Anda di halaman 1dari 17

Case Report Sessiom

ABSES SEPTUM

Preseptor

: dr. Dolly Irfandy, Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Yugo Berri Putra Rio

0910312064

Tasha Nurfitriani

0910312075

Novilla Rezka Sjahjadi

1010313098

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


KEPALA LEHER
RSUP DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. ANATOMI SEPTUM NASI
Septum membagi rongga hidung atau kavum nasi menjadi kavum nasi kiri dan kanan.
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Tulang yang membentuk septum adalah 1)
Kartilago kuadrangularis 2) Lamina perpendikularis os ethmoid 3) Os vomer 4) Krista nasalis
maksila. Bagian tulang rawannya adalah kartilago septum dan kolumela. Lamina
perpendikularis os etmoid membentuk sepertiga atas atau lebih septum nasi. Lamina ini
berhubungan dengan bagian horizontal os etmoid. Septum nasi berhubungan dengan os
frontal dan os nasal pada bagian anterior dan superior, di posterior berhubungan dengan
tonjolan os sfenoid, di postero-inferior dengan os vomer dan antero-inferior dengan kartilago
septum.1,2
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada
bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Periosteum dan
perikondrium dihubungkan oieh jaringan konektif yang dibentuk oleh ligamentum yang
memungkinkan terjadinya gerakan dari tulang tersebut. Apabila jaringan konektif itu tidak
ada atau salah satu sisi alur atau celah dari krista nasal tidak tumbuh dengan baik maka
dislokasi tulang rawan septum mudah terjadi.1,2
Septum nasi bagian anterior memperoleh darah dari arteri etmoidalis anterior dan
posterior, arteri sfenopalatina, arteri palatina mayor dan arteri labialis superior. Arter
stenopalatina mendarahi bagian posterior septum nasi dan dinding lateral hidung, khusus
yang posterior. Arteri etmoidalis anterior dan posterior adalah cabang dari oftalmika yang
berasal dari arteri karotis intema. Arteri etmoidalis anterior adalah pembuluh darah kedua
terbesar yang mendarahi hidung bagian dalam, yang mendarahi kedua bagian antero-superior
dari septum dan dinding lateral hidung. Vena - vena hidung mempunyai nama yang sama dan
berjalan berdampingan dengan arteri.2

Gambar 1. Arteri yang


mendarahi hidung8
Bagian anterior dan superior rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari
n.oftalmikus (n. V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris
dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum, selain
memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk
mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maksila (n. V-2), serabut
parasimpatis dari n.petrosus profundus. Disamping mensarafi hidung, ganglion sfenopalatina
mensarafi kelenjar lakrimalis dan palatum.2

Gambar 2. Persarafan septum


nasi8

1.2. DEFINISI ABSES SEPTUM


Abses septum didefinisikan sebagai kumpulan nanah antara tulang rawan septum hidung
dengan mukoperichondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum. Abses septum
jarang terjadi dan biasanya terjadi setelah trauma pada hidung, hematoma yang terinfeksi.
Diagnosis dini dan manajemen yang tepat diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi
yang berbahaya dan nekrosis kartilago yang dapat menyebabkan destruksi hidung.2,3
1.3. ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI
Abses septum merupakan kasus yang jarang ditemui dan biasanya terjadi pada laki-laki.
Abses septum ditemukan pada umur dibawah 31 tahun sebanyak 74%, dan 42 % mengenai
umur diantara 3-14 tahun. Bagian anterior tulang rawan septum merupakan lokasi yang
paling sering ditemukan. Penyebab paling sering dari abses septum adalah trauma (75%).
Penyebab lain adalah akibat penyebaran dari sinusitis etmoid dan sinusitis sfenoid.
Disamping itu dapat juga akibat penyebaran dari infeksi gigi. Staphylococcus aureus adalah
organisme yang paling sering didapat dari hasil kultur pada abses septum. Kadang-kadang
ditemukan Streptococcus pneumoniae, Streptococcus hemolyticus, Haemophilus influenzae
dan organisme anaerob. Rumah Sakit Royal Children, Melbourne Australia melaporkan
sebanyak 20 pasien abses septum selama 18 tahun dan RS Ciptomangunkusumo didapatkan 9
kasus selama 5 tahun (1989-1994). Di bagian THT FKUSU/RSUP H.Adam Malik Medan
selama tahun 1999-2004 mendapatkan 5 kasus. Pada RSUP.Dr.M.Djamil didapatkan 3 kasus
abses septum selama 2 tahun terakhir (2008-2010).1,4
1.4. PATOGENESIS
Proses terbentuknya abses pada septum biasanya tergantung dari penyebabnya.
Penyebab yang paling sering adalah terjadi setelah trauma, sehingga timbul hematoma
septum. Trauma pada septum nasi dapat menyebabkan pembuluh darah sekitar tulang rawan
pecah. Darah berkumpul di ruang antara tulang rawan dan mukoperikondrium yang
melapisinya, menyebabkan tulang rawan mengalami penekanan, menjadi iskemik dan
nekrosis, sehingga tulang rawan jadi destruksi. Darah yang terkumpul merupakan media
untuk pertumbuhan bakteri dan selanjutnya terbentuk abses. Apabila terdapat daerah yang
fraktur atau nekrosis pada tulang rawan, maka darah akan merembes ke sisi yang lain dan
menyebabkan hematoma bilateral. Hematoma yang besar akan menyebabkan obstruksi pada

