PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tingginya tingkat kriminalitas saat ini menyebabkan tingginya permintaan visum.
Hal ini menjadi perhatian kita sebagai dokter umum karena walaupun permintaan visum
biasanya diajukan kepada rumah sakit besar baik umum maupun swasta, tidak menutup
kemungkinan permintaan visum diajukan kepada kita sebagai dokter umum pada saat kita
melakukan tugas PTT di suatu daerah. Untuk itu sebagai dokter umum kita wajib dapat
melakukan visum dan membuat laporannya melalui V et R.
Dalam setiap melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya, pada setiap
kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal, seperti yang
dipergunakan oleh seorang ahli hukum kenamaan Italia yang bernama E. Ferri, 18591927, bahwa ada yang dinamakan saksi diam yang terdiri antara lain atas :
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat kejadian.
4. Benda-benda yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari benda atau tubuh
manusia yang mengalami kekerasan maupun yang berasal dari tempat kejadian.
5. Benda-benda yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang mengalami
kekerasan atau ditempat kejadian yang berasal dari alat atau senjata yang dipakai
ataupun berasal dari si penjahat sendiri. (10)
Bila saksi diam tersebut diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam ilmu
forensik (forensic sciences) maka tidak mustahil kejahatan tersebut akan dapat terungkap
dan bahkan korban yang sudah membusuk atau hangus serta pelakunya akan dapat
dikenali. Sebagai contoh, pada kasus infantisida, untuk kepentingan pengadilan perlu
diketahui apakah bayi tersebut lahir hidup kemudian meninggal karena pembunuhan atau
memang lahir mati, dengan mudah dapat kita ketahui dengan melakukan pemeriksaan
hidrostatik, dimana bila jaringan paru yang dicelupkan ke dalam air tawar tersebut
mengapung maka bayi tersebut dilahirkan dalam keadaan hidup.
Oleh sebab itu, pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan laboratorium
sederhana menjadi sangat dibutuhkan keberadaannya. Dalam membantu kita sebagai si
pembuat visum untuk memperjelas suatu kasus kejadian kejahatan, karena dengan
mengetahui secara pasti pemeriksaan penunjang laboratorium sederhana apa saja yang
dapat dilakukan dalam kasus-kasus tertentu, apa yang kita lakukan menjadi tepat guna.
Sehingga dapat membantu terungkapnya kebenaran yang sesungguhnya akan suatu kasus
kejadian kejahatan seperti moto yang berlaku dalam forensik bahwa melalui visum,
barang/ benda yang tidak bernyawa dan tidak bergerak dapat dibuat berbicara oleh para
dokter yang melakukan visum melalui V et R.
A.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan adanya perumusan masalah
yaitu :
A.
1.
2.
3.
A.
Tujuan
Penyusunan refarat ini bertujuan agar tenaga medis khususnya para dokter umum
yang diwajibkan untuk dapat melakukan visum dan membuat V et R, dapat mengetahui
dan memahami macam-macam pemeriksaan laboratorium sederhana yang ada pada ilmu
forensik dan dapat menentukan pemeriksaan laboratorium sederhana yang dapat
dilakukan pada kasus tertentu untuk membantu mengetahui penyebab kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
A.
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya positif
saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 > H2O + On
Reagen -> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi benzidine
dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan jenuh Kristal
Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin digunakan reagen
yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan dipanaskan dengan biji
biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang tidak berwarna. (1)
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada kedua reaksi
tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. (2)
1. Reaksi Benzidine (Test Adler) (1), (2)
Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers (1904). Tes
Benzidine atau Test Adlerlebih sering digunakan dibandingkan dengan tes tunggal
pada identifikasi darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik
yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup
bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk
melakukan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas
saring.
2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle Meyer Test)(1)
Prosedur test identifikasi yang sekarang ini, mulai banyak menggunakan
Phenolphtalein. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901,1906), zat ini
menghasilkan warna merah jambu terang saat digunakan pada test identifikasi
darah.
Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung
diteteskan reagen fenolftalein.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah muda pada
kertas saring.
c. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi PadaDarah (1), (2)
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah
maka dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan
darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin) dan
hemokhromogen.
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan bercak darah tersebut
benar berasal dari manusia, yaitu :
1. Cara kimiawi
Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa yang
diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal hemoglobin
yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan mikroskopik. Tes
tersebut antara lain tes Teichmann dan tes Takayama.
a. Test Teichman (Tes kristal haemin)
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan
memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan
chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk
kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam
bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat. (1)
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1
butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca
penutup dan dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL
yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan
mikroskopik.(1)
Kesulitan :
Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas atau
terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.
b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan
menggunakan pyridine dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit
gula seperti glukosa, Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau
hemokromogen akan terbentuk. (2)
Cara kerja:
Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak pada gelas
objek dan biarkan reagen takayama mengalir dan bercampur dengan
sampel. Setelah fase dipanaskan, lihat di bawah mikroskop.
Hasil :
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus
berwarna merah jambu yang terlihat dengan mikroskopik.
Kelebihan:
Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak
yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang
menempel pada baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif
pada sampel yang mempunyai hasil negative pada test Teichmann. (1)
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk memastikan
bercak tersebut berasal dari darah, yaitu :
c. Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek,
letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga
antara kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan
zat. Kemudian pada satu sisi diteteskan aseton dan pada sisi lain di
tetes kan HCL encer, kemudian dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk
batang berwarna coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa
bercak tersebut bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada
pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur kimiawinya telah
rusak, misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan
sebagainya.
2. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan
golongan darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti
human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap
golongan darah tertentu.
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan
antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi
aglutinasi.
a. Test Presipitin Cincin (2)
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara dua
cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari
bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak
darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada
temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan
antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua cairan. (1)
Hasil:
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara dua
larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan
muncul reaksi apapun.
b. Reaksi presipitasi dalam agar. (1), (2)
Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan
selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar
dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang
sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di tengah dan
ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang
sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber)
pada temperature ruang selama satu malam.
Hasil :
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah
dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100
mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih sampai
terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila
akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu di
dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas obyek, diperlukan kurang
lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke atasnya dengan menggunakan
pipet.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk
mengkonfirmasi bercak darahtersebut, yaitu :
3. Pemeriksaan Mikroskopik (4)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca
penutup, lihat dibawah mikroskop.
Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau
Giemsa.
Hasil :
Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan
kelas dan bukan spesies darah tersebut.
Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak
berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti
Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat
dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Kelebihan:
Dapat terlihatnya sel sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat adanya drum
stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak merah benar bercak
darah dan benar bercak darah manusia, meliputi :
Penentuan Golongan Darah (1), (4)
American Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah sebagai kumpulan
antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun, golongan darah secara genetic
dikontrol dan merupakan karakteristik yang seumur hidup dapat diperiksa karena berbeda
pada tiap individual.
Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran.
Bercak dengan sel darah merah masih utuh.
Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan
antigen yang masih dapat di deteksi;
Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat
dideteksi namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.
Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga
sudah tidak dapat dideteksi.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh
Penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada penentuan
golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1 tetes
darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada suatu antiserum
merupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi aglutinasi pada
antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut adalah A.
Hasil :
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah
mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.
Pemeriksaan golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus paternitas. Hal ini
berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa antigen tidak mungkin muncul
pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu atau kedua orang
tuanya. Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada
anaknya. (Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang tua yang
bergolongan darah AB).
Perlu diingat bahwa Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas),
sehingga penentuan ke-ayah-an dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun
sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak (singkir
ayah/paternity exclusion).
Contoh-contoh kasus.
Bayi tertukar.
Dilakukan pemeriksaan sistim golongan darah dari bayi serta kedua orang tuanya.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan bercasarkan golongan darah ABO.
