Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ANALITIK 1


GOLONGAN ANTIBIOTIK, ANTIHISTAMIN, DAN BAHAN PENGISI

Tanggal : 31 Oktober 2014

Oleh
Muhammad Gilang Ramadhan
(31112148)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
KOTA TASIKMALAYA
2014

A. DasarTeori
Antibiotik
Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan
modern. Antibiotik adalah zat yang memiliki aktivitas bakterisid dan bakteriostatik.
Pencarian antibiotik telah dimulai sejak penghujung abad ke 18 seiring dengan
meningkatnya pemahaman teori kuman penyakit, suatu teori yang berhubungan dengan
bakteri dan mikroba yang menyebabkan penyakit.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu mekanisme bagaimana antibiotik secara
selektif meracuni sel bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut :
1. Mengganggu sintesa dinding sel, seeprti penisilin, sefalosporin, imipenem,
vankomisin, basitrasin.
2. Mengganggu

sinstesa

protein

bakteri,

seperti

klindamisin,

linkomisin,

kloramfenikol, makrolida, tetrasiklin, gantamisin.


3. Menghambat sintesa folat, seperti sulfanamida dan trimetroprin.
4. Menghambat DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.
5. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.
6. Mengganggu fungsi membrane sel, seperti polimiksin B, gramisidin.
Antihistamin
Histamin adalah suatu senyawa amina yang didalam tubuh dibentuk dari asam
amino histidin oleh pengaruh enzim histidin dekarboksilase. Hampir semua organ
dijaringan tubuh mengandung histamin itu. Zat tersebut terdapat terutama dalam selsel tertentu yaitu mastcell, dalam keadaan terikat dan tidak aktif.
Histamin dapat dibebaskan dari ikatan nya dalam bermacam-macam faktor antara
lain reaksi alergi, luka-luka berat, sinar UV dari matahari, racun ular dan tawon, enzim
proteolitik serta beberapa macam obat-obatan (opiat, tubokurarin, klordiazepoksida).
Terdapatnya histamin (aktif) berlebihan didalam tubuh, meninbulkan efek antara
lain :
1. Kontraksi otot polos bronchi, usus dan uterus.
2. Vasodilatasi semua pembuluh darah, dengan akibat hipotensi.
3. Memperbesar permeabilitas kapiler, yang berakibat udema dan pengembangan
mukosa
4. Memperkuat sekresi kelenjar ludah, air mata dan asam lambung.
5. Stimulasi ujung saraf dengan akibat erytema dan gatal-gatal.

Dalam keadaan normal jumlah histamin dalam darah cukup kecil, hanya kira-kira
50 mcg/l, sehingga tidak menimbulkan efek seperti tersebut diatas. Baru bila mastcell
pecah, histamin terlepas demikian banyak sehingga efek tersebut menjadi nyata.
Kelebihan histamin dalam darah diuraikan oleh enzim histaminase yang juga terdapat
didalam jaringan. Dalam pengobatan , untuk mengatasi efek histamin digunakan obat
antihistaminika.
Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
yang berlebihan di dalam tubuh, dengan jalan memblok reseptornya. Atas dasar jenis
reseptor histamin, dibedakan dua macam antihistaminika, yaitu :
1. Antihistaminika H1 (H1 blocker)
Zat ini menekan reseptor H1 dengan efek terhadap penciutan bronchi, usus dan
uterus, terhadap ujung saraf dan untuk sebagian terhadap sistem pembuluh
darah (vasodilatasi dan naiknya permeabilitas). Kebanyakan antihistaminika
termasuk kelompok ini.
Selain daya antihistaminika, obat-obat ini kebanyakan memiliki khasiat lain yaitu
antikolinergik, menekan SSP dan beberapa di antaranya antiserotonin dan lokal
anestesi. Berdasarkan efek tersebut, antihistaminika ini banyak digunakan untuk
mengatasi bermacam-macam gangguan, antara lain asma yang bersifat alergi,
hay fever (reaksi alergi terhadap misalnya serbuk sari bunga ), sengatan
serangga (lebah), uriticaria, kurang nafsu makan, mabuk perjalanan, Parkinson
dan sebagai sedatif hipnotika.
2. Antihistaminika H2 (H2 blocker)
Menekan reseptor H2 dengan efek terhadap hipersekresi asam klorida dan untuk
sebagian terhadap vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Obat yang termasuk
golongan ini adalah Simetidin dan Ranitidin.

Obat - Obat Tersendiri


1. Difenhidramin
Disamping khasiat antihistaminikanya yang kuat, juga bersifat sedatif,
antikolinergik, spasmodic, antiemetik dan antivertigo.Banyak digunakan dalam
obat batuk, disamping itu juga digunakan sebagai obat mabuk perjalanan, anti
gatal-gatal karena alergi dan obat tambahan pada penyakit parkinson. Efek
sampingnya mengantuk.

2. Klorfeniramin
Daya antihistaminikanya lebih kuat daripada Feniramin, dan mempunyai efek
sedatif ringan. Digunakan untuk alergi seperti rhinitis alergia, urtikaria, asma
bronchial, dermatitis atopik, eksim alergi, gatal gatal di kulit, udema
angioneurotik
3. Prometazin
Selain digunakan dalam obat batuk, juga digunakan sebagai antiemetik untuk
mencegah mual dan mabuk perjalanan, sindroma parkinson, sedativa dan
hypnotika
4. Setirizina HCl
Digunakan untuk Perineal rinitis, rinitis alergi, urtikaria idiopatik
5. Loratadine
Digunakan pada rinitis alergi, urtikaria kronik, dermatitis alergi, rasa gatal pada
hidung dan mata, rasa terbakar pada mata.

B. Alat dan Bahan


Alat :

Bahan :

1. Tabung reaksi

1. Amilum

2. Rak tabung

2. K3Fe(CN)6

3. Pipet tetes

3. HCl

4. Beaker glass

4. NaOH

5. Cawan uap

5. Fehling A dan Fehling B

6. Kawat kasadan kaki tiga

6. Zwikker

7. Spirtus

7. As. Sitrat

8. Penjepit kayu

8. H2SO4

9. Gelas ukur

9. Pb. Asetat

10.Kertas saring

10.AgNO3

11.Corong

11.Nessler
12.CaSO4
13.Diazo A dan Diazo B
14.HNO3
15.KOH
16.Piridin
17.Per. Marquis
18.FeCl3

C. Prosedur Kerja
1. Uji pendahuluan
C.1 Diagram uji pendahuluan

Bentuk

Rasa
Uji pendahuluan
Bau

Kelarutan

2. Isolasi
C.2 Diagram Isolasi

Aquadest
Sampel

Etanol

Kloroform

3. Identifikasi
C.3 Diagram identifikasi

Sampel
Organoleptik
Isolasi
Etanol :
Eritromisin ,
CTM

Air :
Kloramfenikol, ampisilin ,
tetrasiklin, rifampisin,
prometazin, gentamisin
difenilhidramin HCL,
amoxilin
Bagan
1.2 Uji Penggolongan

+ H2SO4 p

+ H2SO4 p

Coklat tua :
Eritromisin

+ HNO3 p

a. Difenilhidramin :
(kuning jingga)
b. Tetrasiklin,rifampisin,
kloramfenikol :
(Merah ungu)
c. Amoxilin :
(kuning)
d. Prometazin :
(hijau)

a. Ampisilin :
(kuning hijau)

Kuning,
jingga, ungu :
CTM

D. Hasil Pengamatan
Sampel no. 39
D.1. Tabel pengamatan identifikasi sampel no.39

No

Prosedur
Organoleptik :
Warna

Pengamatan

Kesimpulan

Putih kekuningan

Bentuk

Serbuk

Antibiotik
Bau

Khas

Kelarutan dalam air

Suspensi
(kuning)

Identifikasi :
Sampel + H2SO4 pekat

Ungu

encerkan
Sampel
K2Cr2O7
3

Dugaan

kuning

H2SO4

Sampel + FeCl3

Sampel no.39
adalah
Tetrasiklin

Coklat hitam

Coklat

Sampel + AgNO3

Sampel + Frohde

Merah anggur

Sampel + Marquis

Merah violet

Tetrasiklin

Sampel no. 103


D.2. Tabel pengamatan identifikasi sampel no.103

No

Prosedur
Organoleptik :
Warna
Bentuk

Pengamatan

Dugaan

Merah
Sirup

Antihistamin
Bau
Kelarutan dalam air

Khas
Bercampur

Kesimpulan

Identifikasi :
Sampel + H2SO4 pekat
Sampel
K2Cr2O7

H2SO4

Kuning jingga
+

Sampel + FeCl3

Sampel + DAB-HCl

Sampel no.103
adalah
Difenilhidramin
HCl

Hijau

Difenilhidramin
HCl

Sampel + AgNO3

Endapan putih jadi


ungu

Sampel + Frohde

Sampel + Marquis

Kuning merah

E. Pembahasan
Sampel no. 39
Sebelum melakukan identifikasi pertama-tama sampel no. 39

dilakukan

pengamatan organoleptis, dimana dapat diamati bahwa sampel tersebut merupakan


serbuk berwarna putih kekuningan, yang memiliki bau khas. Dari uji organoleptis ini
dapat diketahui memiliki ciri yang hampir sama dengan antibiotik tetrasiklin. Setelah
dilakukan pengamatan, sampel dilarutkan dalam aquadest, karena tetrasiklin dalam
bentuk garamnya memiliki kelarutan yang tinggi dalam aquadest. Sampel dilarutkan
dalam aquadest kemudian divorteks, tujuan divorteks adalah untuk memperluas kontak
antara pelarut dengan zat aktif yang sejenis agar mudah ditarik dari matriknya. Pada
saat proses pelarutan, terbentuk larutan berwarna kuning, yang menunjukan bahwa
sampel tersebut adalah tetrasiklin. Sampel tersebut mengandung bau yang sedikit khas.
Dari hasil identifikasi sampel tersebut selalu memberikan hasil yang positif pada
Tetrasiklin.
OH

OH

O
OH
CONH2

HCl
OH
OH

CH3

NHCH3

Gambar E.1 Tertrasiklin Hcl

Setelah didapat uji pendahuluan mengenai sampel tersebut, maka dilakukan uji
penegasan menggunakan asam sulfat. Disini sampel bereaksi dan menunjukan reaksi
warna ungu kemudian setelah diencerkan menjadi warna kuning. Hal ini terjadi karena
tetrasiklin bereaksi dengan asam sulfat, dimana asam sulfat dapat menghidrolisis
tetrasiklin yang memberikan reaksi warna ungu. Selanjutnya ketika sampel direaksikan
dengan asam sulfat dan kalium bikromat membentuk reaksi warna coklat gelap. Hal ini
terjadi karena sampel bereaksi dengan kromat yang menghasilkan warna coklat gelap.
Selanjutnya sampel direaksikan dengan besi (III) klorida menghasilkan warna coklat.
Disini sampel bereaksi dengan ion Fe2+, Fe2+ ini dapat mereduksi sampel yang
membentuk warna coklat. Disini dapat diketahui bahwa sampel no 39 ini adalah
tetrasiklin.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam
natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam
HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin sangat labil
sehingga cepat berkurang potensinya.
Sampel no.103
Selanjutnya identifikasi sampel no.103. Hal pertama yang dilakukan adalah
dilakukan pengamatan organoleptis. Dapat dilihat bahwa sampel tersebut adalah sirup
berwarna merah memiliki bau yang khas seperti sirup pada umumnya. Pada umumnya
sirup ketika dilarutkan dalam air akan bercampur. Maka dapat diketahui bahwa sampel
ini memiliki kelarutan yang baik dalam air. Sediaan sirup biasanya adalah antihistamin.
Karena jika antibiotik tidak ada dalam bentuk sirup, tetapi dalam bentuk dry sirup,
karena antibiotik tidak stabil dalam bentuk sirupnya.
Selanjutnya identifikasi sampel ini dengan asam sulfat pekat menghasilkan
warna kuning jingga. Disini asam sulfat menghidrolisis sampel dan membentuk larutan
warna kuning jingga. Ketika direaksikan dengan kalium bikromat membentuk larutan
warna hijau. Disini kromat bereaksi dengan cara mereduksi sampel sehingga sampel
membentuk larutan warna hijau. Dari dua reaksi ini dapat diduga bahwa sampel ini
adalah Difenilhidramin HCl. Untuk menegaskan apakah samel tersebut adalah
Difenilhidramin HCl maka sampel direaksikan dengan perak nitrat yang menghasilkan
endapan putih yang lama kelamaan menjadi ungu. Disini endapan putih ungu dihasilkan
dari reaksi antara Ag2+ yang dapat mereduksi garam dari difenilhidramin. Dari
identifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa sampel no.103 adalah Difenilhidramin HCl.

F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa sampel nomor 39 adalah
Tetrasiklin. Yang menghasilkan warna kuning ketika dilarutkan. Dan sampel no 103
adalah Difenilhidramin HCl.

G. Daftar Pustaka
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia ; Jakarta.
Fessenden, J, S & Fessenden, R, J. 1994. Kimia Organik edisi ketiga Jilid I. Erlangga ;
Jakarta.
Farmakope Indonesia edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
G.Ghalib, Ibnu, Prof.Dr.DEA.,Apt dan Rohman, Abdul, M.Si.,Apt. 2007. Kimia
Farmasi Analisis. PustakaPelajar; Yogyakarta.
Amirudin, A. 1993. Kamus Kimia Organic. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Harjadi, W.1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Erlangga.
Riawan,S. Kimia Organik. Tangerang : Bina Rupa Aksara .
Setiono, L.dkk. 1990. Vogel 1. Jakarta : Kalman Media Pusaka.

Anda mungkin juga menyukai