kedua sisi rongga hidung. Kemudian hematoma ini terinfeksi kuman dan menjadi abses
septum.4,5
Selain dari trauma ada beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan timbulnya abses
septum, yaitu penyebaran langsung dari jaringan lunak yang berasal dari infeksi sinus.
Disamping itu penyebaran infeksi dapat juga dari gigi dan daerah orbita atau sinus
kavernosus. Pada beberapa kondisi abses septum bisa diakibatkan trauma pada saat operasi
hidung.4
1.5. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sebagian
besar mempunyai riwayat trauma. Trauma septum nasi dan mukosa dapat terjadi tanpa
adanya cedera hidung luar. Abses septum nasi sering timbul 24-48 jam setelah trauma,
terutama pada dewasa muda dan anak.6
Gejala abses septum nasi adalah hidung tersumbat yang progresif disertai rasa nyeri.
Rasa nyeri terutama dirasakan di daerah dorsum nasi terutama di puncak hidung. Keluhan
sistemik juga dirasakan seperti demam dan sakit kepala. Riwayat operasi hidung sebelumnya,
gejala peradangan hidung dan sinus paranasal, furunkel intra nasal, penyakit gigi dan
penyakit sistemik juga perlu ditelusuri pada anamnesis.6,7
Eskoriasi, laserasi kulit, epistaksis, deformitas hidung, edema dan ekimosis akibat
trauma hidung biasanya dapat terlihat pada inspeksi. Spekulum hidung sebaiknya tidak
digunakan pada pemeriksaan. Pada pemeriksaan hidung dalam, terlihat pembengkakan
septum berbentuk bulat dengan permukaan licin pada satu atau kedua sisi. Seluruh septum
nasi harus diperiksa dari kaudal septum nasi sampai nasofaring. Perubahan warna menjadi
kemerahan atau kebiruan pada daerah septum nasi yang membengkak menunjukkan suatu
hematoma. Jika penderita tidak kooperatif, misalnya pada anak-anak, pemeriksaan dapat
dilakukan dengan anestesi umum.6
Daerah yang dicurigai dipalpasi dengan forsep bayonet atau aplikator kapas untuk
memeriksa adanya fluktuasi dan nyeri tekan. Diagnosis pasti abses septum nasi cukup dengan
aspirasi pada daerah yang paling fluktuasi. Pada abses septum nasi akan didapatkan pus,
sedangkan dari hematoma septum nasi akan keluar darah. Beberapa penulis menyarankan
tindakan rutin berupa aspirasi sebelum diberikan tindakan operatif. Pus yang diperoleh
sebaiknya diperiksakan di laboratorium untuk menentukan jenis kuman dan tes sensitifitas
terhadap antibiotik. Aspirasi juga berguna untuk mengurangi ketegangan jaringan di daerah
abses septum nasi dan mengurangi kemungkinan komplikasi ke intrakranial. Pemeriksaan

laboratorium darah akan menunjukkan leukositosis. Untuk mencari etiologi ataupun


komplikasi dapat dilakukan pemeriksaan foto rontgen sinus paranasal atau CT scan.6
1.6. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding abses septum adalah :4
1.
2.
3.
4.

Hematom septum
Deviasi septum
Furunkulosis
Vestibulosis

1.7. PENATALAKSANAAN
Penatalasanaan abses septum nasi harus segera dilakukan kerena dmerupakan kasus
darurat dalam bidang THT dan tindakan penanggulangannya ditujukan untuk mencegah
komplikasi yaitu nekrosis tulang rawan septum yang dapat mengakibatkan destruksi tulang
hidung dan komplikasi intrakranial. Penatalaksanaan abses septum nasi yaitu drainase,
antibiotik parenteral dosis tinggi dan rekonstruksi defek septum. Tujuan dari rekonstruksi
adalah untuk menyangga dorsum nasi, memelihara keutuhan dan ketebalan septum,
mencegah perforasi septum yang lebih besar dan mencegah obstruksi nasal akibat
deformitas.6,7
Insisi dan drainase abses septum nasi dapat dilakukan dalam anestesi lokal atau anestesi
umum. Insisi dilakukan 2 mm dari kaudal kartilago kira-kira perbatasan antara kulit dan
mukosa (hemitransfiksi) atau caudal septal incision (CSI) pada daerah sisi kiri septum nasi.
Septum nasi dibuka secara perlahan-lahan tanpa merusak mukosa. Semua jaringan kartilago,
granulasi, dan debris diangkat dengan menggunakan kuret dan suction. Pemasangan tampon
anterior dan pemasangan salir dilakukan untuk mencegah rekurensi. Drainase dipasang selam
2-3 hari untuk mengeluarkan darah, pus, atau jaringan kartilago yang nekrosis. Drainase
bilateral merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan perforasi septum nasi. Pada
abses bilateral atau nekrosis dari tulang rawan septum nasi dianjurkan untuk segera
melakukan eksplorasi dan rekonstruksi septum nasi dengan pemasangan implant tulang
rawan. Antibiotika sistemik diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan dan dapat
dilanjutkan selama 10 hari.4,6
1.8. KOMPLIKASI
Tulang rawan yang rusak akibat hematoma atau abses akan digantikan oleh jaringan ikat.
Kontraktur jaringan dan hilangnya penyangga pada bagian dorsum hidung merupakan

komplikasi abses septum yang dapat menimbulkan hidung pelana, retraksi kolumela dan
pelebaran dasar hidung. Apabila infeksi tidak diterapi dengan antibiotika yang adekuat dapat
timbul perforasi septum, penyebaran infeksi sehingga dapat timbul meningitis, trombosis
sinus kavernosis dan sepsis.4
Penjalaran ke intrakranial dapat melalui berbagai jalan. Pertama melalui pembuluhpembuluh vena dari segitiga berbahaya, yaitu daerah di dalam garis segitiga dari glabela ke
kedua sudut mulut. Vena-vena tersebut melalui vena angularis, vena oftalmika, vena
etmoidalis, yang akan bermuara di sinus kavernosus. Kedua, infeksi masuk melalui mukosa
hidung kemudian melalui pembuluh limfe atau pembuluh darah bermuara di sinus
longitudinal dorsalis dan sinus lateralis. Ketiga, melalui saluran limfe dari meatus superior
melalui lamina kribriformis dan lamina perpendikularis os etmoid yang bermuara ke ruang
subaraknoid. Keempat, invasi langsung dapat terjadi pada saat operasi, erosi lokal diduga
dapat juga merupakan jalan atau kebetulan ada kelainan kongenital. Kelima, selubung
perineural diduga dapat juga merupakan jalannya penjalaran infeksi, dalam hal ini selubung
olfaktorius yang menuju intrakranial melalui lamina kribriformis. Penjalaran infeksi ke
organ-organ di sekitar hidung dapat juga melalui saluran limfe dan selubung saraf olfaktorius
sehingga terjadi infeksi ke orbita dan sinus paranasal.3,6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.M

Umur

: 80 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat

: Padang

Suku Bangsa : Minang


ANAMNESIS
Keluhan Utama

: keluar nanah pada hidung kiri sejak 1 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


-

Sebelumnya pasien dirawat 3 hari karena hidung kiri berdarah disertai tensi tinggi dan

dipasang tampon pada hidung kiri


Setelah tampon dibuka pasien boleh pulang dan pasien datang control ke poli THT 5
hari kemudian

Sewaktu diperiksa dokter di poliklinik terdapat bekuan darah yang sudah mengeras di
hidung tapi susah dibersihkan dan dianjurkan untuk cuci hidung dulu dan datang lagi

control ke poli THT 3 hari kemudian


Sewaktu control berikutnya, sewaktu bekuan darah diangkat dokter menyatakan

terdapat nanah di tengah hidung dan dianjurkan untuk dirawat


Riwayat Hidung tersumbat tidak ada
Demam tidak ada,pilek tidak ada
Nyeri hidung ada
Riwayat diabetes mellitus tidak ada
Riwayat bersin-bersin lebih dari empat kali setelah terkena debu dan udara dingin

tidak ada
Riwayat trauma dan operasi pada hidung tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu


-

Pasien pernah keluar cairan dari telinga ada pada saat usia 20 tahun, lalu berobat ke
dokter spesialis.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :


-

Pasien seorang pensiunan guru

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum

: Sakit Sedang

Kesadaran

: ComposMentis

Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

Frekuensi Nadi

: 82x/menit

Suhu Tubuh

: 37oC

Pemeriksaan Generalis
Kepala
Mata : Konjungtiva : Tidak Anemis
Sklera
Toraks : Jantung
Paru
Abdomen

: Tidak Ikterik
: Tidak diperiksa
: Tidak diperiksa
: Tidak diperiksa

Ekstremitas

: Akral Hangat, Perfusi Baik

STATUS LOKALIS THT


TELINGA
Pemeriksaan

Kelainan

Dekstra

Sinistra

Daun Telinga

Kelainan

Tidak Ada

Tidak ada

Trauma

Tidak Ada

Tidak ada

Radang

Tidak ada

Tidak ada

Kelainan

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Nyeri Tekan Tragus Tidak Ada

Tidak Ada

Kongenital

Metabolik
Nyeri Tarik

Liang dan Dinding Cukup Lapang


Telinga

Sekret/Serumen

Cukup Lapang

Cukup Lapang

Hiperemis

Tidak ada

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tidak

Massa

Tidak ada

Tidak

Bau

Tidak Ada

Tidak ada

Warna

Kuning

Kuning

Jumlah

Minimal

Minimal

Sempit

Jenis
Membran Timpani
Utuh

Perforasi

Warna

Putih

Putih

Refleks Cahaya

Berkurang

Berkurang

Bulging

Tidak Ada

Tidak ada

Retraksi

Tidak Ada

Tidak ada

Atrofi

Tidak ada

Tidak ada

Jumlah Perforasi

Tidak ada

Ada

Jenis

Marginal

Kwdaran

Postero-inferior

Pinggir

Menebal dan rata

Gambar Membran
Timpani
Mastoid

Tes Garpu Tala

Tanda Radang

Tidak ada

Tidak ada

Fistel

Tidak ada

Tidak ada

Sikatrik

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri Ketok

Tidak ada

Tidak ada

Rinne

Positif

Positif

Schwabach

Memendek

Sama

dengan

pemeriksa
Weber

Lateralisasi tidak ada

Kesimpulan

Tuli sensorineural pada telinga kiri

Hidung
Pemeriksaan

Kelainan

Hidung Luar

Deformitas

Tidak Ada

Kelainan Kongenital

Tidak Ada

Trauma

Tidak Ada

Radang

Tidak Ada

Massa

Tidak Ada

Pemeriksaan

Dekstra

Sinistra

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Sinus Paranasal

Rinoskopi Anterior
Vestibulum

Cavum nasi

Vibrise

Ada

Ada

Radang

Tidak Ada

Tidak Ada

Sempit

Sempit

Tidak Ada

Tidak Ada

Ukuran

Eutrofi

Eutrofi

Warna

Merah Muda

Merah Muda

Permukaan

Licin

Krista (+)

Edema

Tidak Ada

Tidak Ada

Ukuran

Eutrofi

Eutrofi

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Licin

Licin

Edema

Tidak Ada

Tidak Ada

Cukup lapang
Sempit
Lapang

Secret

Lokasi
Jenis
Jumlah
Bau

Konka inferior

Konka media

Septum

Cukup

lurus/

Septum deviasi

deviasi

Massa

Permukaan

Licin

Licin

Warna

Hiperemis

Merah muda

Spina

Tidak Ada

Tidak Ada

Krista

Tidak Ada

Tidak Ada

Abses

Tidak Ada

Ada

Perforasi

Tidak Ada

Tidak Ada

Lokasi

Tidak Ada

Tidak Ada

Bentuk

Tidak Ada

Tidak Ada

Ukuran

Tidak Ada

Tidak Ada

Permukaan

Tidak Ada

Tidak Ada

Warna

Tidak Ada

Tidak Ada

Konsistensi

Tidak Ada

Tidak Ada

Mudah Digoyang

Tidak Ada

Tidak Ada

Pengaruh

Tidak Ada

Tidak Ada

Dekstra

Sinistra

Tidak Ada

Tidak Ada

Edema

Tidak Ada

Tidak Ada

Bifida

Tidak Ada

Tidak Ada

Vasokonstriktor
Gambar Rinoskopi
Anterior

Rinoskopi Posterior
Rinoskopi Posterior : Tid

Orofaring dan Mulut


Pemeriksaan

Kelainan

Trismus
Uvula

Palatum
+Arkus Faring

mole Simetri/tidak

Simetris

Warna

Merah Muda

Bercak/eksudat
Dinding faring

Tidak Ada

Warna

Merah Muda

Permukaan
Tonsil

Tidak bergranul

Ukuran

T1

T1

Warna

Merah muda

Merah muda

Permukaan

Licin

Licin

Peritonsil

Tumor

Gigi

Muara kripti

Normal

Normal

Detritus

Tidak Ada

Tidak Ada

Eksudat

Tidak Ada

Tidak Ada

Warna

Merah muda

Merah muda

Edema

Tidak Ada

Tidak Ada

Abses

Tidak Ada

Tidak Ada

Lokasi

Tidak Ada

Tidak Ada

Bentuk

Tidak Ada

Tidak Ada

Ukuran

Tidak Ada

Tidak Ada

Permukaan

Tidak Ada

Tidak Ada

Konsistensi

Tidak Ada

Tidak Ada

Karier/Radiks

Tidak ada

Tidak ada

Kesan
Lidah

Warna

Merah muda

Bentuk
Deviasi

Tidak Ada

Massa

Tidak Ada

Gambar orofaring

Laringoskopi Indirek : Tidak bisa dilakukan


Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher

Pada inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening leher.

Pada palpasi tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher.

Resume
Anamnesis

Seorang pria berusia 80 tahun datang kontrol ke Poli Bagian THT dengan keluhan
keluar pus dari hidung sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya pasien dirawat selama 3 hari
karena menderita epistaksispada hidung kiri dengan hipertensi dan dilakukan pemasangan
tampon. Setelah tampon dibuka pasien dipulangkan dan diminta kontrol 5 hari kemudian.
Pada pemeriksaan di poli THT ditemukan clotting pada hidung kiri dan sulit dibersihkan,
pasien dianjurkan cuci hidung dan control 3 hari kemudian. Pada kontol kedua, sewaktu
clotting diangkat, dokter menyatakan terdapat pus di septum hidung kiri, pasien dianjurkan
untuk dirawat.Tidak ada hidung tersumbat dan nyeri pada hidung.demam tidak ada, pilek
tidak ada. Riwayat diabetes mellitus tidak ada, riwayat bersin-bersin lebih dari 4 kali setelah
terkena debu dan udara dingin tidak ada.pada riwayat penyakit dahulu, didapatkan pasien
pernah mengalami telinga berair saat berusia 20 tahun dan telah berobat ke dokter spesialis.
Pada pemeriksaan telinga didapatkan perforasi pada membran timpani sinistra. Jenis
perforasi marginal, kuadran postero-inferior, pinggir sikatrik. Pada pemeriksaan hidung
didapatkan, kavum nasi dekstra dan sinistra sempit, ditemukan adanya krista pada konka
inferior sinistra, deviasi septum, dan ditemukan abses pada septum nasi sinistra.
Diagnosis Utama

: Suspect Abses Septum kavum nasi

Diagnosis Tambahan : 1. OMSK tipe aman fase tenang


2. Presbiskusis
Diagnosis Banding

: Hematoma septum

Pemeriksaan Anjuran :

1. Aspirasi abses pada septum


2. Kultur cairan nanah

Terapi

1. Insisi dan drainase abses


2. Infeksi ceftriakson

Prognosis
-

Quo ad Vitam: dubia et bonam


Quo ad Sanam : dubia et bonam
Qua ad Fungsionam : dubia et malam

BAB III
DISKUSI

DAFTAR PUSTAKA

1. Damayanti S. dan Retno W.S. Sumbatan Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2007: 118119
2. Harry A.S. Perforasi Septum Nasi. Dikutip dari www.library.usu.ac.id. Diakses pada

tanggal 13 April 2014 pukul 18.30 WIB


3. Yuan-Heng Tsao, Chao-Jung Lin, and Hsing-Won Wang. Spontaneous Nasal Septal
Abscess. J Med Sci 2005;25(5):251-254
4. Yuritna H. Abses Septum dan Sinusitis Maksila. Suplemen Majalah Kesehatan
Nusantara 2006; 9(3): 359-362
5. Debnam J.M , Gillenwater A.M. Nasal Septal Abscess in Patient with
Immunosuppression. Am.J.Neuroradiol 2007;28: 1878-79.
6. Bestari J.K dan Jon P. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Septum. Dikutip dari

www.repository.unand.ac.id. Diakses pada tanggal 13 April 2014 pukul 19.00 WIB


7. Nuty W.N. dan Endang M. Kelainan Septum dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2007: 127
8. Peter A. Hilger. Hidung dalam Boies : Buku Ajar Penyakit THT (ed. Harjanto
Effendi). EGC. Jakarta 1997:182.

Anda mungkin juga menyukai