan Jenderal, yang mengungkapkan bahwa para petinggi Angkatan
Darat
tidak
puas
terhadap
Soekarno
dan
berniat
untuk
menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno memerintahkan

pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk


diadili. Namun secara tak terduga, dalam operasi penangkapan tersebut
para jenderal tersebut terbunuh.
Isu Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia,
Andrew Gilchrist. Beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu
Dewan Jenderal. Dokumen ini oleh beberapa pihak dianggap
pemalsuan. Di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia,
dokumen ini menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang
mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh
pihak Barat. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberi daftar
nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti".
Isu Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat sebagai
Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat)
tidak membawahi pasukan.
E. Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu
menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka
Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan.
Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30
September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota Dewan
Jenderal yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah.
Diumumkan pula terbentuknya Dewan Revolusi yang diketuai oleh
Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan
terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan
Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka
diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh
karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit
menanggapi
pembentukan
Dewan
Revolusioner
oleh
para
"pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim
di Jakarta untuk mencari perlindungan. Pada tanggal 6 Oktober, Sukarno
mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu
persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya untuk
penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera
menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk
mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan
bersenjata.
F. Penumpasan G30S/PKI

Penumpasan G30S/PKI 1965 Dalam bulan-bulan setelah peristiwa


ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap
sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang
diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain
dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan
diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan
Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember).
Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara
perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga orang. Namun diduga
setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam
bulan yang mengikuti kudeta itu. Dihasut dan dibantu oleh tentara,
kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayapkanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan
pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya
menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai
itu "terbendung mayat". Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta
anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban
pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp
konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu
militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan
pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji.

Anda mungkin juga menyukai