Anda di halaman 1dari 11

KORELASI INDEKS PUFA SEBAGAI INDIKATOR INFEKSI GIGI

DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS RUTIN DI RSUP DR.
SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2014
Meldy Muzada Elfa*, Bambang Djarwoto**
*PPDS Ilmu Penyakit Dalam, FK UGM/ RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
**Sub-bagian Ginjal Hipertensi Ilmu Penyakit Dalam,
FK UGM/ RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
Latar belakang: Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan dunia dimana angka
prevalensinya meningkat setiap tahun dan memiliki prognosis yang buruk. Anemia sering terjadi
pada pasien-pasien dengan gagal ginjal kronis. Menurut The National Kidney Foundations Kidney
Dialysis Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) merekomendasikan anemia pada gagal ginjal
kronik jika kadar hemoglobin (Hb) < 11,0 gr/dl atau < 12,0 gr/dl. Pemberian erythropoiesisstimulating agents/eritropoetin (ESA) digunakan untuk mempertahankan kadar hemoglobin,
infeksi menjadi penyebab resistensi ESA sehingga Hb tidak dapat dipertahankan. Indeks PUFA
mencatat tingkat kerusakan gigi yang menyebabkan infeksi dengan keterlibatan pulpa (P), ulserasi
disebabkan oleh fragmen gigi dislokasi (U), fistula (F) dan abses (A). Dicurigai adanya kerusakan
gigi pada pasien gagal ginjal yang menjani hemodialisis (HD) kronis yang menyebabkan infeksi
mempunyai hubungan dengan kadar hemoglobin.

Tujuan : Diketahuinya korelasi indeks PUFA sebagai indikator infeksi dengan kadar hemoglobin
pada penderita GGK yang menjalani HD di Instalasi Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito tahun 2014
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross-sectional
yang dilaksanakan di Instalasi Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta Bulan Maret tahun
2014. Popuasi penelitian adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis rutin lebih dari 3 bulan
yang bersedia menjadi subjek penelitian. Data diambil dengan menghitung indeks PUFA, indeks
dicatat ketika dilihat ulserasi mukosa mulut karena fragmen akar, fistula atau abses. Data
hemoglobin dicatat dari hasil darah rutin. Data diolah dengan bantuan aplikasi SPSS versi 17.0
menggunakan uji korelasi parametrik Pearson bila normalitas data dengan sebaran normal dan uji
non parametrik Spearman bila normalitas data dengan sebaran tidak normal
Hasil : Berdasarkan hasil penelitian didapatkan indeks PUFA pasien dengan rata-rata 4.6 Ratarata kadar hemoglobin pada pasien adalah 9.7 . Hasil penelitian untuk mengetahui korelasi indeks
PUFA dengan kadar hemoglobin didapatkan nilai p = 0.655 dengan = 0,05. Nilai p< nilai maka
tidak didapatkan adanya korelasi antara indeks PUFA dengan kadar hemoglobin pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa rutin di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta pada tahun 2014.
Simpulan : Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak adanya korelasi antara indeks PUFA
dengan kadar hemoglobin pada penderita GGK yang menjalani hemodialisis rutin di Instalasi
Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2014. Berdasarkan etiologi ada 5 faktor
yang berkaitan dengan anemia pada penderita GGK yaitu 1. Kehilangan darah, 2. Pemendekan
masa hidup eritrosit, 3. Defisiensi eritropoetin, 4. Defisiensi besi dan 5. Infeksi, sehingga
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui korelasi faktor-faktor lain tersebut dengan
kejadian anemia.
Kata kunci : Indeks PUFA, infeksi gigi, anemia, hemoglobin, gagal ginjal kronis

PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal,
dengan prognosis yang buruk dan membutuhkan biaya tinggi. Data pada tahun
1995-1999 menyatakan insiden penyakit ini diperkirakan 100 kasus perjuta
penduduk pertahun dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya.
Prevalensi dan insidensi gagal ginjal terus meningkat di dunia tak terkecuali di
Amerika Serikat. Data dari United State Renal Data System (USRDS)
mengindikasikan bahwa gagal ginjal kronik meningkat 104% antara tahun 1990
2001 (Pradeep, 2012).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal yakni suatu keadaan klinis
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal
(Suwitra, 2009). Anemia merupakan satu dari gejala klinik pada gagal ginjal. The
National Kidney Foundations Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative
(K/DOQI) merekomendasikan anemia pada pasien GGK jika kadar hemoglobin <
11,0 gr/dl (hematokrit <33%) pada wanita premenopause dan pasien prepubertas,
dan < 12,0 gr/dl (hematokrit <37%) pada laki-laki dewasa dan wanita
postmenopause (Ishani A et al, 2008). Anemia pada GGK muncul ketika klirens
kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh, dan hal ini
menjadi lebih parah dengan semakian memburuknya fungsi ekskresi ginjal (M.
Baldy et al, 2002). Terdapat 3 mekanisme utama yang terlibat pada patogenesis
anemia pada gagal ginjal, yaitu: hemolisis, produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, dan penghambatan respon dari sel prekursor eritrosit terhadap
eritropoetin (M. Baldy et al, 2002).
Pemberian erythropoiesis-stimulating agents/eritropoetin (ESA) digunakan
untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Terapi yang sangat efektif dan
menjanjikan telah tersedia menggunakan recombinant human eritropoetin yang
telah diproduksi untuk aplikasi terapi. Seperti yang telah di demonstrasikan
dengan plasma kambing uremia yang kaya eritropoetin, human recombinant

eritropoetin diberikan intravena kepada pasien hemodialisa, telah dibuktikan


menyebabkan peningkatan eritropoetin yang drastis (Gaweda AE et al, 2008).
Infeksi menjadi penyebab resistensi ESA sehingga Hb tidak dapat
dipertahankan. Faktor pertumbuhan seperti eritropoetin dan beberapa sitokin
penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi progenitor eritrosit pada sumsum
tulang. Pada konsentrasi rendah, sitokin-sitokin proinflamasi TNF- dan IL-1
menstimulasi pertumbuhan awal progenitor. Ternyata, sekresi eritropoetin yang
meningkat ini dihambat oleh sitokin-sitokin proinflamasi pada pasien-pasien yang
mengalami respon infeksi fase akut (Gunnel J et al, 1999).
Karies gigi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global
yang menyebabkan infeksi secara sistemik (Baelum V, 2007). PUFA adalah
indeks yang digunakan untuk menilai adany a kelainan gigi karena karies yang
tidak diobati. Penilaian tersebut dilakukan secara visual tanpa menggunakan alat.
Kode dan kriteria untuk indeks PUFA adalah sebagai berikut :
P/p: Keterlibatan pulpa dicatat pada saat ruang pulpa terlihat/terbuka atau
ketika struktur gigi koronal telah hancur oleh proses karies dan hanya akar atau
fragmen akar yang tersisa (Gambar a dan b).
U/u: Ulserasi karena trauma dari potongan-potongan tajam gigi dicatat pada
saat tepi tajam dari gigi terjadi dislokasi dengan keterlibatan pulpa atau akar
fragmen yang telah menyebabkan ulserasi traumatik dari jaringan lunak di
sekitarnya, misalnya lidah atau mukosa bukal (Gambar c dan d).
F/f : Fistula adalah terbentuknya saluran sinus berisi nanah yang keluar
berhubungan dengan gigi dengan adanya keterlibatan pulpa (Gambar e dan f).
A/a: Abses adalah nanah mengandung pembengkakan yang berhubungan
dengan gigi dengan adanya keterlibatan pulpa (Gambar g dan h).
Indeks PUFA untuk gigi permanen dan indeks PUFA untuk gigi primer
dilaporkan secara terpisah. Jadi, untuk seorang individu skor dapat berkisar 0-20
PUFA untuk gigi primer dan 0-32 PUFA untuk gigi permanen (Monse B et al,
2010).

Saat ini belum ada penelitian yang mengevaluasi korelasi indeks PUFA
sebagai indikator infeksi dengan kadar hemoglobin pada penderita GGK yang
menjalani hemodialisis rutin di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

TUJUAN PENELITIAN DAN HIPOTESIS


Tujuan penelitian adalah diketahuinya korelasi indeks PUFA sebagai
indikator infeksi dengan kadar hemoglobin pada penderita GGK yang menjalani
HD di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito. Hipotesis pada penelitian ini adalah
terdapat hubungan antara indeks PUFA sebagai indikator infeksi dengan kadar
hemoglobin pada penderita GGK yang menjalani hemodialisis di Unit
Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito.

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Cross Sectional untuk mengetahui
korelasi antara indeks PUFA sebagai indikator infeksi dengan kadar hemoglobin
pada penderita GGK yang telah menjalani hemodialisis rutin. Penelitian dilakukan
di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta pada tahun 2014 dengan
Populasi target penelitian adalah seluruh pasien GGK yang menjalani
hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Populasi
terjangkau adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis rutin selama
dilakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin tertulis
dari bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjam Mada.
Kriteria inklusi penelitian adalah : 1). Usia 18-65 tahun, 2). Menjalani
hemodialisis rutin minimal 3 bulan, 3). Hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu,
4). Telah menggunakan eriropoetin minimal 3 bulan, 5). Menyatakan kesediaan
mengikuti penelitan dengan mengisi informed consent. Kriteria eksklusi adalah ;
1). Menderita keganasan dan kejadian iskemik akut, 2). Diketahui mengalami
perdarahan, 3). Diketahui mengalami gangguan saluran cerna aktif.
Protokol Penelitian
1. Pasien yang menjadi subyek penelitian adalah penderita GGK yang telah
menjalani

hemodialisis rutin minimal 3 bulan berdasarkan catatan pada

Rekam Medik pasien hemodialisis


2. Subyek penelitian yang sesuai dengan kualifikasi (kriteria inklusi dan
eksklusi) dan bersedia mengikuti penelitian diminta mengisi informed consent,
kemudian dimasukkan ke dalam kelompok penelitian
3. Dilakukan pengambilan data awal berupa data demografi, riwayat penyakit,
sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin dan albumin.
4. Subyek dalam objek penelitian dilakukan pemeriksaan gigi dengan
menggunakan indeks PUFA oleh residen bedah mulut.
5. Data hemoglobin diambil dari hasil pemeriksaan darah rutin oleh laboratorium
patologi klinik RSUP dr. Sarjdito dengan Flowcytometry.

Estimasi atau perhitungan besar sampel berdasarkan rumus, memerlukan


informasi nilai yang: ditetapkan, yaitu nilai yang dikehendaki oleh peneliti; dari
kepustakaan, yaitu nilai yang diperoleh berdasarkan pustaka atau pengalaman; dan
clinical judgement, yaitu nilai yang secara klinis bermakna. Penentuan besar
sampel tunggal minimal pada penelitian potong lintang menggunakan rumus
korelasi. Terkait dengan hal tersebut maka pada penelitian ini diambil nilai
korelasi sedang (r= 0,42) (Browner dkk, 1988). Apabila kesalahan tipe 1 yang
dipakai adalah 5% untuk hipotesis dua arah (Z=1,96) dengan kesalahan tipe 2
sebesar 10 % (Z=1,28). Diberikan toleransi 10% untuk mengantisipasi data yang
kurang lengkap, maka jumlah sampel yang dibutuhkan minimal adalah 61 subjek.
Pengolahan data dilakukan menggunakan aplikasi SPSS versi 17 untuk
menilai distribusi dan frekuensi data demografi dilakukan kategori data (umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, indeks massa tubuh dan komorbiditas).
Untuk menilai korelasi antara indeks PUFA dengan kadar hemoglobin dilakukan
uji parametrik yang sebelumnya dinilai normalitas data, apabila uji normalitas
data didapatkan sebaran data normal dilakukan uji pearson dan apabila didapatkan
sebaran data tidak normal maka dilakukan transformasi data, bila masih
didapatkan sebaran data tidak normal dilakukan uji non parametrik yakni uji
spearman. Dinyatakan terdapat korelasi apabila didapatkan nilai p < 0,05.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada penelitian ini didapatkan subjek penelitian sebanyak 61 orang yang
menjalani hemodialisa rutin di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito lebih dari 3
bulan. Berikut karakteristik pasien yang menjalani hemodialisa rutin di Unit
Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Tabel 1: Karakteristik demografis pasien yang menjalani hemodialisis rutin di


RSUP Dr. Sardjito
Variabel
Umur
>45 tahun
< 45 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Pekerjaan
PNS
Swasta
Petani
Lain-lain
Indeks Massa Tubuh (IMT)
< 18
18-25
>25
Lama Hemodialisis
< 1 tahun
> 1 tahun
Komorbiditas
Hipertensi
Hipertensi + DM
Obstruktif Uropati

40
21

65,6%
34,4%

32
29

52,5%
47,5%

13
27
21

21,3%
44,3%
34,4%

11
11
2
37

18,0%
18,0%
3,3%
60,7%

8
39
14

13,1%
63,9%
23,0%

43
18
42
18
1

70,5%
29,5%
73,8%
21,3%
4,9%

Berdasarkan data diatas didapatkan umur pasien yang menjalani


hemodialisis rutin terbanyak pada usia > 45 tahun sebanyak 40 (65,6%), pasien
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan 32 orang (52,5%), pendidikan
pasien terbanyak yakni SMP 27 (44,3%), pekerjaan terbanyak adalah pekerjaan
lain-lain diluar PNS; Swasta; petani sebanyak 37 orang (60,7%). Pasien yang
dijadikan subjek penelitian terbanyak dengan IMT 18-25 39 orang (63,9%),
menjalani hemodialisis terbanyak kurang dari 1 tahun 43 orang (70,5) dan
komorbiditas terbanyak pada pasien dengan hipertensi 42 orang (73,8%).

Tabel 2: Normalitas data dengan uji Kolmogorov-smirnov


Variabel

Mean

SD

CI 95%

p-value

Kadar Hemoglobin

61

10.26

1.12

10.17-10.38

0.367

Index PUFA

61

2.66

2.73

2.46-2.85

0.031

Log_Index PUFA

61

0.34

0.33

0.18-0.59

0.001

Kesimpulan
Sebaran data normal
Sebaran data tidak
normal
Sebaran data tidak
normal

Berdasarkan tabel diatas didapatkan kadar hemoglobin pasien dengan ratarata 10,26 masih dalam kategori anemia ringan. Indeks PUFA pasien yang
menjalani HD rutin 2,66. Uji normalitas data hemoglobin didapatkan nilai p 0,367
dengan kesimpulan sebaran data normal sedangkan indeks PUFA didapatkan nilai
p 0,031 dengan kesimpulan sebaran data tidak normal. Telah dilakukan
transformasi data kualitas hidup namun sebaran data masih tidak normal nilai p
0,001. Oleh karena itu dilakukan uji non-parametrik Spearman untuk mengetahui
ada tidaknya korelasi antara kadar hemoglobin pasien dengan indeks PUFA.
Tabel 3: Hasil analisis uji Spearman
Variabel
Kadar Hemoglobin
Indeks PUFA

0,05

p-value
0,090

Berdasarkan data tabel diatas didapatkan nilai p 0,090 dengan = 0,05.


Nilai p< nilai maka tidak didapatkan adanya korelasi antara kadar hemoglobin
dengan indeks PUFA pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
rutin di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta pada tahun 2014.
Pembahasan
Anemia terjadi pada 8090% pasien penyakit ginjal kronik terutama
disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam
terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan
saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya
hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,

proses inflamasi akut maupun kronik, hirparatiroidisme yang berat, keracunan


aluminium, dan keadaan umum lain seperti hemoglobinopaties.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10g% atau
hematokrit 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum/serum
iron, total iron binding capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan,
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.
Karies dentis merupakan suatu masalah kesehatan utama infeksi gigi di
dunia sekarang ini. Infeksi gigi terbukti kuat mempunyai efek sistemik terhadap
organ lain antara lain kelenjar liur, jantung dan ginjal (Lancet, 2009; Baelum V,
2007). Banyak indeks yang dipakai untuk memeriksa terjadinya karies dentis,
salah satunya adalah indeks PUFA (Monse B, 2010).
Perkiraan 40% dari gigi membusuk memiliki tanda-tanda infeksi
odontogenik. Angka ini erat dengan yang dilaporkan oleh Monse et al. Informasi
ini mungkin berguna untuk perencanaan pengobatan karena akan membantu untuk
menghitung kebutuhan perawatan (pencabutan gigi, restorasi, perawatan
endodontik) tergantung pada ketersediaan pelayanan kesehatan sistem. Penyajian
data berdasarkan indeks PUFA akan menyediakan perencana kesehatan dengan
informasi yang relevan, yang melengkapi DMFT tersebut. (Monse B, 2010; Leal
SC, 2012).
Pada penelitian terdahulu menggunakan teknik bio-assay menunjukkan
bahwa dalam perbandingan dengan pasien anemia tanpa penyakit ginjal, pasien
anemia dengan penyakit ginjal menunjukkan peningkatan konsentrasi serum
eritropoetin yang tidak adekuat. Inflamasi kronik, menurunkan produksi sel darah
merah dengan efek tambahan terjadi defisiensi erotropoetin. Proses inflamasi
seperti sepsis, glomerulonefritis, penyakit reumatologi, dan pielonefritis kronik,
yang biasanya merupakan akibat pada gagal ginjal terminal, pasien dialisis
terancam inflamasi yang timbul akibat efek imunosupresif (Massry SG, 1983).
Anemia pada inflamasi juga ditandai dengan kadar besi serum yang rendah,
saturasi transferin yang rendah dan gangguan pengeluaran cadangan besi yang
bermanifestasi dengan tingginya serum feritin. Peningkatan jumlah sitokin-sitokin
inflamasi di sirkulasi seperti interleukin 6 berhubungan dengan respon yang buruk

terhadap pemberian eritropoetin pada pasien-pasien gagal ginjal terminal


(Schooley JC, 1987).
Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya korelasi antara kadar
hemoglobin dengan indeks PUFA pasien. Hal ini terjadi karena faktor infeksi dan
inflamasi tidak menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi kadar
hemoglobin pasien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh de Francisco ALM
(2006), Faktor-faktor yang berkaitan dengan anemia pada penyakit ginjal kronik
termasuk kehilangan darah, pemendekan masa hidup sel darah merah, defisiensi
vitamin, uremic milieu, defisiensi eritropoetin, defisiensi besi dan infeksi atau
inflamasi. Pasien yang menjalani hemodialisis rutin terbanyak dengan lama
menjalani hemodialisa < 1 tahun 43 pasien (75,3%) dengan rata-rata 48 minggu
dengan frekuensi hemodialisa 2x per minggu dan komorbiditas terbanyak yakni
hipertensi 42 pasien (73,8%).

SIMPULAN
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tidak adanya korelasi antara kadar
hemoglobin dengan indeks PUFA pada penderita GGK yang menjalani
hemodialisa rutin di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun
2014. Berdasarkan etiologi ada 5 faktor yang berkaitan dengan anemia pada
penderita GGK yaitu 1. Kehilangan darah, 2. Pemendekan masa hidup eritrosit, 3.
Defisiensi eritropoetin, 4. Defisiensi besi dan 5. Infeksi. Sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui korelasi faktor-faktor lain tersebut
dengan kadar hemoglobin pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pradeep, A. Chronic Kidney Disease [Internet]. c2012[updated 2012 Jan
20;cited 2014 Jul 23]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#showall
2. Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Aru W Sudoyo, Bambang
Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati, editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jili d II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI;2010.Hal.1038-1039.
3. Ishani A, Solid C, Weinhandl E, et al. Association between number of months
below K/DOQI haemoglobin target and risk of hospitalization and
death. Nephrol Dial Transplant. 2008;25:16831689.
4. M.Baldy, Catherine dalam : Gangguan Sel Darah Merah. Patofisiologi,
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol.1, ed. 6. Jakarta: EGC 2002
halaman 256
5. Gaweda AE, Jacobs AA, Aronoff GR, et al. Model predictive control of
erythropoietin administration in the anemia of ESRD. Am J Kidney
Dis. 2008;51:7179.
6. Gunnell J, Yeun JY, Depner TA, et al. Acute-phase response predicts
erythropoietin resistance in hemodialysis and peritoneal dialysis patients. Am
J Kidney Dis. 1999;33:6372.
7. Baelum V, van Palenstein Helderman WH, Hugoson A, Yee R, Fejerskov O.
A global perspective on changes in the burden of caries and periodontitis:
implications for dentistry. J Oral Rehab 2007;34:872906.
8. Monse B, Heinrich-Weltzien R, Benzian H, et al. PUFA An index of clinical
consequences of untreated dental caries. Community Dent Oral Epidemiol
2010; 38: 7782
9. Browner.W.S., Black.D., Newman.T.B dan Hulley. Estimating Sample Size
and Power. Designinng Clinical Resarch An Epidemiological Approach.
Williams & Wilkins. Baltimore. 1988.
10. Lancet. Oral health: Prevention is key (editorial). Lancet. 2009; 373: 1.
11. Leal SC, Bronkhorst EM, Fan M, Frenck-en JE. Untreated cavitated dentine
lesions: Impact on children's quality of life. Caries Res. 2012: 46: 102-106.
(Source: The Iraqi Virtual Science Library. www.ivsl.org).
12. Massry SG, Glassock RJ dalam: Text Book of Nephrology Vol.2, Ed 2.
Baltimore: Williams&Wilkins 1983
13. Schooley JC, Kullgren B, Allison AC. Inhibition by interleukin-1 of the action
of erythropoietin on erythroid precursors and its possible role in the
pathogenesis of hypoplastic anaemias. Br J Haematol 1987; 67: 1117
14. de Francisco ALM, Braun J, Burnier M et al. Intra-patient (Pt) haemoglobin
(Hb) variability and erythropoiesis stimulating agent (ESA) type: is there a
difference? [abstract PUB352]. Presented at American Society of Nephrology
Annual Congress, 1419 November 2006, San Diego, USA

Anda mungkin juga menyukai