Kalau keadaan yang demikian itu yang dimaksud sebagai wujud demokrasi, makna
betapa mengerikannya demokrasi itu. Apakah fakta yang demikiran itu tidak
cukup membuktkan bahwa pemaknaan demokrasi sekedar sebagai kebebasan,
perbedaan dan pluralisme merupakan pengertian yang sesat? Apakah
sesungguhnya yang mereka cari ? Sekedar kebebasan dan kepuasan pribadinya
atau kesejahteraan rakyat secara keseluruhan ?
Rasanya keprihatinan dalam menghadapi situasi tersebut mendorong kita untuk
kembali mencari makna yang sesungguhnya dari demokrasi. Namun harus kita
sadari terlebih dahulu, bahwa demokrasi bukanlah suatu tujuah. Demokrasi
adalah sekedar suatu alat, suatu cara untuk mencapai tujuan, yaitu
kesejahteraan bersama.
Kalau kita mencari makna substansial demokrasi yang berasal dari kata demos
dan kratos yang berarti kekuasan rakyat, maka jelas sekali bahwa demokrasi
tidak hanya mengandung arti kebebasan, tetapi adalah tegaknya kedaulatan
rakyat. Dan kedaulatan rakyat itu bisa ditegakkan hanya apabila pemberdayaan
rakyat dalam semua aspek kehidupan sosialnya, baik politik, ekonomi maupun
kebudayaan dapat dilaksanakan secara optimal. Substansi demokrasi adalah
terwujudnya asas kesederajadan dan kebersamaan. Oleh karena itu ketika kita
berbicara tentang demokrasi, maka pada saat itu kita harus berbicara tentang
keadilan, dan semua itu diselenggarakan dalam ketertiban/keteraturan. Dengan
demikian untuk dapat melaksanakan demokrasi harus dibarengi
dengan penegakan supremasi hokum. Demokrsi tanpa keadilan adalah
pengingkaran terhadap demokrasi. Demokrasi tanpa supremasi hukum hanya akan
melahirkan anarki.
Untuk mencari bentuk demokrasi yang benar-benar merupakan perwujudan dari
keberdayaan dan kedaulatan rakyat, kiranya kita juga perlu belajar dari
sejarah.
Pengamatan pahit pernah dialami Indonesia ketika pada decade 50-an menagnut
demokrasi liberal dengan melaksanakan system pemerintahan parlementer. Yang
terjadi pada dekadie itu adalah serunya perghulatan antara kekautan plitik
yang tak kunjung selesai karena menonjolnya kepentingan kelompok/golongan,
yang justeru memberi peluang bagi terjadinya gerakan militer dalam peristiwa
17 Oktober yang dipimpin oleh Nasution. Stabilitas nasional yang merupakan
kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak pernah
tercipta karena negara disibukkan dengan jatuh bangunnya kabinet dan
meletusnya berbagai pembentonkan : DI/TII, PRRI dan Permesta, dan juga
berbagai usaha pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Rakyat tetap dalam
ketidakberdayaan dan juga tidak berdaulat.
Sesungguhnya Ideologi dan dasar negara Indonesia, Pancasila, telah
memberikan rumusan yang jelas mengenai demokrasi. Sila keempat Pancasila
Dalam hal ini iktikad baik, etika dan moralitas memegang peranan yang sangan
penting. Hal-hal yang mendasar inilah rupanya tidak dimiliki oleh sejumlah
politisi pada dewasa ini.
Dalam model demokrasi tersebut, hanya Partai yang secara konsekuen dan
konsisten mengemban amanat rakyat yang akan mendapat dukungan rakyat secara
riil. Dan pada ujungnya, negara akan ditopang oleh tiang utama yaitu,sebuah
Partai besar dan solid, yang hidup dan berkembang bersama
aspirasi rakyat, Tetapi harus dipahami, bahwa tumbuhnya kekuatan
sosial-politik yang kokoh di dalam sebuah negara merupakan kondisi yang
sangat tidak disukai oleh kapitalisme internasional (nekolim),
karena kekuatan yang demikian pastilah tidak mudah untuk dijerat ke dalam
cengkeramannya. Oleh karena itu nekolim akan terus berusaha untuk
merongrongnya.
DEMOKRASI AMBURADUL
Dewasa ini telah berjalan gerakan untuk merubah system pemerintahan dari
presidesiil menjadi parlementer tanpa mau melihat realitas sejarah bahwa
demokrasi parlementer hanya bisa mendatangkan
bencana dan kekacauan. Langkah-langkah untuk menghidupkan kembali demokrasi
liberal parlementer itu nampaknya memang sudah dipersiapkan sejak awal
timbulnya gerakan reformasi.
Ketika terbuka peluang untuk membentuk pemerintahan baru setelah posisi Orde
Baru sebagai rezim semakin lemah, menyerualkah berbagai kepentingan, baik
pribadi, kelompok maupun golongan untuk berebut guan berburu kekuasaan dan
kerejekian. Semuanya meneriakkan demi reformasi dan demokrasi.
Bahkan elemen-elemen Orba pun ikut meneriakkan eforia itu, dalam rangka
mencari jalan untuk menyelamatkan diri.
Dalam situasi yang demikianlah lahir begitu banyak Partai, dan banyak
diantaranya yang dimanfaatkan atau memang merupakan proyek para petualang,
untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompoknya. Di lain pihak, UU
Pemilu yang dibuat oleh Orba (prodik Habibie) adalah UU yang sarat dengan
keculasan dan diskriminasi. Melalui konsep orang mewakili ruang, telah
terjadi perbedaan derajad antar warga negara. Dan itulah politic-king dari
Orba bersama konspiratornya agar bias mendapatkan kursi sebagnya-banyaknya,
karena mereka menyadari bahwa kemampuannya untuk memanipulasi informasi,
mengintimidasi dan mempraktekkan money politic hanya akan efektif untuk
mendapatkan
suara kalau diterapkan di daerah-daerah pinggiran/pedalaman yang jarang
penduduk.
Mereka menyadari sepenuhnya bahwa sesungguhnya mereka tidak
memilikidukungan massa yang riil sedara nasional, tetapi mereka memiliki