Anda di halaman 1dari 12

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA KRONIS

I.

Pendahuluan
Penderita

gangguan

jiwa

sering

mendapatkan

stigma

dan

diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingakan individu


yang menderita penyakit medis lainnya. Hal ini tampak lebih jelas dialami oleh
penderita skizofrenia, mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi,
misalnya perlakuan kekerasan, diasingkan, diisolasi atau dipasung. Mereka seringkali
disebut sebagai orang gila (insanity atau madness). Ini mungkin disebabkan karena
ketidak tahuan atau pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat
mengenai skizofrenia. Masyarakat pada umumnya mengesampingkan bahwa
perubahan pada seseorang yang menderita skizofrenia berhubungan dengan
kepribadiannya yang terpecah, tetapi masyarakat lebih menekankan kepada penderita
bahwa mereka adalah orang yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitarnya.1
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang akan membebani
masyarakat sepanjang hidup penderita, dikarakteristikan dengan disorganisasi pikiran,
perasaan, dan perilaku (Lenzeweger& Gottesman, 1994). Skizofrenia merupakan
salah satu penyakit yang paling menghancurkan kehidupan penderitanya karena
mempengaruhi setiap aspek dari kehidupannya. Seseorang yang menderita
skizofrenia akan mengalami ganguan dalam pembicaraan yang terstruktur, proses
atau isi pikir dan gerakan serta akan tergantung pada orang lain seumur hidupnya
(Piotrowski, 2004).1
II.

Sejarah Skizofrenia
Istilah skizofrenia berasal dari bahasa Jerman, yaitu Schizo adalah

perpecahan atau split dan Phenos adalah mind. Pada skizofrenia terjadi suatu
perpecahan pikiran, perilaku dan perasaan.1
Emil Kraeplin (1856-1926) menyebut istilah skizofrenia dengan demensia
prekoks (demensia yang terjadi pada usia dini) ditandai dengan proses kognitif yang
makin lama makin memburuk dan disertai dengan gejala klinis berupa halusinasi dan
1

waham. Eugene Beuler (1857-1939) menjelaskan gejala fundamental (primer) pada


skizofrenia dengan konsep 4A yaitu : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.
Gejala sekundernya berupa waham dan halusinasi. Sedangkan Gabriel Langfeldt
mencetuskan kriteria diagnosis skizofrenia yaitu kriteria symptom yang terdiri dari
perubahan kepribadian, tipe katatonik, psikosis paranoid, halusinasi kronis, dan
kriteria perjalanan penyakit. Kurt Schneider (1887-1967) membagi gejala skizofrenia
menjadi 2 bagian yaitu first rank symptom dan second rank symptom. First rank
symptom terdiri dari audible thought, voice arguing atau discussing, voice
commenting, pengalaman somatic passivity, thought withdrawal dan experience of
influence thought, thought broadcasting, delusional persepsi. Second rank symptom
terdiri dari gangguan persepsi lain, ide yang bersifat waham tiba-tiba, kebingungan,
perubahan mood depresi dan euforik serta kemiskinan emosi.1
III.

Epidemiologi
Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia

(rata-rata 0,85%) dengan angka insidensi skizofrenia adalah 1 per 10.000 orang per
tahun. Prevalensi Skizofrenia berdasarkan jenis kelamin, ras dan budaya adalah sama.
Wanita cenderung mengalami gejala yang lebih ringan, lebih sedikit rawat inap dan
fungsi sosial yang lebih baik di komunitas dibandingkan dengan laki-laki.1
Onset skizofrenia pada laki-laki terjadi lebih awal dari pada wanita. Onset
puncak pada laki-laki terjadi pada umur 15-25 tahun sedangkan pada wanita terjadi
pada usia 25-35 tahun. Skizofrenia jarang terjadi pada penderita berusia kurang dari
10 tahun atau lebih dari 50 tahun.1
Penderita skizofrenia 25-50% berusaha untuk bunuh diri dan 10%nya
berhasil melakukan bunuh diri. Factor resiko yang meningkatkan terjadinya kasus
bunuh diri pad skizofrenia adalah gejala depresif, usia muda, tingkat fungsi
pramorbid yang tinggi, halusinasi dengar, usaha bunuh diri sebelumnya, tinggal
sendiri, perbaikan setelah relaps, ketergantungan pada rumah sakit, ambisi yang
terlalu tinggi dan jenis kelamin laki-laki. Umumnya penderita skizofrenia akan

menggunakan zat untuk menurunkan depresi dan kecemasan serta untuk


mendapatkan kesenangan. Penderita skizofrenia sektar 88% ketergantungan nikotin.1
IV.

