Oleh
Muhammad Gilang Ramadhan
(31112148)
A. DasarTeori
Antibiotik
Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan
modern. Antibiotik adalah zat yang memiliki aktivitas bakterisid dan bakteriostatik.
Pencarian antibiotik telah dimulai sejak penghujung abad ke 18 seiring dengan
meningkatnya pemahaman teori kuman penyakit, suatu teori yang berhubungan dengan
bakteri dan mikroba yang menyebabkan penyakit.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu mekanisme bagaimana antibiotik secara
selektif meracuni sel bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut :
1. Mengganggu sintesa dinding sel, seeprti penisilin, sefalosporin, imipenem,
vankomisin, basitrasin.
2. Mengganggu
sinstesa
protein
bakteri,
seperti
klindamisin,
linkomisin,
Dalam keadaan normal jumlah histamin dalam darah cukup kecil, hanya kira-kira
50 mcg/l, sehingga tidak menimbulkan efek seperti tersebut diatas. Baru bila mastcell
pecah, histamin terlepas demikian banyak sehingga efek tersebut menjadi nyata.
Kelebihan histamin dalam darah diuraikan oleh enzim histaminase yang juga terdapat
didalam jaringan. Dalam pengobatan , untuk mengatasi efek histamin digunakan obat
antihistaminika.
Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
yang berlebihan di dalam tubuh, dengan jalan memblok reseptornya. Atas dasar jenis
reseptor histamin, dibedakan dua macam antihistaminika, yaitu :
1. Antihistaminika H1 (H1 blocker)
Zat ini menekan reseptor H1 dengan efek terhadap penciutan bronchi, usus dan
uterus, terhadap ujung saraf dan untuk sebagian terhadap sistem pembuluh
darah (vasodilatasi dan naiknya permeabilitas). Kebanyakan antihistaminika
termasuk kelompok ini.
Selain daya antihistaminika, obat-obat ini kebanyakan memiliki khasiat lain yaitu
antikolinergik, menekan SSP dan beberapa di antaranya antiserotonin dan lokal
anestesi. Berdasarkan efek tersebut, antihistaminika ini banyak digunakan untuk
mengatasi bermacam-macam gangguan, antara lain asma yang bersifat alergi,
hay fever (reaksi alergi terhadap misalnya serbuk sari bunga ), sengatan
serangga (lebah), uriticaria, kurang nafsu makan, mabuk perjalanan, Parkinson
dan sebagai sedatif hipnotika.
2. Antihistaminika H2 (H2 blocker)
Menekan reseptor H2 dengan efek terhadap hipersekresi asam klorida dan untuk
sebagian terhadap vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Obat yang termasuk
golongan ini adalah Simetidin dan Ranitidin.
2. Klorfeniramin
Daya antihistaminikanya lebih kuat daripada Feniramin, dan mempunyai efek
sedatif ringan. Digunakan untuk alergi seperti rhinitis alergia, urtikaria, asma
bronchial, dermatitis atopik, eksim alergi, gatal gatal di kulit, udema
angioneurotik
3. Prometazin
Selain digunakan dalam obat batuk, juga digunakan sebagai antiemetik untuk
mencegah mual dan mabuk perjalanan, sindroma parkinson, sedativa dan
hypnotika
4. Setirizina HCl
Digunakan untuk Perineal rinitis, rinitis alergi, urtikaria idiopatik
5. Loratadine
Digunakan pada rinitis alergi, urtikaria kronik, dermatitis alergi, rasa gatal pada
hidung dan mata, rasa terbakar pada mata.
Bahan :
1. Tabung reaksi
1. Amilum
2. Rak tabung
2. K3Fe(CN)6
3. Pipet tetes
3. HCl
4. Beaker glass
4. NaOH
5. Cawan uap
6. Zwikker
7. Spirtus
7. As. Sitrat
8. Penjepit kayu
8. H2SO4
9. Gelas ukur
9. Pb. Asetat
10.Kertas saring
10.AgNO3
11.Corong
11.Nessler
12.CaSO4
13.Diazo A dan Diazo B
14.HNO3
15.KOH
16.Piridin
17.Per. Marquis
18.FeCl3
C. Prosedur Kerja
1. Uji pendahuluan
C.1 Diagram uji pendahuluan
Bentuk
Rasa
Uji pendahuluan
Bau
Kelarutan
2. Isolasi
C.2 Diagram Isolasi
Aquadest
Sampel
Etanol
Kloroform
3. Identifikasi
C.3 Diagram identifikasi
Sampel
Organoleptik
Isolasi
Etanol :
Eritromisin ,
CTM
Air :
Kloramfenikol, ampisilin ,
tetrasiklin, rifampisin,
prometazin, gentamisin
difenilhidramin HCL,
amoxilin
Bagan
1.2 Uji Penggolongan
+ H2SO4 p
+ H2SO4 p
Coklat tua :
Eritromisin
+ HNO3 p
a. Difenilhidramin :
(kuning jingga)
b. Tetrasiklin,rifampisin,
kloramfenikol :
(Merah ungu)
c. Amoxilin :
(kuning)
d. Prometazin :
(hijau)
a. Ampisilin :
(kuning hijau)
Kuning,
jingga, ungu :
CTM
D. Hasil Pengamatan
Sampel no. 39
D.1. Tabel pengamatan identifikasi sampel no.39
No
Prosedur
Organoleptik :
Warna
Pengamatan
Kesimpulan
Putih kekuningan
Bentuk
Serbuk
Antibiotik
Bau
Khas
Suspensi
(kuning)
Identifikasi :
Sampel + H2SO4 pekat
Ungu
encerkan
Sampel
K2Cr2O7
3
Dugaan
kuning
H2SO4
Sampel + FeCl3
Sampel no.39
adalah
Tetrasiklin
Coklat hitam
Coklat
Sampel + AgNO3
Sampel + Frohde
Merah anggur
Sampel + Marquis
Merah violet
Tetrasiklin
No
Prosedur
Organoleptik :
Warna
Bentuk
Pengamatan
Dugaan
Merah
Sirup
Antihistamin
Bau
Kelarutan dalam air
Khas
Bercampur
Kesimpulan
Identifikasi :
Sampel + H2SO4 pekat
Sampel
K2Cr2O7
H2SO4
Kuning jingga
+
Sampel + FeCl3
Sampel + DAB-HCl
Sampel no.103
adalah
Difenilhidramin
HCl
Hijau
Difenilhidramin
HCl
Sampel + AgNO3
Sampel + Frohde
Sampel + Marquis
Kuning merah
E. Pembahasan
Sampel no. 39
Sebelum melakukan identifikasi pertama-tama sampel no. 39
dilakukan
OH
O
OH
CONH2
HCl
OH
OH
CH3
NHCH3
Setelah didapat uji pendahuluan mengenai sampel tersebut, maka dilakukan uji
penegasan menggunakan asam sulfat. Disini sampel bereaksi dan menunjukan reaksi
warna ungu kemudian setelah diencerkan menjadi warna kuning. Hal ini terjadi karena
tetrasiklin bereaksi dengan asam sulfat, dimana asam sulfat dapat menghidrolisis
tetrasiklin yang memberikan reaksi warna ungu. Selanjutnya ketika sampel direaksikan
dengan asam sulfat dan kalium bikromat membentuk reaksi warna coklat gelap. Hal ini
terjadi karena sampel bereaksi dengan kromat yang menghasilkan warna coklat gelap.
Selanjutnya sampel direaksikan dengan besi (III) klorida menghasilkan warna coklat.
Disini sampel bereaksi dengan ion Fe2+, Fe2+ ini dapat mereduksi sampel yang
membentuk warna coklat. Disini dapat diketahui bahwa sampel no 39 ini adalah
tetrasiklin.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam
natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam
HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin sangat labil
sehingga cepat berkurang potensinya.
Sampel no.103
Selanjutnya identifikasi sampel no.103. Hal pertama yang dilakukan adalah
dilakukan pengamatan organoleptis. Dapat dilihat bahwa sampel tersebut adalah sirup
berwarna merah memiliki bau yang khas seperti sirup pada umumnya. Pada umumnya
sirup ketika dilarutkan dalam air akan bercampur. Maka dapat diketahui bahwa sampel
ini memiliki kelarutan yang baik dalam air. Sediaan sirup biasanya adalah antihistamin.
Karena jika antibiotik tidak ada dalam bentuk sirup, tetapi dalam bentuk dry sirup,
karena antibiotik tidak stabil dalam bentuk sirupnya.
Selanjutnya identifikasi sampel ini dengan asam sulfat pekat menghasilkan
warna kuning jingga. Disini asam sulfat menghidrolisis sampel dan membentuk larutan
warna kuning jingga. Ketika direaksikan dengan kalium bikromat membentuk larutan
warna hijau. Disini kromat bereaksi dengan cara mereduksi sampel sehingga sampel
membentuk larutan warna hijau. Dari dua reaksi ini dapat diduga bahwa sampel ini
adalah Difenilhidramin HCl. Untuk menegaskan apakah samel tersebut adalah
Difenilhidramin HCl maka sampel direaksikan dengan perak nitrat yang menghasilkan
endapan putih yang lama kelamaan menjadi ungu. Disini endapan putih ungu dihasilkan
dari reaksi antara Ag2+ yang dapat mereduksi garam dari difenilhidramin. Dari
identifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa sampel no.103 adalah Difenilhidramin HCl.
F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa sampel nomor 39 adalah
Tetrasiklin. Yang menghasilkan warna kuning ketika dilarutkan. Dan sampel no 103
adalah Difenilhidramin HCl.
G. Daftar Pustaka
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia ; Jakarta.
Fessenden, J, S & Fessenden, R, J. 1994. Kimia Organik edisi ketiga Jilid I. Erlangga ;
Jakarta.
Farmakope Indonesia edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
G.Ghalib, Ibnu, Prof.Dr.DEA.,Apt dan Rohman, Abdul, M.Si.,Apt. 2007. Kimia
Farmasi Analisis. PustakaPelajar; Yogyakarta.
Amirudin, A. 1993. Kamus Kimia Organic. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Harjadi, W.1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Erlangga.
Riawan,S. Kimia Organik. Tangerang : Bina Rupa Aksara .
Setiono, L.dkk. 1990. Vogel 1. Jakarta : Kalman Media Pusaka.