Disusun oleh :
Ni Made Ewik S (07700287)
Pembimbing :
dr. Budi Prakoso Sp.PD
2013-2014
Identitas Pasien
Pasien Ny.M berusia 77 tahun, alamat, Malang, pekerjaan ibu rumah tangga,
agama Islam, nomer register 176xxx.
Presentasi Kasus
Pasien datang ke RS Tk. II Dr. Soepraoen Malang dengan keluhan sesak napas
sejak 1 jam sebelum MRS. Sesak timbul saat pasien sedang beristirahat. Pasien juga
merasakan sesak dan menggih menggih setelah dari kamar mandi. 2 tahun ini pasien
hanya bisa berbaring, tidak banyak beraktifitas karena pasien cepat merasa lelah dan
menggih-menggih. Badan terasa lemas. Saat Tidur malam hari, pasien harus
menggunakan 3-4 bantal sampai posisi setengah duduk, karena pasien merasa sesak
jika posisi tidur rendah. Dada kadang terasa nyeri dan ampek seperti tertindih. nyeri
dirasakan sampai ke lengan kiri, lengan dan bahu kiri terasa seperti kesemutan. Batuk
(+), batuk kadang-kadang, lebih sering malam hari. Tidak ada dahak. 2bulan ini, kaki
dan tangan pasien mulai membengkak. Kaki terasa lemas saat berjalan. Demam (-),
muntah (-), mual (+). BAK sedikit, sehari BAK 3-4 kali, warna kuning keruh. BAB
normal biasa.
Riwayat penyakit dahulu, pasien mempunyai sakit tekanan darah tinggi 10 th,
penyakit kencing manis disangkal, penyakit jantung, didiagnosis
pembengkakan
Tidak pernah
hidung, tidak ada penonjolan, tidak ada penyempitan ICS, pada palpasi fremitus
kanan sama dengan kiri, pada auskultasi ditemukan suara suara nafas menurun,
terdapat ronkhi basah kasar di kedua lapang paru depan maupun belakang, wheezing
tidak ada pada kedua hemisfer pulmo. Pada perkusi redup di kedua basal paru.
Kemudian pada pemeriksaan thoraks jantung, pada inspeksi ictus cordis tidak terlihat,
pada palpasi ictus cordis teraba di ICS VII axila line anterior sinistra, pada asukultasi
irama jantung regular, tidak terdengar murmur ataupun galop, pada perkusi batas
jantung didapatkan batas kiri di ICS VII axial line anterior sinistra, batas kanan di ICS
V parasternal line dextra, pinggang jantung di ICS VI parasternal line sinistra. Pada
pemeriksaan fisik abdomen, pada inspeksi bentuk cembung, umbilicus cekung, tidak
terdapat vena collateral, tidak ada penonjolan, tidak ada caput medusa, tidak ada
hernia. Pada auskultasi didapatkan suara peristaltic usus normal, tidak ada bruit. Pada
palpasi dinding perut supel, nyeri tekan (-), dan tidak ada pembesaran organ. Pada
perkusi tidak didapatkan meteorismus, shifting dullness, undulasi. Pada ekstremitas
superior dan inferior didapatkan oedem, akral hangat.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah EKG, foto thoraks
dengan bacaan : Cor membesar kekiri bawah, Pulmo : perselubungan perivaskuler,
Kedua sudut costofrenikus tumpul, Kesimpulan: decompensatio cordis dan pleural
efusi bilateral. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil
hemoglobin 10,1 mg/dL, lekosit 4.800 /cmm, trombosit 212.000, PCV 31,9 %, gula
darah sesaat 249 mg/dL, ureum 138 mg/dL, kreatinin 3,07 mg/dL, SGOT 21 U/L,
SGPT 20 U/L. Natrium 147,8 mmol/L, Kalium 6,49 mmol/L, Chlorida
111,2
mmol/L
Diagnosis Kerja
Congestive heart failure NYHA IV
Crhonic Kidney Disease stadium 4
Efusi pleura bilateral
Diabetes tipe II
Hipertensi stage I
Penatalaksanaan
Rencana diagnosis:
3
Ekokardiografi
Rencana terapi:
-
Non farmakologis:
o Pastikan jalan napas tetap adekuat
o Bed rest
o Diet rendah garam
Farmakologis:
o Oksigen 3-4L/menit
o ACE-I
o Diuretic
o Laxadin
o Beta blocker
o OAD
Rencana monitoring:
-
Vital Sign
ECG serial
Tinjauan pustaka
beri-beri, dan Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.
3.Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung
kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun
tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok,
namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure),
karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal
ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol,
peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan
tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung
atau seluruh rongga jantung.
III. 2 Etiologi 1,2
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta
dan defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark
miokardium
dan
kardiomiopati.
Faktor-faktor
yang
dapat
memicu
primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang
menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal
jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan
penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien
dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid.
III. 3 Patofisiologi 2
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan
timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir
normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun,
kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama
latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam
gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap
derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas
gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal
jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih
awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif
bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga
tergantung pada derajat penyakit.
9
berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa
sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang
paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat
kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya
tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum
kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial
dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang
progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal
jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke arah
sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan
menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan
dispnea atau ortopnea.
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas
dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru
karena pengaruh gaya gravitasi.
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher
mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara
paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat
10
Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan
kapsula hati.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik
secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi
paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan
daripada gagal jantung kanan yang nyata.
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
11
NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak
dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan
gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
12
b. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula
darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah
untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau
riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan
kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan
bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura.
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab
nonkardiak pada gejala pasien.
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi,
dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram
2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran
dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup
dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan
dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada
pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai
gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting
dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis
komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam
penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV
13
Non farmakologi :
a. Anjuran Umum
-
b. Tindakan Umum
-
14
Hentikan rokok
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
Farmakologi
-
yang
intoleran
dengan
penghambat
ACE
dapat
dipertimbangkan.
-
Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun
bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada
pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai
dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit),
insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark
miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah
16
akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat.
Gagal Ginjal Kronik
I. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal
kronik:4.5
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal
kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal
yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang
ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal,
17
stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5
adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:4
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus. 4,6
Derajat
Penjelasan
LFG
(mL/menit/1,73m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
2
3
4
5
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis
Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal
dan atau dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT). 3
GFR
Dengan
(ml/min/1,73 m2)
Ginjal
Dengan HT Tanpa HT
1
1
2
2
> 90
60 89
30 59
15 29
<
15
3
4
(atau 5
3
4
5
Dengan HT
HT
HT dengan
Tanpa HT
Normal
Penurunan
penurunan
GFR
GFR
3
4
5
3
4
5
dialisis)
II. Etiologi4,6,7
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai
18
berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di
mana mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan
glomerular yang dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium,
atau endotelium kapiler. Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri
punggung dan hematuria, lalu juga oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya
mikroskop, Langhans kemudian mampu menggambarkan perubahan pathophysiologic
glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli berfokus pada pasien pascastreptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai serangan yang tiba-tiba
menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran
klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer
dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal
sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat
penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
mieloma multipel, atau amiloidosis.5
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi
pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat
terjadi hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi,
sesak napas, dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul ginjal.5
b. Diabetes melitus
19
Tabel3.Klasifikasitekanandarahsistolik,diastolik,modifikasigayahidup,sertaterapiobat
berdasarkanJointNationalCommittee(JNC)VII:8,9
20
Klasifikasi
Sistolik
Diastolik
Modifikasi Terapi
Tekanan
(mmHg)
(mmHg)
Gaya
Darah
Normal
Prehipertensi
< 120
120 139
Dan < 80
Atau 80 89
Hidup
edukasi
Ya
Stage 1 HT
140 159
Atau 90 99
Ya
tidak
perlu
obat
antihipertensi
Thiazid tipe diuretik
Dapat juga ACEI, ARB,
Stage 2 HT
> 160
Ya
thiazid
tipe
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada
fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai
daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.5
21
III. Epidemiologi
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan
100 juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap
tahunnya. Di Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal
pertahunnya. Di Negara berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60
kasis perjuta penduduk per tahun.4
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7
1. Glomerulonefritis
(46,39%)
2. Diabetes Mellitus
(18,65%)
(8,46%)
5. Sebab lain
(13,65%)
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.5
V. Patofisiologi
22
23
24
sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.4
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat
stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadiumstadium tersebut.
25
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai
pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva
menyebabkan
gejala
red
eye
syndrome
akibat
iritasi
dan
26
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik,
tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost.4,6
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
27
fisik,
gambaran
radiologis,
dan
apabila
perlu
gambaharan
histopatologis.4,9
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
28
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya,
seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, dan
silinder.4
29
VIII. Penatalaksanaan4,5,6,10
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.
a.Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal
disease).
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
30
31
32
IX. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal
atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,
keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani
dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien
dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih
lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena
kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan
keganasan (4%).5
33
X. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang
telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu
pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan
fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,
peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.6
PEMBAHASAN
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu
memompa darah dalam jumlah memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh. Gejala dari gagal jantung kongestif gejala yang timbul dapat berupa dispnea,
akibat penimbuan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas, dapat
terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang;
Paroksismal nokturnal dispnea yaitu adanya sesak pada malam hari; Ortopnea yaitu
adanya kesulitan bernapas saat berbaring; batuk, biasanya berupa batuk kering dan
basah.
Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan adanya sesak nafas yang
dirasakan sejak 1 jam Sebelum MRS. Pasien mengalami susah tidur malam hari
karena sesak, keadaan ini menunjukan adanya paroksismal nocturnal dispnea.
Penderita lebih merasa nyaman dengan menggunakan 3-4 bantal menunjukan adanya
ortopnea. Selain itu sejak 2 bulan kedua tangan dan kaki penderita bengkak. Batuk
juga dialami penderita yang dirasakan lebih sering pada malam hari. Pasien merasa
sesak saat melakukan aktifitas ringan seperti dari kamar mandi menunjukkan adanya
dipsnea de effort.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan gagal jantung kongesti dapat ditemukan
adanya distensi vena leher, rhonki paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3,
34
35
sehari-hari tanpa keluhan. III) bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan. IV) bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun
dan harus tirah baring.
Pada kasus ini dipenuhi 4 kriteria major yaitu berupa paroksismal nokturnal
dispnea, rhonki paru, kardiomegali, peninggian tekanan vena jugularis, serta dipenuhi
4 kriteria minor yaitu berupa batuk malam hari, dispnea deffort, efusi pleura dan
edema ekstremitas. Berdasarkan klasifikasi NYHA, penderita digolongkan CHF
fungsional IV, karena penderita tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan lebih
banyak beristirahat (tirah baring) selama dirumah 2th ini.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Pada beberapa keadaan
sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan
yang terjadi bersamaan pada penderita. Pada Framingham Study mengungkapkan, 90
persen gagal jantung kongestif (CHF) disebabkan penyakit jantung koroner dan
hipertensi.
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai
penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh
pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio
kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko
independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada
beberapa penelitian, dimana hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan
risiko terjadinya infark miokard.
Pada kasus ini, penderita mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tensi 150/70 mmHg. Riwayat diabetes disangkal oleh
pasien, tetapi pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil pemeriksaan gula darah
acak sebesar 249 mg/dl.
36
Dari anamnesa pasien dengan keluhan sesak yang semakin memberat, batuk,
dan dari pemeriksaan fisik ditemukan rhonki pada basal paru, suara perkusi redup,
suara pernapasan menurun dan gambaran foto thorax terdapat
perselubungan
perivaskuler dan kedua sudut costofrenikus tumpul mendukung ke arah efusi pleura
bilateral.
Keluhan lemas, mual, adanya riwayat hipertensi, dan pemeriksaan fisik
didapatkan anemis dan edema pada kedua tungkai bawah. Dari pemeriksaan
penunjang terdapat peningkatan Ureum 138 mg/dL, Kreatinin 3,07 mg/dL dan GFR
16,49 mendukung kearah CKD stadium 4.
inotropik. Pada penderita, terapi yang diberikan yaitu Bed Rest Posisi duduk, O 2
4L/m, Furosemid 1-0-0 iv, Bisoprolol 5 mg -0-0, Captopril 325 mg.
Pasien diterapi dengann diuretik dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai
tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat
digunakan loop diuretic atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis dapat
dinaikan, berikan diuretic intravena atau kombinasi loop diuretic dengan tiazid.
Diuretic hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi
mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV)
yang disebabkan gagal jantung sistolik. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan
aktivasi neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik
ventrikel kiri. Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian
37
mulai dengan dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol
ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan carvedilol,
bisoprolol atau metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE
dan diuretic.
Meskipun banyak peningkatan dalam evaluasi dan penanganan dari gagal
jantung, gejala-gejala dari gagal jantung masih memberikan prognosis yang buruk.
Namun pada pasien ini prognosisnya cukup baik karena karena kondisi penderita
mengalami perbaikan dalam perawatan
DAFTAR PUSTAKA
1. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic
function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria.
Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from :
http://circ.ahajournals.org
2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
3. Ruggie N. Congestive heart failure. Med. Clin. North Am. 70:829-851, 1986.
4. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A,
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
5. Editorial.
Gagal
Ginjal
Kronik.
Diunduh
dari:
http://emedicine.
Classification,
and
Stratification.
Diunduh
dari:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 05
Februari 2011.
7. Editorial.
Glomerulonefritis.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.
38
8. Editorial.
Tekanan
Darah
Tinggi.
Diunduh
dari:
39