Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah pre-eklamsi telah menggantikan istilah toksemia. Terdapat 5 %
pada semua kehamilan sebagai komplikasi, 20% pada kehamilan nullipara, 40%
pada wanita dengan penyakit ginjal kronik. Keterlambatan diagnosis dan
ketidakpastian pengobatan bisa berakhir dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan
janin yang signifikan.
Kelainan hipertensi pada kehamilan merupakan peyumbang utama
terhadap morbiditas dan mortalitas ibu dan prenatal. Komplikasi akibat kelainan
hipertensi pada kehamilan secara konsisten dicantumkan di antara tiga penyebab
yang terlazim pada kematian ibu di semua negara-negara maju. Insiden yang
dilaporkan bergantung pada kriteria diagnosis, dan terdapat kekurangan yang
berbeda dari keseragaman.
Preeklampsi

merupakan

penyulit

dalam

proses

kehamilan

yang

kejadiannya senantiasa tetap tinggi. Dimana faktor ketidaktahuan tentang gejala


awal oleh masyarakat merupakan penyebab keterlambatan mengambil tindakan
yang dapat berakibat buruk bagi ibu maupun janin.
Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan
kasus preeklampsi atau eklampsi (Manuba,1998). Dari kasus tersebut 6 % terjadi
pada semua kehamilan, 12 % terjadi pada primigravida (Muthar,1997). Masih
tingginya angka kejadian dapat dijadikan sebagai gambaran umum tingkat
kesehatan ibu hamil dan tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya.
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi terhadap
tingginya tingkat kematian bumil dan janin , sudah selayaknya dilakukan suatu
upaya untuk mencegah dan menangani kasus preeklampsi . Keperawatan bumil
dengan preeklampsi merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan
untuk mencegah timbulnya komplikasi sebagai akibat lanjut dari preeklampsi
tersebut.

1.2.

Rumusan Masalah
Dari hasil latar belakang maka dapat disimpulkan rumusan masalah yaitu:
1. Apa itu preeklamsi
2. Apa itu eklamsi

1.3.

Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu preeklamsi
2. Untuk mengetahui apa itu eklamsi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Preeklamasi
Definisi
Pre eklamsia adalah keadaan dimana tekanan darah meninggi
disertai dengan adanya protein dalam urine (proteinuria) dan adanya
sembab (edema) pada kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Pre eklamsia dapat dibagi menjadi pre eklamsia ringan dan
berat. Umumnya terjadi pada triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
Disebut pre eklamsia ringan apabila terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik > 140 160 mmHg dan diastolik > 90 110 mmHg, sedangkan
preeklamsia berat apabila tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan
diastolik > 110 mmHg pada kehamilan 20 minggu atau lebih.2 (Catatatan:
Misalnya tekananan darah kita 120/80 maka sistoliknya 120, diastoliknya
80) (Infomedika, Maret 2003).
1. Etiologi
Penyebab terjadinya pre eklamsia sampai sekarang masih belum
diketahui secara pasti. Teori dewasa ini yang banyak dikemukakan sebagai
sebab preeklamsia adalah iskemia plasenta, tetapi teori ini tidak dapat
menerangkan hal yang bertalian dengan penyakit itu. Ada beberapa teori
mencoba menjelaskan perkiraan penyebab kelainan ini, sehingga kelainan
ini sering dikenal sebagai The Diseases Of Theory. Adapun teori tersebut
antara lain:
a. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada Pre-eklampsia didapatkan adanya kerusakan endotel vaskular
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada
kehamilan

normal

meningkat,

aktifitas

penggumpalan

dan

fibrinolisis yang kemudian akan diganti dengan trombin dan


plasmin. Trombin akan mengkosumsi antitrombin III, sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan

tromboksan (TA2) dan Serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan


kerusakan endotel.3
b. Peran faktor imunologis (kekebalan tubuh)
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan kadang
tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1982)
mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada serum.
1) Beberapa

wanita

dengan

pre-eklampsia

mempunyai

kompleks imun pada serum.


2) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem
komplemen pada pre-eklampsia diikuti dengan proiteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa
pendapat menyebutkan bahwa sistim imun humoral dan
aktivasi komplemen terjadi pada pre-eklampsia, tetapi tidak
ada bukti bahwa sistim imunologis bisa meyebabkan preeklampsia.
c. Peran faktor genetik/ familial (keturunan)
Beberapa bukti yang menunjukan peran faktor genetik pada
kejadian preeklamsia antara lain:
1) Preeklamsia hanya terjadi pada manusia
2) Keturunan Ibu penderita preeklamsia mempunyai resiko
yang lebih tinggi untuk menderita preeklamsia.
2. Patofisiologi
Perubahan aliran darah pada uterus dan plasenta adalah patofiologi
yang terpenting pada pre-eklampsia dan merupakan penentu hasil akhir
kehamilan. Perubahan pada plasenta dan uterus. Terjadi iskemik
uteroplasenter mengakibatkan ketidak seimbangan antara massa plasenta
yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,
yang mengakibatkan vasokontriksi yang lain, sehingga dapat terjadi tonus
pembuluh darah yang lebih tinggi. Oleh karena adanya gangguan sirkulasi
uteroplasenta ini, terjadi penurunan suplai darah yang mengandung suplai

oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan


pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin dalam kandungan
kerena kurang oksigenasi. Dapat juga terjadi kenaikan tonus uterus
menyebabkan mudah terjadi partus prematurus.
Perubahan pada ginjal. Aliran darah ke ginjal menurun
menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Hal ini menyebabkan diuresis
turun, terjadi proteinuria, oliguria bahkan anuria. Penurunan filtrasi
glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium
terganggu sedangkan penyerapan oleh tubulus tetap, sehingga terjadi
retensi garam dan air.
Perubahan pada retina. Spasmus arteri retina menyebabkan
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau
dalam retina sehingga terjadi skotoma, diplopia, dan ambliopia. Jarang
terjadi ablasio retina yang disertai buat sekonyong-konyong. Pelepasan
retina disebabkan oleh edema intraokuler dan 2 hari sampai 2 bulan setelah
persalinan retina melekat lagi. Perubahan pada paru-paru. Dekompensasi
kordis kiri menyebabkan edema paru. Perubahan pada otak. Aliran darah
ke otak dan pemakaian oksigen pada pre-eklampsia tetap dalam batas
normal, dan menurun pada eklampsia.
Metabolisme air dan elektrolit. Terjadi pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang intersisial diikuti kenaikan hematokrit, peningkatan
protein serum, dan bertambahnya edema. Ini menyebabkan volume darah
berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih
lama. Menyebabkan aliran darah ke bagian tubuh berkurang dan terjadi
hipoksia.
3. Manifestasi klinis
Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari
tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema,
hipertensi, dan proteinuria (terdapatnya protein dalam urine). Penambahan
berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa
kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakkan
kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial ringan yang sering pada

kehamilan biasa, belum menunjukkan preeklamsia. Tekanan darah >


140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan
diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30
menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg
patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria bila terdapat
protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunujukan + 1 atau + 2; atau kadar protein > 1 g/1 dalam
urine yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Disebut pre-eklampsia berat bila
ditemukan gejala berikut:

Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg.

Proteinuria + > 5 g/24 jam atau > 3 pada tes celup

Oliguria (< 400 ml dalam 24 jam).

Sakit kepala hebat, gangguan penglihatan atau perdarahan retina

Nyeri epigastrium dan ikterus

Edema paru atau sianosis.

Trombositopenia

Edema pulmonal

Pertumbuhan janin terhambat

Kaku duduk (+) 1

Koma

Mual muntah

4. Pemeriksaan fisik

Pertambahan berat badan yang berlebihan, yaitu 1 kg atau lebih


tiap minggu beberapa kali.

Terjadi edema, bukan edema pretibial ringan

Hipertensi, peningkatan tekanan sistolik >30 mmHg dan diastolik


>15 mmHg

Sakit kepala di daerah frontal

Skotoma, diplopia, penglihatan kabur

Nyeri di epigastrium

Ikterus

Mual, muntah-muntah

Oliguria (urin <400 ml dalam 24 jam)

Sianosis

Kaku kuduk (+1)

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji laboratorium dasar

Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit :


trombositopeni (<100.000/mm3), morfologi eritrosit pada
sediaan hapusan darah tepi)

Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat


aminotransferase)

Pemeriksaan urin : proteinuria + > 5 g/24 jam atau > 3 pada


tes celup

Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)

b. Uji untuk meramalkan hipertensi

Roll-over test

Pemberian infuse angiotensin II

6. Terapi
Pengobatan pre-eklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan
karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah
terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature. Penundaan
pengakhiran kehamilan dapat menyebabkan eklampsia atau kematian
janin. Indikasi pengakhiran kehamilan ialah (10 pre-eklampsia ringan
dengan kehamilan lebih dari cukup bulan, pre-eklampsia dengan hipertensi
dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan janin cukup matur,
pre-eklampsia berat, eklampsia.
a. Penanganan pre-eklampsia ringan

Istirahat di tempat tidur, berbaring pada sisi tubuh


menyebabkan aliran darah ke plasenta meningkat, aliran
darah ke ginjal lebih banyak, tekanan vena ekstremitas
bawah turundan reabsorbsi cairan dari daerah tersebut
bertambah sehingga edema berkurang.

