Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Hemofilia adalah gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi
atau gangguan fungsional faktor pembekuan plasma yang manapun, kecuali faktor XII,
prekalikrein, dan kininogen berat molekul tinggi (HMWK) (Price & Wilson, 1994)
Hemofilia ialah kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang
dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial. (Engram, 1998)
Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi
herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003)
Hemofilia adalah penyakit yang bersifat herediter, biasanya hanya terdapat pada
anak laki-laki tetapi diturunkan oleh wanita (bersifat Sex-Linked Recessive (Ngastiyah,
2005)
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang
dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh
mutasi pada kromosom X (Handayani & Haribowo, 2008)
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan
faktor pembekuan dan diturunkan oleh gen resesif X-Linked dari pihak ibu (Betz &
Sowden, 2009)

2.2 Klasifikasi
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama :
a.

Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah.

b.

Hemofilia kekurangan faktor VIII : terjadi karena kekurangan faktor 8


(Faktor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah.

2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama :


a.

Christmas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang


yang bernama Steven Christmas asal Kanada.

b.

Hemofilia kekurangan faktor IX : Terjadi karena kekurangan faktor 9 (Faktor


IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan
darah.

Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit:


1. Defisiensi berat:
a.

Kadar faktor VIII 0-2% dari normal

b.

Terjadi hemartros dan perdarahan berat berulang

2. Defisiensi sedang:
a.

Kadar faktor VIII 2-5 % dari normal

b.

Jarang menyebabkan kelainan ortopedik

c.

Jarang terjadi hemartros dan perdarahan spontan

3. Defisiensi ringan:
a. Kadar faktor VIII 5-25 % dari normal
b. Mungkin tidak terjadi hemartros dan perdarahan spontan lain, tetapi dapat
menyebabkan perdarahan serius bila terjadi trauma / luka yg tidak berat /
proses pembedahan.
4. Subhemofilia
Kadar faktor 25-50% dari normal. Tidak mengakibatkaan perdarahan,
kecuali bila penderita mengalami trauma hebat dan pembedahan yang luas.

2.3 Etiologi
1. Mutasi genetik yang didapat (acquired) atau diturunkan (herediter)
2. Hemofilia A disebabkan kurangnya factor pembekuan VIII
3. Hemofilia

disebabkan

kurangnya

factor

pembekuan

IX

(Plasma

Tromboplastic Antecendent)

2.4 Manifestasi Klinis


1. Perdarahan spontan
2. Hematom pada jaringan lunak atau perdarahan pada jaringan bagian dalam
3. Hematrosis (perdarahan sendi) yang dapat timbul kembali oleh trauma dan
kontraktur sendi

4. Hematuria
5. Perdarahan retroperitoneal dan perdarahan intrakranial dapat membahayakn
kehidupan.

2.5 Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan
factor pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau penyakit
Christmas). Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif Xlinked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan
komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan
untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi
bila kosentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi bila
kosentrasi plasma antara 1% dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi bila kosentrasi plasma
antara 6% dan 50% dari kadar normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur
anak dan hebatnya defisiensi factor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan
kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan
paling umum adalah di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan
pangkal paha. Otot yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah,
gastroknemius, dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hamper
semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2009)
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic
factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam
pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan
dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat
pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan
ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan,
sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah
yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan
sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang
mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk proses

pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat
memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingat yang lebih cepat. Defisiensi
faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin
yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi
faktor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan pada
jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe
yang paling sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan
dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan
pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang serius, sejak airway mengalami
obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan salah satu penyebab terbesar dari
kematian . Perdarahan pada gastrointestinal dapat menunjukkan anemia dan perdarahan
pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya karena merupakan ruang yang luas untuk
berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan paralysis (Wong,
2001). Ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi; Gangguan itu dapat terjadi karena
jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak
ada perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang normal.

