Anda di halaman 1dari 72

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I DENGAN GANGGUAN


PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT
JIWA DAERAH SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

SITI FAIZAH
NIM. P.10053

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013

STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT
JIWA DAERAH SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

SITI FAIZAH
NIM. P.10053

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Siti Faizah

NIM

: P. 10053

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah

: ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG
ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan , maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta,

Juni 2013

Yang Membuat Pernyataan

Siti Faizah
NIM.P.10053

ii

LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis ini diajukan oleh:
Nama
: Siti Faizah
NIM

: P. 10053

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah

: ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG
ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA.

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Di tetapkan di

: Surakarta

Hari/Tanggal

: Jumat, 07 Juni 2013

Pembimbing I : Amalia Agustin, S.Kep., Ns


NIK.201289111

iii

()

HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini di ajukan oleh :
Nama

: Siti Faizah

NIM

: P. 10053

Program Studi

: DIII Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah

: ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG
ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA.

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta
Di tetapkan di

: Surakarta

Hari/Tanggal

: Kamis, 13 Juni 2013

DEWAN PENGUJI

Penguji I
Penguiji II
Penguji III

: Amalia Agustin, S.Kep., Ns


NIK.201289111
: Joko Kismanto, S.Kep., Ns
NIK.200670020
: Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns
NIK.201187065

(.)
(.)
(.)

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
Stikes Kusuma Husada Surakarta

Setiyawan, S.Kep, Ns
NIK.201084050
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat, rahmat dan karunian-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI
RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Dra. Agnes Sri Hartati, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Setiyawan, S.Kep., Ns, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
3. Erlina Windyastuti, S.kep., Ns, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII
Keperawatan sekaligus dosen penguji III yang telah membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Amalia Agustin, S.Kep., Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi


demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Joko Kismanto, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji II yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan dukungan
secara moril dan matriniil untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Sahabat-sahabatku penghuni kontrakan SENIMAN yang setia dalam
berjuang bersama menempuh 3 tahun belajar di bangku akademik STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma
Husada Surakarta dan bebagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis membuka saran demi kemajuan karya studi kasus
selanjutnya. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Juni 2013

Penulis

vi

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................... ii


LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DATAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 5
C. Manfaat Penulisan ....................................................................... 5
BAB II. LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien .............................................................................. 7
B. Pengkajian .................................................................................. 7
C. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................... 13
D. Perencanaan Keperawatan ........................................................... 14
E. Implementasi Keperawatan .......................................................... 17
F. Evaluasi Keperawatan .................................................................. 19
BAB III. PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan ................................................................................. 22
B. Kesimpulan ................................................................................. 32
C. Saran ............................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Genogram ................................................................................... 9
Gambar 2.2 Pohon Masalah ......................................................................... 13

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data

Lampiran 2.

Format Pendelegasian Pasien

Lampiran 3.

Log Book

Lampiran 4.

Lembar Konsultasi

Lampiran 5.

Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Gangguan Persepsi


Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Abimanyu RSJD
Surakarta

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Organisasi kesehatan (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata mata keadaan tanpa
penyakit atau kelemahan. Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu
keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit.
Seseorang dapat bertanggung jawab dan berfungsi dengan efektif dalam
kehidupannya serta memiliki kepuasan dengan hubungan interpersonal jika
memiliki kesejahteraan fisik, sosial, maupun emosional (Videbeck, 2008).
Kesehatan
menggambarkan

jiwa

adalah

keselarasan

berbagai
dan

karakteristik

keseimbangan

positif

kejiwaan

yang
yang

mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (Yosep, 2007). Seseorang


dikatakan memiliki keseimbangan jiwa jika dapat menjalankan fungsi
individual, interpersonal, dan sosial secara berkesinambungan. Adanya
ketidakpuasan dengan karakteristik pribadi, hubungan tidak efektif terhadap
peristiwa kehidupan atau perilaku menyimpang dari budaya dapat menjadi
indikasi suatu gangguan jiwa (Videbeck, 2008).
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna

yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia


(Keliat, 2011). Menurut Yosep (dalam Daimayanti, 2010) gangguan jiwa

merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang


berhubungan dengan fisik maupun mental yang meliputi gangguan jiwa dan
sakit jiwa. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa masih mengetahui dan
merasakan kesulitannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan
masih hidup dalam alam kenyataan. Sedangkan orang yang terkena sakit jiwa
tidak memahami kesulitannya, kepribadiaanya dari segi tanggapan, perasaan,
dan dorongan motivasinya sangat terganggu. Orang tersebut hidup jauh dari
alam kenyataan.
Menurut hasil studi Bank Dunia WHO menunjukkan bahwa beban
yang ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, dimana terjadi global burden
of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1 %. Angka ini lebih
tinggi dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan malaria
(2,6%) (Simanjuntak dan Daulay, 2006).
Berdasarkan data kependudukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2010, dari 387.813 jumlah penduduk Kota Yogyakarta, 32.033 atau 8,25
persen diantaranya mengalami gangguan kesehatan jiwa. Terdiri dari 30.676
orang gangguan mental emosional, dan 1.357 orang ganguan jiwa berat.
Namun, khusus bagi yang mengalami gangguan jiwa berat, dari pendataang
RSJ Grahasia Yogyakarta tahun 2012, hanya menemukan 568 orang atau
41,86 persen dari jumlah yang ada. Sehingga masih ada 789 orang atau 58,14
persen yang belum diketahui (Setyawan, 2013).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah
skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu sindrom yang mempengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang


aneh dan terganggu. Insiden puncak awitannya adalah 15 sampai 25 tahun
untuk pria dan 25 sampai 35 tahun untuk wanita. Prevalensi skizofrenia
diperkirakan sekitar 1% dari seluruh penduduk. Di Amerika Serikat angka
tersebut menggambarkan bahwa hampir tiga juta penduduk yang sedang,
telah, atau akan terkena gangguan tesebut. Insiden dan prevalensi seumur
hidup secara kasar sama di seluruh dunia (Videbeck, 2008).
Gejala yang sering muncul pada skizofrenia adalah halusinasi dimana
gejala ini mencapai 70% dari seluruh gejala yang ada. Halusinasi
didefinisikan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal atau pikiran dan rangsangan eksternal atau dunia luar. Seseorang
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah suatu proses yang berkaitan erat dengan kepribadian
seseorang, karena itu halusinasi selalu dipengaruhi oleh pengalamanpengalaman psikologi seseorang. Misalnya seseorang yang mengalami stres,
rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Hal ini
dapat mempengaruhi perilaku menjadi maladaptif seperti suka menyendiri,
tertawa sendiri, dan respon verbal yang lambat. Apabila hal tersebut
berkelanjutan, seseorang akan menjadi terbiasa dikendalikan halusinasinya
dan tidak mampu mematuhi perintah, bahkan dalam fase yang lebih buruk,
orang yang mengalami halusinasi dapat berpotensi menjadi perilaku
kekerasan bahkan bunuh diri (Kusumawati, 2010).