Etiologi
1. Model Diatesis Stres
Menurut teori ini, skizofrenia dapat timbul karena adanya integrasi antara

faktor biologi, psikososial dan lingkungan. Seseorang yang rentan (diathesis) jika
dikenai stressor akan lebih mudah untuk menjadi skizofrenia. Dari segi genetik, ada
kecenderungan kuat bahwa skizofrenia menurun pada keluarga. Disebutkan ada 7 gen
yang mempengaruhi perkembangan skizofrenia. Kembar identik dipengaruhi oleh gen
sebesar 28 % dizygot pengaruhnya sebesar 1,8-4,1%. Skizofrenia kemungkinan
kromosom 1,3,5,11 dan kromosom X. Penelitian genetik ini dihubungkan dengan
COMT (Catechol-O Methyl Transfase) dalam enconding dopamine sehingga
mempengaruhi fungsi dopamine.1
Faktor pencetus dan kekambuhan dari skizofrenia dipengaruhi oleh
emotional turbulenc kemiskinan. Lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai
resiko yang besar pada perkembangan skizofrenia. Stesor social juga mempengaruhi
perkembangan suatu skizofrenia. Diskriminasi pada komunitas minoritas mempunyai
angka kejadian skizofrenia yang tinggi. Skizofrenia lebih banyak didapatkan pada
masyarakat di lingkungan perkotaan dibandingkan dengan masyarakat dipedesaan.1
2. Faktor Neurobiologis
Perkembangan saraf awal selama masa kehamilan ditentukan oleh asupan
gizi selama hamil (wanita hamil yang kurang gizi mempunyai resiko anaknya
berkembang menjadi skizofrenia). Pada masa kanak disfungsi situasi sosial seperti
trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan hubungan interpersonal yang kurang
hangat diterima oleh anak, sangat mempengaruhi perkembangan neurogikal anak
sehingga anak lebih rentan mengalami skizofrenia dikemudian hari.

Halusinasi

sering berhubungan dengan perubahan aliran darah di region hipokampus,


parahipokampus, dan amigdala. Halusinasi yang kronis berhubungan dengan
peningkatan aliran darah di daerah lobus temporal kiri. Waham sering dihubungan

dengan peningkatan aliran darah di daerah lobus temporal medial kiri dan penurunan
aliran darah didaerah korteks singulat posterior dan lobus temporal lateral kiri.1
V.

Diagnosis Skizofrenia
Kriteria diagnostic skizofrenia menurut PPDGJ III (F.20) :1,2
1. Apabila terdapat 1 atau lebih gejala yang amat jelas (biasanya 2 atau
lebih gejala kurang jelas atau kurang tajam), dari gejala-gejala
dibawah ini:
A. Thought of echo, insertion, withdrawal dan broadcasting.
B. Delusion of control, influence, passivity, atau perception.
C. Halusinasi auditorik (berupa komentar terus menerus tentang
perilaku pasien)
D. Waham menetap jenis lain yang tidak sesuai dengan budaya.
2. Minimal terdapat 2 gejala dari gejala-gejala di bawah ini, apabila
semua gejala diatas tidak ditemukan, yaitu:
E. Halusinasinya menetap.
F. Arus pikir terputus atau mengalami sisipan sehingga inkoheren
atau pembicaraan yang tidak relevan.
G. Perilaku katatonik.
H. Gejala negative.
3. Gejala-gejala tersebut diatas (Gejala A,B,C,D,E,F,G,H) khas dan
berlangsung 1 bulan atau lebih. Kriteria ini tidak dapat digunakan
apabila penderita masih fase prodromal dari skizofrenia.
4. Skizofrenia tidak dapat ditegakkan jika terdapat gejala-gejala depresif
atau manic secara luas, penyakit otak yang nyata atau epilepsy,
intoksikasi atau withdrawal zat.