2.6 Pathway
Etiologi

Trauma

Tromboplastisin

Perdarahan Hebat

Hemartrosis

Refleks
Spasme Otot

Keterbatasan
Gerak

Kontraktur
Sendi

Aktivitas

Nyeri

Konsentrasi Hb

Hipoksia
Hematom Pada
Jaringan Lunak
Nekrosis
Jaringan
Perdarahan
Serebral

Gangguan
Mobilitas Fisik

Iskemik

Infark

Perdarahan Berulang

Perubahan
Tulang dan
Kelumpuhan

Darah Sukar
Membeku

Kekurangan
Volume
Cairan

Gangguan Perfusi
Jaringan

Potensial
Komplikasi
Perdarahan

2.7 Komplikasi
Menurut (Betz & Sowden, 2009) komplikasi hemofili adalah :
a. Artritis/artropati progresif
b. Sindrom compartemen
c. Atrofi otot
d. Kontraktur otot
e. Paralisis
f. Perdarahan intrakranial
g. Kerusakan saraf
h. Hipertensi
i. Kerusakan ginjal
j. Splenomegali
k. Hepatitis
l. Sirosis
m. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
n. Antibody terbentuk sebagai antagonis terhadap
o. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
p. Anemia hemolitik
q. Trombosis dan/atau tromboembolisme
r. Nyeri kronis

2.8 Pemeriksaan diagnostik


Menurut (Betz & Sowden, 2009) uji laboratorium dan diagnostik untuk
hemofilia adalah :
1. Uji penapisan/skrining untuk koagulasi darah
a. Hitung trombosit --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang
b. Masa protrombin (PT) --- normal pada hemofili ringan sampai sedang
c. Masa tromboplastin parsial (APTT) --- normal pada hemofilia ringan sampai
sedang; memanjang pada pengukuran hemofilia cukup berat secara adekuat
dalam aliran koagulasi instrinsik.
d. Masa perdarahan --- normal pada hemofilia ringan sampai sedang; mengkaji
pembentukan sumbatan trombosit trombosit dalam kapiler

e. Analisis fungsional terhadap faktor VIII dan IX --- memastikan diagnosis


f. Masa pembekuan trombin normal pada hemofilia ringan sampai sedang
2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit
hati (misalnya serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamicoxaloacetic transaminase [SGOT], alkalin fosfatase, bilirubin).

2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX
yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang
mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya atau konsentrat
yang sudah diperdagangkan. Karena waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam
sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor
IX memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan
menggunakan plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari
sampai perdarahan berhenti. Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk
melawan faktor pembekuan tertentu timbul pada 5% sampai 10% penderita
defisiensi faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX. Infuse selanjutnya dari
faktor tersebut membentuk anti bodi lebih banyak. Agen-agen imunosupresif,
plasma resesif untuk membuang inhibitor dan kompleks protombin yang
memotong faktor VIII dan faktor IX yang terdapat dalam plasma beku segar
(FFP, Fresh Frozen Plasma) digunakan untuk mengobati penderita ini. Produk
sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-Dargirin vasopressin) sudah
tersedia untuk menangani penderita hemofilia sedang. Pemberiannya secara
intravena (IV), dapat merangsang aktivitas faktor VIII sebanyak tiga kali sampai
enam kali lipat. Karena DDAVP merupakan produk sintetik maka resiko
transmisi virus yang merugikan dapat terhindari. (Price & Wilson, 1994)
Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan
kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin
tidak diperlukan untuk AHF. Sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya

sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan


meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan faktor pembekuan. Faktorfaktor ini ditemukan di dalam plasma dan dalam jumlah yang lebih besar
ditemukan dalam plasma konsentrat.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penderita hemofilia harus menyadari keadaan yang bisa menimbulkan
perdarahan. Mereka harus sangat memperhatikan perawatan giginya agar tidak
perlu menjalani pencabutan gigi. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka.
Bila kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat Bantu seperti tongkat.
Kompreslah bagian tubuh yangterluka dan daerah sekitarnya dengan es
atau bahan lain yang lembut & beku/dingin.
Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak
dapat bergerak (immobilisasi). Gunakan perban elastis namun perlu di ingat,
jangan tekan & ikat terlalu keras. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi
lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang lembut seperti
bantal.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien, meliputi : nama, umur (, jenis kelamin (biasanya pada anak
laki-laki dan wanita sebagai carier), agama, suku/bangsa, alamat, tgl. MRS, dan
penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada sendi, adanya oedem pada sendi, sendi terasa hangat,
akibat perdarahan jaringan lunak dan hemoragi pada sendi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri pada kaki. Nyeri dirasakan hilang timbul
seperti tertusuk-tusuk dan nyeri bertambah saat berjalan dan berkurang
bila dibuat istirahat. Pasien mengeluh terjadi perdarahan lama, epitaksis,
bengkak yang nyeri, perdarahan spontan, perdarahan system GI track.
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami perdarahan yang tidak
henti-hentinya serta apakah klien mempunyai penyakit menular atau
menurun seperti, hipertensi, TBC.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada lakilaki atau carrier pada wanita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