Data rekam medik di RSJD Surakarta menunjukan pasien pada tahun


2012 diantaranya rawat jalan 26.449 klien, rawat inap 2.906 klien, dari rawat
inap yang mengidap penyakit skizofrenia 2.233 klien, laki-laki 1.495 (66,9%)
perempuan 738 (33,1%) (Medical record, 2012). Berdasarkan laporan periode
bulan April 2013, pasien yang dirawat di ruang Abimanyu RSJD Surakarta di
dapatkan dari 32 klien yang mengalami gangguan jiwa terdapat 16 klien yang
mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi yang rata-rata berumur
antara 23 tahun sampai 65 tahun.
Pengalaman penulis selama praktik klinik keperawatan di RSJD
Surakarta, penulis menemukan kasus halusinasi pada salah satu klien yang
sudah dirawat selama 1 bulan di ruang Abimanyu. Klien tersebut mengalami
gangguan halusinasi pendengaran, kadang terlihat berbicara sendiri, bingung,
dan sering mondar-mandir di ruangan. Apabila gangguan halusinasi
pendengaran tersebut tidak bisa terkontrol, maka dapat mengakibatkan klien
menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Berdasarkan fenomena
diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam membuat
Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Tn.I dengan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di Ruang Abimanyu
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

A. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Penulis dapat memperoleh gambaran dan pengalaman belajar secara nyata
serta dapat mengelola pasien dan penerapan diagnosa keperawatan secara
komprehensif pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah
halusinasi pendengaran.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
masalah halusinasi pendengaran.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah halusinasi pendengaran.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan masalah
halusinasi pendengaran.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan masalah
halusinasi pendengaran.

C. Manfaat penulisan
1. Bagi penulis
a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada pasien
jiwa dengan gangguan persepsi sensori :halusinasi pendengaran.

b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan


keperawatan jiwa.
c. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.
2. Bagi profesi
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap bagi instansi terkait, khususnya dalam meningkatkan
pelayanan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran.
3. Bagi institusi
a. Rumah sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah
sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa,
khususnya pada kasus halusinasi pendengaran
b. Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan, khususnya pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi dan menambah pengetahuan bagi para
pembaca.
4. Pasien dan keluarga
a. Sebagai

bahan

masukan

pada

pasien

dalam

menghadapi

permasalahannya.
b. Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pada orang tua dan
keluarga tentang perawatan pada anggota keluarga yang mengalami
halusinasi.

BAB II
LAPORAN KASUS

Bab ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan


pengelolaan studi kasus halusinasi di ruang abimanyu RSJD Surakarta pada
tanggal 25 - 27 April 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian,
analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi. Pengkajian yang dilakukan dengan metode allo anamnesa dan auto
anamnesa.
A. Identitas Klien
Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 25
April 2013 pukul 08.30 WIB didapatkan data: klien bernama Tn. I, klien
bertempat tinggal di Waru Baki Sukoharjo, umur 31 tahun, jenis kelamin
laki-laki, pekerjaan sebagai cleaning service, pendidikan klien terakhir SMA,
klien masuk RSJD Surakarta sejak tanggal 25 Maret 2013. Penanggung jawab
klien adalah Ny. S, bertempat tinggal di Sukoharjo, pekerjaan swasta, umur
48 tahun, jenis kelamin perempuan, hubungan dengan klien adalah kakak
kandung klien.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 25 April 2013 pada pukul 08.30 WIB.
Dapat diperoleh data antara lain: kakak Tn. I mengatakan 1 bulan yang lalu
Tn. I tampak bingung, gelisah, mudah emosi, susah tidur, mondar-mandir,
bicara Tn. I kacau, kadang bicara sendiri dan selanjutnya dibawa ke Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta oleh kakaknya. Tn. I dipindahkan ke ruang


Abimanyu untuk perawatan lebih lanjut. Tn. I mengatakan baru pertama kali
dirawat di RSJD Surakarta, sebelumnya Tn. I tidak mempunyai penyakit
gangguan jiwa. Tn. I mengatakan pernah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan karena putus cinta, sehingga membuatnya sering menyendiri.
Tn. I tidak pernah melakukan penganiayaan, tindakan kriminal maupun
adanya penolakan dari lingkungannya. Faktor penyebab Tn. I masuk ke
rumah sakit jiwa karena adanya faktor tekanan dari kakak Tn. I yang
menuduhnya mencuri, kemudian Tn. I dibawa kakaknya ke RSJD Surakarta.
Pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan meliputi tanda-tanda vital
Tn. I yaitu tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, suhu 36.5C,
respirasi 20 kali per menit. Ukuran tinggi badan 165 cm dan berat badan 63
kg. Dari pengkajian head to toe didapatkan data kepala bentuk mesocepal,
rambut Tn. I pendek, berwarna hitam, ikal, bersih, dan tidak beruban. Fungsi
penglihatan mata masih baik, konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak
ikterik. Telinga Tn. I simetris kanan-kiri serta tidak ada serumen. Hidung Tn.
I tidak ada sekret. Dada Tn. I simetris kanan-kiri. Paru-paru, inspeksi ekspansi
dada simetris kanan-kiri, palpasi vocal fremitus kanan-kiri sama, perkusi
sonor, auskultasi bunyi nafas vesikuler. Jantung, inspeksi ictus cordis tidak
tampak, palpasi ictus cordis teraba kuat di SIC V, perkusi suara pekak,
auskultasi bunyi S1 dan S2 murni. Abdomen, inspeksi perut datar, auskultasi
bising usus 15 kali per menit, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi tympani.
Ekstermitas klien tidak mengalami gangguan, fungsinya masih baik dan
gerakannya bebas. Tn. I tidak mengalami keluhan fisik dan tidak mempunyai
riwayat penyakit seperti kejang, asma, diabetes militus, hipertensi, maupun
penyakit jantung.

Genogram :

Tn.I
Gambar 2.1. Genogram
Keterangan :
: laki-laki

: tinggal satu rumah

: perempuan

: pasien

: meninggal

Berdasarkan pengkajian psikososial khususnya genogram, Tn. I


merupakan anak kelima dari lima bersaudara dan tinggal serumah dengan
kakak keduanya. Tidak ada anggota Tn. I yang mengalami gangguan jiwa.
Dari pengkajian pada konsep diri dalam gambaran diri, Tn. I
mengatakan tubuhnya sehat, bagian tubuh yang disukai adalah hidung dan
mata, sedangkan bagian tubuh yang tidak disukai adalah rambut karena
rambutnya ikal, tidak lurus seperti yang diinginkannya. Tn. I berumur 31
tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SMA, Tn. I berasal dari
Baki, Sukoharjo. Tn. I mengatakan belum pernah menikah, berperan sebagai
anak bungsu dari lima bersaudara, dan Tn. I mengatakan bekerja sebagai
cleaning service. Tn. I mengatakan ingin segera pulang dari rumah sakit jiwa
karena menganggap dirinya sudah sembuh dan kembali berkumpul bersama
keluarga. Pada pengkajian harga diri, Tn. I mengatakan tidak malu dengan
keadaan dirinya.

10

Berdasarkan pola hubungan sosial, Tn. I mengatakan orang terdekat


adalah kakak keduanya. Peran serta dalam kegiatan bermasyarakat, Tn. I
mengatakan aktif dalam organisasi karang taruna. Hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain, Tn. I mengatakan tidak ada hambatan karena
Tn. I dikenal masyarakat sebagai orang yang mudah berinteraksi dengan
orang lain. Nilai dan keyakinan Tn. I mengatakan beragama Islam dan
menjalankan sholat 5 waktu setiap hari.
Berdasarkan status mental, dari pengkajian penampilan, Tn. I
berseragam RSJ dan terlihat kurang rapi. Pembicaraan Tn. I lembut, tidak
mampu memulai pembicaraan, dan kadang terlihat berbicara sendiri.
Aktivitas motorik dari Tn. I, klien sehari-hari banyak menghabiskan waktu di
ruangan, tampak gelisah dan mondar-mandir, tetapi Tn. I mengatakan
mengikuti semua kegiatan yang diadakan rumah sakit. Pengkajian alam
perasaan, Tn. I mengatakan sedih karena ingin cepat pulang dan bertemu
dengan keluarganya. Saat pengkajian, afek Tn. I tumpul, hanya bereaksi
apabila ada rangsangan yang kuat. Pengkajian interaksi selama wawancara,
Tn. I ada kontak mata, kooperatif, ketika diajak interaksi mau menceritakan
masalahnya kepada perawat dan tidak memperlihatkan mempertahankan
pendapatnya sendiri. Pada pengkajian pola persepsi, Tn. I mengalami
halusinasi pendengaran, Tn. I mengatakan saat sendiri, pada malam hari
mendengar suara orang untuk menyuruhnya bernyanyi dan menjadi artis,
klien mengikuti apa yang didengarnya dan suara itu datang sehari 1 kali.
Dalam pengkajian proses pikir, pembicaraan Tn.I sirkumstansial yaitu ketika

11

diajak bicara, pembicaraan berbelit - belit tetapi sampai pada tujuan


pembicaraan. Pada pengkajian isi pikir, Tn. I mengalami gangguan pikiran
yaitu didalam pikirannya hanya terpaku pada satu ide saja tanpa berinisiatif
mencari ide lain, tetapi Tn. I tidak mengalami waham, fobia, maupun obsesi.
Berdasarkan pengkajian tingkat kesadaran, Tn. I sadar dengan
keadaannya, bisa mengenal dan mampu berorientasi dengan waktu, tempat,
kondisi, dan orang lain. Memori Tn. I tidak ada gangguan daya ingat jangka
panjang dimana Tn. I masih ingat saat Tn. I dibawa ke rumah sakit jiwa, tidak
ada gangguan daya ingat jangka pendek dimana Tn. I masih ingat nama orang
yang sudah diajak berkenalan, dan tidak ada gangguan daya ingat saat ini
dimana Tn. I ingat nama perawat yang mengajaknya bicara. Tingkat
konsentrasi Tn. I menunjukkan bahwa Tn. I tidak mampu berkonsentrasi dan
tidak fokus, tetapi Tn. I mampu menjawab penjumlahan 2 ditambah 4
hasilnya 6 dengan benar. Pada pengkajian kemampuan penilaian, Tn. I tidak
bisa mengambil keputusan sederhana secara mandiri, mau mandi dulu atau
makan. Perlu bantuan perawat untuk menganbil keputusan yang tepat.
Pengkajian daya tilik diri, Tn. I menyadari bahwa saat ini dia di rawat di
rumah sakit jiwa karena sakit, tetapi Tn. I merasa dirinya sudah membaik dan
ingin pulang.
Berdasarkan kebutuhan persiapan pulang, pada kebutuhan makan,
Tn.I mampu makan secara teratur 3 kali sehari, Tn. I makan pelan-pelan,
selalu menghabiskan makanannya, dan makan bersama-sama dengan
temannya. Pengkajian BAB dan BAK, Tn. I mampu BAB dan BAK sendiri di

12

kamar mandi, Tn. I BAB 1 kali sehari dan BAK 5 kali sehari. Tn. I
mengatakan mandi sehari 2 kali sehari dengan memakai sabun, menggosok
gigi setiap mandi, dan 2 hari sekali keramas. Tn. I mengatakan dirinya mau
berpakaian seragan RSJ dan berpakaian rapi secara mandiri. Pada pola
Istirahat tidur, Tn.I mengatakan mampu tidur dalam sehari 8 jam, pada siang
hari Tn. I tidur 1 jam dan tidur malam hari dari jam 21.00 wib sampai jam
04.00 wib, saat tidur malam terkadang Tn. I terbangun karena mendengar
suara-suara. Pada pengkajian pemeliharaan kesehatan, Tn. I mengatakan
dapat dukungan dari keluarga selama di rawat di rumah sakit jiwa dan jika
sudah pulang, Tn. I mau minum obat teratur dan mau memelihara
kesehatannya. Tn. I mengatakan kegiatan dirumah membantu kakaknya
membersikan rumah, mencuci pakaian, dan menyapu. Tn. I mengatakan
setelah pulang dari rumah sakit, Tn. I ingin kembali bekerja menjadi cleaning
service.
Berdasarkan mekanisme koping, Tn. I memiliki koping maladaptif,
klien suka menyendiri saat ada masalah. Pada pengkajian masalah psikososial
dan lingkungan, Tn.I mendapat dukungan dari keluarganya, tidak ada
masalah saat berhubungan dengan tetangga. Tn. I tidak malu dengan
pekerjaanya sebagai cleaning service dan tidak ada masalah ditempat
kerjanya. Tn. I juga mengatakan tidak ada masalah dengan ekonominya dan
kalau sakit, klien memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Pada
pengkajian tingkat pengetahuan, Tn. I tidak tahu tentang penyakit jiwa, faktor
pencetusnya, dan perjalanan penyakitnya. Tn. I mengatakan obat yang