Bayi I
Bayi II
A
O
Pria
O
AB
Wanita
O
O
Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Bayi I
Bayi II
AB
A
Pria
A
AB
Wanita
B
O
Jelas bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II, sedangkan
bayi II adalah anak dari pasangan II, walaupun pasangan I mungkin saja mempunyai anak
bergolongan darah A.
Ragu ayah (disputed paternity).
Dalam kasus ini siapa saja ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan.
Table. Kasus ragu ayah. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Golongan darah
Bayi
B MNS Rhesus +
Ibu
A MNS Rhesus +
Pria I
AB MNS Rhesus +
Pria II
O MS Rhesus +
Pria III
A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II dan
III pasti bukan ayah anak tersebut.
Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati.
Table. Kasus ragu ayah. Curiga bukan anak yang sejati.
Anak
Golongan Darah
O MNS Rhesus +
Ibu
A MS Rhesus +
Ayah
B MS Rhesus +
Anak tersebut pasti bukan anak dari Ayah tersebut.
Demikian pula kasus-kasus lainnya dapat dibantu penyelesaiannya dengan cara yang
sama seperti diatas.
Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan pemeriksaan darah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)(2)
a. Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
i. Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban dan tabung
kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol. Encerkan masing-masing
darah dengan menambahkan 10 ml air sehingga warna merah pada kedua
tabung kurang lebih sama.
ii. Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%, lalu dikocok. Darah
normal segera berubah warna menjadi merah hijau kecoklatan karena
segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang mengandung
COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu, tergantung pada
konsentrasi COHb, karena COHb lebih bersifat resisten terhadap pengaruh
alkali. COHb dengan kadar saturasi 20% memberi warna merah muda
(pink) yang bertahan selama beberapa detik, dan setelah 1 menit baru
berubah warna menjadi coklat kehijauan.
iii. Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam uji dilusi alkali
ini haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakan darah foetus
karena dikatakan bahwa darah foetus juga bersifat resisten terhadap alkali.
b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).
Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama
banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan terbentuk
koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Semakin
tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya. Sedangkan pada
darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna coklat.
c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)
Prinsipnya sebagai berikut :
Darah + Kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan
berwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut
dengan warna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap darah dengan
kadar COHb yang diketahui, maka dapat ditentukan konsentrasi COHb secara
semi kuantitatif.
2. Pemeriksaan Alkohol(2)
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti
hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah.
Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua.
Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol
dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan
serebrospinalis.
Interpretasi
Keracunan ringan
Keracunan
Keracunan berat
Cara Acholest :
Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest bersamaan
dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah terdapat Ach dan
indikator. Waktu perubahan warna pada kertas tersebut dicatat. Perubahan warna
harus sama dengan perubahan warna pembanding (serum normal) yaitu warna
kuning telur.
Interpretasi :
Kurang dari 18 menit tidak ada keracunan
20-35 menit keracunan ringan
35-150 menit keracunan berat
Kromatografi lapisan tipis (TLC)
Kaca berukuran 20 x 20 cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau
dengan aluminium oksida, lalu dipanaskan dalam oven 110 derajat celcius selama
1 jam.
Filtrat yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan
korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca. Disertai dengan tetesan lain
yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai pembanding.
Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-Hexan. Celupan tidak
boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan daya kapilaritas maka pelarut
akan ditarik ke atas sambil melarutkan filtrat-filtrat tadi. Setelah itu kaca TLC
dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia Paladium klorida 0,5% dalam HCl
pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam alkohol.
Hasilnya :
Warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi. Warna
hijau dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat. Untuk menentukan jenis
dalam golongannya dapat dilakukan dengan menentukan Rf masing-masing
bercak.
Rf = jarak yang ditempuh bercak
Jarak yang ditempuh pelarut
Angka yang didapat dicocokan dengan standar, maka jenisnya dapat ditentukan.
