Universitas Indonesia.
“Horror in the East” adalah sebuah film dokumenter yang menceritakan mengenai
keadaan Perang Pasifik, dengan lebih memfokuskan jalan ceritanya pada kekejaman-
kekejaman perang yang dilakukan pihak Jepang pada belahan bumi bagian timur, yaitu Asia.
Cerita diawali dengan peristiwa di mana tentara Jepang masih merupakan tentara yang
memperlakukan tentaranya dengan manusiawi. Namun, pada tahun 1931, semuanya berubah.
Jepang; yang pada saat itu mengalami lonjakan penduduk, ditambah dengan fakta bahwa
Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang cukup; mulai berpikir untuk menjajah Cina.
Penyerangan ini menyebabkan hubungan Jepang dengan dunia internasional mulai
memburuk. Menteri Luar Negeri Jepang mengatakan bahwa kekuatan Barat munafik.
Langkah ini lalu diikuti dengan keluarnya Jepang dari LBB, yang membuat Jepang semakin
terisolasi.
Jepang pun mulai memperkuat angkatan perangnya, latihan bagi para tentara
ditingkatkan, unsur kasih yang ada dalam diri setiap tentara mulai dihilangkan. Masa ini
merupakan masa yang berat bagi Jepang, militerisme merajalela di mana-mana. Kaisar
Hirohito lalu memerintahkan pasukan Jepang untuk menyerang dan menduduki Cina, yang
waktu itu mendapat sebutan “Chancorro” (sebutan untuk bangsa Cina, artinya ras yang lebih
rendah dari manusia). Karena pasukan Jepang menganggap rakyat Cina adalah makhluk yang
lebih rendah dari manusia, pasukan Jepang menjadi lebih tega dalam menyiksa rakyat Cina.
Penjarahan, perkosaan, pembunuhan, dan berbagai tindak kejahatan lain terjadi di seluruh
pelosok Cina. Semua tindakan itu mempunyai tujuan yang sama : mendirikan Kekaisaran
Jepang di Cina.
Tindakan Jepang ini lagi-lagi mendapat kecaman dari dunia internasional, namun
Jepang memilih tidak mengindahkan kecaman itu. Hanya satu negara yang menghormati
Jepang : Jerman. Jerman kagum pada semangat tentara Jepang, dan Jerman bermaksud untuk
menjadikan Jepang sebagai sekutunya. Keinginan Jerman ini terkabul dengan
ditandatanganinya Pakta Persekutuan Jerman dan Jepang, tanggal 27-9-1940, di Kedubes
Jerman di Jepang. Merasa mempunyai sekutu yang kuat, yaitu Jerman, Jepang semakin
-1-
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.
menjadi-jadi. Jepang mulai menjajah Asia, dengan melakukan propaganda yang terkenal
dengan semboyan “Asia untuk Asia”.
Amerika Serikat, yang merasa tindakan Jepang sudah semakin keterlaluan,
memutuskan untuk menghentikan penyaluran BBM ke Jepang, sampai Jepang memutuskan
untuk berhenti berperang. Tindakan Amerika ini ditanggapi Jepang dengan melakukan
penyerangan tiba-tiba terhadap pangkalan udara Amerika, Pearl Harbour. Perang pun
berlanjut. Pada 1942, Singapore, Burma, Filipina, dan Malaysia berhasil dikuasai Jepang.
Keberhasilan perang Jepang itu ternyata mendatangkan satu kesulitan baru : habisnya SDA
Jepang. Pasukan Jepang tidak mendapat pasokan makanan, karena semua dana sudah habis
digunakan untuk keperluan perang. Untuk menyiasati hal itu, diterapkanlah praktek
kanibalisme di kalangan tentara Jepang. Dalam praktek itu, tentara Jepang diperbolehkan
memakan daging siapa pun, selain daging tentara Jepang sendiri.
Selain praktek kanibalisme, di kalangan tentara Jepang juga berkembang ajaran
harakiri. Harakiri adalah ajaran yang mengharuskan tentara Jepang untuk membunuh dirinya
sendiri apabila ia dalam keadaan terdesak oleh pihak musuh. Bagi tentara Jepang, lebih baik
mati daripada tertangkap. Ajaran ini rupanya juga sampai ke telinga rakyat. Rakyat di Pulau
Saipan (1944) dan Tokashiki (1945) memilih untuk menerjunkan diri ke dalam jurang
daripada harus tertangkap oleh pasukan Amerika.
Keberhasilan tentara Jepang ini malah membuat Amerika semakin berang. Amerika
kemudian memutuskan untuk menghujani Jepang dengan 160.000 ton bom, untuk membuat
Jepang menyerah. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 10 Maret 1945. Penghujanan bom
oleh AS ini menyebabkan Jepang rata dengan tanah, dan memakan korban lebih dari 100.000
orang. Tokyo hancur, pemerintah Jepang panik. Tetapi Kaisar Hirohito tetap tidak mau
menyerah. Kaisar pun mengumumkan rencana sekaligus ajaran baru pada rakyat Jepang :
kamikaze. Kamikaze adalah tindakan heroik berupa penabrakkan diri sendiri, yang sedang
berada di pesawat tempur, pada pesawat musuh, sehingga baik musuh maupun diri tentara
Jepang sendiri itu dapat mati. Tindakan kamikaze ini dilakukan di Okinawa, pada tahun 1945,
untuk menyerang pasukan Inggris dan Amerika.
Amerika lalu mengambil rencana baru. Rencana itu adalah penjatuhan bom atom di
Jepang. Penjatuhan bom atom ini dilaksanakan pada Agustus 1945. Dijatuhkannya bom atom
kali ini, berhasil meredakan perang yang sudah diusung Jepang sejak lama. Jepang pun
menyerah tanpa syarat pada Amerika.
Film ini merupakan film yang sangat bagus dan sangat berguna, karena film ini
dapat membuka mata kita tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Perang Pasifik.
-2-
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.
Kekejaman tentara Jepang pada rakyat Cina mungkin tadinya tidak kita ketahui, namun
dengan menonton film ini, kita dapat melihat kronologis kejadian dan reka ulang Perang
Pasifik melalui kesaksian-kesaksian para saksinya. Namun, penulis berpendapat penyajian
film ini masih berat sebelah. Hal ini dikarenakan film ini lebih mengekspos keberadaan
Jepang sebagai penyebab Perang Pasifik, selain juga mengekspos kekejaman-kekejaman yang
telah dilakukan Jepang. Padahal sebenarnya pandangan bahwa Jepang merupakan satu-
satunya penyebab Perang Pasifik itu tidaklah benar.
Tindakan Jepang, yang tiba-tiba memutuskan untuk keluar dari LBB dan
cenderung ’memusuhi’ negara Barat, khususnya Amerika dan Inggris, tentunya mempunyai
alasan. Alasan itulah yang tidak dapat penulis temukan pada film “Horror in the East” ini.
Padahal keberadaan alasan itu sangat penting, karena alasan itu merupakan pemicu terjadinya
Perang Pasifik tersebut. Di sini, penulis akan memaparkan alasan mengapa Jepang akhirnya
memutuskan keluar dari LBB dan mengapa Jepang, yang tadinya menjalin hubungan baik
dengan negara Barat, menjadi sangat membenci negara-negara Barat.
Sebagai negara yang masih terbilang kecil dan masih terbelakang, wajarlah bila
Jepang memiliki ketergantungan pada negara-negara Barat yang sudah mapan, seperti Inggris.
Pada masa itu, yaitu pada jaman Meiji, hubungan antara Jepang dan Inggris pun masih baik.
Pendukung Meiji menyaksikan negeri mereka berkembang mencapai kemegahan di bawah
bayang-bayang armada Inggris, dan mereka tidak ragu-ragu lagi bahwa masa depan Jepang
dapat dijamin hanya dengan jalan memberikan prioritas tertinggi pada kebijaksanaan
memelihara hubungan persahabatan dengan negara-negara laut yang kuat 1 , dalam hal ini
adalah Inggris. Pada masa itu pula, keberadaan Amerika Serikat sebagai negara yang
dominan mulai terasa. Amerika, yang sedang mulai melebarkan sayapnya, merasa
terintimidasi dengan keberadaan Jepang sebagai negara baru yang mulai berkembang. Rasa
saling tidak percaya antara Amerika dengan Jepang mulai tumbuh. Kenyataan ini diperparah
dengan kedudukan Amerika yang cenderung mendominasi dalam dunia saat itu.
Permusuhan antara Amerika dengan Jepang ini membuat Inggris gugup, Inggris
menjadi tidak yakin dengan hubungan baik yang selama ini sudah dibinanya dengan Jepang.
Di satu sisi, jika ia memilih tetap membina hubungan baik dengan Jepang, ada resiko
Amerika akan ikut membencinya. Namun di sisi lain, jika ia tiba-tiba memutuskan hubungan
kerja sama dengan Jepang, hal itu tentunya akan merusak hubungan kedua negara. Terjebak
di antara dua pilihan, Inggris lalu memutuskan untuk bekerja sama dengan Amerika dan
1
Marius B. Jansen, Jepang Selama Dua Abad Perubahan, (Gadjah Mada : Gadjah Mada University Press,
1983), h. 60.
-3-
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.
melawan Jepang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bukti di Washington (1922) dan
terutama di London (1930) yang mengatakan bahwa Inggris dan Amerika bekerja sama untuk
menghadapi Jepang 2.
Hal ini tentu saja membuat Jepang merasa kecewa dan merasa dikhianati. Keadaan
ini diperparah dengan jatuhnya pasaran saham di New York, yang membuat banyak usaha
kecil dan menengah di Jepang bangkrut, banyak orang Jepang juga kehilangan mata
pekerjaannya. Dalam bidang urusan luar negeri, kebijaksanaan Amerika untuk membatasi
Jepang diperkeras, persetujuan Ishii-Lansing dicabut dan undang-undang yang menolak
imigrasi Jepang diresmikan di Amerika 3. Kesemua hal itu dilakukan pada tahun 1923, pada
zaman Taisho. Belum cukup dengan semua hal itu, Amerika juga membekukan modal Jepang
di Amerika dan melakukan embargo terhadap Jepang. Langkah Amerika ini diikuti dengan
dicabutnya perjanjian dagang dan navigasi Jepang oleh Inggris. Blokade ekonomi terhadap
Jepang pun dilakukan. Melihat hal itu, Jepang pun berusaha mengadakan negosiasi dengan
Amerika untuk mencari penyesuaian paham secara baik-baik, tetapi jawaban Amerika
tetaplah berupa ultimatum 4.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, penulis melihat bahwa pihak yang memulai
perang dengan Jepang terlebih dahulu adalah Amerika, bersama-sama dengan Inggris. Jepang,
yang telah menaruh kepercayaan sangat besar pada Inggris, malah kemudian dikecewakan
dengan fakta bahwa Inggris lebih memilih bekerja sama dengan negara yang lebih berkuasa,
Amerika. Fakta bahwa Jepang juga sudah berusaha memperbaiki keadaan, dengan
mengadakan negosiasi dengan Amerika, pun seharusnya sudah cukup untuk menghentikan
perselisihan antara kedua negara. Namun, kesombongan Amerika membuat Amerika
menolak itikad baik Jepang tersebut. Padahal, itikad baik dari Jepang itu tidak hanya datang
pada saat blokade ekonomi itu dilakukan saja. Pada tahun 1931, saat keadaan Amerika-
Jepang sudah agak memanas, Nitobe Inazo, seorang ilmuwan Jepang yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk menjadi jembatan antara Jepang dan Amerika berangkat ke
Amerika untuk meyakinkan Amerika bahwa kehidupan politik di Jepang tetap sehat.
Kesehatan Inazo sendiri kemudian memburuk, dan ia meninggal sebelum tugasnya selesai 5.
Fakta tersebut semakin menunjukkan kearoganan Amerika yang tidak mau berdamai dengan
Jepang.
2
Marius B. Jansen, loc. cit.
3
Taro Sakamoto, Jepang Dulu dan Sekarang, (Gadjah Mada : Gadjah Mada University Press, 1992), h. 55.
4
Ibid., h. 57.
5
Marius B. Jansen, op. cit., h. 64.
-4-
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Indonesia.
Dari semua uraian di atas, penulis berpendapat bahwa penyebab Jepang, yang
tadinya berhubungan baik dengan negara-negara Barat, menjadi berbalik membenci dan
memutuskan keluar dari LBB adalah karena kesalahan dari Amerika Serikat dan Inggris
sendiri. Jepang, yang pada waktu itu masih merupakan negara kecil yang lemah, sangat
bergantung dan berharap pada Inggris. Namun ternyata Inggris malah mengecewakan
harapan Jepang itu. Hal inilah yang menyebabkan Jepang kecewa, dan berbuntut pada
keluarnya Jepang dari LBB. Keluarnya Jepang dari LBB inilah yang kemudian memicu
terjadinya penyerangan yang dilakukan Jepang pada negara-negara Asia lain, seperti Cina,
Vietnam, Indonesia, dan lain-lain. Dan tanpa adanya penyerangan Jepang terhadap negara-
negara Asia, Perang Pasifik tidak akan terjadi. Penulis menyimpulkan, penyebab Perang
Pasifik terjadi bukan saja Jepang, seperti yang terdapat dalam film, melainkan juga Amerika
Serikat dan Inggris. Apabila Amerika waktu itu dapat percaya dengan Jepang, dan tidak
mengajak Inggris untuk berkoalisi menyerang Jepang, Perang Pasifik, khususnya yang terjadi
di wilayah Asia, tidak akan terjadi.
-5-