13

diminum berwarna putih, orange dan pink. Obat itu menyebabkan pikiran
menjadi tenang. Dalam aspek medik, Tn. I didiagnosa F.20.0 (Skizofrenia
Paranoid). Terapi farmakologi yang diberikan yaitu haloperidol 2 x 1,5 mg,
berwarna pink dengan indikasi obat halusinasi, chlorpromazine 2 x 100 mg,
berwarna orange dengan indikasi obat penenang dosis tinggi, dan
triheksilfenidil 2 x 2 mg, berwarna putih dengan indikasi parkinson rileks.

C. Perumusan Masalah Keperawatan


Analisa data dilakukan pada tanggal 25 April 2013 pukul 09.00 WIB,
didapatkan data subyektif yakni, Tn. I mengalami halusinasi pendengaran,
Tn. I mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya bernyanyi dan
menjadi artis, muncul 1 kali pada malam hari, saat sendiri dan Tn. I
mengikuti apa yang didengarnya. Dari data obyektif didapatkan, Tn. I
tampak bingung, mondar-mandir, kadang berbicara sendiri, konsentrasi klien
kurang, dan koping maladaptif. Dari data tersebut penulis mengangkat
prioritas diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
Dari data prioritas diagnosa diatas, dapat dibuat pohon masalah
sebagai berikut:
Risiko perilaku kekerasan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran


Isolasi sosial: Menarik diri
Gambar 2.2: Pohon masalah halusinasi

(akibat)

(masalah utama)
(sebab)

14

D. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan dilakukan pada tanggal 25 April 2013 pukul 09.15 WIB
dengan diagnosa gangguan persepsi sensorik: halusinasi pendengaran yang
mempunyai tujuan umum tindakan keperawatan yaitu agar Tn. I dapat
mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Pada tujuan khusus pertama, setelah dilakukan interaksi 1 kali 30
menit, Tn. I dapat membina hubungan saling percaya dengan menunjukkan
tanda-tanda percaya kepada perawat. Kriteria evaluasi yaitu ekpresi wajah
bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan

perawat,

bersedia

mengungkapkan

masalah

yang

dihadapi.

Berdasarkan data tersebut, intervensi yang akan dilakukan yaitu bina


hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik, sapa Tn. I dengan ramah, perkenalkan nama lengkap, panggilan
dan tujuan berinteraksi, tanyakan nama lengkap Tn. I dan nama panggilan
yang disukai Tn. I, tunjukan sikap jujur dan menepati janji, tunjukan sikap
empati dan menerima Tn. I apa adanya, tanyakan perasaan Tn. I saat ini.
Rasionalnya yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang
terapeutik antara perawat dengan Tn. I.
Pada tujuan khusus kedua, setelah dilakukan interaksi selama 1 kali 30
menit, Tn. I dapat mengenal halusinasinya dengan kriteria evaluasi yaitu Tn. I
dapat membedakan hal nyata dan yang tidak nyata, Tn. I dapat mengenal
tentang isi halusinasinya, waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi,

15

situasi kondisi yang menimbulkan halusinasi, dan responnya saat mengalami


halusinasi dengan intervensi yaitu adakan kontak sering dan singkat secara
bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya yaitu jika
Tn. I sedang halusinasi, tanyakan apakah Tn. I mengalami sesuatu, jika Tn. I
menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat
percaya Tn. I mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak
mengalaminya, katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
Katakan bahwa perawat akan membantu Tn. I, jika Tn. I tidak sedang
mengalami halusinasi, klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan Tn. I tentang: jenis, isi, waktu, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, dan apa yang
dirasakan

jika

terjadi

halusinasi.

Beri

kesempatan

Tn.

untuk

mengungkapkan perasaannya, diskusikan dengan Tn.I apa yang dilakukannya


untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan tentang dampak yang akan
dialaminya bila Tn. I menikmati halusinasinya. Rasionalnya yaitu peran serta
aktif Tn. I sangat menentukan efektifitas tindakan keperawatan yang
dilakukan.
Pada tujuan khusus ketiga, setelah dilakukan interaksi selama 1 kali
30 menit, Tn. I dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil yang
dicapai yaitu Tn. I dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya, Tn. I dapat memperagakan cara baru
untuk mengatasi halusinasinya, dan Tn. I dapat melaksanakan cara baru
ketika halusinasinya muncul. Intervensinya yaitu identifikasi bersama Tn. I

16

cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi misalnya: tidur,
marah, atau menyibukkan diri. Diskusikan cara yang digunakan Tn. I, jika
cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladaptif
diskusikan kerugian cara tersebut, diskusikan cara baru untuk mengontrol
timbulnya halusinasi yaitu cara menghardik halusinasi, cara kedua dengan
menemui orang lain untuk menceritakan halusinasinya, dan cara ketiga
melakukan aktivitas yang terjadwal. Bantu Tn. I memilih cara yang sudah
dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan
cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan
dilatih, jika berhasil beri pujian. Rasionalnya adalah Tn. I dapat memilih dan
melaksanakan cara baru mengontrol halusinasi.
Pada tujuan khusus keempat, setelah dilakukan interaksi 1 kali 30
menit, Tn. I dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
dengan kriteria evaluasi yaitu keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti
pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi, dengan intervensi yaitu buat kontrak waktu, tempat, dan topik
dengan keluarga, diskusikan pada keluarga tentang pengertian halusinasi,
tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat
dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-obatan
halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah misalnya
beri kegiatan, jangan biarkan sendirian, makan bersama, memantau obatobatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi. Beri informasi

17

waktu kontrol kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika
halusinasi tidak bisa diatasi dirumah. Rasionalnya yaitu keluarga mampu
merawat Tn. I dengan halusinasi saat berada di rumah secara mandiri untuk
mendukung kesembuhan Tn. I.
Pada tujuan khusus kelima, setelah dilakukan interaksi selama 1 kali
30 menit, Tn. I dapat memanfaatkan obat dengan baik dengan kriteria hasil
yaitu Tn. I menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat,
nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping minum obat, Tn. I
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, Tn. I menyebutkan
akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter dengan intervensi yaitu
diskusikan dengan Tn. I tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat,
pantau Tn. I saat penggunaan obat, beri pujian jika Tn. I menggunakan obat
dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter, anjurkan Tn. I untuk konsultasi dengan dokter jika terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan. Rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan
motivasi Tn. I untuk minum obat secara teratur.

E. Implementasi Keperawatan
Implementasi untuk diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran dilaksanakan pada tanggal 25 April 2013, pukul 10.30
WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 1 yaitu membantu mengenal
halusinasi Tn. I, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan mengajarkan

18

cara pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi. Penulis


membina hubungan saling percaya dengan Tn. I, mengajak berkenalan
dengan Tn. I, menanyakan tentang perasaan Tn. I, mengidentifikasi jenis
halusinasi yang dialami Tn. I, mengidentifikasi isi halusinasi Tn. I,
mengidentifikasi frekuensi halusinasi yang dialami Tn. I, mengidentifikasi
waktu terjadinya halusinasi, mengidentifikasi respon Tn. I, menjelaskan cara
mengontrol halusinasi mengajarkan dan melatih cara pertama mengontrol
halusinasi dengan menghardik, memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Respon Tn I, Tn. I mampu mengenal halusinasinya dan mau menggunakan
cara menghardik saat halusinasinya muncul.
Implementasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 26 April 2013,
10.00 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 2 yaitu mengajari cara
mengontrol halusinasi yang kedua yaitu dengan cara menemui orang lain dan
bercakap-cakap. Penulis menanyakan tentang perasaan Tn. I, menanyakan
tentang halusinasi yang dialami oleh Tn. I apakah masih terjadi, validasi
waktu, isi, frekuensi, dan respon Tn. I. Penulis mengevaluasi cara pertama
mengontrol halusinasi yaitu dengan menghardik. Penulis bersama Tn. I
mendiskusikan dan memilih cara yang diambil Tn. I dalam mengontrol
halusinasi,

mendiskusikan

terapi

kelompok

yang

telah

dilakukan,

menganjurkan Tn. I untuk mengalihkan perhatian dengan mengobrol dengan


orang lain, tidur atau istirahat, beraktivitas sesuai jadwal dan menghardik
halusinasi. Responnya, Tn. I mampu menggunakan cara pertama dengan

19

menghardik dengan benar dan Tn. I mau untuk mengalihkan perhatian dengan
bercakap-cakap dengan orang lain.
Implementasi pada hari ketiga dilaksanakan tanggal 5 April 2013
pukul 11.00 WIB. Penulis mengevaluasi strategi pelaksanaan 1 cara
menghardik dan cara 2 yaitu menemui orang lain dan bercakap-cakap. Penulis
melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu mengajari cara mengontrol halusinasi
yang ketiga dengan melakukan aktivitas. Penulis mengidentifikasi bersama
Tn. I cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi, mendiskusikan
cara yang digunakan Tn. I yaitu melakukan aktivitas dan memberi pujian
pada Tn. I jika bisa melakukannya, memotivasi Tn. I dalam melakukan
aktivitas untuk menghilangkan halusinasinya, membantu membuat dan
melaksanakan jadwal kegiatan harian yang telah disusun Tn. I, meminta
teman, keluarga, atau perawat untuk menyapa Tn. I jika sedang halusinasi,
membantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk
mencobanya, memberi kesempatan pada Tn. I untuk melakukan cara yang
dipilih dan dilatih. Responnya, Tn. I mampu menggunakan cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain. Tn. I
juga mau melaksanakan semua aktivitas sesuai jadwal yang telah disusun.

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran dilakukan tanggal 25 April 2013 pukul 11.00 WIB,
adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan adalah secara subyektif Tn. I

20

mengatakan senang berkenalan dengan penulis, Tn. I mengatakan masih


mendengar bisikan suara setiap hari, Tn. I mengatakan suara itu tiba-tiba
muncul, Tn. I mengatakan bersedia diajari cara pertama yaitu menghardik dan
bersedia memasukkan cara yang telah dilatih kedalam jadwal kegiatan harian.
Selain itu, secara obyektif klien kooperatif saat diajak interaksi, Tn. I mau
berjabat tangan, menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan, kontak
mata Tn. I ada saat interaksi, Tn. I bersedia menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh penulis, Tn. I bersedia menceritakan masalahnya, Tn. I
memperhatikan

cara

menghardik

yang

diajarkan,

Tn.

bersedia

mempraktekkan cara menghardik seperti yang diajarkan, Tn. I memasukkan


jadwal kegiatan harian. Hasilnya Tn. I mampu melakukan cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik sehingga dapat dianalisis bahwa masalah
teratasi. Rencana selanjutnya adalah mengevaluasi strategi pelaksanaan 1
yaitu cara menghardik halusinasi dan lanjutkan strategi pelaksanaan 2 yaitu
menemui orang lain untuk diajak bercakap-cakap.
Evaluasi tanggal 26 April 2013 pukul 10.30 WIB, dengan hasil yang
penulis dapatkan adalah Tn. I mengatakan kemarin sudah diajarkan cara
bagaimana untuk mengahardik, Tn. I mengatakan mendengar suara-suara saat
sendiri, Tn. I mengatakan setelah menghardik suara itu hilang. Tn. I bersedia
diajari cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain untuk
bercakap-cakap. Tn. I tampak menjawab pertanyaan dari perawat, tetapi
terkadang Tn. I sedih ketika membicarakan tentang keluarga karena Tn. I
ingin cepat pulang dijemput keluarganya, Tn. I bersedia mempraktekkan cara

21

mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain untuk bercakap-cakap, dan


bersedia memasukkan ke jadwal harian. Hasilnya Tn. I mampu melakukan
cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain untuk bercakap-cakap
sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi. Rencana selanjutnya adalah
mendokumentasikan, evaluasi strategi pelaksanaan 2 yaitu mengontrol
halusnasi dengan cara menemui orang lain dan bercakap-cakap.
Evaluasi pada tanggal 27 April 2013 pukul 11.30 WIB, dengan hasil
yang penulis dapatkan adalah Tn. I mengatakan selalu berusaha untuk
berkumpul dan melakukan aktivitas, Tn. I mengatakan masih mengenali
perawat dan masih ingat bagaimana cara menghardik dan menemui orang lain
maupun bercakap-cakap, Tn. I mengatakan tidak ada masalah dengan
pergaulan, berinteraksi dalam melakukan aktivitas misalnya: mengaji, shalat,
menyapu, dan membersihkan tempat tidur. Selain itu Tn. I juga kooperatif
saat diajak berinteraksi, kontak mata Tn. I ada saat interaksi, Tn. I bersedia
berinteraksi dengan penulis, Tn. I bersedia duduk berdampingan dengan
penulis, Tn. I bersedia memilih cara menemui orang lain yang dipilihkan oleh
penulis, Tn. I mampu melakukan aktivitasnya saat ini yaitu membersihkan
tempat tidur. Hasilnya Tn. I mampu melakukan cara mengontrol halusinasi
dengan melakukan aktivitas sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi.
Rencana selanjutnya adalah menganjurkan Tn. I belajar mengontrol
halusinasi dengan cara mengahardik, menemui orang lain untuk bercakapcakap dan melakukan aktivitas.

BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan
antara konsep dasar teori dan kasus nyata Tn. I diruang Abimanyu RSJD
Surakarta. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian
merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis
untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan
komunitas. Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien,
alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental,
kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan
lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan data
penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn. I, observasi secara
langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn. I serta dari status Tn. I.
Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung
dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn. I. Namun, disaat
pengkajian tidak ada ada anggota keluarga Tn. I yang menjenguknya
sehingga, penulis tidak memperoleh informasi dari pihak keluarga.

22

23

Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor presipitasi


pada klien dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa, dan tidak berdaya. Adanya faktor tekanan dari kakak Tn. I yang
menuduhnya mencuri merupakan faktor penyebab Tn. I masuk ke rumah
sakit jiwa. Menurut Sunardi (2005) faktor predisposisi gangguan halusinasi
dapat muncul sebagai proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian
seseorang, karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
psikologis seseorang. Hal ini juga dialami Tn. I yang memiliki masa lalu
yang tidak menyenangkan yaitu putus cinta, sehingga menyebabkan Tn. I
sering menyendiri. Namun, Tn. I tidak pernah melakukan penganiayaan,
tindakan kriminal maupun adanya penolakan dari lingkungannya.
Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010)
adalah sebagai berikut: bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu
mandiri dalam mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; bicara kacau
kadang-kadang tidak masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan;
tampak

bingung;

mondar-mandir;

konsentrasi

kurang;

perubahan

kemampuan memecahkan masalah, dan menarik diri. Gejala-gejala tersebut


juga dialami oleh Tn. I seperti: Tn. I tampak berbicara sendiri, mondarmandir, Tn. I mampu mandi secara mandiri tetapi belum rapi dalam
berpakaian dan berhias diri, Tn. I berbicara berbelit-belit namun sampai juga
pada tujuan pembicaraan, Tn. I merasa sedih karena ingin cepat pulang, Tn.I
tidak mengalami kecemasan namun mengalami penumpulan pada afeknya

24

yang hanya bereaksi jika ada rangsangan, konsentrasi Tn. I kurang, dan
mengalami perubahan dalam memecahkan masalah, dimana Tn. I suka
menyendiri atau menghindar jika ada masalah.
Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan
isi halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi,
serta respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional
difokuskan pada pola persepsi pada Tn. I, didapatkan data bahwa Tn. I
mengalami halusinasi pendengaran. Tn. I mendengar suara-suara untuk
menyuruhnya bernyanyi dan menjadi artis ketika sedang sendiri. Tn. I
mengikuti apa yang didengarnya dan suara itu datang sehari 1 kali, pada
malam hari.
Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi
gangguan isi pikir antara lain: waham, fobia, keadaan orang lain yang
dihubungkan dengn dirinya sendiri, dan pikiran terpaku pada satu ide saja.
Hal ini juga ditemukan pada Tn. I yang mengalami gangguan pikiran yaitu
didalam pikirannya hanya terpaku pada satu ide saja tanpa berinisiatif
mencari ide lain. Menurut Videbeck (2008) penilaian pada klien gangguan
halusinasi sering kali terganggu. Klien keliru menginterprestasi lingkungan,
sehingga klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri akan keamanan,
perlindungan, dan menempatkan dirinya dalam keadaan bahaya. Hal ini juga
dialami Tn. I yang mengalami kegagalan dalam mengambil keputusan
sederhana secara mandiri, perlu bantuan perawat untuk mengambil
keputusan yang tepat.

25

Menurut Keliat dkk (2011) terapi farmakologi gangguan halusinasi


adalah dengan menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol,
chlorpromazine, triheksilfenidil, dan obat antipsikotik lainnya. Menurut ISO
atau Informasi Spesialite Obat (2010-2011) haloperidol atau haldol
merupakan golongan antipsikosis yang digunakan sebagai terapi gangguan
cemas, gagap, skizofrenia akut dan kronik, halusinasi, dan paranoid dengan
sediaan

tablet 0,5 mg, 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg per ml. Terapi

chlorpromazine adalah golongan antipsikotik yang mengurangi hiperaktif,


agresif atau obat penenang dan agitasi dengan sediaan tablet 25 mg, 50 mg,
100 mg, injeksi: 25 mg per ml. Perawat perlu memahami efek samping yang
sering ditimbulkan oleh obat psikotik seperti: mengantuk, tremor, kaku otot,
dan hipersaliva. Untuk mengatasi ini biasanya dokter memberikan obat
parkinsonisme yaitu triheksilfenidil, untuk obat anti parkinson dengan
sediaan tablet 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg per ml. Terapi yang sama juga
diperoleh Tn. I setelah dikolaborasikan dengan dokter yaitu terapi obat
triheksilfenidil (thp) 2 x 2 mg, chlorpromazine (cpz) 2 x 100 mg,
haloperidol (hlp) 2 x 1,5 mg.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa
diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana
diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau
bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan

26

perhatian utama diagnosa keperawatan. Menurut Kusumawati&Yudi (2010)


pada pohon masalah dijelaskan bahwa gangguan isolasi sosial: menarik diri
merupakan etiologi, gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan
masalah utama (core problem) sedangkan resiko perilaku kekerasan
merupakan akibat. Namun, pada kasus Tn. I, pada analisa data penulis lebih
memprioritaskan

diagnosa

keperawatan

gangguan

persepsi

sensori:

halusinasi pendengaran.
Menurut NANDA (2009-2011) pada diagnosa gangguan persepsi
halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku,
perubahan dalam menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk,
gelisah, dan distorsi sensori seperti berbicara sendiri, tertawa sendiri,
mendengar suara yang tidak nyata, dan mondar-mandir. Data yang
memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran yaitu data subyektif yang diperoleh yaitu Tn. I
mengalami halusinasi pendengaran, Tn I mendengar suara-suara untuk
menyuruhnya bernyanyi dan menjadi artis. Tn. I mengikuti apa yang
didengarnya, suara itu muncul sehari 1 kali di malam har,i dan muncul saat
sendiri. Sedangkan data obyektif yang didapatkan, Tn. I tampak bingung,
mondar-mandir, sering berbicara sendiri, konsentrasi kurang, dan koping
maladaptif, dimana klien suka menyendiri atau menghindar jika ada
masalah.

27

3. Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan
merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.
Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis
pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi.
Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori,
karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP
(Standart Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan. Dalam kasus
penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional dari setiap tindakan
keperawatan.
Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum yaitu berfokus
pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis keperawatan dan dapat
dicapai jika serangkaian tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus
pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki.
Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan
klien. Kemampuan pada tujuan khusus terdiri atas tiga aspek yaitu
kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif yang perlu dimiliki klien
untuk menyelesaikan masalahnya.
Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinasi, antara lain: tujuan

28

khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional


dari tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar
interaksi terapeutik antara perawat dan klien. Tujuan khusus kedua, klien
dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi,
waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya.
Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien sangat menentukan
efektifitas tindakan keperawatan yang dilakukan.
Menurut Rasmun (2009) tujuan khusus ketiga, klien dapat melatih
mengontrol halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan
beraktivitas secara terjadwal. Rasionalnya adalah tindakan yang biasa
dilakukan klien merupakan upaya mengatasi halusinasi. Tujuan khusus
keempat, klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi
dengan rasionalnya keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi saat
berada di rumah. Tujuan khusus kelima, klien dapat memanfaatkan obat
untuk mengontrol halusinasi dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan
pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur. Hal
tersebut juga penulis rencanakan pada klien dengan tujuan umum untuk
mengontrol halusinasi dan lima tujuan khusus halusinasi yang telah
diuraikan diatas.
Setiap

akhir

tindakan

strategi

pelaksanaan

dapat

diberikan

reinforcement positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas


keberhasilan Tn. I. Reinforcement positif adalah penguatan berdasarkan

29

prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus


yang mendukung atau rewarding. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah
berupa hadiah seperti permen, kado, atau makanan, perilaku sepeti senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan
jempol, atau penghargaan (Ngadiran, 2010). Reinforcement positif memiliki
power atau kemampuan yang memungkinkan tindakan yang diberi
reinforcement positif akan dilakukan secara berulang oleh pelaku tindakan
tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran pelaku tindakan itu sendiri
(Ngadiran, 2010). Hal ini sesuai dengan intervensi yang dilakukan penulis
yaitu memberikan reinforcement positif

kepada Tn. I ketika Tn. I

melakukan setiap strategi pelaksanaan dengan baik.

4. Implementasi Keperawatan
Menurut Effendy (dalam Nurjannah, 2005) implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini
terdiri dari tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau
kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan
(dependent). Penulis dalam melakukan implementasi menggunakan jenis
tindakan mandiri dan saling ketergantungan.
Menurut Keliat (2009) implementasi yang dilaksanakan antara lain:
pada tanggal 25 April 2013 pukul 10.30 WIB, Penulis melakukan strategi
pelaksanaan 1 yaitu membantu mengenal halusinasi pada Tn. I, menjelaskan

30

cara mengontrol halusinasi, dan mengajarkan cara pertama mengontrol


halusinasi dengan menghardik halusinasi. Tn. I dilatih untuk mengatakan
tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan
halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, Tn. I akan mengendalikan diri dan
tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada,
tetapi dengan kemampuan ini, Tn. I tidak akan larut untuk menuruti
halusinasinya. Kemudian memberikan reinforcement positif kepada Tn. I
apabila Tn. I berhasil mempraktekkan cara menghardik halusinasi. Respon
Tn. I, Tn. I mampu mengenal halusinasinya dan mau menggunakan cara
menghardik saat halusinasinya muncul.
Menurut Keliat (2009) implementasi

kedua dilaksanakan pada

tanggal 26 April 2013, pukul 10.00 WIB. Penulis melakukan strategi


pelaksanaan 2 yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Penulis melakukan validasi dan evaluasi
cara pertama yaitu menghardik halusinasi. Penulis melatih cara mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap. Ketika Tn. I bercakap-cakap dengan
orang lain, terjadi adanya distraksi dan fokus perhatian Tn. I akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Kemudian
memberikan reinforcement positif kepada Tn. I apabila Tn. I berhasil
mempraktekkannya. Respon dari Tn. I, Tn. I mampu menggunakan cara
pertama dengan menghardik dengan benar dan Tn. I mau untuk
mengalihkan perhatian dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

31

Menurut Keliat (2009) implementasi hari ketiga dilaksanakan tanggal


27 April 2013 pukul 11.00 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 3
yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas
terjadwal. Penulis melakukan validasi dan evaluasi strategi pelaksanaan 1
dan 2, kemudian mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktivitas terjadwal. Dengan aktivitas secara terjadwal, Tn. I tidak
akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan
halusinasi. Penulis memberikan reinforcement positif kepada Tn. I apabila
Tn. I berhasil mempraktekkannya dengan baik. Respon dari Tn. I, Tn. I
mampu menggunakan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan
bercakap-cakap dengan orang lain. Tn. I juga mau melaksanakan semua
aktivitas sesuai jadwal yang telah disusun.

5. Evaluasi
Menurut Kurniawati (dalam Nurjannah, 2005) evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus
serta umum yang telah ditentukan. Pada kasus ini, penulis hanya
menggunakan evaluasi sumatif. Pada pelaksanaan strategi 1 tanggal 25
April 2013 pukul 11.00 WIB, Tn. I berhasil melakukan dengan baik dalam
mengenal halusinasi dan klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara

32

menghardik, sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi. Pada


pelaksanaan strategi 2 tanggal 26 April 2013 pukul 10.30 WIB, Tn. I
mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain
untuk bercakap-cakap, sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi.
Pada pelaksanaan strategi 3 tanggal 27 April 2013 pukul 11.30 WIB, Tn. I
juga mampu melakukan aktivitas secara terjadwal, sehingga dapat
disimpulkan bahwa masalah teratasi.
Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan
kekurangan penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang
diharapkan. Dalam melaksanakan strategi pelaksanaan 4 dan 5, penulis
mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas di ruang Abimanyu.

B. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada Tn. I dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran yang telah penulis lakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.

Pada pengkajian, diperoleh data subyektif bahwa Tn. I mengalami


halusinasi pendengaran, Tn. I mengatakan mendengar suara-suara untuk
menyuruhnya bernyanyi dan menjadi artis. Tn. I mengikuti apa yang
didengarnya. Suara itu datang sehari 1 kali, di waktu malam hari, dan
muncul saat sendiri. Data obyektif yang didapatkan bahwa Tn. I tampak
bingung, sering mondar-mandir, sering berbicara sendiri, konsentrasi
kurang, dan koping maladaptif.

33

2.

Diagnosa keperawatan yang muncul saat dilakukan pengkajian pada Tn. I


adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

3.

Rencana keperawatan yang dilakukan penulis pada Tn. I yaitu dengan


tujuan umum agar Tn. I dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Intervensi juga dilakukan dengan lima tujuan khusus, diantarannya: tujuan
khusus 1 yaitu Tn. I dapat membina hubungan saling percaya, tujuan khusus
2 yaitu Tn. I dapat mengenal halusinasi, tujuan khusus 3 yaitu Tn. I dapat
melatih mengontrol halusinasinya dengan melatih cara menghardik
halusinasi,

bercakap-cakap

dengan

orang

lain,

dan

mengalihkan

halusinasinya dengan beraktivitas secara terjadwal, tujuan khusus 4 yaitu


Tn. I dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi, dan tujuan
khusus 5 yaitu Tn. I dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi.
4.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama 3 hari kepada Tn. I.


Tn. I mampu melaksanakan strategi pelaksanaan 1 sampai 3 yaitu Tn. I telah
mampu mengenal halusinasinya, Tn. I mampu mengontrol halusinasinya
dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, dan melakukan
aktivitas secara terjadwal.

5.

Evaluasi tindakan yang dilakukan penulis sampai pada strategi pelaksanaan


3. Tn. I berhasil dalam mengenal halusinasinya dan berhasil mengontrol
halusinasinya dengan menghardik, bercakap-cakap bersama orang lain, dan
melakukan aktivitas terjadwal. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai
keadaan klien dan kekurangan penulis tidak bisa mencapai batas maksimal
pada rencana yang diharapkan. Dalam melaksanakan strategi pelaksanaan 4

34

dan 5, penulis mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas di


ruang Abimanyu.

C. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan
untuk perbaikan dan peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah:
1. Bagi institusi
a. Menambah referensi karya tulis ilmiah tentang masalah keperawatan
jiwa khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi.
b. Memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai adanya perumusan
diagnosa tunggal khususnya pada asuhan keperawatan jiwa gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
2. Bagi perawat
a. Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien khususnya pada masalah gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran.
b. Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedure)
yang ditetapkan.
3. Bagi rumah sakit
a. Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan keperawatan
khususnya pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran.

35

b. Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standart Operasional


Prosedure dan dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
4. Bagi klien dan keluarga
a. Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan
oleh dokter dan perawat untuk mempercepat proses kesembuhan klien.
b. Keluarga diharapkan mampu memberi dukungan pada klien dalam
mengontrol halusinasi baik di rumah sakit maupun di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Daimayanti Mukhripah. (2010). Komunikasi


Keperawatan. Refika Aditama: Jakarta.

Terapeutik dalam Praktik

Ikatan Apoteker Indonesia. (2010). Informasi Spesialite Obat: ISO Indonesia.


Volume 45, 2010-2011. ISFI: Jakarta.
Keliat Budi Anna & Akemat. (2009). Model Praktik Keparawatan Profesional
Jiwa. EGC: Jakarta.
Keliat Budi Anna et all. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. EGC:
Jakarta.
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Salemba Medika: Jakarta.
Nanda Internasional. (2011). Nanda International: Diagnosa Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. EGC: Jakarta.
Ngadiran Antonius. (2010). Studi Fenomena Pengalaman Keluarga Tentang
Beban Dan Sumber Dukungan Keluarga Dalam Merawat Klien Dengan
Halusinasi. Tesis, FIK UI. www.proquest.com. Diakses tanggal 28 April
2013.
Nurjannah Intansari. (2005). Aplikasi Proses Keperawatan Pada Diagnosa Resiko
Kekerasan Diarahkan Pada Orang Lain Dan Gangguan Sensori Persepsi.
Moco Medika: Yogyakarta.
Rasmun. (2009). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. EGC: Jakarta.
Setyawan Priyo. (2013). Penderita Gangguan Jiwa di Yogyakarta Tinggi, http://
daerah.sindonews.com/read/2013/02/26/22/721889/penderita-gangguanjiwa-di-yogya-tinggi. Diakses tanggal 28 April 2013.
Simanjuntak Ida Tiur & Daulay Wasrdiyah. (2006). Hubungan Pengetahuan
Keluarga dengan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Anggota
Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah sakit Jiwa Propinsi
Sumatra Utara, Medan. http://scrib.com/2006/05/Jurnal-KeperawatanRufaidah-Sumatera-Utara/Vol-2/No-1/. Diakses tanggal 26 April 2013.
Stuart Gail W, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Sunardi dkk. (2005). Psikiatri: Konsep Dasar Dan Gangguan-gangguan. Refika


Aditama: Bandung.
Videbeck Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Yosep Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Refika Aditama: Bandung.
Yosep Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Refika Aditama: Bandung.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Siti Faizah

Tempat, tanggal lahir

: Salatiga, 21 Februari 1991

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat Rumah

: Jalan Tegalrejo Raya RT 04 RW 05 No. 11, Kel.


Tegalrejo, Kec. Argomulyo, Salatiga.

Riwayat Pendididkan : - TK Aisyiah B. Atfal 4 Salatiga Lulus tahun 1997


-

SD Negeri Tegalrejo 4 Salatiga Lulus tahun 2003

SMP Negeri 6 Salatiga

Lulus tahun 2006

SMA Negeri 3 Salatiga

Lulus tahun 2009

STIKES Kusuma Husada Surakarta Program Studi


DIII Keperawatan angkatan 2010

Riwayat Pekerjaan

: -

Riwayat Organisasi

:-

Sie Pendidikan & Kewarganegaraan OSIS SMP


Negeri 6

Sie Kerohanian Islam (SKI) SMA Negeri 3

Sekretaris Karang Taruna

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai