Oleh:
Yoga Malanda, S. Ked
04101001023
Dosen Pembimbing :
Dr. Hj. Devi Azri Wahyuni, SpM
HALAMAN PENGESAHAN
TELAAH ILMIAH
berjudul
PARESE NERVUS ABDUCENS
Oleh
telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad
Hoesin Palembang periode 17 Maret 2014 21 April 2014
Palembang,
April 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan telaah ilmiah dengan judul Parese Nervus Abducens
. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hj. Devi Azri
Wahyuni, SpM selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian telaah ilmiah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para residen, teman-teman koas, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian telaah ilmiah ini.
Penulis menyadari sepunuhnya bahwa penyusunan telaah ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan telaah ilmiah ini, semoga bermanfaat. Amin
Palembang,
April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHA ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2
2.1. Anatomi dan fisiologi ...................................................................................... 2
2.2. kelainan Nervus VI .......................................................................................... 7
2.3. Lesi Nervus Abdusen pada Mata ..................................................................... 8
2.4. Penatalaksanaan dan Prognosis...................................................................... 11
BAB III KESIMPULAN....................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nervus VI merupakan salah satu saraf otak yang mengatur gerakan bola mata.
Nervus kranial keenam yang juga disebut sebagai nervus abdusen adalah saraf eferen
somatik yang Mengontrol pergerakan otot tunggal yaitu otot rektus lateralis dari mata.
Nervus abducens muncul di antara pons dan mendula dan menempuh jalan di atas
clivus ke klinoid posterior, menembus dura, dan berjalan di dalam sinus kavernosus.
(semua nervus lain berjalan melalui dinding lateral sinus karvernosus.) setelah melalui
fissure orbitalis superior di dalam anulus Zinn, nervus itu berlanjut ke lateral untuk
mensarafi muskulus rektus lateralis.1
Disfungsi dari nervus kranial keenam ini dapat terjadi dari lesi sepanjang
nukleus nervus keenam pada dorsal pons dan otot rektus lateral dalam orbital. Lesi
nervus ini merupakan kelainan nervus VI yang didapat. Lesi N. VI akan melumpuhkan
otot rektus lateralis, sehingga mata akan terganggu saat melirik ke arah luar (lateral,
temporal) dan akan terjadi diplopia. Bila penderita melihat lurus ke depan posisi mata
akan terlihat sedikit mengalami adduksi. Ini karena aksi dari otot rectus medialis yang
tidak terganggu.10
Lesi dari nervus kranial keenam sering terjadi, sebagian besar disebabkan
trauma, sindrom, inflamasi, tumor ataupun karsinoma. Terdapat beberapa tempat yang
potensial terjadi lesi pada N.VI yaitu lesi tingkat nukleus atau fasikulus, lesi tingkat
subarakhnoid/basiler, lesi tingkat puncak petrosus, lesi tingkat sinus kavernosus dan
orbita. Lesi tingkat Nukleus dapat disebakan karena Horizontal gaze palsy, Sindrom
Mobius, dan Sindrom Duane rektraksi, Lesi pada tingkat fasikulus disebabkan karena
Palsi kranial nervus VI terisolasi, Anterior paramedial pons Ipsilateral CN VI palsy,
ipsilateral CN VII palsy, dan mungkin juga karena hemiparesis. Etiologi dari lesi pada
tingkat basiler yaitu infeksi TBC, jamur, bakteri, invasi langsung tumor dari sinus, fosa
posterior, nasofaring, sifilis meningovaskuler, sarkoidosis, Guillain-Barre Syndrome
dan herpes zoster.3
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan referat ini untuk menanmbah pengetahuan tentang parese
nervus abducens.
5
BAB II
TINJAUANPUSTAKA
Dari inti N. Abducens Syaraf ini melewati Tegmentum Pontis dan keluar dari
sebelah ventral batang otak setinggi Pons Medullary Junction, tepatnya diperbatasan
Pons dengan pyramid. Setelah keluar dari batang otak syaraf ini masuk ke dalam
sistema Pontis dan berjalan ke rostral antara Pan dan Clivus, menuju apex os Petrosus.