Dengan membandingkan besar bercak dan intensitas warnanya dengan
pembanding, dapat diketahui konsentrasi secara semikuantitatif.
4. Pemeriksaan Sianida(2)
Uji kertas saring.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, biarkan
hingga menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah korban,
diamkan sampai agak mengering, kemudian teteskan Na2CO3 10 % 1 tetes. Uji
positif bila terbentuk warna ungu.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HNO3 1%, kemudian ke dalam
larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah itu kertas saring dipotong-potong seperti
kertas lakmus. Kertas ini dipakai untuk pemeriksaan masal pada pekerja yang
diduga kontak dengan CN. Caranya dengan membasahkan kertas dengan ludah di
bawah lidah. Uji positif bila warna berubah menjadi biru. Hasil uji berwarna biru
muda meragukan sedangkan bila warna tidak berubah (merah muda) berarti tidak
dapat keracunan.
Kertas saring dicelup ke dalam larutan KCL, dan dipotong kecil-kecil.
Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah korban, bila positif maka warna akan
berubah menjadi merah terang karena terbentuk sianmethemoglobin.
2.a. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Mani & Spermatozoa (2), (5)
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas.
Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair
dalam waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3
5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion dan
beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas
untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta
per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 5
jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam
post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor
atau vagina yang diambil dari forniks posterior
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan
adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan
cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina
menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan
diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila
selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma
- Bahan pemeriksaan : cairan vagina
- Metode pemeriksaan :
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup. Periksa
dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan
spermatozoa
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol
yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan
berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu
dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring
diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi
dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna
maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna
serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim
tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila
30 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu
reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani
karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu
reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur,
dapat mempercepat waktu reaksi.
b. Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan
spermatozoa atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Dasar :
Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan :
Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah mikroskop.
Hasil :
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk jarum
dengan ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari
tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil
postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan hasil
negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani.
c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :
AB
A
A+H
B
B+H
A+B
A
B
A+B
B
H*
A
H*
H*
A+H
Hasil :
Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut terdapat
cairan mani.
4. Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian
a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.
Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada
sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan mengkilat
dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan
berwarna kuning sampai coklat.
Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang
berangsur-angsurmenguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
Keadaan pangkal rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk bagaimana rambut
itu lepas. Pada pangkal rambut yang lepas secara alami akan terlihat atrofi, sedang pada
rambut yang dicabut secara paksa akan mengalami robekan pada sarung rambut dan
pada bulbus akan terlihat tak teratur.
Ditemukannya rambut pada senjata juga dapat memberi petunjuk tentang adanya
kaitan antara senjata itu dengan kasus pembunuhan dan ditemukannya rambut pada
kendaraan bermotor juga dapat meberi petunjuk tentang keterlibatan kendaraan tersebut
dalam peristiwa tabrakan.
Jika ditemukan rambut yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan maka
hendaknya rambut tersebut diperiksa dengan teliti untuk mengetahui :
1. Keaslian rambut
Pemeriksaan keaslian rambut perlu dilakukan mengingat adanya berbagai serat
yang bentuk dan warnanya mirip rambut.
Rambut yang utuh biasanya terdiri atas akar, batang dan ujung. Akar ranbut
terdiri atas jaringan ikat longgar sedangkan batang rambut terdiri atas kutikula,
korteks dan medula. Serat yang bukan berasal dari rambut tidak mempunyai susunan
seperti itu. Serat sintetis misalnya, gambaran mikroskopiknya terlihat homogen.
2. Penentuan rambut manusia atau bukan
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa serat itu rambut maka langkah
selanjutnya adalah menentukan apakah rambut tersebut berasal dari manusia atau
hewan.
Ciri rambut manusia yaitu halus dan tipis, kutikula mempunyai sisik kecil dan
bergerigi, medula sempit atau kadang-kadang tak ada, kortek tebal, index medulla
kurang dari 0,3 dan pigmennya lebih ke arah perifer. Sedangkan, ciri rambut binatang
ialah kasar dan tebal, kutikula mempunyai sisik lebar dan polihidral, medula lebar,
kortek tipis, index medulla lebih dari 0,5 dan pigmennya di perifer maupun di sentral.
Dengan tes presipitasi akan dapat dibedakan dengan tepat antara rambut manusia dan
rambut binatang.
3. Identifikasi
Jika sudah dapat dipastikan rambut manusia maka pemeriksaan lanjutan perlu
dilakukan untuk menentukan siapa pemiliknya. Perlu diketahui bahwa rambut
mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia sehingga dapat
dijadikan salah satu sarana identifikasi bagi mayat-mayat yang sudah membusuk.
Meskipun tak dapat memberikan identitas personal seperti halnya sidik jari, tetapi
dapat memberikan identitas umum, antara lain :
a. Umur
Umur dari pemilik rambut dapat ditentukan dengan memeriksa rambut
tersebut berdasarkan tempat tumbuh dan warnanya.
Tumbuhnya rambut di berbagai bagian tubuh berbeda-beda waktunya.
Rambut pubis dan rambut ketiak misalnya, tumbuh pada masa adolesen. Selain
itu warna rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk umur dari pemiliknya.
Pada orang-orang tua warna rambut akan berubah menjadi putih. Rambut
lanugo pada bayi baru lahir mempunyai sifat halus, tidak berpigmen, tak
bermedula dengan pola sisik yang lebih seragam.
b. Jenis kelamin
sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai
kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal seperti
sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorinasi.
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal
veronal murni mencair pada suhu 191 C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa obat
yang ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat mempunyai kristal
yang khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi (reaksi warna kobalt)
dengan modifikasinya.
e. Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam sebuah
corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan HCl sampai
bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa menit. Diamkan
sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang, barbiturat terdapat
dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan uapkan sampai kering
di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform untuk melarutkan sisa
barbiturat yang mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot plate.
Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan 2 tetes
isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan memberi warna
merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi gas cair (GLC), spektrofotometri
ultra-violet dan spektrofotofluorimetri.
2. Organ(2)
1) Mata
Uji Nalorfin
Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau bukan, dapat
diketahui melalui Uji Nalorfin. Pemberian Nalorfin pada pecandu morfin akan
memperlihatkan midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi bila midriasis
tidak terjadi, maka belum tentu ia bukan pecandu.
Caranya :
Ukur diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaan ini di
dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemeriksaan dilakukan lagi
30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.
2) Paru paru
a) Pemeriksaan makroskopik paru.
Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung atau
telah mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus, ternyata
paru-paru sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir hidup maupun
lahir mati. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati, konsistensi padat,
tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar (slack pleura). Berat paru kirakira 1/70x berat badan.
Uji apung paru.
Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique),
paru-paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya artefak pada sediaan
histopotologi jaringan paru akibat manipulasi berlebihan. Setelah organ leaher dan
dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan kedalam air dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Kemudian paru kiri dan kanan dilepaskan dan
dimasukkan kedalam air lagi, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Setelah itu setiap lobus dipisahkan dan di masukkan ke dalam air dan dilihat
apakah mengapung atau tenggelam. 5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus
dimasukkan ke dalam air, dan diperhatikan apakah mengapung ataukah
tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah tekanan tegak
lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada
jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan di amati apakah
masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru tersebut
berisi udara residu yang tidak akan keluar. Kadang-kadang dengan penekanan,
dinding alveoli pada bayi yang telah membusuk akan pecah dan udara residu
keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil-kecil,
mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat bersifat buatan
(pernafasan buatan) ataupun alamiah, yaitu bayi yang sudah bernafas walaupun
kepala masih dalam vagina.
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati, karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresopsi. Pada hasil negatif ini,
pemeriksaan histopatologi harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau
hidup. Hasil uji apung paru positif berarti pasti lahir hidup.