VI.

Klasifikasi Skizofrenia
Tipe skizofrenia menurut PPDGJ III : 1,2
1. Skizofrenia Paranoid (F20.0)
2. Skizofrenia tipe Hebefrenik (F20.1)
3. Skizofrenia tipe Katatonik (F20.2)
4. Skizofrenia Tak Terinci (F20.3)
5. Skizofrenia tipe Residual (F20.5)
6. Skizofrenia tipe Simpleks (F20.6)
7. Depresi Pasca-Skizofrenia (F20.4)
8. Skizofrenia lainnya (F20.8)
4

9. Skizofrenia YTT (F20.9)


VII.

Penatalaksanaan
a. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia
disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol

halusinasi,

delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien
mungkin

dapat

mencoba beberapa jenis

antipsikotik

sebelum

mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benarbenar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50
tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang
efekitif untuk mngobati Skizofrenia.

Terdapat

kategori

obat

antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional,


newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).4,5,6
1. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
Haldol (haloperidol)
Mellaril (thioridazine)
Navane (thiothixene)
Prolixin (fluphenazine)
Stelazine (trifluoperazine)
Thorazine (chlorpromazine)
Trilafon (perphenazine)
Akibat

berbagai

efek samping yang dapat ditimbulkan oleh

antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan


penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada dua pengecualian
(harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien
yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan

antipsikotik

konvensional tanpa efek samping

yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk


meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila
pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan
Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahanlahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada
newer atypic antipsycotic.4,5,6
2. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit

menimbulkan

samping bila dibandingkan dengan antipsikotik

efek

konvensional.

Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara


lain :

Para

Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzapine)
ahli banyak merekomendasikan

obat-obat ini

untuk

menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.4,5,6


3. Clozaril
Clozaril

mulai

diperkenalkan

tahun 1990,

merupakan

antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu


25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional.

Sangat

disayangkan,

Clozaril

memiliki efek

samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus


yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien
yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah
putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan

Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih


aman tidak berhasil.4,5,6

Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran


(yang beredar di Indonesia menurut IIMS Vol.30-2001)3
No

Nama Generik

Nama Dagang

Sediaan

Dosis Anjuran

1.

Chlorpromazine

LARGACTIL
(Rh-Pouleno)
PROMACTIL
(Combiphar)
MEPROSETIL
(Meprofarm)
ETHIBERNAL
(Ethica)

Tab. 25 mg
100 mg
Amp.25 mg/ml

150-600 mg/h

2.

Haloperidol

SERENACE
(Searle)

Tab. 0,5 mg
1,5 & 5 mg
Liq. 2 mg/ml
Amp. 5 mg/ml
Tab. 0,5 mg
2 mg
Tab. 2 mg
5 mg

5-15 mg/h

HALDOL
(Janssen)
GOVOTIL
(Guardian
Pharmatama)
LODOMER
(Mersifarma)
HALDOL
DECANOS
(Janssen)
3.

Perhenazine

TRILAFON
(Shering)

4.

Fluphenazine
Fluphenazine
decanoate

ANATENSOL
(B-M-Squibb)
MODECATE
(B-M-Squibb)

Tab 2 mg
5mg
Amp.50 mg/ml

50
mg/2-4
minggu

Tab 2 mg
4&8 mg

12-24 mg/h

Tab. 2,5 mg
5 mg
Vial 25 mg/ml

10-15 mg/h
25mg/2-4
minggu

5.

Levomepromazine

NOZINAN
(Rh-Poulenc)

Tab. 25 mg
Amp.25 mg/ml

25-50 mg/h

6.

Trifluoperazine

STELAZINE
(Smith-Kline)

Tab. 1 mg
5 mg

10-15 mg/h

7.

Thioridazine

MELLERIL
(Novartis)

Tab. 50 mg
100 mg

150-600 mg/h

8.

Sulpride

DOGMATIL
FORTE
(Delagrange)

Tab. 200 mg
Amp.50 mg/ml

300-600 mg/h

9.

Pimozide

ORAP FORTE
(Janssen)

Tab. 4 mg

2-4 mg/h

10.

Risperidone

RISPERDAL
(Janssen)
NERIPROS
(Pharos)
NOPRENIA
(Novell)
PERSIDAL -2
(Mersifarma)
RIZODAL
(Guardian
Pharmatama)

Tab. 1,2,3 mg

Tab 2-6 mg/h

Tab. 1,2,3 mg
Tab. 1,2,3 mg
Tab. 2 mg
Tab. 1,2,3 mg

11.

Clozapine

CLOZARIL
(Novartis)

Tab. 25 mg
100 mg

25-100 mg/h

12.

Quetiapine

SEROQUEL
(Astra Zeneca)

Tab. 25 mg
100 mg
200 mg

25-100 mg/h

13.

Olanzapine

ZYPREXA
(Eli Lilly)

Tab 5 mg
10 mg

10-20 mg/h

b. Terapi Psikososial1

Penderita skizofrenia perlu ditatalaksanakan secara integrasi,


baik dari aspek psikofarmakologis (terapi somatic) dan aspek

psikososial.
Hal ini berkaitan dengan tiap penderita skizofrenia merupakan
seseorang dengan sifat individual, memiliki keluarga dan social
psikologis

yang

berbeda-beda,

sehingga

menimbulkan

gangguan bersifat kompleks karena itu perlu penanganan dari

beberapa modalitas terapi.


Penatalaksanaan yang diberikan secara komprehensif pada
penderita skizofrenia menghasilkan perbaikan yang lebih

optimal dibandingkan penatalaksanaan secara tunggal.


Penatalaksanaan psikososial umumnya lebih efektif diberikan
pada saat penderita dalam fase perbaikan dibandingkan pada

fase akut.
Penatalaksanaan psikososial meliputi psikoterapi individual,
terapi kelompok, terapi keluarga, rehabilitasi psikiatri, latihan

keterampilan social dan manajemen kasus.


Psikooterapi individual yang diberikan

pada

penderita

skizofrenia bertujuan sebagai promosi terhadap kesembuahn

penderita atau mengurangi penderitaan pasien.


Psikoterapi kelompok meliputi terapi suportif, terstruktur dan
anggotanya terbatas, umumnya antara 3-15 orang. Kelebihan
terapi kelompok adalah kesempatan untuk mendapatkan umpan
balik segera dari teman kelompok, dan dapat mengamati
respons

psikologis,

emosional,

dan

perilaku

penderita

skizofrenia terhadap berbagai sifat orang dan masalah yang

timbul.
Terapi keluarga bertujuan untuk memberikan pengetahuan
mengenai

skizofrenia.

Materi

yang

diberikan

berupa

pengenalan tanda-tanda kekambuhan secara dini, peranan dari

pengobatan, antisipasi dari efek samping pengobatan, dan

peran keluarga keluarga terhadap skizofrenia.


Rehabilitasi psikiatri bertujuan untuk

meningkatkan

kemampuan penderita skizofrenia dalam hal merawat diri


sendiri, bekerja, menikmati kesenangan, berhubungan dengan

orang lain dan keluarga.


Penatalaksanaan terapi psikososial lainnya pada penderita
skizofrenia berupa pelatihan keterampilan social dan hidup
mandiri, manajemen diri terhadap pengenalan gejala dan
medikasi, fungsi penderita dalam kehidupan sehari-hari
dukungan dari lingkungan sekitar baik di tempat tinggal
maupun di tempat kerja pasien.

VIII. Prognosis
Ciri-ciri prognosis baik : 1,2,3
a. Late onset
b. Onset akut
c. Mempunyai factor pencetus yang jelas
d. Memiliki riwayat pramorbid yang baik dalam social, seksual dan
e.
f.
g.
h.
i.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

pekerjaan.
Dijumpai symptom depresi
Telah menikah
Memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mood
Memiliki system support yang baik
Gambaran klinis adalah symptom positif
Ciri-ciri prognosis buruk :
Onset usia muda
Onset perlahan-lahan dan tidak jelas
Tidak ada factor pencetus
Riwayat pramorbid yang jelek
Dijumpai perilaku menarik diri atau akustik
Belum menikah atau telah bercerai
Memiliki riwayat keluarga skizofrenia
Memiliki system support yang buruk
Gambaran klinis adalah symptom negative atau symptom neurologi
Memiliki riwayat trauma masa perinatal
Tidak ada remisi selama 3 tahun masa pengobatan
Terjadi banyak relaps

10

m. Memiliki riwayat skizofrenia sebelumnya

IX.

Kesimpulan

Sistem support pasien skizofrenia bisa dari berbagai sumber, termasuk


didalamnya keluarga, tenaga medis profesional, teman, dan lingkungan social. Karena
banyak pasien tinggal dengan keluarganya, maka keluarga adalah system support
primer pada pasien dengan skizofrenia ini. Kebanyakan pasien skizofrenia tidak
mengalami remisi sempurna dari simptom-simptom yang dialaminya. Tetapi, symptom
ini dapat diatasi dengan penanganan terapi psikososial dan terapi psikofarmakologi.
Kesulitan dalam kemampuan bersosialisasi dapat diterapi dengan terapi group atau
aktifitas

berkelompok

yang

berisi

kegiatan

interaksi

dalam

bersikap

dan

membincangkan topik-topik yang dapat dibicarakan sehingga pasien belajar atau


kembali belajar bagaimana untuk lebih produktif, dan bagaimana untuk bersikap dan
berperilaku yang semestinya.1,4,5,6
Aspek pengobatan lainnya adalah beradaptasi dengan kehidupan pribadi,
kemampuan-kemampuan untuk menjalani hidup, mengatur keuangan dan hal-hal
praktikal lainnya. Sangat diperlukan juga untuk pasien skizofrenia mencatat,
merekam atau menuliskan symptom seperti apa yang muncul pada dirinya, apa obatobatan yang diterima dan dikonsumsi (termasuk dosis-dosis obat tersebut), dan apa
efek samping dari pengobatan yang pasien tersebut rasakan. Dari mengetahui
symptom apa yang terjadi sebelumnya, keluarga dapat lebih tahu dan memahami
untuk kedepannya. Keluarga dapat mengidentifikasi tanda-tanda peringatan dini
dari potensial relaps atau kambuhan skizofrenia, seperti peningkatan withdrawal,
perubahan pola tidur, dan lainnya. Jadi, jika simptom-simptom psikotik dapat
dideteksi lebih dini maka pengobatan dapat mencegah full-blown relapse. Juga,
dengan mengetahui obat-obatan apa yang dikonsumsi, obat mana yang menimbulkan
ketidaknyamanan atau berefek samping di masa lalu, keluarga dapat membantu
pasien skizofrenia untuk mendapatkan pengobatan tercepat dan terbaik.1,3,4,5,6

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Sinaga BR. Skizofrenia & Diagnosis Banding. Jakarta : FKUI; 2007. p. 1-18,
70-6, 52-3.
2. Maslim R, Buku Saku
Jakarta.2003.p. 46-51.

Diagnosis

Gangguan Jiwa PPDGJ III.

3. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik 3rd Ed.


Jakarta.2007.p. 14-15.
4. McEvoy JP, Scheifler PL. Treatment of Schizophrenia. The Expert
Consensus Guidelinge Series1999. p. 73-80.
5. National Institue of Mental Health, Skizofrenia.
http://www.nimh.nih.gov/health/topics/schizophrenia/index.shtml?
utm_source=publish2&utm_medium=referral&utm_campaign=www.kpbs.org
6. The Merck manual. For health care Professionals,

Schizophrenia.

http://www.merckmanuals.com/professional/psychiatric_disorders/schizophre
nia_and_related_disorders/schizophrenia.html

12

Anda mungkin juga menyukai