Ditempat ini N. Abducens masuk kedalam Canalis Dorello dan menembus durameter
untuk selanjutnya masuk ke dalam Sinu Cavemosus di laterocaudal dari a. Carotis
Intema dan medial dari N Opthalmicus. Dari Sinus Cavernosus Syaraf ini masuk ke
dalam Cavun orbita melalui Fissura Orbitalis Superior di Anulus Tendineus
Communis, di laterocaudel N. Opthalmicus. Selanjutnya Syaraf ini menginervasi m.
Rectus Lateralis dari arah medial. 3, 6
Dalam perjalanannya N. Abducens menerima serabut propioseptik dari m.
Rectus Lateralis. Serabut ini bersatu dengan N. Abducens dan memisahkan diri di
dalam Sinus Cavemosus, selanjutnya bergabung dengan N. Opthalmicus dan berakhir
di nucleus Mesencephalic N. Trigeminal.
Proyeksi Vestibuler penting Untuk mempertahankanl fiksasi pandangan
selama gerakan kepala. Gerakan kepala akan mengaktitkan serabut afferent N
vestibularis akibat terpacunya reseptor didalam canalis semi circllfalis. Dari nucleus
vestibularis medialis akan menginhibisi inti motorik nervus III, IV, dan V ipsilateral
7
Jika saraf abdusens mengalami kelumpuhan, mata tidak dapat bergerak ke lateral.
Karena otot rektus medialis tidak lagi memiliki antagonis, mata agak berdeviasi ke arah
nasal. Kondisi ini dikenal sebagai strabismus konvergen atau esotropia.4
Kerusakan pada setiap saraf motorik okular, menghasilkan penglihatan ganda, karena
bayangan objek pada retina tidak menutupi daerah yang bersangkutan. Yang menyebabkan
mata bergerak ke semua arah adalah kerja gabungan dari keenam otot pada masing-masing
sisi. Gerakan juga selalu secara halus atuned dan konjugat, memastikan bahwa bayangan
diproyeksikan secara tepat pada kedua fovea. Mekanisme sentral yang agak rumit
mengendalikan lima sinergisme dari berbagai otot mata dan saraf-sarafnya. Tidak ada otot
mata yang dipersarafi secara sendiri-sendiri.5
Bila seseorang menguji diplopia dengan kacamata merah hijau dan lampu tangan,
bayangan ganda dari sebuah objek ini timbul pada mata yang paralisis, jika pasien berusaha
melihat ke arah otot yang paralisis normalnya akan menarik mata. Ketika pasien melihat ke
arah ini, jarak antara bayangan ganda adalah yang terbesar. Bayangan yang paling luar
berasal dari mata yang lumpuh.5
abdusens. Sebagian dari serabut serabut fasikulus longitudalis medialis berakhir pada inti
motorik nervus fasialis dan hipoglosus dan sebagian pada motorneuron medulla spinalis
bagian servikal. Serabut-serabut retikular yang menerima impuls dari serebelum dan inti
vestibularpun ikut menyusun fasikulus longitudinalis medialis. Dengan demikian impuls
keseimbangan dan tonus dapat disampaikan kepada sel-sel motorik yang dihubungi fasikulus
longitudinalis medialis. Gerakan bola mata merupakan hasil gabungan kegiatan sepasang otot
okular. Kalau kegiaatan masing-masing otot okular ditinjau, maka otot rektus lateralis dan
medialis menggerakan bola mata ke temporal dan nasal. Otot rektus superior dan inferior
menarik bola mata ke atas dan ke bawah, pada waktu bola mata berada dalam posisi abduksi.
Sedangkan gerakan bola mata ke bawah dan ke atas pada waktu bola mata dalam posisi
abduksi merupakan kegiatan otot oblikus superior dan oblikus inferior. Tetapi jika bola mata
menatap lurus ke depan, memutarkan bola mata ke atas dan ke bawah merupakan hasil
kegiatan bersama beberapa otot okular. 4,5,8
10
Paralisis dari muskulus rektus lateralis (disarafi oleh nervus abdusens) memperlihatkan tandatanda sebagai berikut:
1. Bola mata yang terkena bersikap konvergensi, yaitu ke arah nasal.
2. Bola mata yang terkena tidak dapat digerakkan ke samping.
3. Bayangan terletak disebelah lateral dari gambar sebenarnya; bayangan itu akan lebih
menjauhi ke samping apabila penderita disuruh melirik ke arah lesi.