Pemberian fenobarbital 3x30 mg, untuk menenangkan dan


menurunkan tekanan darah.

b. Penanganan pre-eklampsia berat

Penggunaan obat hipotensif untuk menurunkan tekanan


darah

Apabila terjadi oliguria, berikan glukosa 20% intravena

Jika tidak ada perbaikan, lakukan pengakhiran kehamilan.

7. Komplikasi
Komplikasi pre-eklamsia berat Komplikasi yang terberat adalah
kematian ibu dan janin. Komplikasi lainnya adalah :
a. Solusio plasenta : biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut.
b. Hipofibrinogenemia : maka dianjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala.
c. Hemolisis : penderita PEB kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah
merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi
penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak : merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
e. Kelainan mata : kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadangkadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru : hal ini disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati : nekrosis periportal hati merupakan akibat vasospasmus
arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
h. Sindroma HELLP yaitu hemolisis, elevated liver enzymes dan low
platelet.

i. Kelainan ginjal. kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu


pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal.
j. Komplikasi lain. lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular
coagulation).
k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
2.2. Eklamsia
Definisi
Eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat
dikarakteristikkan dengan adanya kejang. Biasanya eklamsia merupakan
lanjutan dari pre- eklamsia walaupun kadang kadang tidak diketahui
terlebih dahulu. Definisi lain dari eklamsia adalah onset baru hipertensi
gestasi yang diikuti dengan kejang grand mal (Zeeman, Fleckenstein,
twickler,& Cunningham,2004), dan kejang pada pre-eklampsia yang tidak
bisa dikaitkan dengan penyebab lain (Abbrescia & Sheridan,2003). Kejang
pada eklampsia tidak berhubungan dengan kondisi otak dan biasanya
terjadi setelah 20 minggu kehamilan.
1. Etiologi
Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani,
sehingga penyebab dari eklampsia sama dengan penyabab pre-eklampsia.
Ada beberapa factor resiko predisposisi tertentu yang dikenal, antara lain:
a. Status primigravida
b. Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia
c. Pernah eklamsia atau pre-eklamsia
d. Suami baru
e. Usia ibu yang ekstrem (< 20 tahun, > 35 tahun)
f. Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal atau
autoimun
g. Diabetes Mellitus
h. Kehamilan ganda

10

2. Manifestasi Kinis
Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan
dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain yaitu:

Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau urin tetap kurang dari
30 ml/jam

Nyeri Epigastrium

Penglihatan kabur

Dyspnea

Sakit kepala

Nausea dan Vomitting

Scotoma

Kejang

Kebanyakan

kasus dihubung- hubungkan dengan hipertensi

dikarenakan kehamilan dan proteinuria tapi satu satunya tanda nyata dari
eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik, yang dibagi menjadi empat
fase.

Stadium Premonitory
Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara
konstan, mata berputar putar ketika otot wajah dan tangan tegang.

Stadium Tonik
Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah
menjadi mengepal. Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan
ibu mengatupkan gigi, sementara tangan dan kaki menjadi kaku.
Otot respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu
berhenti bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30
menit.

Stadium Klonik
Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan
hebat. Berbusa, saliva yang bercampur sedikit darah pada bibir dan
kadang kadang bisa menarik nafas. Setelah sekitar dua menit
kejang berhenti, menuju keadaan koma, tapi beberapa kasus
menuju gagal jantung.

11

Stadium coma
Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung
hanya beberapa menit atau bahkan dapat menetap sampai beberapa
jam.

3. Patofisiologi
Pada kehamilan normal, volume vascular dan cardiac output
meningkat. Meskipun meningkat, tekanan darah tidak normal pada
kehamilan normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena wanita hhamil
menjadi resisten terhadap efek vasokonstriktor, seperti angitensin II.
Tahanan vascular perifer meningkat karena efek beberapa vasodilator
seperti prostacyclin (PGI2), prostaglandin E (PGE), dan endothelium
derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan PGI2 meningkat.
Tromboxane

diproduksi

oleh

ginjal

dan

jaringan

trophoblastic,

menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet.


Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah, yang akan
merusak sel endothelial dan menurunkan EDRF. Vasokonstriksi juga akan
mengganggu darah dan meningkatkan tekanan darah. Hasilnya, sirkulasi
ke seluruh organ tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan placenta menurun.
Perubahan perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan glomerular filtration
rate (GFR); sehingga urea nitrogen darah, kreatinin, dan asam urat
mulai meningkat.
b. Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal.
Hal ini menyebabkan protein dapat melewati membrane glomerular
yang pada normalnya adalah impermeable terhadap molekul protein
yang besar. Kehilangan protein menyebabkan tekanan koloid osmotic
menurun dan cairan dapat berpindah ke ruang intersisial. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya edema dan penurunan volume intravascular,
yang meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit.
Respon untuk mengurangi volume intravascular, angiotensin II dan
aldosteron akan dikeluarkan untuk memicu retensi air dan sodium.
Terjadilah lingkaran proses patologik: penambahan angiotensin II

12

semakin mengakibatkan vasospasme dan hipertensi; aldosteron


meningkatkan retensi carian dan edema akan semakin parah.
c. Penurunan sirkulasi ke hati mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan
edema hepatic dan perdarahan sibcapsular, yang dapat mengakibatkan
hemorrhagic necrosis. Di manifestasikan dengan peningkatan enzim
hati dalam serum ibu.
d. Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan tekanan yang akan
menghancurkan dinding tipis kapiler, dan perdarahan kecil cerebral.
Gejala vasospasme arteri adalah sakit kepala, gangguan penglihatan,
seperti penglihatan kabur, spot, dan hiperaktif reflek tendon dalam.
e. Penurunan tekanan koloid onkotik dapat menyebabkan bocornya
kapiler pulmonal mengakibatkan edema pulmonal. Gejala primer
adalah dyspnea
f. Penurunan sirkulasi plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan
factor resiko abruptio placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal
melalui

placenta

berkurang,

mengakibatkan

pembatasan

perkembangan intrauterine janin dan janin mengalami hipoksemia dan


asidosis.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria +2 atau +4
Proteinuria (5 g dalam urine 24 jam atau +3 atau lebih pada
dipstick)
Nitrogen urea darah (BUN) kurang dari 10
Kreatinin serum meningkat
Klirens kreatinin 130-180
Trombositopenia (Trombosit < 100.000/mm3)
AST meningkat
Hipofibrinogenemia
Oligohydramnion: amniotic fluid index 50 mm
Asam urat: 7 mg/100ml
pH darah janin: < 7,2

13

b. Pemeriksaan Diagnostik
MRI : terlihat adanya ptekie/edema
5. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada eklamsia adalah:
a. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang
menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5%
sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978)
menemukan 23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis
menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan selsel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkanikterus tersebut.
d. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama
kematian maternal penderita eklampsia.
e. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadangkadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita
dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsiaeklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan
ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan
pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
h. Sindroma HELLP. Yaitu baemolysis, elevated liver enzymes, dan
low platelet.

14

i. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu


pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa
kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah
anuria sampai gagal ginjal.
j. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh
akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated
intravascular coogulation).
k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
6. Terapi
Pada eklamsia yang harus diperhatikan adalah terjadinya kejang.
Perawat harus mengetahui tugasnya, tetap tenang, meyakinkan anggota
keluarga yang lain, dan menjelaskan pada mereka dan pada pasien
kemudian apa yang terjadi dan mengapa intervensi tertentu dilakukan.
Magnesium sulfat adalah antikonvulsan terbaik untuk pasien eklamsia.
Apabila magnesium diberikan terlalu cepat ( infuse dibawah 15 menit),
dapat terjadi hipotensi berat, bradikardi, dan tahanan jantung dan
pernafasan. Monitor tanda tanda vital setiap 15 menit selama infuse.
Keracunan magnesium dapat di terapi dengan kalsium glukonat parenteral
( 10 ml dari pengenceran 10 %) di infuskan tidak melebihi 1-2 ml/menit
(100-200 mg/menit).
Selama kejang fase tonik, balikan tubuh pasien kea rah samping
untuk memungkinkan mengalirnya saliva dari mulut. Memasukan helai
bantalan lidah dapat mencegah cedera pada mulut bila hal tersebut dapat
dilakukan tanpa paksaan. Pengaman tempat tidur harus diberikan bantalan
atau diletakkan bantal pada sisi sisi nya. Mintalah bantuan. Ketika fase
klonik mulai, tetaplah berada di dekat pasien dan Bantu insersi jalan napas
oral, pemberian oksigen, pengamatan tanda tanda vital janin, dan
pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang. Ibu tetap dalam
posisi rekumben lateral untuk menurunkan tekanan pada aorta dan vena
kava inferior.
Hipoventilasi dan asidosis sering terjadi selama kejang. Walaupun
kejang hanya berlangsung beberapa menit, sangat penting untuk tetap

15

menjaga oksigenasi dengan pemberian oksigen melalui masker dangan


atau tanpa oksigen reservoir sebanyak 8 10 L/ menit. Setelah kejang
berhenti dan pasien mulai bernafas kembali, oksigenasi merupakan
masalah yang jarang terjadi. Bagaimanapun juga, maternal hipoksemia dan
asidosis dapat berkembang pada wanita dengan kejang berulang dan
dengan aspirasi pneumonia, edema paru, atau kombinasi factor factor ini.
Monitoring pulse oxymetri terus menerus dianjurkan pada pasien
eklamsia. Analisa gas darah diperlukan apabila monitoring oksimetri
menunjukkan

hasil yang abnormal ( saturasi O2 92% atau kurang).

Karena penyebaran lesi yang diasebabakan oleh

edema vasogenic

mungkin didahului oleh peningkatan tekanan darah tiba tiba, maka


diperlukan pengontrolan hipertensi yang berat. Pencegahan kejang
multiple sangat penting karena mayoritas wanita dengan kejang multiple
memiliki angka kjeadian infark cerebral.
Menjaga tekanan darah sistolik pada 140-160 mmHg dan diastolic
antara 90 dan 110 mmHg. Hal ini bertujuan untuk menurunkan tekanan
darah pada rentang yang aman tapi pada saat yang bersamaan menghindari
terjadinya hipotensi. Alas an mengatasi hipertensi yang berat adalah untuk
menghindari kehilangan autoregulasi cerebral dan mencegah gagal jantung
tanpa membahayakan tekanan perfusi cerebral atau aliran darah
uteroplasenta jeopardizing, yang memang sudah menurun pada kehamilan
beberapa wanita dengan eklamsia (Sibai, 2005). Terapi untuk hipertensi
dikarenakan kehamilan diberikan ketika tekanan diastolic mencapai atau
lebih dari 105-110mmHg (Martin et al., 2005). Drug of choice untuk
antihipertensi pada eklamsia berdasarkan rekomendasi American College
of Obstetricians and Gynecologists adalah labetol, karena labetol efektif
dalam menurunkan tekanan perfusi cerebral tanpa membahayakan perfusi
cerebral, dengan cara menurunkan tekanan darah sistemik(Martin et al.,
2005).
Pada eklamsia persalinan harus terjadi dalam 12 jam setelah
kejang. Apabila persalinan per vaginam tidak terlaksana dalam 12 jam
maka dilakukan caesarean.

16

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pre eklamsia adalah keadaan dimana tekanan darah meninggi disertai
dengan adanya protein dalam urine (proteinuria) dan adanya sembab (edema)
pada kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan
Eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat
dikarakteristikkan dengan adanya kejang. Biasanya eklamsia merupakan lanjutan
dari pre- eklamsia walaupun kadang kadang tidak diketahui terlebih dahulu.

B. Saran
Dengan selesainya makalah ini disusun, penulis berharap pembaca dapat
mempelajari dan memahami tentang gangguan sistem reproduksi pre-eklamsiaeklamsia. Penulis juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun,
sehingga penulis dapat menjadi lebih baik untuk masa yang akan datang dalam
penyusunan makalah.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Bobak,dkk.2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas, ed 4.Jakarta:EGC.


2. Reeder,dkk.1997.Maternity Nursing, ed 18.Philadelphia:Lipincott.
3. Scott,

James.R,dkk.2002.Buku

Saku

Obstetri

&

Gynekologi.

Jakarta:Wedia Medika.
4. Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Perawatan Maternal/Bayi, ed 2.
Jakarta: EGC.
5. Murray,Sharon

Smith.2002.Foundations

of

Maternal-Newborn

Nursing.Philadelphia: WB Saunders Company.


6. White,Ann.2006.

Emergency

Care

of

Postpartum

Preeclampsia and Eclampsia. http//www.nursingcenter.com


7. Mayes,M.2007.Eclampsia.http//wikipedia.com

Patients

with

Anda mungkin juga menyukai