Anda di halaman 1dari 18

REAKSI TERHADAP STRESS BERAT, GANGGUAN PENYESUAIAN, DAN

GANGGUAN KEPRIBADIAN KHAS

A. Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian


A.1 Pengertian Stres
Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari
tubuh (kondisi penyakit, latihan, dan lain-lain) atau oleh kondisi lingkungan dan
sosial yang berpotensi membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan
individu untuk melakukan coping. Coping merupakan proses dimana individu
melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya
kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai
penyebab munculnya situasi stress (Lazarus & Folkman (dalam Nasution, 2008).
Stress adalah usaha penyesuaian diri. Bila tidak dapat mengatasinya dengan baik,
maka akan muncul gangguan badani, perilaku tidak sehat atau pun gangguan jiwa
( Maramis, 2009 ).
Stres patologis adalah bila dalam usaha untuk mengatasinya kita sudah tidak
dapat berfungsi dengan baik lagi, mungkin sampai dengan timbul gangguan jiwa
ataupun badan. Apakah seseorang akan mengalami stres patologis tergantung dari
daya tahan stresnya (nilai ambang sresnya), dan dari besar, lama dan spesifiknya
stresor. (Maramis, 2009)
A.2 Sumber Stres Psikologis
Stresor dapat menimbulkan beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber
stes, yaitu frustasi, konflik, tekanan atau krisis.
a. Frustasi timbul jika ada aral melintang (stresor) antara kita dan tujuan kita, ada
frustasi yang timbul karena stresor dari luar, seperti bencana alam, kecelakaan,
kematian orang tercinta, norma-norma, adat-istiadat, peperangan, keguncangan
1

ekonomi dan lain-lain. Adapula stresor yang muncul dari dalam misalnya cacat
badaniah.
b. Konflik terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam
kebutuhan atau tujuan. Memilih yang satu berarti tidak tercapainya yang lain.
c. Tekanan juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari,
biarpun kecil, tetapi bila bertumpuk-tumpuk dan berlangsung lama (stresor
jangka panjang), dapat menimbulkan stres hebat.
d. Krisis adalah keadaan karena stresor mendadak dan besar yang menimbulkan
stres pada seorang individu ataupun pada suatu kelompok. (Maramis, 2009)
A.3 Daya Tahan Stres
Daya tahan stres pada setiap orang berbeda-beda, tergantung pada keadaan
somato-psiko-sosial orang itu. Menurut teori, setiap orang dapat saja terganggu
jiwanya, asal saja stresor itu cukup besar, cukup lama atau cukup spesifik, bagaimana
stabil pun kepribadian dan emosinya.
Tiap orang mempunyai cara sendiri untuk penyesuaian diri terhadap stres,
karena penilaian terhadap stressor dan stres berbeda (faktor internal), dan karena
tuntutan terhadap tiap individu berbeda (faktor eksternal), itu antara lain tergantung
pada umur, sex, kepribadian, inteligensi, emosi, status sosial dan pekerjaan individu.
Makin besar perubahan hidup dari beban stres, makin rendah daya tahan tubuh
terhadap penyakit dan makin besar penyakit yang timbul. (Maramis, 2009)
A.4 Respon Terhadap Stres
1. respon emosi terhadap bahaya dan ancaman akan berupa perasaan takut dan
cemas, sedangkan terhadap perpisahan dan kehilangan berupa depresi.
2. respon psikologis berfungsi untuk mengurangi dampak pengalaman traumatik,
dapat berupa kesulitan mengingat kembali detail pengalaman itu atau
kehilangan perasaan terhadap peristiwa tersebut.
3. Strategi coping, dimana tidak semua strategi ini bersifat adaptif. Strategi
coping adaptif akan mengurangi distres jangka panjang, termasuk di sini
penghindaran dari situasi yang menimbulkan distres, memecahkan masalah,
dan berdamai dengan situasi.

A.5 Menghadapi Stres


Langkah pertama dalam menghadapi dan mengatasi stres adalah mengakui
sedang mengalami stres.
Tanda-tanda stres yang perlu diperhatikan :
1. Merasa gelisah dan tidak dapat bersantai
2. Menjadi lekas marah dan seperti akan meledak bila ada sesuatu yang berjalan
tidak sesuai dengan kemauan.
3. Ada waktu-waktu dengan perasaan

sangat

lelah

atau

lelah

yang

berkepanjangan.
4. Sukar berkosentrasi
5. Kehilangan minat terhadap rekreasi yang sebelumnya dapat dinikmati dan
sudah biasa dilakukan.
6. Menjadi khawatir mengenai hal-hal yang sebenarnya tidak dapat diselesaikan
dengan perasaan khawatir saja.
7. Bekerja berlebihan, biarpun tidak seluruhnya efektif.
8. Makin lama makin banyak pekerjaan yang dibawa pulang ke rumah.
9. Makin banyak merokok atau makin banyak memakai minuman keras
dibandingkan dengan sebelumnya.
10. Berulang kali merasa kehilangan perspektif atau merasa masa depan suram
mengenai apa yang sebenarnya penting dalam pekerjaan dan keluarga atau
mungkin juga dalam hidup.
Untuk mencegah stres, yang paling baik adalah mengubah sikap terhadap
stresor. Makin penting stresor itu dianggap, makin besar stres yang timbul sebagai
akibatnya, makin santai dan relax stresor itu dihadapi, makin banyak alternatif
penyelesaian yang dilihat, makin ringan stres itu. (Maramis, 2009)
F.43 Reaksi Tubuh Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian
Kategori ini berbeda dengan kategori lainnya karena mencakup gangguangangguan yang tidak hanya diidentifikasikan atas dasar simtomatologi dan perjalanan
penyakitnya, akan tetapi juga atas dasar salah satu dari dua faktor pencetus, suatu
stres kehidupan yang luar biasa yang menyebabkan reaksi stres akut, atau suatu
perubahan penting dalam kehidupan yang menimbulkan situasi yang tidak enak yang
berakibat suatu gangguan penyesuaian

Meskipun setiap gejala yang membentuk reaksi stres akut dan gangguan
penyesuaian, secara iindividual dapat terjadi pada gangguan-gangguan lain, ada
beberapa ciri khusus dalam cara gejala itu tampil yang membenarkan untuk
memasukkan keadaan-keadaan ini sebagai suatu gangguan klinis. (PPDGJ III, 1993)
F43.0 Reaksi Stres Akut
Istilah ini menunjukkan reaksi abnomal terhadap stres yang mendadak dan
berlangsung (per definisi) maximal satu bulan. Pada dasarnya mirip dengan reaksi
normal namun sangat hebat dan ada gejala tambahan. (Maramis dan Maramis, 2009)
Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa yang dapat
meliputi ancaman serius terhadap keamanan atau integritas fisik dari individu atau
orang-orang yang dicintainya (misalnya bencana alam katastrofik, kecelakaan,
peperangan, serangan tindakan kriminal, pemerkosaan) atau perubahan mendadak
yang tidak biasa dan perubahan yang mengancam kedudukan sosial dan/atau jaringan
relasi dari yang bersangkutan seperti kedukaan yang bertubi-tubi atau kebakaran.
Resiko terjadinya gangguan ini makin bertambah apabila ada kelelahan fisik atau
faktor organik lain (misalnya usia lanjut). (PPDGJ III, 1993)
Respon emosi yang timbul berupa anxietas yang parah, kegelisahan,
insomnia, serangan panik, atau depersonalisasi dan derealisasi. Respon emosi ini
disertai gejala-gejala somatik yang berupa palpitasi, berkeringat dan tremor. Sebagai
tambahan ada gejala disosiatif yang berupa mati rasa (numbness) dan kesulitan
mengingat kembali (recall).
Pedoman Diagnostik
Harus ada kaitan waktu kejadian yang jelas antara terjadinya pengalaman
stresor luar biasa (fisik atau mental) dengan onset dari gejala, biasanya setelah

beberapa menit atau segera setelah kejadian.


Selain itu ditemukan gejala-gejala :
a. Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain
gejala permulaan berupa keadaan terpaku (daze), semua hal berikut
dapat terlihat: depresi, anxietas, kecewa, overaktif, dan penarikan diri.

Akan tetapi tidak satupun dari gejala tersebut yang mendominasi


gambaran klinisnya dalam jangka waktu yang lama.
b. Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkungan stresornya, gejalagejala dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam hal
ini dimana stres menjadi berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejalagejala biasanya baru dapat mereda setelah 2-8 jam dan biasanya hampir

menghilang setelah 3 hari.


Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan kambuhan mendadak dari
gejala-gejala pada individu yang sudah menunjukkan gangguan psikiatrik

lainnya.
(PPDGJ III, 2003)
Tatalaksana
Langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain :
a. Mengurangi respon emosional : dapat dilakukan dengan bercerita kepada
keluarga atau teman. Jika tidak ada keluarga, maka teman, dokter, perawat,
atau pekerja sosial dapat membantu. Apabila dinilai terdapat anxietas yang
berat, dapat diberikan obat anxiolitik untuk beberapa hari dan jika insomnia
hebat, dapat diberikan obat hipnotik untuk beberapa hari.
b. Mendorong pengingatan kembali : hal ini akan menuju pada penerimaan akan
peristiwa yang menimbulkan distres itu, namun mungkin diperlukan bantuan
mengingat dan mengintegrasikan peristiwa itu ke dalam memori. Proses ini
harus dilalui dengan suka rela dan tidak boleh dipaksakan.
c. Mengembangkan strategi coping yang lebih efektif : sebagian orang
memerlukan bantuan konseling untuk mengubah reaksi maladaptif yang dapat
berupa misalnya minum berlebihan, perilaku agresif atau histrionik atau
minum obat overdosis.
d. Menolong masalah residual : di samping masalah psikologis, dapat juga
terjadi dampak pada aspek fisik atau psikososial lainnya dan sebagian orang
perlu bantuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut.
F.43.1 Gangguan Stres Pasca Trauma

Gangguan stres pascatrauma (posttraumatic stress disorder PTSD) adalah


suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat di dalam, atau
mendengar stresor traumatik yang ekstrem. Seseorang tersebut bereaksi terhadap
pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, secara menetap
menghidupkan kembali peristiwa tersebut, dan mencoba menghindari mengingat hal
tersebut. (Saddock, 2010)
Gangguan ini biasanya timbul dalam waktu enam bulan setelah terjadinya
peristiwa traumatik. Perubahan diagnosis dari gangguan stres akut menjadi gangguan
stres pascatrauma adalah karena kasus yang berlangsung lebih dari satu bulan
biasanya menjadi kronis dan memerlukan pendekatan dan pengobatan yang berbeda
daripada gangguan stres akut. (Maramis dan Maramis, 2009)
Gejala klinis
Gejala utama PTSD adalah mengalami kembali secara involunter peristiwa
traumatik dalam bentuk mimpi atau bayangan yang intrusif, yang menerobos
masuk ke dalam kesadaran secara tiba-tiba (kilas balik). Hal ini sering dipicu oleh
hal-hal yang mengingatkan penderita akan peristiwa traumatik yang pernah dialami.
Kelompok gejala yang lain adalah tanda-tanda meningkatnya keterjagaan berupa
anxietas yang hebat iritabilitas, insomnia, dan kosentrasi yang buruk.
Gejala-gejala disosiatif berupa kesulitan mengingat kembali bagian-bagian
penting dari peristiwa itu, ketidakmampuan untuk merasakan perasaan. Kadangkadang terjadi dipersonalisasi dan derealisasi. Perilaku menghindar, maladaptif juga
terdapat pada pasien dengan PTSD. (Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman Diagnostik
Diagnosis ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6
bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa
minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Kemungkinan
diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan

onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas
dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya.
Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau
mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali
(flashback). Gangguan otonomik, gangguan afek, dan kelainan tingkah laku
semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas. (PPDGJ-III, 1993)
Tatalaksana
a. Farmakoterapi
1. Gejala depresi : SSRI (ada bukti yang cukup kuat untuk fluoksetin,
fluvoksamin, dan sertralin), trisiklik ( amitriptilin dan imipramin).
2. Gejala anxietas ; benzodiazepine (klonazepam, alprazolam) buspiron dan
antidepresan.
3. Gangguan tidur dapat diperbaiki dengan penggunaan antidepresan yang
sedatif (misalnya trazodon), siproheptadin atau hipnotika.
4. Pikiran intrusif : karbamazepim, lithium, fluvoksamin
5. Keterjagaan berlebihan : SSRI, propanolol/klonidin, lithium, valproat.
6. Hostibilitas/impulsivitas : karbamazepin, valproat
7. Gejala psikotik/agresi atau agitasi yang hebat : antipsikotik
b. Psikoterapi
Penanganan utama untuk PTSD adalah terapi kognitif yang harus mencakup
unsur-unsur : pendidikan tentang PTSD, swa-pantau gejala-gejala, manajemen
anxietas, pemaparan terhadap rangsangan yang mengakibatkan anxietas dalam
suasana yang mendukung, penataan kembali kognisi (cognitive restructuring)
terutama untuk trauma komplex, dan manajemen kemarahan.
F43.2 Gangguan Penyesuaian
Gangguan penyesuaian terjadi dalam satu bulan setelah stresor psikososial dan
berlangsung tidak lama dari enam bulan setelah stresor tersebut (atau akibatnya)
7

menghilang, kecuali pada kasus reaksi depresif berkepanjangan. (Maramis dan


Maramis, 2009)
Di antara anak remaja, stresor pencetus yang paling lazim adalah masalah
sekolah, penolakan orang tua dan perceraian, serta penyalahgunaan zat. Di antara
orang dewasa, stresor pencetus yang paling lazim adalah masa pernikahan,
perceraian, pindah ke lingkungan baru, serta masalah keuangan.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-IR Gangguan Penyesuaian


a. Timbulnya gejala emosional atau perilaku sebagai respons terhadap stresor
yang dapat diidentifikasi, terjadi dalam 3 bulan sejak onset stresor.
b. Gejala atau perilaku ini secara klinis bermakna seperti berikut :
1. Penderitaan yang nyata dan berlebihan dari apa yang dapat diperkirakan
terjadi akibat pajanan terhadap stresor
2. Hendaya bermakna fungsi sosial atau pekerjaan.
c. Gangguan terkait stres tidak memenuhi kriteria gangguan Aksis I spesifik
lainnya dan bukan hanya perburukan dari gangguan Aksis I dan II yang telah
ada sebelumnya.
d. Gejala tidak menunjukkan berkabung
e. Ketika stresor berakhir; gejala tidak berlangsung selama lebih kurang dari 6
bulan lagi.
Tentukan jika:
Akut : jika gangguan berlangsung kurang dari 6 bulan
Kronik : jika gangguan berlangsung lebih dari 6 bulan
Gangguan penyesuaian diberi kode berdasarkan subtipenya, yang dipilih menurut
gejala yang dominan. Stresor yang spesifik dapat dirinci pada Aksis IV.

Dengan mood depresi

Dengan ansietas

Dengan campuran mood depresi dan ansietas

Dengan gangguan tingkah laku

Dengan gangguan campuran emosi dan tingkah laku

Tidak terinci.
(Sadock, 2010)

Tatalaksana
Penatalaksanaan utama pada dasarnya adalah psikoterapi suportif untuk
meningkatkan kemampuan coping terhadap stresor yang tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan, dan untuk memberikan dukungan yang cukup. Ventilasi atau verbalisasi
perasaan dapat berguna dalam mencegah perilaku maladptif seperti isolasi sosial,
perilaku destruktif, atau bunuh diri. Penggunaan anxiolitika atau hipnotika
dimungkinkan apabila gejala-gejala menimbulkan distres dan persisten, misalnya
depresi.
B. Gangguan Kepribadian Khas F60
B.1 Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah perilaku khas seseorang yang menyebabkan orang itu
dapat dikenal dan dibedakan dari orang lain karena pola perilakunya (Maramis dan
Maramis, 2009). Gangguan kepribadian khas tidak berkaitan langsung dengan
kerusakan atau penyakit otak berat atau dengan gangguan jiwa lain. Gejala-gejala
gangguan ini sudah timbul pada masa kanak atau remaja dan berlanjut sampai usia
dewasa. Gangguan ini menjadi lebih nyata dalam perjalanannya lebih lanjut serta
mengakibatkan penderitaan pada individu itu sendiri dan/atau orang lain. Jalan
pikirannya masih masuk akal atau realistik, hanya saja sudah di luar dari keadaan dan
9

lingkungan dimana ia berada. Karena itu ia mengalami banyak kesulitan dalam relasi
interpersonal dan mengalami banyak stres, sehingga di samping gangguan
kepribadiannya, ia sering menderita juga gangguan jiwa lain yang timbul karena
stres-stres itu.
Pedoman Diagnostik
a. Sikap dan perilaku yang amat tak serasi biasanya meliputi beberapa bidang
fungsi, misalnya afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara memandang dan
berpikir, serta gaya berhubungan dengan orang lain.
b. Pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang dan tidak
terbatas pada episode gangguan jiwa.
c. Pola perilaku bersifat pervasif (mendalam) dan maladaptif yang jelas terhadap
berbagai keadaan pribadi dan sosial yang luas.
d. Manifestasi diatas akan selalu muncul pada masa kanak atau dewasa dan
berlanjut sampai usia dewasa.
e. Gangguan ini menjurus kepada penderitaan pribadi yang cukup berarti, tapi
baru menjadi nyata setelah perjalanan lanjut.
f. Gangguan ini biasanya, tetapi tidak selalu berkaitan secara bermakna dalam
pekerjaan dan kinerja sosial.
Gangguan kepribadian khas digolongkan dalam diagnosis F60 (PPDGJ III) :
F60 Gangguan Kepribadian Khas
F60.0 gangguan kepribadian paranoid
F60.1 Gangguan kepribadian skizoid
F60.2 Gangguan kepribadian dissosial
F60.3 Gangguan kepribadian emosional tidak stabil
F60.4 Gangguan kepribadian histrionik
F60.5 Gangguan kepribadian anakastik
F60.6 Gangguan kepribadian cemas
F60.7 Gangguan kepribadian dependen
F60.8 Gangguan kepribadian khas lainnya
10

F60.9 Gangguan kepribadian yang tak tergolongkan


F60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid
Gangguan ini mempunyai sifat curiga yang menonjol. Orang seperti ini
mungkin agresif dan setiap orang lain dilihat sebagai seorang agresor terhadapnya, ia
harus mempertahankan dirinya terhadap ancaman dari luar. Ia bersikap sebagai
pemberontak dan angkuh untuk untuk menjaga harga diri. Ia cenderung merasa
dirinya penting secara berlebihan dan sering merujuk kepada dirinya sendiri.
Dalam kepribadian paranoid kita menemukan secara berlebihan kecendrungan
yang sudah umum, yaitu suka melemparkan kesalahan dan tanggung jawab kepada
orang lain, menolak sifat-sifat orang lain yang tidak memenuhi ukuran yang telah
dibuatnya sendiri. Untuk mempertahankan rasa harga diri, dibuatnya keterangan yang
tidak masuk akal tentang kesalahan-kesalahannya, tetapi yang hanya memuaskan
emosinya sendiri. Sering diduganya bahwa orang lainlah yang tidak adil, bermusuhan
dan agresif. (Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman Diagnostik

Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri :


a. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
b. Kecendrungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk
memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil.
c. Kecurigaan

dan

kecendrungan

mendalam

untuk

mendistorsikan

pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang lain yang netral atau


bersahabat sebagai permusuhan.
d. Perasaan

bermusuhan

dan

ngotot

tentang

hak

pribadi

tanpa

memperhatikan situasi yang ada.


e. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification), tentang kesetiaan
seksual dari pasangannya.
11

f. Kecendrungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang


bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri.
g. Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekogkol dan tidak
substantif dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri sendiri maupun
dunia pada umumnya.
Penanganan
Pada sebagian besar kasus, agen ansietas seperti diazepam sudah cukup, tetapi
mungkin diperlukan penggunaan suatu antipsikotik. Psikoterapi juga merupakan
pilihan dalam kasus ini dimana penanganan harus tegas menghadapi pasien gangguan
paranoid.
F60.1 Gangguan Kepribadian Skizoid
Gangguan ini didiagnosis pada pasien yang menunjukkan pola penarikan dari
kehidupan sosial seumur hidup. Ketidanyamanan mereka dengan interaksi manusia,
ketertutupan mereka, serta afek mereka menyempit. Penderita gangguan kepribadian
skizoid sering dilihat oleh orang lain sebagai orang yang eksentrik, terisolasi, atau
kesepian.
Ciri utama cara menyesuaikan dan membela dirinya adalah menarik diri,
mengasingkan diri dan sering aneh (eksentrik). Terdapat juga cara pemikiran autistik
dan ia melamun berlebihan.
Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ III, gangguan kepribadian skizoid memiliki ciri-ciri :
a. Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan.
b. Emosi dingin, afek mendatar atau tak perduli (detachment)
c. Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan atau
kemarahan terhadap orang lain
d. Tampak nyata ketidakpedulian baik terhadap pujian atau kecaman

12

e. Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain


(perhitungkan usia penderita)
f. Hampir selalu memlilih aktivitas yang dilakukan sendiri
g. Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan
h. Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab (kalau
ada hanya satu) dan tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan
seperti itu.
i. Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku.
Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas
Penanganan
Psikoterapi suportif, bimbingan dalam cara hidup, anjuran untuk mengambil bagian
dalam kegiatan sosial dan latihan dapat mengadakan relasi interpersonal.
Antipsikotik, antidepresan, dan psikostimultan efektif bagi beberapa pasien.
F60.2 Gangguan Kepribadian Disosial
Indvidu dengan gangguan kepribadian dissosial pada dasarnya adalah orang
yang tidak tersosialisasi. Perilakunya berulang kali mengakibatkan konflik dengan
masyarakat dan ia tidak dapat belajar dari pengalaman.
Gejala-gejala gangguan kepribadian dissosial sudah mulai kelihatan pada
masa anak (sebelum umur 12-15 tahun). Seorang dewasa dengan gangguan ini
biasanya pada masa anak sudah menunjukkan perilaku mencuri, tidak dapat
dikoreksi, bolos sekolah dan lain-lain. Gangguan kepribadian disosial jauh lebih
banyak terdapat pada kaum laki-laki, kira-kira 5-10 laki-laki terhadap satu wanita.
(Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman Diagnostik
a. Bersikap tidak perduli dengan perasaan orang lain
b. Sikap yang tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus, serta
tidak perduli terhadap norma, peraturan dan kewajiban sosial.
13

c. Tidak mampu memiliki suatu hubungan dalam waktu lama, meskipun tidak
ada kesulitan untuk mengembangkannya.
d. Toleransi terhadap frustasi yang rendah dan ambang yang rendah untuk
melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan.
e. Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman,
khususnya dari hukuman.
f. Sangat cendrung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi
yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan
masyarakat.
Penanganan
Belum diketahui pengobatan yang optimal, tetapi dokter dapat membantu
penderita dan keluarganya dalam mengambil keputusan dalam penanganan.

F60.3 Gangguan Kepribadian Emosional Tidak Stabil


Individu dengan gangguan ini memperilhatkan sifat yang lain dari perilakunya
sehari-hari, yaitu ledakan-ledakan amarah dan agresivitas terhadap stres yang kecil
saja tanpa mempertimbangkan akibatnya. Segera sesudahnya ia menyesal atas
kejadian itu, tapi hanya sebentar. Pada waktu kejadian itu ia tidak dapat menguasai
dirinya, sebab mungkin karena ledakan afektif terjadi disorganisasi pada persepsi,
penilaian dan pemikirannya. Emosi sangat tidak stabil.
Pedoman Diagnostik
a. Terdapat kecendrungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsif
tanpa mempertimbangkan konsekuensinya bersamaan dengan ketidakstabilan emosional
b. Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan

kekurangan pengendalian diri.

Penanganan
14

Individu ini sukar memahami bahwa perilakunya tidak wajar, rasa


menyesalnya

hanya

sepintas

segera

sesudah

ledakan

amarah.

Ia

sering

merasionalisasikan perilakunya dan menentang campur tangan orang lain. Pada


episode akut, bila perlu dimasukkan rumah sakit kemudian diberikan bimbingan,
anjuran, ventilasi, nasihat serta SSRI dan obat anticemas. (Maramis dan Maramis,
2009)
F60.4 Gangguan Kepribadian Histrionik
Orang dengan gangguan ini biasanya egosentrik dan emosinya tidak stabil. Ia
menarik perhatian dengan ekspresi emosi yang dibuat-buat. Ia sugestif, cepat
tersinggung, tetapi dangkal. Ia terlalu perduli dengan daya tarik fisiknya dan kelihatan
provokatif. (Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman diagnostik
a. Ekspresi

emosi

yang

dibuat-buat

(self

dramatization)

seperti

bersandiwara (theatrically), yang dibesar-besarkan.


b. Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau oleh keadaan.
c. Keadaan afektif yang dangkal dan labil
d. Terus menerus mencari kegairahan (excitement), penghargaan dari
orang lain, dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatian
e. Penampilan atau perilaku merangsang yang tidak memadai
f. Terlalu peduli dengan daya tarik fisik
Untuk diagnosis dibutuhkan 3 dari gejala diatas.
F60.5 Gangguan Kepribadian Anankastik
Pada gangguan ini, ciri utama adalah perfeksionisme dan keteraturan. Pasien
mungkin sering atau berulang kali melakukan segala sesuatu atau aspek saja dari
lingkungannya, agar tertib. Hal ini mungkin memengaruhi apa yang dilakukannya
dengan baik atau mungkin tidak baik. Ia kaku, pemalu, spontanitas berkurang dan
mempunyai pengawasan diri yang tinggi. (Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman Diagnostik
a. Yang perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan;
15

b. Preokupasi dengan hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan,


organisasi atau jadwal;
c. Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
d. Ketelitian yang terlulu berlebihan, terlalu hati-hati dan keterikatan yang
tidak semestinya pada produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan
hubungan interpersonal.
e. Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial
f. Kaku dan keras kepala
g. Pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya
mengerjakan sesuatu, atau keengganan yang tak beralasan untuk
mengizinkan orang lain mengerjakan ssuatu
h. Mencampur adukkan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang
enggan
Untuk diagnosis minimal ditemukan 3 dari gejala diatas
F60.6 Gangguan Kepribadian Cemas
Individu dengan gangguan ini terus menerus merasa tegang dan takut yang
mendalam. Ia merasa tidak mampu dalam segala hal dan dirinya tidak menarik atau
lebih rendah dari orang lain. Ia enggan melibatkan diri, kecuali bila yakin akan
disukai. Ia menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang mempunyai banyak
kontak interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.
Pedoman Diagnostik
a. Perasaan takut dan tegang yang menetap dan perfasif
b. Merasa dirinya tak mampu, tidak menarik, atau lebih rendah dari orang
lain
c. Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi
sosial
d. Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan
disukai
e. Pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik
F60.7 Gangguan Kepribadian Dependen
Orang dengan gangguan kepribadian dependen, menempatkan kebutuhan
mereka sendiri dibawah kebutuhan orang lain. Meminta orang lain untuk mengambil
16

tanggung jawab untuk masalah besar dalam kehidupan mereka, tidak memiliki
kepercayaan diri dan mungkin mengalami rasa tidak nyaman yang kuat jika sedang
sendirian lebih dari suatu periode yang singkat. Gangguan ini lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pria, dan lebih sering terjadi pada anak yang lebih kecil jika
dibandingkan yang lebih tua. (Sadock, 2010)
Pedoman Diagnostik
a. Mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar
keputusan penting untuk dirinya.
b. Meletakkan kebutuhn sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia
bergantung, dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan mereka.
c. Keengganan menutut secara layak kepada orang tempat dia bergantung
d. Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian karena ketakutan
yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri
e. Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat
dengannya.
f. Keterbatasan membuat keputusan sehari-hari
F60.8 Gangguan Kepribadian Khas Lainnya
Termasuk: Gangguan kepribadian narsistik
F60.9 Gangguan Kepribadian YTT

17

DAFTAR PUSTAKA

Maramis,W.F, Maramis, A.A., 2009, Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University


Press: Surabaya
Maslim, R. 2004. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Nasution, I.K., 2008. Stres Pada Remaja. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Sadock, B.J., Sadock, V.A. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2. EGC : Jakarta
James, Butcher, Mineka, Jill M., Hooley . 2008. Abnormal Psychology Core Concept.
Pearson Education: USA

18

Anda mungkin juga menyukai