Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Diagnosis
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab
dan pemeriksaan penunjang.
1.
Anamnesa
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri
viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus.
Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika
suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi
2.
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada
apendikuler abses
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari
lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
Rovsing sign
Nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen
bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena
iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Psoas sign
Nyeri dengan ekstensi pinggul kanan atau dengan fleksi pinggul kanan melawan tahanan.
Obturator sign
Rasa nyeri yang terjadi dengan rotasi internal dan eksternal dari fleksi pinggul kanan.
Dunphy sign
Nyeri tajam yang ditimbulkan oleh batuk.
Markle sign
Nyeri yang ditimbulkan di daerah tertentu dari perut ketika pasien yang berdiri mengubah
posisi dari berdiri dengan jari kaki ke tumit.1,2
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Pada auskultasi akan terdapat peristaltik normal,
peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi
kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan
colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:
Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan
Anoreksia
Nyeri lepas
1
Total
10
3.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada penderita apendisitis akut, akan ditemukan jumlah leukosit 11.000-14.000/mm3.
Jika jumlah leukosit lebih dari 18.000/mm3, maka umumnya sudah terjadi perforasi dan
peritonitis.4
4.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat
membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus
buntu. Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram) merupakan
apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial appendicogram) diduga
sebagai apendisitis dan appendicogram dengan kontras yang mengisi apendiks secara total
(positif appendicogram) merupakan apendiks yang normal. Appendicogram sangat berguna
dalam diagnosis apendisitis akut, karena merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat
memperlihatkan visualisasi dari apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi. Pemeriksaan
USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan adanya peradangan
akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul 5
2.2.7. Terapi
Pada kasus apendisitis akut, sebagian besar dapat ditatalaksana dengan pebuangan
apendiks. Pemberian antibiotik sebelum operasi mengurangi angka kejadian infeksi luka dan
pembentukan abses intraabdominal dengan pilihan antibiotik spektrum luas.
Beberapa penelitian membandingkan apendektomi open dengan laparaskopi dengan
perbedaan keluaran yang kecil. Apendektomi secara laparoskopi menunjukkan angka rawat inap
dan nyeri pasca operasi yang lebih kecil dibandingkan apendektomi open. Pasien laparoskopi
memiliki skor kualitas hidup yang meningkat dua minggu pasca operasi dan angka readmisi yang
lebih rendah. Pendekatan laparoskopi memiliki biaya tindakan yang lebih tinggi, tetapi hal
tersebut diimbangi dengan lama rawatan yang lebih pendek.
Keuntungan penggunaan laparoskopi yang lain meliputi kemampuan untuk memeriksa
lapangan pelvic yang lain apabila evaluasi preoperatif dari diagnosis sebelumnya masih
meragukan.6
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada
anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,7 C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri
tekan abdomen yang kontinyu7
2.2.9. Prognosis
Apendisitis akut merupakan indikasi terbanyak pembedahan abdomen emergensi.
Komplikasi apendektomi berkisar antara 4-15%, berkaitan dengan nyeri pasca operasi dan biaya
perawatan. Sasaran utama adalah membuat diagnosis yang akurat secepat mungkin.
Keterlambatan diagnosis meningkatkan morbiditas dan mortalitas apendisitis.
Mortalitas berkisar 0,2-0,8%. Mortalitas pada anak berkisar 0,1-1%. Pada orang tua,
mortalitas meningkat hingga 20% akibat keterlambatan diagnosis dan terapi. Perforasi
apendisitis berkaitan dengan peningkatan mortalitas. Mortalitas apendisitis akut non gangren
kurang dari 0,1% namun meningkat hingga 0,6% pada apendisitis dengan gangren. Perforasi
berkisar antara 16-40% dengan frekuensi lebih sering apada usia muda dan usia di atas 50 tahun
(55-70%). Infeksi pasca operasi merupakan sepertiga penyebab morbiditas apendisitis.1
1. Craig,
S.
2014.
Appendicitis
Workup.
Available
at
Bedah
UGM.
2010.
Apendik.
Available
from:
6. Beauchamp, R.D., et al. 2008. Sabiston Textbook of surgery 18th ed. USA: Elsevier.
p1737-42
7. Unimus. Appendicitis. Accessed from: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdlagustinnur-5451-2-babii.pdf . p: 13