Penyebab kematian. Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak
sendiri adalah mati lemas (asfiksia). Cara tersering dilakukan adalah dengan cara
pembekapan, penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan dan
penenggelaman. Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari, kopor dan
sebagainya. (2)
Lahir hidup dapat diketahui dari perangi paru-paru secara makroskopis maupun
mikroskopis. Secara makroskopis paru-paru anak ayang dilahirkan hidup akan
tampak mengembang dan menutupi kandung jantung, tepintnya tumpul, warnaya
merah ungu dengan gambaran mozaik, lebih berat (1/35 berat badan, pada yang
lahir mati atau belum bernafas berat paru-paru sekitar1/70 berat badan), pada
perabaan teraba derik udara atau krepitasi, bila dimasukkan ke dalam air akan
mengapung, bila diiris dan dipijat akan banyak mengeluarkan darah dan busa.
Sedangkan secara mikroskopik akan tamak jelas adanya pengembangan dari
kantung-kantung hawa (alveoli). (7)
b) Mikroskopik paru-paru.
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk
memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi
selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologi. Biasanya dibuat pewarnaan
HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya tonjolan
(projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like).
Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah.
Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk,
dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler pada
permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting, sedangkan pada
projection berjalan dibawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan
membentuk gelung-gelung terbuka (open loops). Pada paru bayi baru lahir mati
mungkin juga ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksi
intrauterin.
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong dan uri dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah
turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
pemeriksaan paru lainnya adalah : (2)
a. Pemeriksaan diatom :
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2) yang
tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar, air laut,
sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom akan
masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan
masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat telah
membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet atau
sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna
sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan terhadap air
minum atau makanan.
b. Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru
Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu Kjeldahl
dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan kurang
lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam lemari
asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi terbentuk dan cairan dipusing
dalam centrifuge.
Sediment yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan
hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan
paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu sediaan; atau
pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.
c. Pemeriksaan Getah Paru
Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit
cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca objek, tutup dengan
kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.
Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya
d. Pemeriksaan Kimia Darah
hanya dapat dilakukan terhadap benda bukti yang masih berupa preparat murni atau
pada tempat suntikan bila ternyata di tempat tersebut masih terkumpul narkotika yang
belum diserap dan tidak dapat dilakukan terhadap bahan biologis seperti urin, darah,
cairan empedu dan lain-lain.
a. Uji Marquis :
Kepekaan uji ini adalah sebesar 1 0,025 mikro gram. Reagen dapat dibuat
dari 3 ml asam sulfat pekat ditambah 2 tetes formaldehid 40 %. Pada umumnya
semua narkotika akan memberikan reaksi warna ungu. (Morfin, heroin dan codei
+ Marquis ungu; Pethidine + Marquis jingga).
Untuk heroin, dapat dilakukan pengujian yang lebih khas :
10 tetes campuran asam nitrit pekat dan 85% asam fosfor yang memiliki
perbandingan 12:38 diletakkan dalam tabung centrifuge ukuran 5 ml, kemudian
ditambahkan 3,25 ml kloroform dan diputar selama 30 detik.
Perhatikan lapisan warna di dasar tabung yang timbul setelah 10 menit:
Hijau muda = negatif.
Kuning muda = 10 mikro gram.
Kuning coklat = 1 mg.
Merah coklat gelap = 10 mg.
b. Uji mikrokristal :
Uji ini lebih sensitif dan lebih khas jika dibandingkan dengan reaksi warna
Amrquis.
Caranya :
1 tetes larutan narkotika ditambahkan reagen dan dengan mikroskop, dilihat kristal
apa yang terbentuk.
Hanging microdrop technique merupakan modifikasi untuk narkotika dengan
pembentukan kristal agak lama.
Contoh :
Morfin + reagen kalium kadmium yodida (1 gr kadmium yodida + 2 gr kalium
yodida) kristal berbentuk jarum.
Kepekaan uji : 0,01 mikrogram
Morfin + kalium triodida kristal berbentuk pirirng.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
Heroin + merkuri klorida kristal berbentuk dendrit.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
Heroin + platinum klorida kristal berbentuk roset.
Kepekaan uji : 0,25 mikrogram
Pethidin + asam pikrat pekat kristal berbentuk roset berbulu.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
3) Untuk menentukan barbiturat dalam organ tubuh (2)
Untuk pemeriksaan toksikologik, bahan yang harus dikirim ialah isi lambung,
darah hati atau perifer, urin, ginjal, hati, sebagian otak dan lemak pada kasus
keracunan barbiturat golongan kerja sangat singkat.
Ada 5 macam metode ekstraksi (Moghrabi & Curry), dan yang memberikan hasil
terbaik ialah ekstraksi langsung dengan kloroform. Bila kadar dalam darah sangat
rendah maka metode yang diapakai adalah metode asam tungstat.
Konsentrasi barbiturat dalam otak, hati dan ginjal menunjukkan jumlah yang
besar sedangkan dalam otot dan tulang-tulang sedikit. Konsentrasi barbiturat yang
terbesar terdapat dalam otak dan hati yang bervariasi antara 2,5-8 mg/100 gr jaringan.
Dalam keadaan mayat yang membusuk lanjut, barbiturat masih tetap dapat
ditentukan (lebih kurang 25 % dari konsentrasi semula) sehingga dalam melakukan
penarikan kesimpulan, hal ini perlu diperhitungkan.
4) Pemeriksaan pada senjata api
a. Uji difenhidramin (2)
Uji difenhidramin, terhadap adanya nitrat dan pemeriksaan spektrofotometri
terhadap Sb pada tangan tersangka pelepas tembakan, terutama pada senjata
jenis revover merupakan salah satu cara pembuktian terhadap pelaku
penembakan.
b. Uji Parafin (6)
Uji tradisional yang amata terkenal adalah tes Paraffin (tes Gonzalez, yang
menggunakan parafin), yang menggunakan parafin cair untuk mengambil residu
dari tangan dan kemudian menambahkannya dengan diphenylamine.
Tes parafin tersebut sebetulnya tes yang tidak spesifik, sebab hanya
mendeteksi adanya nitrate dan nitrite saja sehingga tes ini juga dapat
memberikan hasil positif jika tangan tercemar tembakau, kacang-kacangan,
pupuk, atau obat-obatan.
c. Tes Harrison & Gilroy (6)
Menggunakan kasa yang telah dibasahi dengan asam chlorida. Bedanya
dengan tes parafin adalah bahwa tes yang terakhir ini untuk mendeteksi adanya
unsur logam mercury, antimony, barium atau timah hitam. Tentu harus
diperhitungkan apakah pekerjaannya berkaitan dengan logam-logam tersebut.
BAB III
IMPLEMENTASI PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK SEDERHANA
PADA KASUS TERTENTU
Kasus Infantisida
Kasus Tenggelam
Keracunan CO
Keracunan Insektisida
Luka Tembak
Kasus Perkosaan
BAB IV
KESIMPULAN
Pemeriksaan laboratorium forensic sederhana merupakan pemeriksaan yang tanpa
disadari dibutuhkan keberadaannya untuk membantu memperjelas suatu kejadian dalam
melakukan visum.
Pemeriksaan laboratorium forensic sederhana yaitu pemeriksaan laboratorium yang
dalam pengerjaannya mudah, dengan alat dan reagen yang murah dan mudah didapat namun
memberikan nilai manfaat yang besar.
Macam-macam pemeriksaan laboratorium forensik sederhana :
1.
1.
a.
b.
Persiapan
Tes penyaring (apakah bercak tersebut benar darah?)
Test yang paling sering dilakukan pada pemeriksaan ini adalah Test
Benzidine, Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik yang telah lama
dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup bermakna. Jika
ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk melakukan
pemeriksaan lainnya.
1.
a.
1.
a.
Pemeriksaan selanjutnya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.