Pasien yang tidak mampu melakukan abduksi mata yang sakit, pada kasus ekstrem
menyebabkan strabismus konvergen saat istirahat, karena aksi rektus medial yang tidak
dilawan. Terjadi diplopia saat melihat ke arah yang sakit, dengan arah diplopia horisontal.
Palsi nervus VI tanpa kelainan lain seringkali disebabkan oleh kerusakan perdarahan saraf
(vasa nervorum) akibat diabetes atau hipertensi. Kejadian-kejadian mikrovaskular seperti ini
akan membaik,biasanya terjadi perbaikan komplet dalam satu bulan. Palsi nervus VI dapat
juga merupakan tanda lokalisasi yang salah dari peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini
karena nervus ini memiliki serabut saraf yang panjang dan berlekuk-lekuk di intrakranial.
Jadi, saraf ini rentan terhadap efek peningkatan tekanan, yang dapat disebabkan oleh massa
intrakranial, dan tidak harus menekan langsung nervus VI. 4, 5
11
Kelainan Kongenital
Kelainan konginetal N.VI yang tersering adalah sindroma Mobius dan sindroma
Duane retraction.
Syndroma Mobius
Berupa suatu diplegi fasialis bersamaan dengan kelainan gaza horizontal, dan
pareseabduksi.
Gaze
horizontal
biasanya
absen
total.
Kelainan
ini
sering
penyempitan dan retraksi bola mata saat abduksi mata. Kelainan ini disebabkan oleh
hipo/aplasia dari Nukleus N.VI dan inervasi M.rektus lateral oleh vabang N.III. Kelainan
bilateral ditemukan pada 20% pasien. Sebagian besar pasien adalah wanita dengan mata kiri
lebih sering dibanding kanan. Terdapat 3 jenis Duane Retraction Syndrome yaitu: tipe I
abduksi abnormal dengan adduksi normal, tipe II abduksi relatif normal tetapi adduksi
terbatas; tipe III baik abduksi maupun adduksi abnormal. 50% pasien ditemukan kelainan
kongenital neurologi dan dkletal lain.
2.3. Lesi Nervus Abdusen pada Mata
Terdapat 5 tempat yang potensial terjadi lesi pada N.VI yaitu lesi tingkat nukleus atau
fasikulus, lesi tingkat subarakhnoid/basiler, lesi tingkat puncak petrosus, lesi tingkat sinus
kavernosus dan orbita
Lesi tingkat Nukleus dan Fasikulus
Lesi pada tingkat ini menyebabkan kelainan horizontal gaze ipsilateral, sering
bersamaan dengan parese fasialis perifer sebagian bagian dari gejala klinis. Lesi sering
bersamaan dengan kelainan intraparenkimal batang otak seperti neoplasma, infeksi, kompresi
inflamasi. Sebagai tambahan lesi metabolit Wernicke Korsakoff sindroma sering juga
melibatkan nukleus N.VI, MS adalah penyebab lainnya yang sering melibatkan N.VI tingkat
nukleus Sindroma Foville adalah suatu sindroma yang ditandai dengan defisit gerakan
12
karsinomatos atau invasi langsung tumor dari sinus, fosa posterior, nasofaring, sifilis
meningovaskuler, sarkoidosis, Guillain-Barre Syndrome dan herpes zoster. Dilatasi
aneurisma, ektasia A. basilaris dapat menyebabkan kelainan otak multiple. Peningkatan
tekanan intrakranial oleh sebab apa saja dapat mengganggu N.VI tingkat ini. Patologis yang
sama terjadi pada traksi servikal, trauma, manipulasi neurosurgery dan lumbal punksi. 6
13
kavernosus,
dural
shunt,
aneurisma
intrakavernosa,
iskhemik,
inflamasi
N.VI orbita setelah anestesi dental. Parese N.VI bersama N.III, IV, VI difisura orbitalis
superior dapat disebabkan oleh infiltrasi karsinoma nasofaring, tumor benigna di orbita
dengan visual loss, proptosis, diplopia yang kronik progresif. Lesi di fisura orbitalis superior
atau intrakranial tepat belakang fisura jarang menyebabkan kelumpuhan saraf tanpa atau
dengan proptosis ringan. Lesi di orbita cenderung menyebabkan proptosis sebagai gejala
utama. 3, 6
2.4. Penalataksanaan dan Prognosis
Penatalaksanaan parese N.VI tergantung pada etiologi, penanganan parese
N.VI terisolasi berbeda dengan parese N.VI non isolasi (bersamaan dengan gejala
neurologis lain). 5, 6
Penatalaksanaan kasus parese N.VI yang terisolasi (isolated) adalah sebagai berikut:
1. Bila pasen <14 tahun dengan parese N.VI unilateral, tidak dibutuhkanpemeriksaan
khusus lain kecuali bila berkembang gejala neurologi lain. Kemungkinan diagnosa
adalah Parese N.VI beingna. Anamnesa episode infeksi atau imunisasi dapat
membantu diagnosa. Pasien harus dikontrol tiap 2 minggu untuk menilai progresifitas
penyakit. Gejala biasanya menetap dalam 10-16 minggu setelah onset. Bila gejala
tidak membaik dalam 6 bulan, CT Scan perlu dilakukan. Tindakan operatif untuk
memaksimalkan lapangan pandang binokuler tunggal.
2. Parese N.VI terisolasi pada umur 15-40 tahun masih kontraversi. Walaupun sebagian
besar
kasus
adalah
benigna,
pemeriksaan
neurologik
menyeluruh
untuk
saraf
kranial
lain,
atau
dengan
gejala
16
BAB III
KESIMPULAN
Nervus abducens muncul di antara pons dan mendula dan menempuh jalan di
atas clivus ke klinoid posterior, menembus dura, dan berjalan di dalam sinus
kavernosus. Setelah melalui fissure orbitalis superior di dalam anulus Zinn, nervus itu
berlanjut ke lateral untuk mensarafi muskulus rektus lateralis.1
Lesi N. VI akan melumpuhkan otot rektus lateralis, terdapat 4 tempat yang
potensial terjadi lesi pada N.VI yaitu lesi tingkat nukleus atau fasikulus, lesi tingkat
subarakhnoid/basiler, lesi tingkat puncak petrosus, lesi tingkat sinus kavernosus dan
orbita. Lesi pada tingkat nukleus dan fasikulus sering bersamaan dengan kelainan
intraparenkimal batang otak seperti neoplasma, infeksi, dan kompresi inflamasi
menyebabkan kelainan horizontal gaze ipsilateral, Lesi pada tingkat Lesi Tingkat
Basiler/subarakhnoid terjadi pada infeksi TBC, jamur, bakteri,
meningitis
karsinomatos atau invasi langsung tumor dari sinus, fosa posterior, nasofaring, sifilis
meningovaskuler, sarkoidosis, Guillain-Barre Syndrome dan herpes zoster. 3
Lesi pada tingkat sinus kavernosus sering disebabkan oleh lesi vaskuler seperti
fistula karotico kavernosus, dural shunt, aneurisma intrakavernosa, iskhemik,
inflamasi infeksius/noninfeksius menyebakan edema palpebra, eksopthalmus, dan
kebutaan. Sedangkan lesi tingkat Fisura Orbitalis Superior dan Orbita karsinoma
nasofaring, tumor benigna di orbita dengan visual loss, proptosis, diplopia yang
kronik progresif. 11
17
Dafar Pustaka
1. Andrew G. Lee, Brazis Paul. (2003). Clinical Pathways in Neuro-Ophthalmology An
Evidence-Based Approach, Second Edition E- book. Thieme Medical Publishers, New
York, 296- 310.
2. American
Academy
of
Ophthalmology.
Basic
of
clinical
science
course
18
19