: lemah

b. Kesadaran

: composmentis

c. Tanda-tanda vital
-

Suhu

: normal (36,5oC 37,5oC)

Nadi

: takikardi (>110x/menit)

RR

: normal/meningkat (>28x/menit)

TD

: normal (120/80 mmHg)

d. Head to toe
-

Wajah

: wajah mengekspresikan nyeri

Rambut

: hitam, tidak ada ketombe, distribusi merata

Mata

: gangguan penglihatan, ketidaksamaan pupil

Mulut

: mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut

Hidung

: epitaksis

Thorak/ dada :
o Jantung

Inspeksi

: adanya tarikan intercostanalis

Palpasi

:adanya pembesaran jantung (kardiomegali)

Perkusi

: suara jantung pekak paru sonor.

Auskultasi : tidak ada BJ tambahan.

o Abdomen:
Inspeksi

: adanya distensi abdomen

Palpasi

: terdapat hepatomegali

Perkusi

: timpani

Auskultasi : bising usus meningkat


-

Anus dan genetalia : hematuria, eliminasi urin menurun, feses


berwarna hitam

Ekstremitas

: hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas

bawah
e. Activity Daily Life (ADL)
- Pola Nutrisi

: Anoreksia

- Pola Eliminasi

: Hematuria, feses hitam

- Pola personal hygiene : Kurangnya kemampuan untuk melakukan


aktivitas perawatan dini.
- Pola aktivitas

: Kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam

beraktivitas
- Pola istirahat tidur : Kebutuhan untuk tidur terganggu karena nyeri.

3.2 Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan reflek spasme otot sekunder.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan yang
aktif akibat perdarahan.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal akibat
perdarahan.

3.3 Perencanaan
No.
Dx
1

Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ...x24 jam diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
- Klien mengetahui penyebab nyeri
- Klien mengetahui cara untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri
- Klien dapat melakukan tindakan yang
telah diajarkan leh perawat untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri.
- Skala nyeri berkurang atau bahkan
hilang
- Ekspresi wajah tidak menunjukkan
tanda-tanda nyeri seperti meringis
- TTV dalam batas normal (TD: 120/80
mmHg, Nadi: 80-100 x/mnt, RR: 1624 x/mnt, Suhu: 36,5oC - 37,5C)

Intervensi

Rasional

1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Membantu dalam mengatasi masalah


komprehensif
termasuk
lokasi,
pasien.
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan faktor yang memperberat
timbulnya nyeri.
2. Observasi reaksi nonverbal dan 2. Mengetahui respon yang dilakukan
ketidaknyamanan.
3. Berikan
pengetahuan
mengenai 3. Pasien mengetahui apa penyebab dari
timbulnya rasa nyeri
nyeri yang dirasakan dan dapat
mengurangi rasa cemas
4. Gunakan
teknik
komunikasi 4. Komunikasi terapeutik dapat
terapeutik dalam mengkaji tingkat
menigkatkan hubungan antara pasien
nyeri pasien.
dengan perawat
5. Berikan kompres hangat pada lokasi 5. Meningkatkan vasokonstriksi,
nyeri.
penumpukan resepsi sensori yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri di
lokasi yang dirasakan
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam 6. Analgetik merupakan obat untuk
pemberian analgetik.
penghilang rasa sakit/nyeri

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama ...x24 jam diharapkan tidak terjadi
kekurangan volume cairan
Kriteria Hasil :
- Klien mengetahui penyebab
kekurangan volume cairan
- Klien mengetahui cara untuk
mengatasi kekurangan volume cairan
- Klien dapat melakukan cara yang
telah diajarkan untuk mengatasi
kekurangan volume cairan
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit kembali dalam 2 detik
- Cairan masuk dan cairan keluar
seimbang
- TTV dalam batas normal (TD: 120/80
mmHg, Nadi: 80-100x/mnt, RR: 1624x/mnt, Suhu: 36,5oC - 37,5C)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ...x24 jam diharapkan tidak terjadi
gangguan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :

1. Kaji
tingkat
perdarahan
pembekuan perdarahan pasien.
2.
3.
4.
5.

dan 1. Dapat mengetahui tingkat perdarahan


untuk pemberian intervensi
selanjutnya
Observasi TTV setiap 4-6 jam.
2. Mengetahui perkembangan pasien
Ukur intake dan output cairan pasien. 3. Membantu mengontrol keseimbangan
cairan tubuh pasien
Anjurkan untuk minum yang banyak
4. Untuk meminimalkan terjadinya
kekurangan volume cairan
Kolaborasi dalam pemberian cairan 5. Meminimalkan terjadinya kekurangan
yang adekuat.
cairan akibat perdarahan yg dialami
pasien.

1. Pantau tingkat inflamasi atau rasa


sakit pada sendi.
2. Bantu dengan cara latihan aktif pasif.
3. Ubah posisi pasien setiap 4-6 jam.

1. Tingkat aktivitas atau latihan

tergantung dari proses inflamasi


2. meningkatkan fungsi sendi, kekuatan
otot dan stamina umum
3. mencegah kekakuan pada otot pasien

- Pasien mampu beradaptasi dengan


keterbatasan fungsional tubuhnya
- Tonus otot pasien kuat
- Pasien mampu berpindah posisi
dengan mandiri

4. Gunakan bantal yang tipis di bawah


leher.
5. Ciptakan lingkungan yang aman dan
nyaman.

4. mencegah flexi leher


5. menghindari cedera akibat

kecelakaan/terjatuh

BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Hemofilia adalah gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada
defisiensi atau gangguan fungsional faktor pembekuan plasma yang manapun,
kecuali faktor XII, prekalikrein, dan kininogen berat molekul tinggi (HMWK)
(Price & Wilson, 1994)
Hemofilia ialah kelainan perdarahan herediter terikat seksi resesif yang
dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial. (Engram, 1998)
Klasifikasi dari hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu hemofilia A dan
hemofilia B. Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit dapat
dibedakan menjadi 4 yaitu defisiensi berat, defisiensi sedang, defisiensi ringan
dan subhemofilia.
Penyebab dari hemofilia adalah mutasi genetik yang didapat (acquired)
atau diturunkan (herediter), hemofilia A disebabkan kurangnya factor pembekuan
VIIIdan hemofilia B disebabkan kurangnya factor pembekuan IX (Plasma
Tromboplastic Antecendent).
Manifestasi dari hemofilia diantaranya adalah perdarahan hebat setelah
suatu trauma ringan, hematom pada jaringan lunak, hematrosis (perdarahan sendi)
dan kontraktur sendi, hematuria, perdarahan serebral, terjadinya perdarahan dapat
menyebabkan takhikardia, takipnea dan hipotensi.
Komplikasi dari hemofili menurut Cecily L. Betz adalah artropati
progresif, kontraktur otot, paralisis, perdarahan intrakranial, HT (Hipertensi), dan
kerusakan ginjal.
Pemeriksaan diagnostik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis atau
mengetahui mengenai hemofili adalah uji skrining untuk koagulasi darah, biopsi
hati (kadang-kadang), dan uji fungsi faal hati (kadang-kadang).
Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan hemofilia adalah terapi
supportif, penggantian factor pembekuan, terapi gen, transplantasi hati, pemberian
vitamin K; menghindari aspirin, asam salisilat, AINS, heparin, pemberian
rekombinan factor VIII dan pada pembedahan (dengan dosis kg/BB)

1.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah
ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L., & Sowden, L. A. (2009). In Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Engram, B. (1998). Hemofilia. In Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Volume 2 (p. 413). Jakarta: EGC.
Handayani, W., & Haribowo, A. S. (2008). In Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Hematologi (p. 119). Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiyah. (2005). In Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (1994). Pembekuan. In Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 4 (pp. 272-273). Jakarta: EGC.
Wong, D. L. (2003). Anak Dengan Hemofilia. In Pedoman Klinis Keperawatan
Pediatrik (p. 544). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai